Kaskus

Story

Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
justhalooAvatar border
TS
justhaloo
#2
Part 2 a cruel destiny

Tahun 2003 kita sekeluarga di boyong papa untuk pindah ke aceh, lebih tepat nya Banda Aceh. Waktu itu gw masih SD kelas 5, dan Kak Putri atau yang biasa gw panggil Kak Uti duduk di bangku SMA kelas 1.

Karena keputusan papa sudah bulat dan alasan nya adalah kerjaan, mau gak mau kita semua ikut pindah. Keluarga Papa semuanya di aceh walaupun bukan Orang aceh, dulu kakek juga merantau ke aceh dan membawa semua anak nya, maka dari itu semuanya jadi menetap di aceh.

Saat gw pindah dari Jakarta kesalah satu SD yang ada di aceh, kebetulan di hari itu di saat bersamaan dengan gw ada seorang cewe juga yang baru pindah dari Bekasi.

Cewe itu bernama Via, dan kita pun dimasukkan ke kelas yang sama. Dari sini kedekatakan gw dan Via dimulai, mungkin karena sama sama murid pindahan, gw dan Via jadi akrab dan selalu main bareng. Sepulang sekolah kita menunggu jemputan di gerbang sekolah, awal nya tidak ada yang iseng, tapi semakin hari semakin banyak cowo cowo yang berusaha menarik perhatian Via dengan cara ngisengin dia. Sebagai cowo yang tangguh gw berlagak seperti super hero berusaha menolong Via dari keisengan cowo cowo itu.

“kalau berani jangan sama cewe, kayak banci lu semua..!!” bentak gw. Semenit kemudian gw tertidur di aspal sambil menutupi bagian kepala karena dipukulin. Kepala gw bocor dan mendapat jaitan di bagian pelipis mata.

Semenjak hari itu gw dan Via memutuskan untuk menunggu dijemput ditempat lain yang lumayan jauh dari sekolah. Lapangan Blang padang, disitu juga tempat monumen Pesawat Dakota RI-001 Seulawah. Pesawat yang dibeli melalui uang sumbangan Rakyat Aceh, pesawat itu menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama Indonesian Airways. Pesawat yang sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan Negara Indonesia.

Di bawah monument pesawat itu kita selalu menunggu untuk dijemput sambil bermain. Tidak jarang juga Via ikut pulang bersama gw dan Kak Uti karena Mama nya tidak bisa menjemput dan keluarga Via pun jadi dekat dengan gw dan Kak Uti. Gw pernah dengar Mama nya Via ngomong ke Kak Uti untuk menjodohkan gw dan Via suatu hari nanti ketika kami sama sama sudah dewasa, sebagai anak SD yang belum mengerti soal cinta, gw dan Via hanya merespon dengan senyuman dan malu malu, tapi Ucapan Mama Via itu selalu membekas dikepala gw. Kak Uti selalu membawa gw dan Via jalan jalan setiap hari minggu, entah itu ke pantai atau hanya sekedar jalan jalan keliling kota, atau bahkan Kak Uti hanya menemani gw bermain dirumah Via.

Gw hidup di penuhi dengan kasih sayang, dari Papa, Mama dan Kak Uti, mereka selalu memanjakan gw, tapi tetap mendidik gw untuk menjadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab. Setelah makan harus mencuci piring sendiri sehingga tidak pernah terlihat satu piring kotor pun didapur karena semuanya pasti mencuci piring sehabis makan, hal ini terdengar remeh tapi karena inilah perlahan membentuk gw jadi lebih bertanggung jawab.

Papa dulu punya impian untuk menjadi pengusaha, sejak kuliah Papa sudah memulai usaha nya namun sering sekali gagal, sampai akhirnya Papa dan Mama lulus kuliah dan akhirnya menikah, Papa memutuskan untuk mengubur impian nya menjadi pengusaha itu dalam dalam dan bekerja di perusahaan BUMN, karena setelah menikah Papa sudah punya tanggung jawab, kalau mencoba membuka usaha dan gagal pasti berdampak pada keluarga, tidak seperti dulu yang masih lajang, kalau gagal ya coba lagi selama modal masih ada, karena tidak ada tanggungan apapun.

Karena cerita itu gw jadi termotivasi untuk mencoba bisnis kalau sudah besar, gw ingin kenal dengan dunia bisnis yang membuat papa menyerah, sebisa mungkin gw harus lebih baik dan bahkan jadi yang terbaik.

“Rendy bakalan jadi orang yang sukses suatu hari nanti…” gw mengucapkan itu dengan yakin didepan Papa, Mama dan Kak Uti. Mereka semua pun tersenyum dan bangga mendengar omongan gw itu.

Memasuki tahun kedua gw di Banda Aceh gw sudah duduk dikelas 6 SD. Gw dan Via sepakat untuk terus sama sama, masuk ke SMP yang sama, lalu ke SMA yang sama dan Kuliah di tempat yang sama juga, terus lulus bersama. Gw juga pernah bilang ke Via kalau suatu hari nanti gw akan menjadi pengusaha, dan Via bilang dia akan menemani gw sampai gw berhasil.

Tapi semuanya berakhir, semua kasih sayang dari keluarga dan kedekatan gw dan Via harus berakhir secara tragis oleh kejadian bencana alam Tsunami yang menimpa aceh pada tanggal 26 Desember 2004.

Sehari sebelum nya gw dan Via berjanji untuk bermain dipantai. Keluarga besar gw semuanya ke pantai, Nenek, Om, tante dan sepupu gw semua nya ke Pantai, semua keluarga dari Papa. Awalnya semuanya berjalan lancar, gw memperkenalkan Via ke sepupu gw dengan bangga nya karena Via itu cantik. Kita semua asik main di pantai sampai terjadi gempa besar.

Kita dipaksa untuk pulang.

“Vi besok kita lanjutin disekolah ya!!” teriak gw saat berpisah dengan Via karena dia juga dibawa pulang oleh orang tua nya.

“iya, kamu jangan telat kesekolah nya..” teriak Via lalu melambaikan tangan nya.

Sehabis gempa kita semua berkumpul dirumah nenek. Gw hanya duduk diam didepan rumah karena masih ngambek dibawa pulang padahal masih ingin main di pantai.

Terjadi gempa susulan lagi, semua keluarga gw yang berada didalam berhamburan keluar rumah.

Kak Uti menghampiri gw dan langsung memeluk, “Rendy jangan jauh jauh dari kakak ya sayang..”

“Kak ini kenapa..? aku takut..” ucap gw.

“gapapa sayang, Cuma gempa…” jawab Kak Uti.

Salah satu Om gw kembali, dia tadi pergi melihat keadaan menggunakan Motor.

“LARI SEMUAAA!!” Om berteriak keras.

Dari kejauhan gw melihat gelombang air berwarna cokelat yang ukuran nya gak masuk akal. Kita semua menjadi panik.

“Uti bawa Rendy lari, biar Papa sama Mama…” teriak Papa.

Kita semua berlari berhamburan dengan keadaan panik, gw tidak sempat lagi menoleh kebelakang.

“Kak Papa sama Mama Kak…” ucap gw.

“lari Rendy, kamu lari aja…” gw melihat air mata Kak Uti saat itu. Gw pun ikut menangis dan berlari sekuat tenaga. Di ujung jalan ada sebuah becak dan dia berhenti saat melihat gw dan Kak Uti.

“NAIK DEK… CEPAT!!” teriak nya.

Kak Uti menarik tangan gw dan menaikan gw ke Becak tersebut, di becak itu sudah ada beberapa orang juga yang berusaha melarikan diri.

“kak naik…” ucap gw.

“itu papa sama mama, Ren.. kak Uti nolongin Papa dulu, nanti nyusul..” ucap Kak Uti.

Abang becak pun jalan setelah di minta oleh kak Uti. Gw berteriak keras memanggil Kak Uti yang berlari kearah berlawanan dengan becak yang sedang gw tumpangi, dia berlari kearah gelombang besar itu.

Gw terus berteriak dan menangis keras meminta abang becak nya berhenti karena gw melihat senyum Kak Uti sebelum berlari ninggalin gw. Teriakan gw semakin keras sampai terdengar sebuah suara seperti pinggiran gelas kaca yang dipukul sendok, suara itu sangat keras dan sampai membuat gw pingsan. Gw tersadar karena kepala gw menabrak sesuatu, gw berada didalam gulungan ombak, beberapakali gw mencoba berenang tapi arus air terlalu kuat sampai akhirnya gw pingsan lagi. Saat sadar lagi gw sudah berada didalam sebuah tenda dengan banyak perban diseluruh badan gw, dan yang paling terasa sakit adalah bagian belakang telinga kanan yang ternyata dijahit.

Gw dibawa oleh seseorang yang melihat gw dibawah jembatan tempat air nya berhenti, dibilang gw sempat berteriak minta tolong dan akhirnya dibawa ke tempat pengungsian di TVRI, TVRI ini terletak ditempat yang tinggi sehingga banyak orang yang mengungsi kesitu. Satu persatu korban mulai berdatangan, mereka semua dipenuhi lumpur, warna nya persis dengan warna gelombang air yang gw liat.

Pak Amin nama seorang bapak yang menyelamatkan gw, dia menjaga gw selama tiga hari di pengungsian. Setiap hari gw meminta Pak amin untuk membawa gw keliling kota untuk mencari keluarga gw yang lain, tapi hasil nya nihil, yang gw dapati hanya mayat mayat korban Tsunami yang bergelimpangan di pinggir jalan yang tidak jelas identitas nya karena dipenuhi lumpur, sampai di hari ke tiga gw terduduk di pinggir lapangan yang sudah banyak didirikan tenda darurat.

Gw melihat kearah anak anak seumuran gw yang berlarian kesana kemari dengan wajah riang dan berakhir dipelukan ibu nya, di saat itu juga gw pasrah menerima kenyatan kalau gw hanya tinggal seorang diri. Gw hanya bisa menangis tanpa suara agar tidak ada yang mendengar, berselang beberapa menit gw di kejutkan dengan sebuah teriakan yang memanggil nama gw, gw pun berlari kearah orang itu dan memeluk nya dengan erat.

Tante Lia memeluk dan menciumi gw, “Rendy, mama kamu mana, papa kamu sama Kak Uti mana..?” Tanya tante.

Gw menggeleng lemah, “Rendy Cuma tinggal sendiri tante..” saat itu juga tangis gw dan tante pecah disaat bersamaan.

Tante Lia pingsan setelah nangis cukup keras, tante dibawa kesebuah tenda darurat untuk dibaringkan.

Saat kejadian Tsunami, Om Ardi, Tante Lia dan Rini sedang berada di medan, tante mendapat info tapi tidak bisa menghubungi kami yang di Banda Aceh karena signal dan Listrik mati total. Malam hari nya Tante bermimpi Mama datang meminta tante untuk menjemput gw di Banda Aceh dan meminta untuk menjaga gw. Tante terus mencoba mencari info dan mulai mendapatkan kabar Tsunami yang mulai tersebar, tapi tidak bisa langsung berangkat ke banda Aceh karena di bilang terlalu berbahaya melalui jalan darat, masih ada kabar tsunami susulan yang akan terjadi. Malam hari di hari kedua tante kembali bermimpi, dan malam itu juga tante dan Om Ardi langsung berangkat.

Gw mengucapkan banyak terimakasih pada Pak Amin karena telah menjaga gw untuk beberapa hari sekaligus, berpamitan. Om Ardi membawa gw ke medan di hari itu juga karena dihari ketiga itu bau mayat sudah tersebar dimana mana, takut menimbulkan penyakit lain dan hal itu juga dilakukan agar tidak menimbulkan trauma yang dalam kalau gw terus berlama lama di Banda Aceh. Om sempat meminta seorang kenalan nya di banda Aceh untuk memberi kabar kalau mendapat Info tentang keluarga gw.

Setelah mengambalikan Mobil yang dipinjem Om dari temen nya yang di Medan, kita semua langsung lanjut ke Jakarta menggunakan pesawat.

Gw menjadi anak yang pemurung untuk beberapa waktu sampai akhirnya mulai terbiasa, dan menerima kenyataan dengan lapang dada, kadang memang takdir tidak bisa dilawan. Gw kembali melanjutkan sekolah di Jakarta dan tetap tidak berani lagi ke Banda Aceh untuk waktu yang lama, hanya Om Ardi aja yang balik ke Banda Aceh beberapa kali untuk mengurus kepindahan gw dan keperluan lain.

Sekolah gw yang di banda aceh mengadakan daftar ulang untuk menghitung berapa murid yang selamat, gw meminta Om untuk mengabari kesekolah kalau gw selamat sekaligus meminta untuk mencari nama Via di salah satu nama murid yang melakukan daftar ulang, namun hasil nya nihil, nama Via tidak ada dan gw pun menganggap dia tidak bisa selamat dari kejadian itu. Dan perlahan nama nya hilang dari kehidupan gw beserta dengan janji kami yang ingin bersama sampai dewasa.
Diubah oleh justhaloo 01-06-2022 22:41
g.gowang
adinea06
itkgid
itkgid dan 27 lainnya memberi reputasi
28
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.