- Beranda
- Stories from the Heart
This is Why I Need You (mbak Adele)
...
TS
Shootgun
This is Why I Need You (mbak Adele)

.
.
.
Spoiler for Baru 2 post, udah Top Threads lagi.:
Spoiler for Baru 10 post, belum 2 bulan, udah masuk Hot Threads lagi.:

Permisi bapak ibu sekalian. Udah lama juga baca-baca di thread ini dari semenjak SK2H, akhirnya baru sekarang nyoba bikin cerita. Monggo silakan duduk, silakan mendirikan tenda.
Cerita yang akan saya share kali ini menceritakan tentang cowok yang tinggal di kostan cewek.
Dibaca kalau kalian lagi nggak ada kerjaan aja.
Cerita ini cocok untuk semua umur.
Remaja, Dewasa, Anak SMA, bahkan baik juga untuk pertumbuhan janin.
Dari sini, kalian akan belajar beberapa hal penting mengenai sisi lain dunia perkuliahan dan anak-anak kost yang mungkin tidak pernah kalian tau sebelumnya. Hanya karena kalian tidak pernah lihat, bukan berarti hal itu tidak ada.
Monggo~
Selamat mendirikan tenda di sini.
Rulesnya ya ngikutin yang sudah ada saja. Diupdate tiap hari Jumat malem ya selepas akika beres kerja.
Akhir kata,
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamualaikum
*qomat*
Index Cerita
.
Diubah oleh Shootgun 06-12-2018 21:01
hllowrld23 dan 29 lainnya memberi reputasi
18
247.8K
Kutip
998
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Shootgun
#307
I'm Here For You
Quote:

“Gue mau nanya dong. Sini duduk dulu bentar.” Perintah gue.
Dia celingak-celinguk, terlihat sedikit ragu untuk diam lama di tempat gelap seperti itu, “Ngg.. Tapi kak..”
“Nanti gue kasih rekomendasi konsumsi yang bisa dikerjain dalam waktu dua hari deh.”
“OKE KAK SIAP!” Mendengar hal itu, dia langsung duduk di sebelah gue dan memasang mimik wajah yang seakan berkata, silakan-kak-tanya-apa-aja-semua-pasti-aku-jawab.
Gue berpikir sebentar. Sesekali mengetuk-ngetuk layar HP mencari kata-kata yang tepat untuk setiap pertanyaan di benak gue saat ini.
“Terlepas dari kalian emang satu fakultas, gue mau tanya, kamu bisa kenal dia karena apa?” Gue mulai menanyakan pertanyaan pertama.
Dia terlihat berpikir, “Kalau aku nggak salah sih, kak, dulu kak Lifana itu ketua angkatan.”
“Eh?” Gue sedikit kaget.
“Iya, tapi di tahun kedua entah ada kasus apa dia diganti sama yang namanya Rico Rico itu.”
Gue angguk-angguk sok ngerti, “Tapi kamu tau kasusnya apa ga? Gosip-gosip gitu pasti ada kan?” Tanya gue lagi.
“Ada sih kak. Aduh tapi aku nggak enak, kak. Ndak baek ngomongin orang.”
“Tapi kan dari tadi kita udah terlanjur ngomongin orangnya.” Tukas gue.
“Iya juga sih ya. Yaudah deh. Denger-denger dari gosip yang beredar sih karena dia itu cewek nggak bener, kak.”
“Dalam artian?”
Dia terlihat gelisah. Seperti bingung harus mencari kata-kata apa. “Nakal gitu, kak. Jadi aja sama kakak-kakak angkatan yang lain, dia diturunin jabatannya. Takut merusak nama baik kedokteran katanya.” Tukasnya sambil bisik-bisik padahal di taman itu cuma ada kami berdua.
Gue angguk-angguk. Walaupun masih banyak yang ingin gue tanyakan, tapi gue paling males ikut campur urusan orang. Gue bertanya ini pun karena gue hanya sepintas ingin tahu siapa cewek yang sialnya harus ada di kehidupan gue beberapa hari ke belakang ini.
“Oke deh thanks ya infonya.” Kata gue.
“Kak tadi janjinya bakal dikasih kontak buat konsumsi.” Dia menagih sambil nyodorin HP-nya.
Gue ambil hp itu lalu gue masukkan nomer hp si Budi. Gitu-gitu si Budi itu banyak koneksi kalau urusan konsumsi. Soalnya dia juga yang ngurus catering buat sarapan sama makan malem anak-anak kost.
“Namanya Budi. Bilang aja dapet mandat dari Mas Ryan. Inget, harus pake MAS!”
“Siap, kak! Terima kasih banyak kak.” Katanya yang lalu kembali ke dalam kampus meninggalkan gue sendirian di sini.
Hmm..
Cewek nakal ya?
Apakah gue terkejut? Tidak. Semenjak kuliah dah kenal dengan dunia malam serta dunia alkohol, gue akrab sekali dengan istilah cewek nakal. Hampir semua cewek yang datang ke toko gue itu ya cewek yang cari having fun buat tidur sama orang asing. One night stand lah istilah kerennya. Ngewi-ngewi cantik, kalau bahasa Bandung saat itu.
Sekedar berakhir flirting, fingering, atau oral sih itu hal sepele. Suami orang, istri orang, ABG, pekerja kantoran, tante-tante, model, dan masih banyak lagi orang yang kelihatan baik-baik di luar sana, tapi ternyata sama saja ketika topengnya dilepas. Gue yang punya jobdesc sebagai bartender berkedok kasir pun sudah sangat familiar dengan kondisi seperti ini.
Tentu, buat para pelanggan wanita yang datang ke toko, gue ini sudah cukup dikenal sebagai pramuria alias Pemberi Layanan Curhat. Mereka yang datang dalam keadaan segar hingga mabuk dan masuk ke fase sobber sering curhat tentang hidup mereka, sexual activity mereka, atau bahkan hal-hal tabu sekalipun tanpa mereka tutup-tutupi.
Ketika di kampus atau di luar toko gue bersikap sangat dingin dan enggan bergaul dengan siapa-siapa, tapi lain jika sudah di dalam toko. Selain karena tugas gue memang seperti itu-- men-service pelanggan-- Alasan lainnya adalah karena mereka nggak akan pernah ketemu gue di kehidupan siang hari. Jadi gue merasa enjoy aja dengerin curhatan mereka, temenin ngobrol, atau bahkan jadi teman minum ketika mereka lagi down-downnya.
Jadi kalau mendengar istilah cewek nakal sih gue nggak kaget sama sekali.
Apa sih arti nakal sendiri di benak orang-orang yang tidak pernah tau kehidupan malam? Ah paling banter juga sering ML sama banyak cowok. Itu sih buat gue hal yang sepele.
Sering tidur sama cowok lain ketika dia punya pacar? Ah hal biasa itu mah.
Maniak sex toys? Itu namanya manusiawi, sering terjadi di kota-kota besar.
Lesbi? Beuh apalagi, sering banget gue ketemu yang beginian di toko.
Hamil di luar nikah terus gugurin kandungan? Banyak juga yang gitu. Bahkan gue tau obat-obatan apa aja yang mereka pakai agar janin itu rusak lalu kemudian luruh.
Jadi ya apa sih yang serem dari istilah ‘cewek nakal’? Orang-orang berwajah baik di depan kalian yang ngomongnya halus, lembut, atau bahkan kadang terlihat religius itu pun gue yakin banyak yang mempunyai sifat berkebalikannya jika mereka sedang sendiri. Buat gue, hanya karena dia melakukan hal-hal yang menurut orang lain buruk, belum tentu dia buruk. Setiap orang punya alasannya masing-masing. Dan setiap orang wajib menghargai alasan orang lain.
****
Akhirnya LDKS atau ospek anak DKM di puntang berjalan lancar selama tiga hari dari hari Jumat-Sabtu-Minggu. Gue nggak akan ceritain detailnya, males terlalu panjang. Lagian cuma gitu-gitu aja.
Di sana juga gue selalu berdiri paling belakang. Tidak bergaul. Tidak ngobrol sama anak-anak yang lain. Tugas gue palingan cuma buka lahan buat jerit malam jam sepuluh pagi hingga sore di hutan dengan bermodalkan golok. Malamnya, gue ditugaskan jaga post di tengah hutan bermodalkan satu senter doang. Sendirian? Iya. Gila nggak tuh di tengah hutan jam satu malem gue diem sendirian tanpa boleh menyalakan sinar senter sekalipun karena takut dilihat oleh para Junior yang lagi ospek. Waktu lagi siraman rohani sambil muterin api unggun pun gue malah tiduran di hammock. Pokoknya udah kaya tali puser bayi yang baru lahir deh. Udah nggak penting banget kehadiran gue di sana.
Selama tiga hari di hutan, komunikasi di hp gue benar-benar terputus. Jessica sempat bilang kalau dia agak kelimpungan ngurus toko sendirian belakangan ini karena gue izin cuti satu minggu. Ini berarti, mulai minggu depan gue harus lembur di toko sampe subuh buat ganti jatah bolos gue.
Hari minggu siang kami semua balik ke Bandung naik truk tentara. Namun karena gue ngurus tenda, alhasil gue lebih sore pulangnya buat cek kelengkapan pancang-pancang besi yang biasanya hilang kalau lagi kemping. Pun setelah sampai di Bandung, gue harus ke tukang tenda buat balikin tenda. Kalau ditotal-total, gue balik nyampe kost pukul delapan malam. Selama perjalanan pulang, lagu dari Firehouse - I Am Here For You gue putar berulang-ulang di hp gue.
Malam itu mendung sedang gelap-gelapnya. Sehingga untuk melihat pun jadi sulit sekali lantaran langit sudah begitu gelap. Gue memacu motor gue pelan hingga depan pintu gerbang kost. Begitu gue hendak menutup pintu, tiba-tiba ada yang menahan pintu pagar itu dari luar. Gue buka lagi pelan gerbangnya. Ada sosok yang nggak asing lagi berdiri menahan gerbang yang hendak gue tutup barusan.
Ada mbak Adele di sana.
Gue diam menatapnya. Begitu pun dia yang menatap gue. Gue perhatikan ada mobil di sebrang jalan. Lah sejak kapan dia dateng? Rasa-rasanya gue nggak dengar ada suara mobil sama sekali deh waktu gue masuk ke kost ini?
“Mau apa?” Tanya gue dingin.
“Aku mau ketemu Raspati.” Dia menjawab singkat.
Gue diam sebentar. Ada hening di antara percakapan kami saat itu. Sebelum kemudian gue melangkah mundur dan membiarkan ia masuk. Gue tutup gerbang itu, menguncinya dan berjalan menunju pintu utama kost. Di pintu utama kost ini kalau mau masuk harus nge-pip kartu dulu, dan kartunya cuma dimiliki sama anak-anak kost doang. Jadi otomatis mbak Adele nggak bisa masuk sebelum gue beres gembokin gerbang.
Gue antar dia masuk menuju kamar Rara karena takut kalau-kalau dia nyolong barang-barang anak kost yang lain kan bahaya. Mending gue anter deh daripada ada apa-apa.
Namun gue cukup heran ketika lampu di kamar si Rara mati. Pun lampu di depan teras kamarnya. Gue ketok sekali pintunya namun tidak ada jawaban. Gue panggil namanya dua kali, tetap hening tidak ada tanggapan sama sekali. Gue melirik ke arah mbak Adele bermaksud ngasih kode kalau si Raspati lagi nggak ada di sana, jadi dia mending pulang aja. Tapi bukannya pulang lah dia malah tetap diem di situ melihat ke arah pintu.
Hadeeeeh nyusahin aja dah.
Gue rogoh hp gue dan nelepon si Rara. Tak butuh waktu lama, telepon itu dia angkat.
“Kenapa, Ian jelek? Kangen ya?” Katanya tanpa salam tanpa basa basi.
“Di mana lo? Kok kamar lo gelap? Nyelundupin cowok ya lu? Lu tau kan resikonya kalau gue tau ada cowok di sini?”
“ASTAGA IAN SUUDZON BANGET SAMA GUE YA ALLAH!!! Nggak gue bawain oleh-oleh tau rasa lo!” Katanya kesal.
“Eh? Lo di rumah?” Tanya gue kaget.
“Lah iya, kan gue dah SMS elo. Tapi elo nggak bales, jahat bener ih. Gue juga udah lapor ke Budi.”
“Oooh..”
“Kenapa, Yan? Kangen?”
“Enggak. Ini ada mbak..” Gue melirik ke arah Mbak Adele. Aduh hampir aja keceplosan bilang Mbak Adele. Gue lupa kalau nama dia bukan itu, “.. Ini ada Lifana nyariin elo.”
“Loh? Mana sini gue mau ngomong.” Sanggah Rara.
Kemudian gue serahkan hp itu ke arah mbak Adele dan mereka ngobrol cukup panjang tapi gue nggak terlalu nguping pembicaraan mereka. Males. Urusan orang juga. Kemudian Mbak Adele menyodorkan hpnya lagi sama gue.
“Gimana, Ra?” Tanya gue.
“Yan, kamar gue bukain aja. Dia suruh nginep di kamar gue aja ya, Yan. Please. Demi gue deh. Boleh ya, Yan?” Rengeknya.
Gue melepas napas panjang.
“Yaudah. Lo kapan balik btw?”
“Lusa udah di sana lagi kok. Titip Lifana ya, Yan.”
Kemudian telepon ditutup. Gue merogoh tas kemping gue dan mengeluarkan satu gantungan kunci yang isinya ada lebih dari dua puluh kunci. Ya, itu adalah kunci cadangan semua kamar di sini. Hahaha jadi gue kalau mau jail juga bisa masuk ke kamar anak kost yang lain terus ngecek barangnya satu-satu.
Gue cari kunci nomer dua belas, lalu mulai membuka pintu kamar Raspati yang penuh dengan foto-foto dia bersama dengan anak kost yang lain yang sengaja ia tempelkan di sana. Wangi parfum vanillanya langsung menyeruak ke luar begitu pintu itu dibuka. Gue raba tembok sebelah kanan pintu untuk mencari saklar lampu, begitu lampu menyala gue masuk ke dalam disusul mbak Adele di belakang.
“Ini cewek berantakan amat astaga.” Gerutu gue ketika melihat sprei kasurnya saja masih kusut beserta selimut yang tidak dilipat.
“Kata Raspati, kamu boleh nginep di sini dulu. Kalau ada apa-apa, kamu telepon dia aja ya.” Kata gue kepada mbak Adele yang mulai masuk dan melihat-lihat ke dalam.
Sesekali dia menengok dan mendatangi ke arah meja belajar Rara. Di sana banyak sekali foto gue sama Raraspati berdua dari semenjak SMA. Juga segala macam make up nggak jelas bergeletakan gitu aja di atas sana.
“Gue tinggal ya.” Kata gue.
Dan tetiba, mbak Adele yang sedari tadi punggungnya ada di hadapan gue itu langsung berbalik. Betapa terkejutnya gue ketika melihat hampir seluruh mukanya penuh lebam.
Mata kirinya hitam seperti habis kena pukul. Bibirnya luka juga sedikit bengkak. Di pipi bagian belakang gue lihat ada sebuah luka goresan yang masih basah. Benar benar masih basah. Hidungnya pun memerah dan ada bekas darah mengering di sana. Siku tangannya luka. Daerah lengannya lebam biru-biru.
Gue benar-benar kaget. Ini kali pertama gue kaget setelah sekian lama. Terakhir gue kaget waktu denger kabar kalau Raffi Ahmad nggak jadi kimpoi sama Yuni Shara, dan ternyata malam ini gue bisa kaget lagi. Tadi sewaktu di gerbang depan segala luka itu tidak terlihat lantaran cuaca begitu gelap, pun karena ditutup oleh rambutnya yang agak panjang.
Tapi ketika di ruangan yang terang seperti ini, semuanya bisa terlihat lebih jelas. Gue terdiam melihat hal ini. Sebisa mungkin mencoba menahan ekspresi kaget gue biar tidak terlalu kentara dan ia menyadarinya. Dia tidak menjawab karena tampak sulit sekali untuk bicara oleh karena luka di sekitar bibirnya. Pasti sakit dengan luka di bibir seperti itu. Sebenarnya gue ingin bertanya dia kenapa dan apa yang terjadi sama dia hari ini, tapi gue urungkan niat itu karena gue sudah komitmen untuk tidak mau ikut campur urusan orang.
Gue berjalan mendekat ke arahnya. Dan dia hanya menatap kosong ke arah gue dengan mata lebamnya. Gue tarik kursi belajar Rara lalu menyuruhnya untuk duduk.
“Duduk.” Kata gue, dan ia nurut tanpa banyak drama. Tumben-tumbenan.
Gue berjalan ke arah dispenser dan membongkar sebuah lemari kecil di atasnya. Kalau tidak salah di sini ada teh celup deh, itu juga karena gue yang masukkin waktu nemenin Raspati belanja dulu. Begitu ketemu, gue langsung menyeduhnya dan memberikan segelas teh hangat itu di hadapannya.
“Hari ini kamu nginep di sini dulu aja.” Kata gue yang berdiri tak jauh darinya. “Kamu aman di sini.” Sambung gue lagi mencoba membaca apa yang sedang ia pikirkan.
“Kalau ada apa-apa, kamar gue di ujung pojok.” Tambah gue lagi sebelum kemudian bersiap pergi meninggalkannya sendirian di kamar Rara.
Namun, ketika pintu hendak ditutup, ada suara yang menghentikan langkah gue untuk melangkah lebih jauh.
“Ryan.” Panggilnya pelan sekali.
Langkah gue terhenti.
“Boleh aku minta kamu di sini sebentar?” Tanyanya parau, kata-katanya hampir tak lengkap dan tak terdengar lantaran mulutnya yang sulit terbuka.
Gue diam. Ada lebih dari sepuluh detik gue terdiam sebelum kemudian berbalik lagi menghadap ke arahnya.
“Maaf kalau ngerepotin, tapi.. aku.. aku boleh minta kamu di sini? Sampai aku tidur aja kok.” Katanya tanpa melihat ke arah gue dan menunduk memegang gelas tehnya, “Maaf.” Lanjutnya lagi. Entah dia meminta maaf untuk apa.
Gue diam berdiri di depan pintu melihat ke arah mbak Adele yang kayaknya lemah banget kaya waktu Goku dihajar Bezita. Dengan keadaan babak belur kaya gitu, mbak Adele ditiup sama kipas angin gambar cowok korea kepunyaan Rara juga langsung oleng kayaknya.
****
Kami masih sama-sama terdiam. Dia menunggu jawaban gue, dan gue masih berpikir untuk memberikan jawaban. Ada alasan kenapa gue sama sekali enggan menjalin hubungan dengan siapa-siapa, bahkan untuk sekedar menjadi teman biasa. Gue melihat ke arah luar, tepatnya ke arah kamar gue.
Di sana, di sebelah sana, di sebelah kamar gue. Ada satu kamar kosong. Satu-satunya kamar kosong di kostan ini. Sepenuh apa pun permintaan orang-orang untuk bisa ngekost di sini, gue tidak pernah izinkan kamar itu dihuni oleh siapa pun. Kekosongan kamar itu selalu menjadi pengingat gue ketika gue ingin mencampuri urusan orang lain. Bahkan ketika Rara memohon dengan amat sangat satu tahun yang lalu untuk gue izinkan tinggal di sana pun, gue tetap menolaknya. Sebuah kamar yang menjadi saksi bisu kenapa gue bisa sedingin sekarang ini. Sebuah janji untuk tak pernah mencampuri urusan orang lain yang harus selalu gue tepati seburuk apa pun kondisinya nanti.
Namun, di depan gue sekarang ada seseorang yang meminta gue untuk hadir di sana. Dan sekarang gue bimbang. Berkali-kali gue melihat ke arah kamar kosong itu untuk mengingat sebuah janji yang pernah gue buat di sana.
Pelan-pelan, gue melangkah masuk lalu mengambil gelas teh yang sedang mbak Adele genggam.
“Kalau gitu, kamu lebih baik tidur di kamar gue aja. Ayo.” Kata gue lugas.
Dia mengikuti gue berjalan menuju kamar di pojok, melewati sebuah kamar kosong yang tidak gue tengok sama sekali. Setelah mbak Adele masuk, gue mulai perlahan menutup pintu kamar gue dari dalam sambil menatap lekat-lekat ke arah jendela di ruangan gelap itu.
“Maaf.” Bisik gue sebelum kemudian bunyi kunci pintu terdengar menutup kamar;
Yang sekaligus membuka pintu cerita baru di hidup gue yang selama ini telah terkunci rapat-rapat.
Diubah oleh Shootgun 10-08-2018 20:36
JabLai cOY dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas