- Beranda
- Stories from the Heart
This is Why I Need You (mbak Adele)
...
TS
Shootgun
This is Why I Need You (mbak Adele)

.
.
.
Spoiler for Baru 2 post, udah Top Threads lagi.:
Spoiler for Baru 10 post, belum 2 bulan, udah masuk Hot Threads lagi.:

Permisi bapak ibu sekalian. Udah lama juga baca-baca di thread ini dari semenjak SK2H, akhirnya baru sekarang nyoba bikin cerita. Monggo silakan duduk, silakan mendirikan tenda.
Cerita yang akan saya share kali ini menceritakan tentang cowok yang tinggal di kostan cewek.
Dibaca kalau kalian lagi nggak ada kerjaan aja.
Cerita ini cocok untuk semua umur.
Remaja, Dewasa, Anak SMA, bahkan baik juga untuk pertumbuhan janin.
Dari sini, kalian akan belajar beberapa hal penting mengenai sisi lain dunia perkuliahan dan anak-anak kost yang mungkin tidak pernah kalian tau sebelumnya. Hanya karena kalian tidak pernah lihat, bukan berarti hal itu tidak ada.
Monggo~
Selamat mendirikan tenda di sini.
Rulesnya ya ngikutin yang sudah ada saja. Diupdate tiap hari Jumat malem ya selepas akika beres kerja.
Akhir kata,
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamualaikum
*qomat*
Index Cerita
.
Diubah oleh Shootgun 06-12-2018 21:01
hllowrld23 dan 29 lainnya memberi reputasi
18
247.9K
Kutip
998
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Shootgun
#101
Don't Say a Word
Quote:

"Can we talk?" Ucapnya seraya mendorong pelan gelas air putih itu hingga gelas tersebut berada di hadapan gue.
Ada hening sebentar di antara kami berdua. Matanya masih menatap ke arah gue. Sesekali pandangan kami bertemu, sedikit ditelisik tampaknya gue melihat gelap sekali lingkaran di bawah matanya. Nih cewek sering begadang apa gimana ya? Tapi mengingat dia anak kedokteran, rasa-rasanya begadang emang sudah hal yang lumrah buat fakultas mereka.
Gue menghela napas panjang. Mengambil gelas di depan gue itu lalu meminumnya barang dua teguk.
"Sebentar kalau gitu." Balas gue yang kemudian pergi meninggalkannya.
Gue berjalan keluar Bar menuju pintu depan. Gue sedikit kaget waktu mendapati ternyata di luar sana sedang hujan besar. Aduh, motor gue gimana nasibnya nih? Motor jelek begitu kalau kena air udah kaya opak kesiriam air teh, lembek amat. Terakhir dulu waktu nerjang banjir di daerah Pasteur Bandung sepulang kampus, pulang-pulang motor gue berubah jadi sepedah roda tiga wimcycle, alias kisut.
Dengan gegas gue masukkan papan neon di depan pintu. Lalu memutar knop pengumuman yang menggantung di pintu menjadi bertuliskan 'close'.
Di dalam toko cuma ada tiga lampu yang masih menyala, yaitu di daerah bar sama di daerah kasir doang yang memang nyambung mejanya. Sebelum gue kembali ke depan mbak Adele, gue sempatkan memutar satu lagu sejenis instrumental classy modern Jazz dari band Idealism yang judulnya Don't Say A Word.
Gelas yang berisi air putih tadi gue kosongkan, dan gue ambil botol Bourbon dari lemari kaca lalu menuangkan isinya sedikit. Tanpa es batu biar lebih kental buat malam-malam hujan begini.
Gue berjalan menghampirinya, berdiri di hadapannya yang lagi terduduk sambil masih dengan posisi yang sama.
"Mau ngomong apa?" Gue teguk sedikit Bourbon gue barusan.
Kami saling berhadap-hadapan. Gue berdiri di depannya, dan ia duduk di sana menatap gue sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke gelas yang sedang gue pegang.
"Ada apa? Keburu malem nih. Gue nggak bawa kunci kost soalnya." Sambung gue lagi.
Dia melirik dingin, "Ngekost di mana?" Tanyanya.
"Bandung." Jawab gue singkat.
"Ya gue juga tau."
Lalu kemudian kembali ada hening yang panjang. Kalau boleh jujur gue paling nggak suka keadaan diam lama begini, tapi mau gimana lagi? Di luar sana sedang hujan besar, gue jadi nggak punya alasan untuk pulang duluan. Dia sih enak pake mobil jadinya nggak akan kehujanan, lah gue? Gue cuma punya motor butut yang kalau diompolin kucing aja langsung ngadat mesinnya.
"Lo angkatan berapa?" Dia kembali angkat bicara sembari memutar-mutarkan gelasnya pelan.
"Sama kok."
"2010?"
Gue mengangguk. Lalu kemudian dia terlihat berpikir.
"Jurusan?" Tanyanya lagi
"Dago - Kebon Kelapa."
"GUE NGGAK NANYA JURUSAN ANGKOT! JURUSAN KULIAH!"
"Ooh.." Gue meneguk minuman gue sekali lagi, "Psikologi."
"Sejak kapan kerja di sini?"
Gue menatapnya bete, "Ngapain sih nanya-nanya? Mau sensus lu?"
"..." Dia terlihat kesal sama balasan gue barusan.
Dengan buru-buru dia merapikan tasnya lalu meninggalkan gue begitu aja dan pergi membuka pintu toko. Namun ia tak langsung keluar, dia diam sebentar di sana.
"Masih hujan." Kata gue dari jauh.
Dia nengok, lalu menutup pintu itu dan kemudian kembali lagi duduk di tempat yang sama.
Sekarang dia tak banyak bicara, ia menatap ke arah gelas yang sedari tadi gue pegang.
"Bikinin gue yang kaya gitu dong. Satu." Pintanya sambil menunjuk ke arah gelas gue.
"Nggak."
"Gue bayar."
"Nggak. Ribet kalau lo mabok lagi kaya kemarin."
"Gue bisa jaga diri kok."
"Nggak. Lagian dispensernya udah mati." Tukas gue males-malesan.
"Sejak kapan whisky pake dispenser?"
Belum juga melanjutkan pembicaraan, tiba-tiba gue merasa ada yang bergetar di atas meja Bar. Sontak gue langsung ngecek hp gue tapi ternyata hp gue masih mati gitu aja.
"Handphone lu ya? Ada yang nelepon tuh." Kata gue.
Dia sedikti kaget. Dengan sigap dia langsung membuka tasnya yang ia taruh di atas meja Bar sedari tadi. Dan ternyata benar, ada satu telepon masuk. Namun bukannya dia angkat, yang ada hp itu malah dia lempar gitu aja ke atas meja sambil mendengus kesal.
Walaupun gue tidak peduli, tapi melihat hp mahal gambar buah apel itu dilempar gitu aja sontak membuat muka gue langsung menampilkan mimik khawatir. Mental miskin gue keluar. Ada satu nama gue lihat muncul di hp itu. Sebuah nama yang dulu sempat meneleponnya juga di hari pertama gue bertemu dia.
Ponsel itu bergetar lama di atas meja. Berulang kali orang tersebut menghubungi, namun tetap saja cewek di depan gue ini nggak mau mengangkat telepon itu. Heran dah, cewek ini kalau emang udah nggak suka sama cowoknya ya putus aja sih. Ribet amat pake drama kaya begini segala.
"Nggak diangkat?" Tanya gue.
"Males." Jawabnya singkat sambil tiba-tiba ngerebut gelas gue dan menegaknya begitu aja.
Dan yang seperti gue kira, dia langsung keliatan tersedak. Mau nelen nggak kuat, tapi mau dikeluarin lagi juga segan. Wajar sih, minuman berjenis Bourbon itu akan terasa sangat keras di tenggorokan bila diminum oleh orang yang tidak pernah meminum minuman sejenis itu sebelumnya. Rasanya emang nggak karuan, tapi entah kenapa banyak pelanggan gue yang suka.
Gue menghela napas panjang lalu mengambil gelas itu dari tangannya. Dan dia masih saja keliatan tersiksa sambil berulang kali meneguk dengan ganas air putih yang ada di gelasnya. Nggak pernah minum-minuman begini tapi mau sok-sokan pesen. Cewek kalau udah galau emang kadang otaknya pindah ke tetek.
Gue melihat ke arah hp yang dari tadi terus saja bergetar itu. Lama-kelamaan gue jadi risih juga. Tanpa pikir panjang gue ambil itu hp, gue pencet tombol yang berwarna hijau lalu kemudian menempelkannya di telinga.
"LIFANA!! KAMU DI MANA?!?!"
Tiba-tiba tanpa salam tanpa apa itu cowok langsung nyemprot gitu aja. Mbak Adele di depan gue sontak langsung berusaha merebut telepon itu ketika tahu gue mengangkat teleponnya.
"Cari siapa ya?" Balas gue sambil menahan tangan cewek di depan gue yang mulai rusuh ngobok-ngobok muka gue.
"LOH INI SIAPA?! MANA LIFANA?! LO SIAPA?"
"Elo yang siapa." Gue malah balik nanya.
"GUE PACARNYA LIFANA! LO SIAPA?! ADA MAIN APA LO SAMA LIFANA SAMPE BISA NGANGKAT TELEPONNYA?!"
"Lifana?"
"MANA DIA?!"
"Baru aja dia ketiduran tuh." Gue melirik ke mbak Adele yang masih rusuh berusaha ngerebut telepon itu.
"HAH?! ANJING LO!! DI MANA LO ANJING!!"
"Kasar amat bos mulutnya. Kebanyakan nelen kertas amplas ya?"
"ANJING! DI MANA LO GUE SAMPERIN LO baik!!"
"Di Bandung."
"bodoh!! LO SIAPA SETAN!!"
Lah katanya gue setan, terus masih nanya gue siapa coba. Nggak cewek, nggak cowok, kalau udah galau begonya emang kebangetan ye.
"Gue?"
"IYA ELO!! ELO SIAPA baik?!"
"Chicken Nugget."
"NGGAK LUCU ANJING!! KETEMUAN SAMA GUE SEKARANG!"
"Ogah, jadwal gue padet kaya lontong. Dah ah, gue ngantuk. Mau lanjut tidur. Mau titip salam apa sama Lifana?" Bales gue.
"BRENGSEK!! MATI LO BANGKE!!"
"Oke nanti gue sampein. Assalamualaikum."
Gue langsung menekan tombol warna merah di layar hpnya dan telepon pun keputus secara sepihak. Dengan polosnya gue kembalikan hp itu pada cewek di depan gue ini yang ternyata gue baru tau kalau namanya Lifana. Gue kira selama ini namanya Adele. Ah gue memang polos orangnya.
"LO NGAPAIN SIH!!!" Dia langsung ngambil hpnya sambil marah-marah.
"Jawab telepon."
"NGGAK USAH IKUT CAMPUR BISA NGGAK?!"
"Siap." Balas gue tanpa peduli dia mau nanggepin apaan.
Gue lalu berjalan kembali ke belakang untuk mencuci gelas gue barusan. Mengelapnya sebentar lalu memasukkannya kembali ke rak gelas-gelas di bawah meja kasir. Gue matikan komputer kasir dan dengan begitu maka lagu yang sedari tadi menggema di toko ini langsung redup sebelum kemudian hening menyelimuti toko ini.
"Pulang gih. Gue mau tutup." Kata gue tanpa melihat ke arahnya.
Dia masih keliatan kesal di ujung sana. Gue cuma sesekali ngelirik lalu kembali menghitung uang yang ada di mesin kasir. Dia terlihat gelisah, berulang kali dia melihat ke arah ponselnya. Menelepon entah siapa tapi berulang kali ia mematikan hpnya itu sambil marah-marah. Dia masih sibuk di sana ngedumel dengan mulut yang terus berkomat-kamit nggak jelas, menelpon seseorang sekali lagi, terus mengumpat karena teleponnya tidak diangkat.
Karena gue merasa hujan sudah sedikit reda, baiknya gue putuskan untuk langsung pulang saja. Besok gue sudah ada rencana untuk benerin keran anak kost yang lain. Kata Budi, tadi siang dia mau manggil tukang ledeng, jadi mau nggak mau gue harus jadi mandor buat ngawasin kerjaan itu tukang besok.
Gue memakai jaket gue sambil masih berdiri di depan meja kasir. Pas gue ngelirik ke si mbak Adele, dia ternyata lagi ngeliatin gue. Dengan terlihat masih sangat kesal, dia berjalan cepat menghampiri gue lalu berdiri di depan meja kasir.
"Lo mau ke mana?!" Dia memukul mesin kasir. Tiba-tiba laci uangnya langsung kebuka.
"Ke Rahmatullah." Balas gue, dan dia masih menatap gue kesal, "Pulang." Gue mengoreksi ucapan gue barusan.
Kayaknya gue udah keterlaluan deh. Ah Ryan bego! Ngapain juga lu sok ikut campur urusan orang lain sih? Lo kan udah janji nggak akan deket sama siapa-siapa kecuali anak kost sama anak DKM. Gue langsung merasa menyesali tindakan iseng gue sebelumnya.
"Lo harus tanggung jawab! Gue nggak mau tau!" Dia menarik lengan jaket gue kasar.
Gue hanya menatapnya. Mendengus sekali lalu melepaskan genggamannya dari jaket gue.
"Iya. Mau tanggung jawab apa?" Bales gue.
"Gue nginep di kossan lo." Bentak dia.
"HAH?!?! Apa hubungannya anjir?!"
"Lo tau?!" Dia nyodorin layar hpnya ke muka gue. Bener-bener ke muka gue. Idung gue sampe nempel di monitornya. "Liat! Liat ini gara-gara perbuatan lo!" Dia maju mundurin layarnya ke muka gue, dan gue cuma bisa merem melek gara-gara itu hp ngepretin muka gue berkali-kali.
Gue mundur dua langkah, lalu menyipitkan mata melihat ke layar monitor hpnya.
Di sana ada satu sms dari nama orang yang tadi teleponnya gue angkat.
"GUE DI DEPAN RUMAH LO!! KELUAR SEKARANG!! GUE TAU LO DI DALEM, MOBIL LO ADA DI SANA!!" Tulis sms itu.
Habis membaca sms barusan, gue langsung melihat ke cewek itu lagi yang keliatannya udah marah banget.
"Gue nggak mau tau! Gue nggak mau dipukulin lagi! Gue nggak mau pulang sekarang!" Teriak dia sedikit lebih kencang.
"...."
"Kenapa nggak ke nginep di rumah temen lo yang lain aja sih?" Tanya gue berusaha membuat pilihan lain agar dia tidak harus nginep di kostan gue.
"JAM SEGINI LO PIKIR TEMEN GUE MASIH PADA BANGUN HAH?!" Bentaknya sekali lagi.
Wah bener juga. Aduh,bener-bener bego lo, Yan.
Jadi panjang kan dah kalau gini urusannya.
Diubah oleh Shootgun 27-07-2018 21:33
JabLai cOY dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas
Tutup