Museum Mulawarman, Peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara. (Google Images)
Indonesia adalah negara yang paling banyak memiliki suku bangsa dan bahasa daerah di dunia. Memiliki banyak suku dan berbagai kegiatan seni yang berbeda membuat Indonesia sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Kalau di Wonosobo ada Dieng Culture Festival, di Kalimantan Timur ada Festival Erau. Festival tersebut berada di bawah langsung Kerajaan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Festival Erau telah lama diselanggarakan oleh Kerajaan Kutai sebagai acara Penobatan Putra Mahkota Kerajaan Kutai, dan mulai pada tahun 2013 Pemerintah Kutai Kartanegara mendaftarkan Festival Erau di CIOFF (International Council of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts), sebuah lembaga internasional di bawah naungan dari UNESCO, dan berubah menjadi Erau International Folklore & Art Festival.
Quote:
Sejarah
Erau berasal dari bahasa kutai, "eroh" yang memiliki makna ramai, riuh, dan penuh suka cita. Erau pertama kali digelar pada upacara tijah tanah dan mandi ke tepian oleh Sultan Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti pada usia 5 tahun. Setelah di nobatkan menjadi Sultan pertama Kerajaan Kutai Kartanegara (1300-1325), diadakan kembali Upacara Erau. Sejak saat itu, Upaca Erau selalu dilaksanakan pada saat penobatan atau pengalihan kekuasan Raja-Raja Kutai Kartanegara. Dalam perkembangannya, selain menjadi simbol penobatan raja-raja kutai kartanegara, para pelaksana kegiatan Upacara Erau yaitu orang kerajaan biasanya mengundang para masyarakat yang udah mengabdi pada kerajaan sebagai rasa terimakasih. Dalam Upacara Erau itu, Sultan serta keluarga keraton memberikan jamuan yang terbaik kepada masyarakat yang sudah mengabdi kepada Sultan dan Kerajaan. Setelah kerajaan kutai berakhir pada tahun 1960, kerajaan kutai menjadi wilayah otonom, Kabupaten Kutai. Tradisi Erau tetap dilaksanakan oleh pemerintah sebagai kegiatan festival budaya dan pesta rakyat warga kabupaten kutai. Pemerintah Kutai Kartanegara melaksanakan kegiatan ini secara rutin sebagai hari jadinya Kota Tenggarong, pusat pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara sejak tahun 1782.
Quote:
Pelaksanaan
Pelaksanaan Erau terakhir dilaksanakan pada tahun 1965, ketika ada penobatan Putra Mahkota Kerajaan Kutai Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Soerya Adiningrat.
Sedangkan pelaksanaan Erau sebagai festival rakyat dalam usaha pelestarian budaya kerajaan kutai oleh Pemda kabupaten kutai baru terlaksana pada tahun 1971 atas prakarsa Bupati saat itu, Drs.H. Ahmad Dahlan. Atas petunjuk dari Sultan Kerajaan Kutai Kartanegara yang terakhir, Sultan A.M. Parikesit maka Erau dapat dilaksanakan oleh Pemda dengan syarat wajib mengadakan upacara adat tertentu, tidak boleh mengerjakan Tijak Kepala dan Pemberian Gelar, serta memperbolehkan kegiatan seperti upacara adat dari Suku Dayak, Kesenian dan Olahraga ketangkasan.
Upacara Erau mulanya dilaksanakan pada 2 tahun sekali untuk memeriahkan kelahiran kota Tenggarong, 29 September 1782. Dan antusias dari berbagai negara yang ikut memeriahkan Erau, maka pemerintah setempat mengadakan 1 tahun sekali dan memajukan pada bulan Juni dan Juli karena masih dalam hari libur.
Quote:
Erau Sebagai Pesta Budaya
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara membuat pesta adat rakyat secara rutin dan berkelanjutan, akhirnya Festival Erau masuk ke dalam daftar Calender Of Events Pariwisata Nasional.
Tidak lagi dikaitkan dengan kesenian dan kebudayaan Kerajaan Kutai Kartanegara, Festival Erau sekarang lebih bervariasi dengan hadirnya ragam seni dan budaya yang telah ada dan serta menjadi satuan yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Kutai Kartanegara.
Quote:
Acara Kegiatan
Acara-acara yang dilaksanakan pada Festival Erau biasanya berupa upacara-upacara adat Kerajaan Kutai Kartanegara, pertunjukan seni dan kebudayaan berbagai daerah dan negara, lomba olahraga tradisional, lomba perahu naga, expo dan pesta rakyat.
Acara Pokok Festival Erau biasanya yang berkaitan dengan Kerajaan Kutai Kartanegara :
Spoiler for 1. Beluluh:
Beluluh berasal dari gabungan kata "buluh" yang berarti batang bambu dan "luluh" yang berarti musnah. Ritual yang dilakukan ini bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan Sultan atau Putra Mahkota dari berbagai unsur kejahatan dan keburukan, baik yang terlihat maupun yang ghaib. Prosesi ini di mulai saat Sultan atau Putra Mahkota di dudukan sejenak di atas tilam katsuri. Tak berapa lama, Sultan atau Putra Mahkota kan bangkit dan menaiki balai bambu dengan memijak pada pusaka batu pijakan. Sultan kemudian duduk di bagian tertinggi dari balai, di bawah ikatan dau beringin (rendu) dan dipayungi selembar kain kuing yang disebut kirab tuhing. Setelahnya, dilakukan prosesi tepong tawar. Pada prosesi ini, dewa(wanita pengabdi ritual) memercikkan air kembang ke sekeliling Sultan. Selanjutnya, Sultan mengusap kepalanya dengan air tersebut dan dewa akan menaburkan beras kuning ke arah Sultan.
Spoiler for 2. Menjamu Banua:
Masyarakat Kutai masih mempercayai antara kehidupan alam ghaib dan kehidupan manusia. Menjamu Banua merupakan sarana pemberitahuan kepada alam ghaib bahwa Sultan Kutai telah memutuskan untuk menyelenggarakan Erau dan memohon keselamatan selama acara berlangsung. Dengan mengadakannya Menjamu Banua, diharapkan para "mahkluk gaib" tidak menggangu selama acara Erau berlangsung.
Spoiler for 3. Mendirikan Ayu:
Merupakan Ritual Pertama dalam pembukaan acara Erau. Sultan akan membuka acara Erau ini dengan mendirikan ayu. Tiang Ayu adalah sebuah tombak pusaka yang di sematkan sebuah kantung berwarna kuning. Tombak ini bernama Sangkok Piatu, Tombak pertama milik Kerajaan Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti. Di dalam kantung kuning terdapat beberapa perlengkapan ritual lainnya seperti tali juwita, kain cinde, janur kuning, daun sirih, dan buah pinang.
Spoiler for 4. Bapelas:
Setiap malam pada pelaksanaan Erau, akan terdengar suara menggelegar dari depan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara (Museum Mulawarman). Suara tersebut adalah suara dentuman dari meriam yang terdapat di pelataran depan museum. Dentuman meriam menjadi pertanda bahwa ritual bepelas tengah dilakukan. Bepelas menjadi salah satu rangkaian ritual sakral di Erau. Dalam ritual ini, Sultan atau Putra Mahkota Kutai melakukan ritual berjalan menuju Tiang Ayu dengan tangan kiri berpegangan pada kain cinde dan tangan kanan memegang tali juwita. Sesampainya di hadapan Tiang Ayu, Sultan atau Putra Mahkota akan menginjak pusaka Gong Raden Galuh yang segera disambut dengan dentuman meriam. Biasanya, bepelas dilakukan oleh Sultan pada malam pertama hingga ketiga, sedangkan malam-malam selanjutnya dilakukan oleh Putra Mahkota.
Spoiler for 5. Beseprah:
Di balik meriahnya kegiatan Festival Erau, ada tradisi yang sangat menarik, yaitu Beseprah. Secara makna, Beseprah memiliki makna yaitu duduk sama rendah, dan berdiri sama tinggi. Tradisi Beseprah yaitu tradisi sarapan massal yang di ikuti oleh masyarakat, pegawai pemerintah, keluarga kesultanan, termasuk Sultan dan Putra Mahkota. Di masa lalu, Beseprah dilakukan Sultan sebagai persembahan bagi rakyatnya. Jamuan tersebut menjadi harapan dan doa yang di panjatkan oleh Sultan agar selalu menjadi pemimpin yang bisa mengayomi masyarakatnya. Acara tersebut sebagai keinginan Sultan untuk membaur dan merasakan yang dirasakan oleh rakyatnya.
Spoiler for 6. Mengulur Naga:
Mengulur naga dilakukan pada hari ke 7 sekaligus hari terakhir pada pelaksanaan Erau. Pada ritual ini, rombongan utusan dari utusan keraton Kutai mengarak replika naga ini menggunakan perahu untuk dilepaskan di Kutai Lama, tempat asal muasal dari naga tersebut. Upacara Mengulur Naga ini tidak bisa dilepaskan dari sosok legenda tentang Putri Karang Melanu, Permaisuri dari Raja Pertama Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti. Kedua pasangan ini bukan mahkluk manusia biasa dan menjadi cikal bakal keluarga Kutai Ing Martadipura. Keduanya muncul dari kejadian misterius dan terus terpelihara menjadi legenda masyarakat Kutai.
Spoiler for 7. Beumban, Begorok, dan Rangga Titi:
Setelah selesai upacara pelepasan Mengulur Naga, diselanggarakan ritual Beumban, Begorok dan Rangga Titi. Dalam beumban, Sultan dibaringkan di atas sebuah kasur (tilam) berbungkus kain kuning. Tubuh Sultan kemudian diselimuti dengan sehelai kain kuning. Kepala Sultan menghadap ke arah utara dan kakinya berada di selatan. Di atas tilam tersebut, diletakkan beberapa perlengkapan ritual, antara lain bantal, guling, peduduk (paket sesajian yang merepresentasikan manusia secara utuh), dan lilin yang menyala di masing-masing sudut tilam. Ritual ini berlangsung di Ruang Stinggil (Siti Hinggil), Keraton Kutai.
Upacara dilanjutkan dengan begorok. Pada ritual ini, Sultan duduk di atas balai bambu kuning (haur kuning) yang memiliki 41 tiang. Posisi Sultan menghadap ke timur. Di atas kepala Sultan, dibentangkan kain kirab tuhing yang kemudian akan dibolak-balikkan oleh dua orang pangkon (abdi dalem) sebanyak dua kali. Dewa (wanita pengabdi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) akan mengucapkan mantra (memang) lalu melakukan ritual tepong tawarkepada Sultan. Mereka memercikkan air keramat ke beberapa anggota tubuh Sultan dan Sultan akan mengerik kening serta alisnya dengan uang logam.
Prosesi selanjutnya adalah rangga titi. Pada prosesi ini, Sultan dengan diiringi rombongan Keraton menuju ke dermaga. Prosesi ini kemudian dilanjutkan seperti rangkaian pada begorok. Sultan duduk di atas balai bambu, diapit oleh tujuh pangkon laki dan bini. Dewa dan belian mengucapkan mantra dan melakukan ritual tepong tawar. Sultan lalu memasukkan bunga pohon pinang ke dalam guci (molo) berisi air Kutai Lama, kemudian memercikkan air tersebut ke empat penjuru mata angin yang dilanjutkan dengan memercikkan air dengan tangannya kepada para kerabat serta hadirin. Prosesi ini pun menjadi pertanda dimulainya ritual belimbur oleh segenap masyarakat.
Spoiler for 8. Berlimbur:
Belimbur merupakan tradisi saling menyiram satu sama lain baik kepada masyarakat maupun para wisatawan. Tradisi ini mewujudkan rasa syukur masyarakat atas kelancaran pelaksanaan Festival Erau. Selain itu, Belimbur memiliki makna tentang pembersihan diri dari sifat buruk dan unsur kejahatan manusia. Air yang menjadi sumber kehidupan dipercaya sebagai media untuk melunturkan sifat buruk dan jahat pada diri manusia.
Spoiler for 9. Merebahkan Ayu:
Merebahkan Tiang Ayu merupakan prosesi sakral terakhir yang menandai berakhirnya perhelatan Festival Erau. Pada proses ini, Pusaka Sangkoh Piatu (Tiang Ayu) yang selama tujuh hari tujuh malam didirikan di tengah-tengah Ruang Stingil (Siti Hinggil), Keraton Kutai, kembali di rebahkan di posisinya semula. Setelah prosesi merebahkan Tiang Ayu selesai, para dewa, belian, serta para kerabat sultan memberikan selamat dan sembah hormat kepada Sultan dan Putra Mahkota atas terlaksananya Festival Erau.
Selain di atas ada juga beberapa Acara Festival Erau yang diperlihatkan, seperti : 1. Kesenian Adat Kutai dan Dayak. 2. Menyisikan Lembu Suana dan Tambak Karang. 3. Bekanjar dan Beganjur. 4. Seluang Mudik. 5. Belian, Bekonjong. 6. Dewa Memanah, Besaong Manok, Menjala. 7. Ziarah ke Makam Aji Imbut (pendiri kota tenggarong). 8. Ziarah ke Kutai lama. 9. Erau Expo dan Festival Kuliner. 10. Pentas Seni Budaya Internasional. 11. Lomba Olahraga Tradisional.
Itulah beberapa sedikit Ulasan tentang Festival Erau.
Semoga Gansis bertambah pengetahuannya.
Terimakasih udah mampir ya.
Share bila bermanfaat, dan jangan lupa beri komentar.