- Beranda
- Stories from the Heart
This is Why I Need You (mbak Adele)
...
TS
Shootgun
This is Why I Need You (mbak Adele)

.
.
.
Spoiler for Baru 2 post, udah Top Threads lagi.:
Spoiler for Baru 10 post, belum 2 bulan, udah masuk Hot Threads lagi.:
Permisi bapak ibu sekalian. Udah lama juga baca-baca di thread ini dari semenjak SK2H, akhirnya baru sekarang nyoba bikin cerita. Monggo silakan duduk, silakan mendirikan tenda.
Cerita yang akan saya share kali ini menceritakan tentang cowok yang tinggal di kostan cewek.
Dibaca kalau kalian lagi nggak ada kerjaan aja.
Cerita ini cocok untuk semua umur.
Remaja, Dewasa, Anak SMA, bahkan baik juga untuk pertumbuhan janin.
Dari sini, kalian akan belajar beberapa hal penting mengenai sisi lain dunia perkuliahan dan anak-anak kost yang mungkin tidak pernah kalian tau sebelumnya. Hanya karena kalian tidak pernah lihat, bukan berarti hal itu tidak ada.
Monggo~
Selamat mendirikan tenda di sini.
Rulesnya ya ngikutin yang sudah ada saja. Diupdate tiap hari Jumat malem ya selepas akika beres kerja.
Akhir kata,
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamualaikum
*qomat*
Index Cerita
.
Diubah oleh Shootgun 06-12-2018 21:01
hllowrld23 dan 29 lainnya memberi reputasi
18
247.8K
998
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Shootgun
#1

Seperti biasa, kalau sudah hampir memasuki jam delapan malam kaya gini, tempat ini perlahan menjadi semakin penuh. Dua tahun gue kerja di sini, gue sudah cukup hapal sama beberapa pelanggan yang biasanya menclok di jam-jam segini. Kebanyakan sih cowok paruh baya atau kisaran di atas umur 25, dandanan agak necis, rambutnya diolesin pomade banyak banget sampe nginclong kaya ubin mushola, terus datang ke sini ya buat cari cewek-cewek buat diajak hangout dan nggak jauh akan berakhir di kamarnya masing-masing.
Gak jarang juga ada tante-tante menor yang kalau duduk selalu ngambil meja paling pojok sambil nyender di tembok. Senengnya di pojokan, mirip kaya botol dukun.
"Mas Ian, pesenan meja 5 udah?" Tiba-tiba seorang gadis mungil mengagetkan gue yang dari tadi lagi ngelamun sambil terus ngelapin gelas yang sebenernya sudah kinclong ini.
"Oh, udah kok udah." Gue langsung mengambil tatakan gelas warna hijau di bawah rak kayu lalu sekalian menaruh gelas di atasnya. "Nih bawa gih." Lanjut gue.
"Oke oce, mas Ian.." Tukasnya seraya menyambar gelas yang gue suguhi tadi.
"Eh, Jes!" Belum jauh dia pergi, gue langsung memanggilnya lagi.
Dia nengok, menaikan dagu seperti sedang bertanya ada apa.
"Kalau dah nganterin yang itu, tolong botol di kulkas refill sekalian ya. Udah mau abis." Teriak gue.
Dia tidak menjawab dan hanya mengangguk saja sebelum kemudian berbalik dan pergi ke meja nomer lima.
Nama dia Jessica, umurnya lebih muda empat tahun dari gue, oleh sebab itu dia memanggil gue dengan panggilan 'mas'. Dia sebenernya masih SMA, tapi mau dikata apa, awalnya sih sudah gue tolak waktu mau ngelamar kerjaan di sini. Ya karena area ini juga bukan area buat bocah-bocah sejenis dia itu. Tapi waktu gue denger alasan dia kenapa mau cari kerja sambil pake drama nangis-nangisan kaya kang ojek kecolok krikil waktu naik motor, akhirnya gue luluh juga.
Syarat gue sama dia dulu cuma satu, kalau ada PR ya harus dikerjain meski lagi kerja juga. Dan dia setuju waktu gue kasih syarat begono. Alhasil nggak jarang tuh anak menclok di meja kayu depan gue sambil ngerjain PR matematika. Sesekali sering digodain sama pelanggan gara-gara ngerjain PR di tempat kaya begini, atau kalau lagi beruntung, suka ada pelanggan orang kantoran yang dateng buat bantuin dia ngerjain PR matematika.
Yah, meski awalnya ragu, tapi kayaknya keputusan gue buat nerima dia kerja di sini ternyata nggak sepenuhnya salah. Dia sekarang jadi anak bawang di tempat ini, dan pelanggan gue juga banyak yang seneng sama tuh bocah lantaran selain orangnya supel, ya karena dia bocah. Gampang digodain.
"Mas Ian, botol-botol udah beres yak." Kata Jessica sambil ngelap-ngelapin tangannya ke apron yang dia pake.
"Ada PR nggak lu hari ini?"
Dia geleng-geleng.
"Ulangan kemarin gimana?" Tanya gue lagi
"Bisa dong!"
"Remed nggak tapinya?"
"Iya."
"..."
Dia cuma cengengesan aja.
"Oh iya mas Ian," Jessica menarik kursi dan duduk di hadapan gue yang daritadi masih aja ngelap-ngelapin gelas.
"Paan?"
"Itu gelas mau sampai kapan dielap begitu? Makin tipis entar." Tukasnya iseng.
"Bawel lu kaya ibu kos."
"Hehehehe.."
"Napa lu cengar-cengir? Jangan gitu ah, takut gue."
"Idih! Apaan sih! Btw mas Ian, nanti kalau ada panggilan orang tua kaya kemarin, Mas Ian yang dateng lagi ya.."
"Nah kan ada maunya kan. Kagak ah. Kapok gue pura-pura jadi orang tua lo."
"Lah kenapa?!"
"Digodain guru BK."
"HAHAHAHAHAHA EMANG GURU ITU TERKENAL GANJEN SIH MAS IAN" Dia ketawa ngakak. Kayaknya puas banget.
"Mas Ian, sini aku aja deh yang ngelap gelasnya. Gemes liatnya." Tiba-tiba Jessica nyamber gelas yang lagi gue elap sekaligus dengan elapnya juga.
"Jangan kenceng-kenceng ngelapnya, entar keluar komedo." Balas gue.
"Hahahahah dikira lagi mencetin muka apa!"
Beginilah gue dan Jessica, kami berdua udah kaya adik kakak. Tapi meski begitu, Jessica selalu nurut sama apa aja yang gue bilang. Kalau gue nyuruh dia ngerjain PR, dia pasti langsung mengerjakan. Beberapa kali Jessica dideketin cowok di sekolahnya pun dia pasti curhat ke gue dulu. Secara tidak langsung, Jessica lebih menganggap gue sebagai bapaknya ketimbang bapaknya sendiri.
Gue ambil satu buah gelas yang baru gue cuci lalu memutar keran air putih di depan dan mengambil sedikit es batu dari laci pendingin.
"Eh mas Ian."
"Hmm?" Gue hanya men-dehem sambil minum.
"Mas Ian kenal sama cewek yang di pojok nggak?" Tanyanya sambil masih fokus ngelap gelas yang makin tipis itu.
Gue melirik sedikit. "Kagak. Kenapa? Lo mau kenalan?"
"Yeee!! Gue masih normal keles! Dengerin dulu ih, masa mas Ian nggak merhatiin sih?"
"Kagak. Ngapain juga gue merhatiin."
"Udah seminggu loh dia di sini."
"Lah terus?"
"IH GIMANA SIH!!"
"Eh bocah, orang ke sini lebih dari setahun juga gue mah kagak peduli. Orang mah bebas datang ke sini kapan aja, lu kira tonggeret apa ada musim-musiman segala?"
"Gini nih kalau dulu lahir dari lobang idung, pemikirannya pendek. Dengerin aku dulu ih!" Jessica ngelempar elapnya ke muka gue.
Ini anak dulu padahal nggak gini loh. Dia dulu pendiam. Sekarang malah jadi petakilan kaya begini. Nurutin siapa dah.
"Ada yang aneh deh sama dia."
"Maksudnya?"
Tapi bukannya menjawab pertanyaan gue, Jessica langsung menaruh gelas tadi di hadapan gue dan kemudian bergegas menghapiri cewek tersebut. Gue yang emang pada dasarnya males ikut campur urusan orang lain ini nggak peduli sekarang mereka lagi ngomong apaan, gue hanya kembali melanjutkan tugas gue yang sempat tertunda tadi. Ngelap gelas.
Lagi asik ngesot-ngesotin ini elap, tiba-tiba Jessica memanggil gue dari jauh.
"Mas Ian!! Ini mau pesen!!" Teriak dia sambil nunjuk-nunjuk ke arah cewek tadi.
Karena sudah tugas gue untuk melayani pembeli, gue langsung berjalan menghampirinya. Kini dia ada di hadapan gue sedang tertunduk dengan tangan menopang dagu. Dan Jessica yang ada di sebelahnya cuma nyengir-nyengir ke arah gue.
"Mau pesen apa mbak?" Tanya gue mencoba ramah.
Cewek itu nggak menjawab. Dia masih saja menunduk menatap hp di hadapannya. Gue melirik ke arah Jessica, dan Jessica cuma menaikan pundak sebelum kemudian dia pergi meninggalkan gue berdua doang sama cewek ini.
Gue melihat ke arah gelas kosong di sebelahnya.
"Hmm.. Americano." Gumam gue dalam hati.
"Mau nambah Americano-nya?" Gue kembali membuka topik, namun cewek itu tetap tidak menjawab.
Ah asem, baru kali ini gue dicuekin begini. Woi bales kek omongan gue, udah main cuekin aja kaya tukang duku lagi ditawar. Tukang duku sih mending masih ngejawab, lah ini diem aja kaya capung. Gue ngedumel sendiri dalam hati.
Gue perhatikan, ini cewek kayaknya masih seumuran gue sih. Dari pakaiannya, gue yakin bukan cewek yang aneh-aneh. Bukan juga cewek nakal. Bahkan dia minumnya juga kopi, bukan alkohol kaya orang-orang yang lain. HP-nya sih sepengetahuan gue itu Iphone paling terbaru. Beuh anak orang kaya nih kayaknya. Keturunan darah biru kaya avatar. HP gue aja masih yang buka tutup kaya tamagochi.
TRRRRTTT!!
Tiba-tiba gue terhentak kaget ketika hp si cewek itu bergetar hebat banget kaya vibrator. Tapi bukannya diangkat, hp itu malah didiemin gitu aja sambil terus dipandangi dengan tatapan kosong. Iseng punya iseng, karena penasaran gue lihat ada foto cowok di contact yang sedang nelepon itu.
Hmm.. Gue kayaknya tau nih. Paling ini cewek lagi berantem sama pacarnya, terus sekarang mencoba mabok dengan negak Americano. Cewek macem dia ini pasti doyannya kopi-kopian ala starbak ketimbang kopi beneran. Alias nggak tahan sama minuman pahit. Tapi kalau gue liat sih gelasnya udah hampir kosong tuh. Wah berarti lagi galau berat si mbak ini.
Beberapa kali telepon itu mati terus bergetar lagi tapi tetap tidak diangkat juga.
"Mbak ada telepon masuk tuh." Kata gue mengingatkan. Ya siapa tau dia ketiduran makanya nggak denger.
"Nggak akan diangkat?" Sambung gue lagi.
"Kasian tuh kalau dia nelepon dari wartel. Mahal biaya SLJJ-nya." Gue menambahi.
Anjir bahasa gue tua banget ya sampai bisa tau SLJJ segala. Cuma angkatan anak-anak wartel doang nih kayaknya yang tau istilah itu.
Selang lima menit, akhirnya telepon itu hening dan tidak berbunyi lagi. Namun berhentinya dering telepon tersebut justru menjadi awal dari jatuhnya air mata cewek di depan gue ini. Awalnya tidak terdengar sama sekali jika ia menangis, hingga lama kelamaan gue bisa mendengar suara isaknya meski hanya sesekali.
"Mbak.." Gue mencoba ramah. Biar bagaimanapun juga dia pelanggan toko gue.
"Mbak.." Dia tetap tidak menjawab.
"Mbak mau saya setelin lagu Adele yang Someone Like You nggak?"
Brak!
Tiba-tiba dia menggebrak meja di depannya dan sontak gue kaget lalu mundur beberapa langkah. Dia menatap gue dengan tatapan marah sebelum kemudian menunduk lagi.
Dih padahal gue baik loh mau nawarin lagu. Judes amat jadi cewek. Emaknya dulu ngidam mercon apa gimana sih?
Karena ogah berurusan sama urusan orang lain, akhirnya gue melangkah pergi ke tempat gue awal tadi untuk ngelanjutin ngelap gelas, sebelum kemudian langkah kaki gue terhenti karena ada yang memanggil. Gue menengok ke belakang. Cewek itu menatap gue dengan mata sembabnya.
"Aku mau pesan."
Gue masih diam menatapnya.
"P-E-S-A-N!" Kata dia sambil mengeja satu-satu hurufnya dengan nada kesal.
Gue berbalik lagi lalu menghampirinya.
"Pesan apa?"
"Alkohol!" Katanya yang langsung membuang muka.
"Yang berapa persen?" Tanya gue.
"Yang paling banyak!"
"70% mau?"
"TERSERAH!"
"Mbak.. Alkohol 70% mah buat bersihin luka. Bener situ mau minum begituan? Sekali negak mbak bisa-bisa langsung ditanya "Siapa tuhanmu apa agamamu siapa nabimu" loh nanti."
"Serah lo lah!"
"Kopi lagi aja ya?" Gue berusaha menawarkan kopi lagi. Karena gue yakin ini cewek juga kagak ngerti alkohol-alkoholan, buktinya kadar persenan aja nggak tau.
"Gue bilang alkohol ya alkohol! Lo ngeselin ya lama-lama. Gue bisa ngebuat lo dipecat tau nggak?! Gue nggak mau tau, mana bos lo?! Suruh ketemuin gue sekarang!" Bentak dia.
"Mbak mau ketemu bos saya?"
"LO NGGAK PUNYA KUPING?!"
"Yowes. Tunggu bentar kalau gitu."
Gue berjalan sebentar ke tempat gue menaruh gelas air putih gue sebelumnya, meneguknya sebentar, lalu kembali lagi ke hadapannya.
"Ya? Ada perlu apa sama saya?" Tanya gue.
"GUE NGGAK NYARI LO!! GUE MAU KETEMU MANAJER LO!!"
"..."
Dia diam. Ketika dia melihat gue menunjuk ke arah muka gue sendiri, kini dia diam. Ya, gue yang punya tempat ini. Well, bukan gue sih, gue juga kerja di sini. Tapi owner di sini emang udah nunjuk gue buat ngehandle semua masalah di sini. Terutama untuk urusan begini rasanya gue nggak perlu deh buat nelepon owner yang sebenarnya.
"Jadi.. mau pesan apa?" Gue membuka percakapan lagi.
"..." Dia hanya diam tidak menjawab.
Gue berbalik, mengambil gelas, lalu menuang satu part Tequilla, enam part jus jeruk, dan beberapa bahan lainnya. Lalu tak lupa sedikit rocks biar lebih segar. Setelah dirasa beres, kemudian gue taruh gelas itu di hadapannya.
"Silakan. Tequila Sunrise. No need to pay. Its all on me." Kata gue seraya mulai perlahan pergi dari tempat itu.
"Dua!" Tiba-tiba dia bicara.
"Hah? Dua Lipa? Mau minta dengerin lagu Dua Lipa?" Tanya gue.
"DUA GELAS!! Bikinin gue dua gelas!"
"Yeee ngelunjak. Satu aja udah."
"Gue bayar dua kali lipat! Bikinin gue dua gelas!"
"..."
Gue bener-bener udah males debat sama cewek kaya begini. Dia pikir semua hal di dunia ini itu bisa dibeli hanya karena dia punya uang apa hah?! Ya dia ada benernya juga sih. Selama ada duit mah apa aja bisa dibeli huhu
(Akhirnya daripada ribet, gue buatin segelas lagi Tequila Sunrise sebelum kemudian gue pergi dan berada di sisi meja yang lain sambil membuatkan minuman buat pelanggan yang lain.
****
02:00
"Mas Ian! Aku pulang duluan ya!" Kata Jessica sambil melambaikan tangan di daun pintu.
"Ati-ati. Jangan sampe keciduk polisi ya."
"Lu kira bencong!" Jawabnya sambil tertawa lalu perlahan menghilang dari pandangan gue.
Sekarang sudah saatnya tutup toko. Tugas gue memang seperti ini, selalu pulang terakhir untuk mengecek barang-barang maupun keuangan dan juga bahan-bahan buat jualan besok. Setelah selesai. Gue lalu mengambil jaket gue beserta kunci motor yang selalu gue simpen di atas kulkas. Sebelum pulang, gue pastikan untuk menggembok pintu toko dulu. Setelah selesai, gue berjalan ke parkiran motor. Kebetulan motor gue selalu di parkir di bawah lampu jalan. Jadi kalau malem gini gue nggak perlu susah-susah cari keberadaan tuh motor butut.
Udara Bandung malam ini bener-bener dingin, apalagi sudah memasuki jam dua. Gue hanya bisa sesekali mendengar lalu lalang mobil, dan lolongan anjing dari jauh. Sepi sekali rasanya. Tapi gue paling suka di kesepian seperti ini, ngebuat perasaan jadi lebih tenang rasanya. Maka dari itu dulu gue memilih pekerjaan ini untuk biaya tambahan kuliah dibanding pekerjaan yang lain.
Belum sempat gue menyalakan motor, tiba-tiba gue mendengar suara orang muntah. Hahaha wajar banget ngendenger suara orang muntah di daerah toko gue ini. Ya wajar sih, pasti banyak yang mabok juga terus jackpot. Sudah hal yang lumrah itu.
Tapi anehnya, malam ini entah ada angin apa rasanya kok gue penasaran banget sama suara muntah barusan. Nggak jauh dari tempat gue parkir kayaknya. Gimana ya, soalnya kalau itu pelanggan toko gue terus dia muntah dan hangover sampe tepar, bisa-bisa jadi sasaran empuk buat dirampok orang.
Akhirnya gue urungkan niat gue untuk menyalakan motor dan memilih untuk mencari suara orang muntah barusan. Suram amat ya kerjaan gue. Ngurusin muntahan orang. Setelah cukup lama mencari, gue melihat di antara dua mobil ada seseorang lagi bersandar dan terduduk di aspal parkiran.
Meski gelap, gue bisa lihat kalau rambutnya panjang. Wah cewek nih. Bahaya banget ada cewek ngesot di tempat gelap-gelap gini. Kesurupan hantu keong bisa bahaya. Kalau kesurupan macan terus teriak-teriak AING MAUNG mah lebih bahaya lagi. Mana di sini juga dulu banyak mitos hantu belanda lagi, kalau dia kesurupan hantu belanda terus minta sesajen Holland Bakery gimana?!
MANA ADA TOKO ROTI YANG BUKA JAM SEGINI DAH!
"Mbak.." Gue perlahan menghampiri.
"Mbak masih hidup?" Tanya gue. Dan dia tetap nggak menjawab.
"Mbak? Maung sanes?" Tanya gue lagi pake bahasa sunda. Dan dia tetap tidak menjawab.
"Oh bagus lah nggak kesurupan."
Gue hampiri cewek itu untuk membangunkannya dan membawanya masuk ke dalam mobil yang sedang ia sandari. Meski gue tidak kenal tapi gue yakin kalau mobil yang ia sandari ini adalah mobilnya, soalnya gue mendapati ada kunci mobil menggantung di pintunya. Mungkin tadi saat dia mau buka pintu mobil, dia keburu muntah.
Pas gue mau angkat tuh cewek, gue sempat terkejut ketika rambut panjanganya tersibak dan kini mukanya jelas terlihat di hadapan gue.
"Lah! Ini kan cewek Adele barusan?" Kata gue yang seenaknya ngasih nama anak orang.
"Mbak Adele, bangun dong. Sono masuk ke mobil sendiri gih." Gue goyang-goyangin pipi tembemnya.
"Mbak bisa bangun nggak?"
Dia masih aja nggak ngejawab. Walah parah, tepar beneran dia. Aduh-aduh, nyusahin bener dah. Masa negak Tequila Sunrise doang sampe sebegini teparnya? Kebiasaan minum Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga sih terus sok-sokan mau minta alkohol. Jadi aja hangover begini.
Gue mencoba membuka tasnya, bukan bermaksud tidak sopan, tapi gue mau lihat KTP-nya dan mencari tahu di mana dia tinggal. Kayaknya malam ini gue anterin dia pulang aja deh. Daripada gue tinggalin di sini terus malah jadi dirudapaksa orang kan bahaya. Gini-gini juga gue masih punya hati nurani.
Gue buka dompetnya dan gue cari-cari KTPnya. Udah lima menit gue ngubek-ngubek dompetnya tapi itu KTP masih belum ketemu juga. Bener dah, isinya dompet cewek tuh apa aja sih?! Banyak bener kertas-kertas anehnya. Mana ada pula ini BON beli Kurma Nabi di Mekkah tahun 2009. Buset, kupon waktu dulu umroh aja dia masih simpen. Nih cewek umroh tapi malah mabok. Benar-benar wanita yang mengedepankan urusan Akhirat dan Nikmat duniawi agar balance kaya gelang. Tapi bukannya nemu KTP, gue malah nemu sebuah kartu yang kayanya sudah nggak asing lagi di mata gue.
Kartu Mahasiswa.
"LAH ANJIR INI KAN KARTU MAHASISWA KAMPUS GUE?!?!" Gue kaget.
Gue langsung dengan cepat melihat nomer induk mahasiswanya.
"LAH ANJIR DIA SATU ANGKATAN SAMA GUE?!?!"
Diubah oleh Shootgun 09-07-2018 19:50
JabLai cOY dan 10 lainnya memberi reputasi
9
