- Beranda
- Stories from the Heart
JATMIKO THE SERIES
...
TS
breaking182
JATMIKO THE SERIES
JATMIKO THE SERIES
Quote:
EPISODE 1 : MISTERI MAYAT TERPOTONG
Quote:
EPISODE 2 : MAHKLUK SEBERANG ZAMAN
Quote:
EPISODE 3 : HANCURNYA ISTANA IBLIS
Diubah oleh breaking182 07-02-2021 01:28
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
25
58K
Kutip
219
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#36
PART 4
Quote:
Tiga orang penunggang kuda itu duduk tergontai -gontai di atas punggung kudanya masing –masing. Ketiga kuda itu melangkah hati –hati dan terkendali menempuh jalan setapak di sepanjang sisi gunung. Berlatar belakang awan hitam pekat yang masih menggantung di langit. Mereka memacu kuda masing –masing tanpa tergesa –gesa. Karena jalan setapak yang mereka tempuh ini sangat berbahaya. Sempit, berbatu, terjal dan licin akibat diguyur hujan badai dini hari tadi. Salah langkah sedikit saja sudah pasti akan terlempar dari punggung kuda dan terpental masuk ke dalam jurang curam.
Kabut semakin tebal naik dari lembah di bawah gunung. Di bagian lain gunung itu. Terlihat sesosok tubuh tampak duduk mencangkung di mulut goa. Kabut tebal nan laknat itu menyebabkan orang ini kesulitan untuk dapat memastikan, apakah pengejarnya itu datang sendirian atau bergerombol?
Parlin meraba hulu golok dengan ukiran kepala naga yang terselip di pinggang kirinya. Entah mengapa setelah mengusap hulu goloknya Parlin merasa lebih tenang seperti ada kekuatan yang kembali membakar nyalinya yang tadi sempat meredup.
“ Biarlah, kalian akan datang sendiri atau semua anak buah mu kau kerahkan aku tidak akan pernah mundur barang setapak pun “
“ Golok ini dengan mudah akan menebas kalian satu – persatu. Seperti pokok – pokok pisang di ladang sana “
Parlin mendengus matanya nyalang mencoba menembus kepekatan kabut yang semakin menebal. Cuping telinganya bergerak - gerak. Pendengarannya menangkap sayup –sayup langkah kaki kuda yang dipastikan lebih dari seekor. Belum pernah ada yang berani memburunya hingga naik ke atas gunung ini. Selain jalanannya sangat terjal dan berbahaya. Wajah Parlin menegang. Tiba –tiba pikiran lelaki ini menjadi kalut. Jika orang –orang itu sampai berani dan nekat meburunya hingga ke tempat ini berarti mereka telah menemukan titik lemahnya. Partinah. Anak gadis satu –satunya Parlin berada dalam sekapan mereka. Apakah orang –orang itu berhasil menangkap Partinah?! Pikiran Parlin terbang menerawang kejadian dua hari yang lalu.
Kabut semakin tebal naik dari lembah di bawah gunung. Di bagian lain gunung itu. Terlihat sesosok tubuh tampak duduk mencangkung di mulut goa. Kabut tebal nan laknat itu menyebabkan orang ini kesulitan untuk dapat memastikan, apakah pengejarnya itu datang sendirian atau bergerombol?
Parlin meraba hulu golok dengan ukiran kepala naga yang terselip di pinggang kirinya. Entah mengapa setelah mengusap hulu goloknya Parlin merasa lebih tenang seperti ada kekuatan yang kembali membakar nyalinya yang tadi sempat meredup.
“ Biarlah, kalian akan datang sendiri atau semua anak buah mu kau kerahkan aku tidak akan pernah mundur barang setapak pun “
“ Golok ini dengan mudah akan menebas kalian satu – persatu. Seperti pokok – pokok pisang di ladang sana “
Parlin mendengus matanya nyalang mencoba menembus kepekatan kabut yang semakin menebal. Cuping telinganya bergerak - gerak. Pendengarannya menangkap sayup –sayup langkah kaki kuda yang dipastikan lebih dari seekor. Belum pernah ada yang berani memburunya hingga naik ke atas gunung ini. Selain jalanannya sangat terjal dan berbahaya. Wajah Parlin menegang. Tiba –tiba pikiran lelaki ini menjadi kalut. Jika orang –orang itu sampai berani dan nekat meburunya hingga ke tempat ini berarti mereka telah menemukan titik lemahnya. Partinah. Anak gadis satu –satunya Parlin berada dalam sekapan mereka. Apakah orang –orang itu berhasil menangkap Partinah?! Pikiran Parlin terbang menerawang kejadian dua hari yang lalu.
Quote:
LIMA orang berkuda berderap memasuki halaman rumah yang penuh ditumbuhi pohon singkong. Mereka memiliki tampang-tampang sangar dan kasar, membekal golok besar di pinggang masing-masing. Begitu sampai di depan rumah papan kayu beratap rumbia, kelimanya langsung melompat turun.
Salah seorang dari mereka menendang pintu rumah sambil berteriak:
"Parlin! Kami orang –orang Jatiwalu datang untuk menangkap mu! Kau harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan mu !"
Pintu rumah terpental tanggal. Berderak di lantai. Orang yang tadi menendang langsung masuk diikuti dua orang temannya. Dua lagi menunggu di luar berjaga- jaga dengan tangan menekan hulu golok.
Di dalam rumah, ketika dikejauhan terdengar derap kaki kuda itu, seorang lelaki berusia sekitar tigapuluh lima tahun memegang bahu seorang gadis belia usia belasan tahun seraya berkata:
"Anakku Partinah! Ayah mendengar suara derap kaki-kaki kuda dikejauhan. Menuju kesini. Hampir pasti itu adalah orang-orang Jatiwalu. Ayah minta maaf jika karena perbuatan ayahmu ini kau ikut menderita. Tapi, ketahuilah ini semua ayah lakukan demi kebahagiaan mu. Ayah hanya punya kau seorang. Setelah ibu mu wafat “.
Memang setelah istrinya meninggal, kehidupan Parlin berubah drastis. Semangatnya untuk hidup seakan telah pudar. Harta, sawah ladang habis terjual untuk menuruti hawa nafsu sekedar melupakan sejenak dari kesedihan yang masih terus bergelayut di hatinya. Dirinya mampu bertahan karena harus menghidupi anak perempuan satu –satunya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menjadi kaki tangan kompeni.
Berbekal ilmu kanuragan dan sedikit kesaktian yang ia miliki. Kepeng - kepeng uang emas dengan mudah ia dapatkan, meskipun menjadi seorang pengkhianat negara. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan dunia hitam penuh nista itu. Menjual bangsa sendiri ke tangan bangsa lain. Tapi apa mau dikata, pihak kompeni tidak ingin ia lolos. Sehingga, kompeni menugaskan orang –orang pribumi yang dulu adalah teman –teman Parlin sendiri untuk memburunya. Menangkap hidup ataupun mati!
“ Cepat kau tinggalkan tempat ini. Tinggalkan desa ini sejauh -jauhnya. Menghilanglah, dan jangan kembali-kembali lagi..."
"Aku tidak akan melakukan hal itu ayah! Kalaupun aku harus pergi, kita musti pergi sama-sama!" jawab Partinah.
"Jangan turutkan perasaanmu anakku! Pergilah! Sekarang juga! Selamatkan dirimu! Cepat...!"
Wajah Parlin tampak bimbang. Dia tahu bahaya besar yang mengancamnya. Tetapi ia lebih khawatir akan keselamatan anak gadisnya itu.
Lalu Partinah bertanya:
"Bagaimana dengan dirimu sendiri ayah?"
"Jangan pikirkan ayahmu ini! Pergi lekas! Sambangi makam ibumu sebelum meninggalkan desa! Lekas anak ku! Jika umur ayah panjang sudah pasti ayah akan mencari mu. Pergilah kau ke timur !"
Salah seorang dari mereka menendang pintu rumah sambil berteriak:
"Parlin! Kami orang –orang Jatiwalu datang untuk menangkap mu! Kau harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan mu !"
Pintu rumah terpental tanggal. Berderak di lantai. Orang yang tadi menendang langsung masuk diikuti dua orang temannya. Dua lagi menunggu di luar berjaga- jaga dengan tangan menekan hulu golok.
Di dalam rumah, ketika dikejauhan terdengar derap kaki kuda itu, seorang lelaki berusia sekitar tigapuluh lima tahun memegang bahu seorang gadis belia usia belasan tahun seraya berkata:
"Anakku Partinah! Ayah mendengar suara derap kaki-kaki kuda dikejauhan. Menuju kesini. Hampir pasti itu adalah orang-orang Jatiwalu. Ayah minta maaf jika karena perbuatan ayahmu ini kau ikut menderita. Tapi, ketahuilah ini semua ayah lakukan demi kebahagiaan mu. Ayah hanya punya kau seorang. Setelah ibu mu wafat “.
Memang setelah istrinya meninggal, kehidupan Parlin berubah drastis. Semangatnya untuk hidup seakan telah pudar. Harta, sawah ladang habis terjual untuk menuruti hawa nafsu sekedar melupakan sejenak dari kesedihan yang masih terus bergelayut di hatinya. Dirinya mampu bertahan karena harus menghidupi anak perempuan satu –satunya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menjadi kaki tangan kompeni.
Berbekal ilmu kanuragan dan sedikit kesaktian yang ia miliki. Kepeng - kepeng uang emas dengan mudah ia dapatkan, meskipun menjadi seorang pengkhianat negara. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan dunia hitam penuh nista itu. Menjual bangsa sendiri ke tangan bangsa lain. Tapi apa mau dikata, pihak kompeni tidak ingin ia lolos. Sehingga, kompeni menugaskan orang –orang pribumi yang dulu adalah teman –teman Parlin sendiri untuk memburunya. Menangkap hidup ataupun mati!
“ Cepat kau tinggalkan tempat ini. Tinggalkan desa ini sejauh -jauhnya. Menghilanglah, dan jangan kembali-kembali lagi..."
"Aku tidak akan melakukan hal itu ayah! Kalaupun aku harus pergi, kita musti pergi sama-sama!" jawab Partinah.
"Jangan turutkan perasaanmu anakku! Pergilah! Sekarang juga! Selamatkan dirimu! Cepat...!"
Wajah Parlin tampak bimbang. Dia tahu bahaya besar yang mengancamnya. Tetapi ia lebih khawatir akan keselamatan anak gadisnya itu.
Lalu Partinah bertanya:
"Bagaimana dengan dirimu sendiri ayah?"
"Jangan pikirkan ayahmu ini! Pergi lekas! Sambangi makam ibumu sebelum meninggalkan desa! Lekas anak ku! Jika umur ayah panjang sudah pasti ayah akan mencari mu. Pergilah kau ke timur !"
Quote:
Di luar sana para penunggang kuda sudah memasuki pekarangan. Partinah memegang tangan ayahnya, mencium tangan ayahnya itu lalu bergerak meninggalkan rumah lewat pintu belakang. Sebelum menghilang dibalik pohon-pohon besar di belakang rumah dia masih sempat
mendengar suara pintu depan ditendang bobol. Hal ini membuat langkahnya terhenti. Dia menyelinap dibalik sebatang pohon besar.
Di dalam rumah Parlin keluar dari kamar tepat pada saat tiga orang lelaki bersenjatakan golok masuk dan sampai dihadapannya.
"Kau cukup punya nyali juga Parlin. Kau masih mengandalkan ilmu kebal mu itu ?!" lelaki berpakaian hitam yang berada di paling depan membentak.
"Jangan banyak bicara Kamal! Mari kita buktikan siapa yang akan keluar hidup –hidup dari tempat ini. Dan siapa yang akan jadi bangkai bergeletakan disini !”
Parlin menerjang ketiga orang yang berdiri dihadapannya. Goloknya berkelebat cepat. Mencari bagian tubuh lawannya untuk dicincang. Kamal berhasil menghindar ke samping. Namun untuk dua orang lainnya terpaksa harus menerima satu hantaman di bagian kepala.
Dua orang itu menjerit kesakitan, lalu terhuyung ke belakang. Jatuh terkapar dengan darah segar mengalir membasahi lantai. Keduanya mati. Tidak berkutik lagi dengan luka bacok di kepala.
Kamal mendengus marah. Lelaki ini sadar betul. Ilmu Parlin jauh berada beberapa tingkat di atasnya. Ia tentu akan sangat waspada dan berhati -hati. Jika tidak ingin mengikuti nasib kedua kawannya.
Saat itulah terdengar bentakan penuh marah disertai berkelebatnya seseorang dari luar rumah.
"Kamal mundurlah orang ini biar aku yang atasi!"
Kamal cepat berpaling.
"Bodas!" seru Kamal.
Diam –diam Parlin tersurut mundur melihat lelaki tinggi besar yang tengah berdiri tepat beberapa langkah di depannya. Lelaki itu bernama Bodas. Seorang pimpinan rampok dari tanah Pasundan. Wajah dengan penuh brewok dan kumis tebal melintang. Kulitnya yang putih pucat seperti mayat dibalut dengan pakaian berwarna hitam. Keningnya diikat dengan sehelai kain hitam dan di pinggang kirinya tergantung sebilah pedang.
"Akhirnya kau muncul juga Parlin. Kata orang kau seorang jawara yang kesohor dan digdaya. Sudah lama aku ingin menjajal sampai dimana kebenaran kabar burung itu “
Parlin tersenyum dingin.
“ Tidak usah banyak bicara. Mari kita buktikan disini! Cabut pedang mu Bodas! “
“ Kau tak usah kawatir! Aku akan segera mengirim mu bertemu dengan malaikat maut “
Bodas mencabut pedang yang terselip di pinggangnya. Kini dua orang lelaki itu telah berdiri berhadap –hadapan dengan senjata terhunus. Sambil memutar-mutar senjatanya di tangan kanan Bodas menyerbu. Parlin yang diserang tidak tinggal diam.
Begitu Bodas mendekat dia babatkan goloknya.
“ Trang…!”
“ Trang…!”
Pedang dan golok saling beradu.
Bodas diam-diam mengeluh. Bentrokan senjata tadi membuat tangannya yang memegang pedang bergetar. Senjatanya hampir terlepas. Segera dia memutar pedangnya menebas tubuh Parlin dari samping kiri. Parlin menangkis. Kali ini lawannya berlaku cerdik. Dia tidak mau melakukan bentrokan senjata. Tiba - tiba dia melompat ke belakang. Dengan tangan kiri dia melepas dua pisau terbang. Tapi dengan mudah kedua senjata itu dihantam mental oleh Parlin dengan goloknya. Malah satu sodokan lutut mampu membuat Bodas terhuyung ke belakang. Mukanya merah padam menahan sakit dan amarah.
Dua orang yang tadi menunggu di luar rumah menghambur berteriak marah melihat atasan mereka diperlakukan seperti itu. Tanpa banyak bicara lagi keduanya mencabut golok di pinggang masing-masing terus membabat kearah Parlin yang masih berdiri tegak dengan golok di tangan kanan. Golok pertama membacok ke arah batok kepala yang botak sedang golok kedua membabat ke arah pinggang. Parlin hanya tertawa melihat serangan maut itu. Dari kiri kanan dua orang kawannya berkelebat.
“Bukkk……!”
“Bukkk……!”
Terdengar dua kali suara bergedebuk disusul dengan jeritan dua orang anak buah Bodas. Keduanya terhuyung-huyung. Satu pegangi hidungnya yang mengucurkan darah, satunya lagi menekapi mata kirinya yang juga mengucurkan darah. Golok mereka berjatuhan ke tanah pada saat jotosan-jotosan Parlin menghantam muka mereka.
Selagi keduanya terhuyung-huyung begitu, kaki-kaki Parlin ganti beraksi. Kembali dua orang yang berpakaian hitam itu keluarkan jeritan kesakitan lalu tergelimpang roboh di tanah. Masing-masing menderita patah tiga tulang iga dan remuk tulang dadanya!
Terkejutlah Kamal melihat itu. Rasa terkejut ini disertai juga dengan gejolak amarah. Karenanya Kamal langsung melompat ke arah Parlin sambil menebaskan goloknya. Sesaat lagi golok itu akan melanda muka Parlin dengan keras tiba-tiba dengan cepat dari samping satu tangan Parlin telah mencekal lengan Kamal dengan keras. Sekali sentak saja tubuh Kamal terpuntir terbungkuk-bungkuk membuatnya meringis kesakitan. Goloknya terpental di lantai.
“ Ayo kalian semua yang di luar serbu bedebah ini ! “
Teriakan Kamal melengking dari dalam rumah. Sepuluh orang masuk dengan senjata terhunus. Rupanya sedari tadi telah berdatangan orang – orang yang ditugaskan untuk meringkus Parlin. Namun nasib mereka tidak berbeda dengan dua kawannya terdahulu. Begitu mereka menyerang, Parlin menyambutnya dengan tendangan dan sabetan golok yang masih berlumur darah. Dua orang mecelat hampir satu tombak. Yang satu jatuh terduduk sambil memegangi perutnya yang kena tendang. Satunya lagi terkapar dengan mulut hancur dan gigi-gigi rontok. Tiga orang lagi terkapar bermandikan darah dengan luka menganga lebar di lambung.
mendengar suara pintu depan ditendang bobol. Hal ini membuat langkahnya terhenti. Dia menyelinap dibalik sebatang pohon besar.
Di dalam rumah Parlin keluar dari kamar tepat pada saat tiga orang lelaki bersenjatakan golok masuk dan sampai dihadapannya.
"Kau cukup punya nyali juga Parlin. Kau masih mengandalkan ilmu kebal mu itu ?!" lelaki berpakaian hitam yang berada di paling depan membentak.
"Jangan banyak bicara Kamal! Mari kita buktikan siapa yang akan keluar hidup –hidup dari tempat ini. Dan siapa yang akan jadi bangkai bergeletakan disini !”
Parlin menerjang ketiga orang yang berdiri dihadapannya. Goloknya berkelebat cepat. Mencari bagian tubuh lawannya untuk dicincang. Kamal berhasil menghindar ke samping. Namun untuk dua orang lainnya terpaksa harus menerima satu hantaman di bagian kepala.
Dua orang itu menjerit kesakitan, lalu terhuyung ke belakang. Jatuh terkapar dengan darah segar mengalir membasahi lantai. Keduanya mati. Tidak berkutik lagi dengan luka bacok di kepala.
Kamal mendengus marah. Lelaki ini sadar betul. Ilmu Parlin jauh berada beberapa tingkat di atasnya. Ia tentu akan sangat waspada dan berhati -hati. Jika tidak ingin mengikuti nasib kedua kawannya.
Saat itulah terdengar bentakan penuh marah disertai berkelebatnya seseorang dari luar rumah.
"Kamal mundurlah orang ini biar aku yang atasi!"
Kamal cepat berpaling.
"Bodas!" seru Kamal.
Diam –diam Parlin tersurut mundur melihat lelaki tinggi besar yang tengah berdiri tepat beberapa langkah di depannya. Lelaki itu bernama Bodas. Seorang pimpinan rampok dari tanah Pasundan. Wajah dengan penuh brewok dan kumis tebal melintang. Kulitnya yang putih pucat seperti mayat dibalut dengan pakaian berwarna hitam. Keningnya diikat dengan sehelai kain hitam dan di pinggang kirinya tergantung sebilah pedang.
"Akhirnya kau muncul juga Parlin. Kata orang kau seorang jawara yang kesohor dan digdaya. Sudah lama aku ingin menjajal sampai dimana kebenaran kabar burung itu “
Parlin tersenyum dingin.
“ Tidak usah banyak bicara. Mari kita buktikan disini! Cabut pedang mu Bodas! “
“ Kau tak usah kawatir! Aku akan segera mengirim mu bertemu dengan malaikat maut “
Bodas mencabut pedang yang terselip di pinggangnya. Kini dua orang lelaki itu telah berdiri berhadap –hadapan dengan senjata terhunus. Sambil memutar-mutar senjatanya di tangan kanan Bodas menyerbu. Parlin yang diserang tidak tinggal diam.
Begitu Bodas mendekat dia babatkan goloknya.
“ Trang…!”
“ Trang…!”
Pedang dan golok saling beradu.
Bodas diam-diam mengeluh. Bentrokan senjata tadi membuat tangannya yang memegang pedang bergetar. Senjatanya hampir terlepas. Segera dia memutar pedangnya menebas tubuh Parlin dari samping kiri. Parlin menangkis. Kali ini lawannya berlaku cerdik. Dia tidak mau melakukan bentrokan senjata. Tiba - tiba dia melompat ke belakang. Dengan tangan kiri dia melepas dua pisau terbang. Tapi dengan mudah kedua senjata itu dihantam mental oleh Parlin dengan goloknya. Malah satu sodokan lutut mampu membuat Bodas terhuyung ke belakang. Mukanya merah padam menahan sakit dan amarah.
Dua orang yang tadi menunggu di luar rumah menghambur berteriak marah melihat atasan mereka diperlakukan seperti itu. Tanpa banyak bicara lagi keduanya mencabut golok di pinggang masing-masing terus membabat kearah Parlin yang masih berdiri tegak dengan golok di tangan kanan. Golok pertama membacok ke arah batok kepala yang botak sedang golok kedua membabat ke arah pinggang. Parlin hanya tertawa melihat serangan maut itu. Dari kiri kanan dua orang kawannya berkelebat.
“Bukkk……!”
“Bukkk……!”
Terdengar dua kali suara bergedebuk disusul dengan jeritan dua orang anak buah Bodas. Keduanya terhuyung-huyung. Satu pegangi hidungnya yang mengucurkan darah, satunya lagi menekapi mata kirinya yang juga mengucurkan darah. Golok mereka berjatuhan ke tanah pada saat jotosan-jotosan Parlin menghantam muka mereka.
Selagi keduanya terhuyung-huyung begitu, kaki-kaki Parlin ganti beraksi. Kembali dua orang yang berpakaian hitam itu keluarkan jeritan kesakitan lalu tergelimpang roboh di tanah. Masing-masing menderita patah tiga tulang iga dan remuk tulang dadanya!
Terkejutlah Kamal melihat itu. Rasa terkejut ini disertai juga dengan gejolak amarah. Karenanya Kamal langsung melompat ke arah Parlin sambil menebaskan goloknya. Sesaat lagi golok itu akan melanda muka Parlin dengan keras tiba-tiba dengan cepat dari samping satu tangan Parlin telah mencekal lengan Kamal dengan keras. Sekali sentak saja tubuh Kamal terpuntir terbungkuk-bungkuk membuatnya meringis kesakitan. Goloknya terpental di lantai.
“ Ayo kalian semua yang di luar serbu bedebah ini ! “
Teriakan Kamal melengking dari dalam rumah. Sepuluh orang masuk dengan senjata terhunus. Rupanya sedari tadi telah berdatangan orang – orang yang ditugaskan untuk meringkus Parlin. Namun nasib mereka tidak berbeda dengan dua kawannya terdahulu. Begitu mereka menyerang, Parlin menyambutnya dengan tendangan dan sabetan golok yang masih berlumur darah. Dua orang mecelat hampir satu tombak. Yang satu jatuh terduduk sambil memegangi perutnya yang kena tendang. Satunya lagi terkapar dengan mulut hancur dan gigi-gigi rontok. Tiga orang lagi terkapar bermandikan darah dengan luka menganga lebar di lambung.
Quote:
Melihat anak buahnya banyak terkapar. Bodas menghambur ke dalam arena pertempuran. Pedangnya berputar –putar mencari sasaran ke arah Parlin. Sesaat Parlin terdesak karena serangan yang bertubi –tubi. Diam –diam ia merapal aji kebal andalannya. Blabak Pengantolan!
Dari sudut ruangan Kamal yang tadi mengernyit menahan sakit melesat ke arah Parlin yang tengah kerepotan meladeni serangan pengeroyoknya. Sebilah golok panjang berkilat berkelebat dengan cepat. Tentu saja Parlin kaget bukan main. Akan tetapi, ia tidak berusaha menghindar, dirinya telah terkurung curahan serangan golok yang sangat ganas. Bacokan, tusukan dan babatan menderu ke arah kepala, bagian tubuh dan kaki. Parlin berdiri tegak tak mengelak ataupun menangkis .
Para pengeroyoknya termasuk Kamal dan Bodas dapatkan kenyataan bahwa semua bacokan, tusukan maupun babatan golok sama sekali tidak mencelakai atau melukai. Terdengar suara bergedebuk ketika senjata tajam itu mendarat di kapala, tubuh ataupun kaki. Tubuh lawannya sama sekali tak mempan dibacok! Inilah kehebatan ilmu kebal Blabag Pengantolan.
Bodas lantas berteriak.
“ Kamal, buka bungkusan itu ! “
Kamal dengan sigap membuka bungkusan yang sedari tadi ada dibalik bajunya. Bungkusan itu kecil dari kain mori berwarna putih. Benang merah tampak menyimpul erat pada bagian atasnya. Benang pengikat dengan cepat ditarik. Isi dari bungkusan itu segera di lemparkan ke arah Parlin. Lelaki ini terkejut tidak sempat menghindar. Bau tajam belerang tercium menusuk indera penciuman. Kaki Parlin tiba –tiba goyah. Gemetar hebat. Goloknya nyaris terlepas dari tangan.
“ Kau takut Parlin? Kau takut? Ilmu kesaktian mu telah aku temukan penangkalnya ! “
“ Sebentar lagi kau akan ku penggal ! “
Parlin mencoba tersenyum dingin. Dikumpulkan semua sisa –sisa tenaga yang seperti sirna setelah inderanya mencium bau belerang. Ia melirik ke sekelilingnya. Ada tujuh orang telah mengepung dengan rapat. Keadaan seperti ini tidak mungkin baginya untuk bertarung. Nalar akal sehatnya masih jalan. Ia masih harus menemukan anak gadisnya yang telah disuruhnya pergi tadi.
Parlin menarik nafas panjang. Hulu golok dicengkeram erat –erat. Ia melompat ke depan sembari mengayunkan golok. Tetapi, hal itu hanya pancingan. Tatkala para pengepungnya mulai merangsek ke depan. Parlin segera membuang diri. Tubuhnya meluncur keluar rumah melalui jendela yang sedari tadi dibiarkan terbuka. Tubuhnya jatuh bergulingan di tanah. Sekali lompat ia telah duduk di atas punggung seekor kuda. Tidak berapa lama kuda yang ditungganginya telah berlari laksana terbang menembus kegelapan malam.
Dari sudut ruangan Kamal yang tadi mengernyit menahan sakit melesat ke arah Parlin yang tengah kerepotan meladeni serangan pengeroyoknya. Sebilah golok panjang berkilat berkelebat dengan cepat. Tentu saja Parlin kaget bukan main. Akan tetapi, ia tidak berusaha menghindar, dirinya telah terkurung curahan serangan golok yang sangat ganas. Bacokan, tusukan dan babatan menderu ke arah kepala, bagian tubuh dan kaki. Parlin berdiri tegak tak mengelak ataupun menangkis .
Para pengeroyoknya termasuk Kamal dan Bodas dapatkan kenyataan bahwa semua bacokan, tusukan maupun babatan golok sama sekali tidak mencelakai atau melukai. Terdengar suara bergedebuk ketika senjata tajam itu mendarat di kapala, tubuh ataupun kaki. Tubuh lawannya sama sekali tak mempan dibacok! Inilah kehebatan ilmu kebal Blabag Pengantolan.
Bodas lantas berteriak.
“ Kamal, buka bungkusan itu ! “
Kamal dengan sigap membuka bungkusan yang sedari tadi ada dibalik bajunya. Bungkusan itu kecil dari kain mori berwarna putih. Benang merah tampak menyimpul erat pada bagian atasnya. Benang pengikat dengan cepat ditarik. Isi dari bungkusan itu segera di lemparkan ke arah Parlin. Lelaki ini terkejut tidak sempat menghindar. Bau tajam belerang tercium menusuk indera penciuman. Kaki Parlin tiba –tiba goyah. Gemetar hebat. Goloknya nyaris terlepas dari tangan.
“ Kau takut Parlin? Kau takut? Ilmu kesaktian mu telah aku temukan penangkalnya ! “
“ Sebentar lagi kau akan ku penggal ! “
Parlin mencoba tersenyum dingin. Dikumpulkan semua sisa –sisa tenaga yang seperti sirna setelah inderanya mencium bau belerang. Ia melirik ke sekelilingnya. Ada tujuh orang telah mengepung dengan rapat. Keadaan seperti ini tidak mungkin baginya untuk bertarung. Nalar akal sehatnya masih jalan. Ia masih harus menemukan anak gadisnya yang telah disuruhnya pergi tadi.
Parlin menarik nafas panjang. Hulu golok dicengkeram erat –erat. Ia melompat ke depan sembari mengayunkan golok. Tetapi, hal itu hanya pancingan. Tatkala para pengepungnya mulai merangsek ke depan. Parlin segera membuang diri. Tubuhnya meluncur keluar rumah melalui jendela yang sedari tadi dibiarkan terbuka. Tubuhnya jatuh bergulingan di tanah. Sekali lompat ia telah duduk di atas punggung seekor kuda. Tidak berapa lama kuda yang ditungganginya telah berlari laksana terbang menembus kegelapan malam.
Quote:
DOR !!!
Suara letupan senjata api membuyarkan lamunan Parlin. Perlahan –lahan Parlin mengerjapkan kedua bola matanya agar embun dan kabut tidak membutakan pandangannya. Para penunggang kuda itu kini sudah muncul di tempat terbuka dan langsung menuju ke arahnya. Selintas timbul pertanyaan dibenaknya. Apakah mereka berhasil menangkap Partinah?
Parlin bangkit perlahan, begitu para penunggang kuda itu berhenti tidak jauh dari mulut goa. Ringkik kuda membuyarkan lamunan Parlin. Ia lalu mengawasi ketiga orang yang duduk di atas tunggangan masing –masing. Dua orang sudah sangat dikenalnya. Mereka adalah Kamal dan Bodas. Satu orang lagi seorang berkulit putih berpakaian lengkap dengan atribut. Tanda pangkat, pedang dengan gagang berwarna keemasan. Sebuah senjata tambahan yakni sepucuk pistol laras panjang tergantung di punggung kuda.
Tidak seorangpun dari mereka membuka mulut terlebih dahulu. Parlin pun hanya berdiri tegak mematung memandang tajam ke arah tiga orang yang masih duduk di atas punggung kuda. Saat itulah, ia menyadari mata yang ia pandang kini tampak berubah tenang. Penuh kepercayaan diri. Bahkan, dari balik sinar mata kebiru – biruan itu terpancar semacam perasaan puas.
Dan, mandadak Parlin dihinggapi perasaan buruk. Firasat yang sama pernah ia alami beberapa tahun yang silam. Ketika itu ia tiba –tiba terbangun di tengah malam karena sentakan firasat buruk. Esok paginya, ia menemukan isterinya yang tengah mengandung anak ke dua mati secara mengenaskan di tepi ladang. Apa yang menghinggapi Parlin di tengah malam buta itu, berulang lagi pagi ini.
Jantungnya, berdetak kuat. Tanpa sebab yang jelas!
Suara letupan senjata api membuyarkan lamunan Parlin. Perlahan –lahan Parlin mengerjapkan kedua bola matanya agar embun dan kabut tidak membutakan pandangannya. Para penunggang kuda itu kini sudah muncul di tempat terbuka dan langsung menuju ke arahnya. Selintas timbul pertanyaan dibenaknya. Apakah mereka berhasil menangkap Partinah?
Parlin bangkit perlahan, begitu para penunggang kuda itu berhenti tidak jauh dari mulut goa. Ringkik kuda membuyarkan lamunan Parlin. Ia lalu mengawasi ketiga orang yang duduk di atas tunggangan masing –masing. Dua orang sudah sangat dikenalnya. Mereka adalah Kamal dan Bodas. Satu orang lagi seorang berkulit putih berpakaian lengkap dengan atribut. Tanda pangkat, pedang dengan gagang berwarna keemasan. Sebuah senjata tambahan yakni sepucuk pistol laras panjang tergantung di punggung kuda.
Tidak seorangpun dari mereka membuka mulut terlebih dahulu. Parlin pun hanya berdiri tegak mematung memandang tajam ke arah tiga orang yang masih duduk di atas punggung kuda. Saat itulah, ia menyadari mata yang ia pandang kini tampak berubah tenang. Penuh kepercayaan diri. Bahkan, dari balik sinar mata kebiru – biruan itu terpancar semacam perasaan puas.
Dan, mandadak Parlin dihinggapi perasaan buruk. Firasat yang sama pernah ia alami beberapa tahun yang silam. Ketika itu ia tiba –tiba terbangun di tengah malam karena sentakan firasat buruk. Esok paginya, ia menemukan isterinya yang tengah mengandung anak ke dua mati secara mengenaskan di tepi ladang. Apa yang menghinggapi Parlin di tengah malam buta itu, berulang lagi pagi ini.
Jantungnya, berdetak kuat. Tanpa sebab yang jelas!
Diubah oleh breaking182 17-07-2018 22:43
1980decade dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas
Tutup