- Beranda
- Stories from the Heart
I Love You More Than You Think
...
TS
nengsr
I Love You More Than You Think

Thanks for the amazing cover Om quatzlcoatl

(Ssstt.. this is the real picture of us)
Aku sering bertanya-tanya pada diri sendiri, apa yang paling berperan di kehidupan ini? cintaatau uang?
Dan aku pernah bertanya pada ibuku, beliau menjawab uang. Karena beliau berpikir realistis, katanya cinta saja tidak ada uang ya tidak hidup.
Ya memang. Tetapi aku agak kurang setuju, karena ketika tidak punya uang aku tidak semerana itu. Tapi jika hati yang terluka, hati yang mengelola semuanya. Sedih berkepanjangan menghilangkan semua gairah.
Dan aku pernah bertanya pada ibuku, beliau menjawab uang. Karena beliau berpikir realistis, katanya cinta saja tidak ada uang ya tidak hidup.
Ya memang. Tetapi aku agak kurang setuju, karena ketika tidak punya uang aku tidak semerana itu. Tapi jika hati yang terluka, hati yang mengelola semuanya. Sedih berkepanjangan menghilangkan semua gairah.
Panggil saja aku Hani, itu nama kecilku. Aku asli orang Surabaya jadi ga pake 'gue-elo'. Maklum orang jawa, ketika ada yang pake sebutan 'gue' pasti pada nyeletuk "mangan tahu tempe ae gue gue"

Mau ijin pada para pecinta SFTH buat nulis sebagian kisahku. Ya hanya sekedar untuk mengabadikan

Maaf jika tulisanku jelek, memang bukan penulis

Apabila ada yang mengenalku, aku mohon dengan sangat jangan bocor ya gan
PM aja kalo mau. Oke?Selamat menikmati...
Spoiler for Index:
Spoiler for Mulustrasi:
Diubah oleh nengsr 21-09-2020 23:10
bukhorigan dan 13 lainnya memberi reputasi
12
113.9K
847
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nengsr
#701
Jogja Part 2
Perjuangan menuju Dieng lebih berat daripada ke Gunung Kidul kemarin. Karena hujannya yang ga berjamaah. Disini hujan, disana ga hujan. Lepas pasang jas hujan deh. Mana leadernya masih training ini, dikit2 berhenti nyocokin google maps sama jalannya.
Dan yang paling bego tapi memorable banget tuh, waktu di Alun Alun Temanggung. Sebenernya kita cukup lewatin setengah Alun Alun langsung belok kiri, tapi karena leadernya ga yakin sama google maps alhasil kita muter lagi. Parahnya itu terjadi sampe 3x dan semuanya juga ngikutin. Sukses bikin kita cekikikan karena jadi tawaf muterin Alun Alun sampe 3x
"Heh, yang bener dong jalannya kemana kok muter2 terus dari tadi?" Tanyaku ke Indro dan Dira ketika akhirnya kita berhenti juga.
"Lha iya, sampe 3x gitu juga semuanya ngikutin. Hahaha". Sambung Dani.
"Lha gimana mas, aku juga gatau jalan ya ngikutin aja. Hahahaha". Sahut Alfin ga kalah kerasnya dia ngakak.
"Mana sih arahnya?". Tanya Reza lihat ke Hp Dira. "Oh, lewat sini aja gapapa." Ujarnya setelah mempelajari maps itu.
Rendra dan Fany pisah sama kita sewaktu kita belok kanan dia malah lurus. Gatau deh dia cari jalan sendiri atau gimana. Tapi waktu kita berhenti di indoapril dia bilang mau nyusul.
Sumpah kita merasa jalannya ini ga selesai2. Mana hujan ga berjamaah ini masih saja berlangsung. Kita ngikutin arah yang tertera di penunjuk jalan. Setiap membaca "Dieng" kita lega karena kirain mau sampe. Tapi gataunya masih banyak. Dieng, dieng, dieng, dieng, dieng, dieng terus
Ada lagi yang konyol, karena kita hanya bermodalkan google maps dimana dia mencari jalan tercepat tapi gatau keadaan jalannya seperti apa. Kita ngelewatin pasar yang belum jadi. Masih dibangun dan kerangka2nya aja yang sudah berdiri. Tapi aktivitas pasar itu tetap berjalan.
"Ini bener ta kita lewat sini? Yang bener aja?" Ucapku heran.
Kiki yang ada di belakangku dan denger ucapanku pun jadi ngakak. Sumpah ini mah bakal jadi perjalanan yang tak terlupakan.
Kita ngelewatin tengah2 pasar itu yang jalannya sempit hanya bisa dilewatin satu motor karena nih pasar rame banget. Kita juga jalannya pelan2 karena takut dimarahin orang pasar.
Terus sewaktu kita berhenti di SPBU yang ada di pertengahan jalanan, kita berasa ada di negeri di atas awan. Karena jalanannya memang naik bukit gitu.
"Ini yakin ta mau lanjut?" Tanya Reza dengan raut keraguan yang jelas.
"Emangnya kenapa mas? Masih jauh ta?" Tanyaku.
"Masih setengah perjalanan lagi.." jawabnya.
"Ya lanjut lah.. masa balik." Kata Kiki.
"Iya mas. Masa udah sejauh ini mau balik? Ga inget perjuangan kita tadi kayak gimana?" Ujarku yang emang ga mungkin banget buat kita nyerah udah sejauh ini juga.
Seketika Kiki langsung ketawa ngakak. Aku yakin dia tau maksudku.
Akhirnya kita terusin berangkat. Kita sempat berhenti di pos yang ada di pinggir jalan karena hujan deres lagi kita pasang jas hujan. Lanjut lagi sampe akhirnya ketemu gapura bertuliskan "Kawasan Dieng Plateu".
"Berhenti dulu ya. Foto.." kataku.
Kemudian kita berhenti di dekat penjual jagung bakar.
"Eh, kamu gapapa Fan?" Aku kaget lihat Fany yang udah pucet banget dan menggigil.
Aku pegang tangannya dan makin kaget. Tangannya dingin banget!
"Duduk sini dulu deh kamu." Aku nuntun dia buat duduk di dekat pembakaran penjual jagung bakar.
Untung banget disitu ada penjual jagung bakar. Jadi Fany bisa tertolong. Aku khawatir takut dia hipotermia. Soalnya dia udah pucet banget dan menggigil parah saking dinginnya.
Kita berfoto sebentar dengan atribut jas hujan dan helm lengkap di depan gapura dengan nunjukin tulisan "Kawasan Dieng Plateu" itu
Disini kita malah mencar sama Indro dan Dira. Tadi dari pos itu mereka bilang mau duluan beli oleh-oleh khas daerah sini. Tapi terus gatau kemana mereka. Kabut makin tebal mana ada jalan longsor pula. Dan sampailah kita di pos perijinan pendakian Gunung Prau yang di depannya ada tembok bertuliskan "Welcome to Dieng Wonosobo", tapi kita ga ketemu sama mereka berdua.
"Kabut gini ya. Kita ga bisa kemana mana." Ucap Rendra dengan melihat sekitar.
"Iya kesiangan sih kita berangkatnya." Sahut Reza yang udah megang kameranya.
"Yaudah kita foto2 disini aja." Kata Fika kali ini.
Karena emang kabutnya udah parah banget. Kita ga bisa kemana mana lagi. Jadi yaudah kita cuma bisa foto2 disini. Sebenernya mah kita pengen explore Dieng, tapi yaudah bukan rejekinya.
"Cari tempat buat duduk yuk. Warung atau apa gitu. Ngopi biar anget." Ajak Reza setelah kita sudah puas berfoto. Dia juga sampe ngerokok, padahal biasanya dia ga ngerokok. Katanya kalo dingin gini aja dia ngerokok.
"Iya yuk. Cari anget2." Ajak Fika.
"Aku juga udah laper nih." Sahut Reza.
Akhirnya kita cari warung daerah situ dan alhamdulillah nemu tempat enak. Warungnya di dalam rumah semacam depot tapi ada tempat lesehannya. Enak banget. Disinilah kita beristirahat, menghangatkan badan dan isi tenaga. Warung ini juga menjual kaos kaki, sarung tangan, kupluk sama syal. Jadi cocok lah buat ganti sarung tangan dan kaos kaki kita yang basah kena hujan.
Selesai makan waktu sudah melewati isya. Kita memutuskan balik. Iya, ke Dieng cuma buat ngopi doang
Gapapa, yang penting kan udah menginjakkan kaki dan ada bukti otentiknya kalo kita pernah kesini. Just enjoy the journey~
"Wih, kabutnya makin parah." Pekik Rendra.
"Kamu aja yang di depan ya Ren." Kata Reza.
"Iya. Oke."
Kabutnya emang udah nutupin jalan sih. Jarak pandang cuma sampai 5 meter. Kita juga udah gatau dimana Indro sama Dira. Jadi biar Rendra aja yang di depan.
"Ren, jangan kenceng2 ketinggalan yang belakang!" Teriakku saat tahu Rendra ga sadar diri temen2nya pada pake matic sama motor bebek. Dia mah enak pake koplingan.
"Atiati ya, sama jalan yang longsor tadi." Teriakku lagi.
Jalanan semuanya basah sisa hujan tadi. Gelap ga ada lampu ditambah kabut tebal. Jalannya ga begitu lebar dan berliku. Luar biasa sekali...
Kurang lebih pukul 9 malam kita sudah memasuki Jogja lagi. Dan ada dari kita mau ke Malioboro lagi mau belanja. Reza sama Rendra langsung balik penginapan. Jadi motornya Rendra dipake Kiki sama Fany. Karena tadinya Reza kan sama Kiki.
"Mba Hani, nanti aku nitip beliin gelang ya?" Kata Reza.
"Gelang yang gimana mas?" Tanyaku.
"Ya yang biasa aja yang kayu bulet2 itu."
"Oh oke."
"Pake uangmu dulu ya. Nanti di penginapan aku ganti."
"Iyaa.."
Sesampainya di Malioboro suasananya masih rame banget. Kita mau foto dulu di tempat paling mainstream. Mana lagi kalo bukan di depan papan jl. Malioboro. Setelah puas berfoto kita baru belanja.
Udahlah. Ribet banget. Pada sibuk sama pencariannya sendiri2. Belanja baju batik, kaos, celana. Sampai di pernak pernik, aku mau beliin gelang titipan Reza aku juga mau beli buat aku sendiri.
"Eh bentar Neng, aku mau beliin titipannya si Nia." Kata Dani seusai aku beli gelang.
"Dia nitip apa?" Tanyaku.
"Dream catcher."
"Apa tuh?"
"Ini..." tunjuk Dani ke benda yang mirip kalung yang ada buletan dan tali dibentuk jaring2 serta ada bulu2nya. Aku baru tahu kalo itu namanya dream catcher.
"Bagus yang mana? Dia maunya warna gelap katanya." Dani meminta usulanku.
"Hmm, mau buat apa?"
"Buat kalung."
"Item sama coklat tuh bagus."
Dani masih menimbang nimbang. "Iya deh, aku mau beli ini sekalian beli buat adekku juga." Ucapnya seraya ambil 3 warna.
"Neng, pilih satu." Katanya.
"Hah?" Ucapku yang emang ga ngerti maksudnya.
"Aku beliin.."
"Ooh..." trus aku random aja pilih satu. Soalnya bingung mau buat apa juga.
Selama berada di Malioboro yang rame dan sesak ini, aku yang kecil selalu terhimpit lautan manusia. Tapi aku ga pernah jauh dari Dani. Aku selalu berjalan di belakangnya. Berasa ada perisainya gitu
Kita nyampe penginapan hampir jam 12 malam. Dan Sita udah tidur.
"Oh, kalian udah pulang." Karena rame Sita jadi bangun. Tapi gerak doang dan matanya masih aja merem.
"Eh, masih sakit ta Sit?" Tanya Fika.
"Aku ga bisa melek. Dari kalian tinggal tadi sampe sekarang aku tidur terus. Gara2 minum obat." Jawabnya dengan suara khas orang setengah sadar.
"Hah? Yang bener mba?" Pekik Fany.
"Tapi gapapa kan Sit?" Tanya Fika lagi.
"Udah gapapa cuma ga kuat melek aja mataku." Jawab Sita yang masih ga bisa ngebuka matanya.
"Haha yaudah tidur lagi aja. Emang ga cocok obat warung kamu.." Ucapku.
...
Paginya alhamdulillah Sita udah bisa bangun dan segeran. Kita siap2 buat pulang hari ini. Tapi nanti mampir dulu ke Candi Prambanan.
"Nih mas, gelangmu." Aku serahin beberapa gelangnya Reza yang aku beli semalem.
"Kok ada warna kuningnya?" Protesnya.
"Loh ga kelihatan semalem tuh kayak coklat muda mas." Aku juga baru tau kalo warnanya jadi kuning.
"Hadeh...Berapa ini?"
"Sepuluh ribu."
Ya maafin atuh mas. Beneran ga tahu. Tapi sama dia diterima juga sih. Karena yang aku beli buat aku sendiri juga gitu. Jadi ga bisa tuker dia
Sempat ada yang bingung karena pulang jadi banyak muatan. Alias bingung bawa oleh-olehnya yang kebanyakan. Maklum lah kan naik motor. Apalagi yang pake motor laki ga ada jok penyimpanannya.
"Packing trus JNE aja.." usul Sita.
Punya Rendra memang dipaketin karena dia beli berkardus kardus bakpia.
Beda lagi sama Kiki dan Dani. Mereka kan beli barang pecah belah. Dipaketin takut pecah, dibawa juga bingung naruhnya. Kalo Dani mah enak dia masukin dalam jok motorku yang udah alih fungsi jadi lemari. Gimana engga, itu jok isinya ada baju, sandal ditambah satu set teko dan cangkir. Untung muat
Tapi kalo Kiki, itu kendilnya dia pangku. Karena motornya Reza kan motor bebek joknya kecil. Dicantolin juga ga mungkin. Udah banyak yang dicantolin soalnya
...
Sekitar jam 11 kita sudah siap buat meninggalkan penginapan setelah berpamitan sama pemiliknya. Aku udah nangkring di motor bersama yang lainnya yang udah pada siap sambil nunggu Aldi sama Sita. Di sebelahku ada Reza.
"Mas, gelangnya aku minta satu dong.." Ucapku ke Reza sambil tarik2 gelang di tangannya. Ada 2 gelang yang dia pake, hitam sama coklat.
"Yaudah... mau yang mana?"
"Yang coklat aja." Ucapku semangat karena dia mau kasih. Terus dia lepas gelangnya dan kasih ke aku.
"Yeay! Thank you.. Kamu beli lagi ini?" Karena emang warnanya beda sama yang aku beliin.
"Engga, dikasih Alfin."
Halah, mbulet. Sama aja berarti ini dari Alfin dong? Ah engga lah, kan udah dikasih ke Reza berarti ini punya Reza. Biar aku seneng lah pake pemberian Reza
Kalo kalian tanya dimana Dani waktu itu, ada di depanku. Kan dia yang bawa motorku, kita kan udah nangkring di motor. Begitu juga Reza sama Kiki.
Setelah semua siap kita langsung berangkat menuju Candi Prambanan. Oh iya, kita pisah lagi sama Indro dan Dira. Dia tadi pagi udah berangkat duluan ke Candi Borobudur. Karena emang tujuan kita mau kesana juga cuma waktunya yang ga ada. Jadi diskip lah..
Setibanya di Candi Prambanan setelah adanya perundingan, kita lagi2 harus membatalkan planning. Kali ini Candi Ratu Boko yang kita hapus. Karena lagi dan lagi, waktu yang tidak mencukupi.
Kita excited banget ke Candi Prambanan ini karena banyak dari kita yang belum pernah kesini. Dan aku mau memecahkan misteri seperti yang dikatakan kakak pertamaku.
Tapi sebelum memasuki area candi, kita mengelilingi taman depan sambil cari spot2 bagus untuk foto. Aku mengikuti kemana pun arah langkah Dani. Menikmati setiap detiknya, mencoba menciptakan kenangan sendiri sebanyak mungkin.
Aku ga akan tahu apa yang akan terjadi nanti setelah acara tour ini berakhir, mengenai hubungan kita dan juga keputusanku yang bakal aku ambil nanti.
"Ayo mba, kita ke patungnya Roro Jonggrang. Aku juga penasaran." Ujar Alfin semangat.
"Ayo!" Seruku. Kita jalan dengan semangat. Disini aku, Dani, Alfin sama Fika yang jalan bareng.
Sebenernya aku juga pengen dekat2 sama Reza biar bisa difoto sama dia. Tapi kehadiran Dani disini lebih menarik untukku ketimbang banyaknya foto.
Lain halnya sama Rendra. Dia sama Reza mulu. Jadinya foto dia sama Fany yang banyak di kamera Reza.
"Loh, ini ta patungnya?" Tanya Alfin ketika kita sudah berhasil naik ke Candi terbesar di antara candi2 yang lain.
"Iya gitu loh, tuh ada tulisannya." Jawab Dani dengan menunjuk papan di sebelah patung.
"Yalah, kirain paling atas sendiri. Gataunya cuma disini pek.." ungkap Alfin kecewa karena tidak sesuai ekspektasi.
"Iya, sama aku ngiranya juga gitu." Aku yang ga kalah kecewa. Ternyata kakakku aja yang lebay.
Kita coba berfoto disini. Tapi berkali kali dari semua kamera hp kita ga ada yang bisa fokus.
"Ih, kok ga bisa fokus sih." Decakku.
"Sama mba, aku juga.." sahut Alfin.
"Banyak orbsnya. Lihat!" Ujar Dani sambil memperlihatkan bulat2 yang tertangkap kamera hpnya.
"Iya mas. Sama!" Iya emang semua juga ada orbsnya.
Kita keluar dari sana terus mengitari semua candi ini. Menaiki setiap tangganya untuk melihat patung siapa yang ada di dalamnya. Sampai dua kali kita bertemu di tempat yang sama, ternyata semuanya sudah kita eksplore. Karena lelah akhirnya kita berhenti sejenak. Aku duduk atas sisi tangga.
"Mau naik juga, Ka?" Tawarku ke Fika yang lebih ke ejekan. Karena batu ini tinggi dan Fika tuh pendek ga mungkin dia bisa jangkau.
"Ga deh, makasi.." balasnya dengan terkekeh. Dia mah ga pernah marah malah ketawa kalo ada yang becandain tentang tingginya.
Lucunya, aku bisa naik tapi ga bisa turun. Takut jatuh soalnya ga jangkau kakiku sampai napak di bawah.
"Sep, bantuin Sep..." rengekku ke Dani minta bantuan.
"Halah halah, modus!" Ejek Fika. Yang kubalas dengan cengiran dan juluran lidah. Karena Dani mau bantuin aku buat turun.
Setelahnya kita berkumpul, berfoto dengan semua personil. Terus kita langsung bergegas keluar untuk pulang. Beli oleh2 sebentar juga beristirahat. Kita juga minum es dawet lagi. Tapi sayangnya ga sama kayak yang kemarin. Yang ini ga enak
Suasana Jogja di pagi hari selalu cerah tapi begitu agak sorean dikit mendung selalu datang. Seperti sekarang ketika kita sudah keluar area Candi Prambanan awan gelap mulai menampakkan diri. Adzan ashar berkumandang mengiringi kepergian kita.
Tepat di Klaten akhirnya hujan mulai turun, kita langsung minggir buat pasang baju perang alias jas hujan. Sampe Solo hujan makin deras. Kita berhenti di SPBU isi bensin juga sholat ashar. Dan cukup lama kita berhenti disini sampai hujannya agak reda.
Sepertinya semuanya sudah cukup lelah. Aku lihat Fany sudah tidur di punggung Rendra. Sampai kita melewati jalan yang kanan kiri hutan, tiba2 Aldi jalan pelan.
"Dan, kamu di depan ya. Lampuku mati." Teriaknya ke Dani. Karena emang posisi kita pas di belakang dia.
"Oh iya mas." Jawab Dani.
Terus Rendra ngebalap, "kenapa mas?" Tanyanya ke Aldi.
"Lampuku mati Ren, ganti kamu aja yang di depan." Tutur Aldi.
"Oke."
Karena motor kopling yang ada di depan, jalannya jadi kenceng banget. Sampai dimana banyak bus ugal-ugalan yang suka ngawur makan jalan kendaraan lain dari lawan arah.
Sering dari kita melipir ke pinggir sampe ke area tanah bukan aspal lagi gara2 ada bus yang nyalip. Gila emang. Dan saat ini udah gelap banget. Anak2 juga pada kenceng2 jalannya.
Aku coba mengabsen semua dan Alfin ga kelihatan. Aku nengok ke belakang tapi juga ga kelihatan.
"Sep, Alfin ketinggalan. Jangan kenceng2 aku khawatir dia kenapa napa."
Dani langsung pelanin laju motornya. Tapi motor Alfin tak kunjung terlihat. Aku gemas liat anak2 yang di depan kok ga liat temennya yang lain. Padahal biasanya Aldi suka ngecek.
"Coba klakson deh Sep anak2 suruh jangan cepet2." Aku makin panik karena Alfin tuh matanya minus tapi dia ga pake kacamata. Kalo terjadi apa2 sama mereka di tengah hutan kayak gini gimana? Mengingat bus2 yang lewat tadi bikin ngeri.
"Yaudah cepet deh susul mereka Sep." Dani langsung geber motor dengan kencang dan aku yang bagian pencet klakson biar mereka denger. Tapi sampe hutan itu terlewati mereka juga ga berhenti.
Sampai akhirnya laju mereka jadi pelan. Dan berhenti di pinggir jalan sampai Dani bisa nyusul.
"Kenceng amat sih! Dari tadi diklaksonin juga ga denger. Alfin ketinggalan tuh. Ga kelihatan dari tadi. Liat spion dong! Ada temennya ketinggalan juga ga tau. Makanya jangan kenceng-kenceng!" Lepas sudah emosiku.
Mereka langsung noleh ke belakang. Dan baru menyadari kalo emang Alfin ga ada. Gini aja baru sadar. Untung ga lama akhirnya Alfin muncul.
"Ya ampun Fin, aku kira kamu kenapa. Lama amat.." ucapku lega.
"Iya mba, gara2 bus yang nyalip tadi loh aku jadi ketinggalan sama kalian. Aku juga agak pelan2. Takut ga kelihatan."
"Sorry ya Fin.." ucap Aldi meminta maaf.
"Iya mas santai. Tapi jangan terlalu kenceng kayak tadi ya."
"Iya. Kita cari masjid aja abis ini sholat maghrib dulu."
Kita sholat maghrib juga isya di SPBU. Begitu sudah siap berangkat eh hujan turun deras banget. Pasang baju tempur deh.
"Nanti meskipun hujannya udah reda gausah dilepas ya. Biarin aja. Daripada lepas pasang." Tutur Aldi.
"Iya. Oke." Sahut kita.
Benar, kalo hujannya tetap tidak merata. Jadi biarpun kering kita ga lepas jas hujan. Sewaktu habis berhenti makan pun kita pake lagi walaupun ga hujan.
Semakin malam para penumpang sudah banyak yg tumbang, terutama yang cewe. Bikin yang lain makin hati-hati berkendara. Tinggal aku yang masih bertahan. Sampai masuk By pass Krian aku mulai lengah dan tahu2 aku kaget ditarik Dani karena hampir jatuh waktu motor melaju di jalan berlubang.
Dari situ aku pun mulai tumbang dan menyerah. Tidur dengan memeluk Dani daripada kejadian kayak tadi kan
Tapi susah, dia pake jas hujan kelelawar sih.
Sadar2 sudah berhenti di Taman Pelangi Surabaya. Pukul setengah dua belas waktu itu.
"Akhirnyaaa Surabayaa...!" Sorak Rendra dengan merentangkan tangannya ke atas.
"Berhenti dulu ya. Abis ini pulang ke rumah masing2." Ujar Aldi.
"Kamu kenapa Ki?" Aku lihat Kiki yang lagi duduk dengan wajah murung.
"Haha kasian dia nangis kendilnya pecah." Ucap Rendra. Si Reza malah ketawa2 aja.
"Loh, pecah ta Ki?" Tanya Fany iba.
"Oh yang jatuh pas isi bensin tadi ta?" Tanya Dani kali ini.
"Haha ga itu aja. Udah berkali kali jatuh." Jawab Reza.
"Kamu sih bang, dijatuhin.." tuduh Rendra.
"Ga sengaja pek.." Reza ini malah ga ada rasa bersalahnya sama sekali.
Kasian juga Kiki. Itu kan titipan neneknya buat bikin jamu. Eh malah pecah...
Kita cuap2 sebentar disini sebelum berpamitan untuk pulang. Dan sampai di rumahku, setelah ambil semua barangnya Dani langsung pamitan pulang.
"Ga pake motorku aja ta? Besok pagi baru kesini ambil sepeda.." Tawarku karena kasian lihat dia cape2 harus ngontel buat pulang.
"Gausah. Nanti malah ribet. Soalnya besok pagi mau bangkong." Terangnya. Karena besok aku udah mulai kerja sedang dia tuker shift, jadi berangkat siang.
"Yaudah kalo gitu. Udah ga ada yang ketinggalan?" Tanyaku memastikan.
"Engga. Langsung pulang ya Neng. Terima kasih.."
"Iya. Hati-hati..."
Aku masih perhatikan dia sampai menghilang dari pandanganku. Baru aku masuk ke dalam rumah.
Beres2 sebentar sebelum tidur. Mengeluarkan semua isi tas dan menemukan dream catcher itu. Aku pandangi benda itu sebelum akhirnya aku gantung di atas tempat tidurku dekat jendela.
Dengan tanpa sengaja dalam hati berdoa, semoga bisa sering memimpikannya walau nanti akhirnya tidak sering bertemu di dunia nyata. Cukup bertemu dalam mimpi pun tak apa, sebagai pereda rasa rindu
Perlu kamu tahu, cintaku ke kamu tuh bagai Idhar dalam ilmu tajwid. Jelas. Bukan samar-samar seperti Ikhfa'.
Ceilaaah~~~

Btw, sampai sekarang masih aku simpan kok dream catchernya, walau sudah ga aku gantungin di kamar lagi...
Dan yang paling bego tapi memorable banget tuh, waktu di Alun Alun Temanggung. Sebenernya kita cukup lewatin setengah Alun Alun langsung belok kiri, tapi karena leadernya ga yakin sama google maps alhasil kita muter lagi. Parahnya itu terjadi sampe 3x dan semuanya juga ngikutin. Sukses bikin kita cekikikan karena jadi tawaf muterin Alun Alun sampe 3x

"Heh, yang bener dong jalannya kemana kok muter2 terus dari tadi?" Tanyaku ke Indro dan Dira ketika akhirnya kita berhenti juga.
"Lha iya, sampe 3x gitu juga semuanya ngikutin. Hahaha". Sambung Dani.
"Lha gimana mas, aku juga gatau jalan ya ngikutin aja. Hahahaha". Sahut Alfin ga kalah kerasnya dia ngakak.
"Mana sih arahnya?". Tanya Reza lihat ke Hp Dira. "Oh, lewat sini aja gapapa." Ujarnya setelah mempelajari maps itu.
Rendra dan Fany pisah sama kita sewaktu kita belok kanan dia malah lurus. Gatau deh dia cari jalan sendiri atau gimana. Tapi waktu kita berhenti di indoapril dia bilang mau nyusul.
Sumpah kita merasa jalannya ini ga selesai2. Mana hujan ga berjamaah ini masih saja berlangsung. Kita ngikutin arah yang tertera di penunjuk jalan. Setiap membaca "Dieng" kita lega karena kirain mau sampe. Tapi gataunya masih banyak. Dieng, dieng, dieng, dieng, dieng, dieng terus

Ada lagi yang konyol, karena kita hanya bermodalkan google maps dimana dia mencari jalan tercepat tapi gatau keadaan jalannya seperti apa. Kita ngelewatin pasar yang belum jadi. Masih dibangun dan kerangka2nya aja yang sudah berdiri. Tapi aktivitas pasar itu tetap berjalan.
"Ini bener ta kita lewat sini? Yang bener aja?" Ucapku heran.
Kiki yang ada di belakangku dan denger ucapanku pun jadi ngakak. Sumpah ini mah bakal jadi perjalanan yang tak terlupakan.
Kita ngelewatin tengah2 pasar itu yang jalannya sempit hanya bisa dilewatin satu motor karena nih pasar rame banget. Kita juga jalannya pelan2 karena takut dimarahin orang pasar.
Terus sewaktu kita berhenti di SPBU yang ada di pertengahan jalanan, kita berasa ada di negeri di atas awan. Karena jalanannya memang naik bukit gitu.
"Ini yakin ta mau lanjut?" Tanya Reza dengan raut keraguan yang jelas.
"Emangnya kenapa mas? Masih jauh ta?" Tanyaku.
"Masih setengah perjalanan lagi.." jawabnya.
"Ya lanjut lah.. masa balik." Kata Kiki.
"Iya mas. Masa udah sejauh ini mau balik? Ga inget perjuangan kita tadi kayak gimana?" Ujarku yang emang ga mungkin banget buat kita nyerah udah sejauh ini juga.
Seketika Kiki langsung ketawa ngakak. Aku yakin dia tau maksudku.
Akhirnya kita terusin berangkat. Kita sempat berhenti di pos yang ada di pinggir jalan karena hujan deres lagi kita pasang jas hujan. Lanjut lagi sampe akhirnya ketemu gapura bertuliskan "Kawasan Dieng Plateu".
"Berhenti dulu ya. Foto.." kataku.
Kemudian kita berhenti di dekat penjual jagung bakar.
"Eh, kamu gapapa Fan?" Aku kaget lihat Fany yang udah pucet banget dan menggigil.
Aku pegang tangannya dan makin kaget. Tangannya dingin banget!
"Duduk sini dulu deh kamu." Aku nuntun dia buat duduk di dekat pembakaran penjual jagung bakar.
Untung banget disitu ada penjual jagung bakar. Jadi Fany bisa tertolong. Aku khawatir takut dia hipotermia. Soalnya dia udah pucet banget dan menggigil parah saking dinginnya.
Kita berfoto sebentar dengan atribut jas hujan dan helm lengkap di depan gapura dengan nunjukin tulisan "Kawasan Dieng Plateu" itu

Disini kita malah mencar sama Indro dan Dira. Tadi dari pos itu mereka bilang mau duluan beli oleh-oleh khas daerah sini. Tapi terus gatau kemana mereka. Kabut makin tebal mana ada jalan longsor pula. Dan sampailah kita di pos perijinan pendakian Gunung Prau yang di depannya ada tembok bertuliskan "Welcome to Dieng Wonosobo", tapi kita ga ketemu sama mereka berdua.
"Kabut gini ya. Kita ga bisa kemana mana." Ucap Rendra dengan melihat sekitar.
"Iya kesiangan sih kita berangkatnya." Sahut Reza yang udah megang kameranya.
"Yaudah kita foto2 disini aja." Kata Fika kali ini.
Karena emang kabutnya udah parah banget. Kita ga bisa kemana mana lagi. Jadi yaudah kita cuma bisa foto2 disini. Sebenernya mah kita pengen explore Dieng, tapi yaudah bukan rejekinya.
"Cari tempat buat duduk yuk. Warung atau apa gitu. Ngopi biar anget." Ajak Reza setelah kita sudah puas berfoto. Dia juga sampe ngerokok, padahal biasanya dia ga ngerokok. Katanya kalo dingin gini aja dia ngerokok.
"Iya yuk. Cari anget2." Ajak Fika.
"Aku juga udah laper nih." Sahut Reza.
Akhirnya kita cari warung daerah situ dan alhamdulillah nemu tempat enak. Warungnya di dalam rumah semacam depot tapi ada tempat lesehannya. Enak banget. Disinilah kita beristirahat, menghangatkan badan dan isi tenaga. Warung ini juga menjual kaos kaki, sarung tangan, kupluk sama syal. Jadi cocok lah buat ganti sarung tangan dan kaos kaki kita yang basah kena hujan.
Selesai makan waktu sudah melewati isya. Kita memutuskan balik. Iya, ke Dieng cuma buat ngopi doang

Gapapa, yang penting kan udah menginjakkan kaki dan ada bukti otentiknya kalo kita pernah kesini. Just enjoy the journey~
"Wih, kabutnya makin parah." Pekik Rendra.
"Kamu aja yang di depan ya Ren." Kata Reza.
"Iya. Oke."
Kabutnya emang udah nutupin jalan sih. Jarak pandang cuma sampai 5 meter. Kita juga udah gatau dimana Indro sama Dira. Jadi biar Rendra aja yang di depan.
"Ren, jangan kenceng2 ketinggalan yang belakang!" Teriakku saat tahu Rendra ga sadar diri temen2nya pada pake matic sama motor bebek. Dia mah enak pake koplingan.
"Atiati ya, sama jalan yang longsor tadi." Teriakku lagi.
Jalanan semuanya basah sisa hujan tadi. Gelap ga ada lampu ditambah kabut tebal. Jalannya ga begitu lebar dan berliku. Luar biasa sekali...
Kurang lebih pukul 9 malam kita sudah memasuki Jogja lagi. Dan ada dari kita mau ke Malioboro lagi mau belanja. Reza sama Rendra langsung balik penginapan. Jadi motornya Rendra dipake Kiki sama Fany. Karena tadinya Reza kan sama Kiki.
"Mba Hani, nanti aku nitip beliin gelang ya?" Kata Reza.
"Gelang yang gimana mas?" Tanyaku.
"Ya yang biasa aja yang kayu bulet2 itu."
"Oh oke."
"Pake uangmu dulu ya. Nanti di penginapan aku ganti."
"Iyaa.."
Sesampainya di Malioboro suasananya masih rame banget. Kita mau foto dulu di tempat paling mainstream. Mana lagi kalo bukan di depan papan jl. Malioboro. Setelah puas berfoto kita baru belanja.
Udahlah. Ribet banget. Pada sibuk sama pencariannya sendiri2. Belanja baju batik, kaos, celana. Sampai di pernak pernik, aku mau beliin gelang titipan Reza aku juga mau beli buat aku sendiri.
"Eh bentar Neng, aku mau beliin titipannya si Nia." Kata Dani seusai aku beli gelang.
"Dia nitip apa?" Tanyaku.
"Dream catcher."
"Apa tuh?"
"Ini..." tunjuk Dani ke benda yang mirip kalung yang ada buletan dan tali dibentuk jaring2 serta ada bulu2nya. Aku baru tahu kalo itu namanya dream catcher.
"Bagus yang mana? Dia maunya warna gelap katanya." Dani meminta usulanku.
"Hmm, mau buat apa?"
"Buat kalung."
"Item sama coklat tuh bagus."
Dani masih menimbang nimbang. "Iya deh, aku mau beli ini sekalian beli buat adekku juga." Ucapnya seraya ambil 3 warna.
"Neng, pilih satu." Katanya.
"Hah?" Ucapku yang emang ga ngerti maksudnya.
"Aku beliin.."
"Ooh..." trus aku random aja pilih satu. Soalnya bingung mau buat apa juga.
Selama berada di Malioboro yang rame dan sesak ini, aku yang kecil selalu terhimpit lautan manusia. Tapi aku ga pernah jauh dari Dani. Aku selalu berjalan di belakangnya. Berasa ada perisainya gitu

Kita nyampe penginapan hampir jam 12 malam. Dan Sita udah tidur.
"Oh, kalian udah pulang." Karena rame Sita jadi bangun. Tapi gerak doang dan matanya masih aja merem.
"Eh, masih sakit ta Sit?" Tanya Fika.
"Aku ga bisa melek. Dari kalian tinggal tadi sampe sekarang aku tidur terus. Gara2 minum obat." Jawabnya dengan suara khas orang setengah sadar.
"Hah? Yang bener mba?" Pekik Fany.
"Tapi gapapa kan Sit?" Tanya Fika lagi.
"Udah gapapa cuma ga kuat melek aja mataku." Jawab Sita yang masih ga bisa ngebuka matanya.
"Haha yaudah tidur lagi aja. Emang ga cocok obat warung kamu.." Ucapku.
...
Paginya alhamdulillah Sita udah bisa bangun dan segeran. Kita siap2 buat pulang hari ini. Tapi nanti mampir dulu ke Candi Prambanan.
"Nih mas, gelangmu." Aku serahin beberapa gelangnya Reza yang aku beli semalem.
"Kok ada warna kuningnya?" Protesnya.
"Loh ga kelihatan semalem tuh kayak coklat muda mas." Aku juga baru tau kalo warnanya jadi kuning.
"Hadeh...Berapa ini?"
"Sepuluh ribu."
Ya maafin atuh mas. Beneran ga tahu. Tapi sama dia diterima juga sih. Karena yang aku beli buat aku sendiri juga gitu. Jadi ga bisa tuker dia

Sempat ada yang bingung karena pulang jadi banyak muatan. Alias bingung bawa oleh-olehnya yang kebanyakan. Maklum lah kan naik motor. Apalagi yang pake motor laki ga ada jok penyimpanannya.
"Packing trus JNE aja.." usul Sita.
Punya Rendra memang dipaketin karena dia beli berkardus kardus bakpia.
Beda lagi sama Kiki dan Dani. Mereka kan beli barang pecah belah. Dipaketin takut pecah, dibawa juga bingung naruhnya. Kalo Dani mah enak dia masukin dalam jok motorku yang udah alih fungsi jadi lemari. Gimana engga, itu jok isinya ada baju, sandal ditambah satu set teko dan cangkir. Untung muat

Tapi kalo Kiki, itu kendilnya dia pangku. Karena motornya Reza kan motor bebek joknya kecil. Dicantolin juga ga mungkin. Udah banyak yang dicantolin soalnya

...
Sekitar jam 11 kita sudah siap buat meninggalkan penginapan setelah berpamitan sama pemiliknya. Aku udah nangkring di motor bersama yang lainnya yang udah pada siap sambil nunggu Aldi sama Sita. Di sebelahku ada Reza.
"Mas, gelangnya aku minta satu dong.." Ucapku ke Reza sambil tarik2 gelang di tangannya. Ada 2 gelang yang dia pake, hitam sama coklat.
"Yaudah... mau yang mana?"
"Yang coklat aja." Ucapku semangat karena dia mau kasih. Terus dia lepas gelangnya dan kasih ke aku.
"Yeay! Thank you.. Kamu beli lagi ini?" Karena emang warnanya beda sama yang aku beliin.
"Engga, dikasih Alfin."
Halah, mbulet. Sama aja berarti ini dari Alfin dong? Ah engga lah, kan udah dikasih ke Reza berarti ini punya Reza. Biar aku seneng lah pake pemberian Reza

Kalo kalian tanya dimana Dani waktu itu, ada di depanku. Kan dia yang bawa motorku, kita kan udah nangkring di motor. Begitu juga Reza sama Kiki.
Setelah semua siap kita langsung berangkat menuju Candi Prambanan. Oh iya, kita pisah lagi sama Indro dan Dira. Dia tadi pagi udah berangkat duluan ke Candi Borobudur. Karena emang tujuan kita mau kesana juga cuma waktunya yang ga ada. Jadi diskip lah..
Setibanya di Candi Prambanan setelah adanya perundingan, kita lagi2 harus membatalkan planning. Kali ini Candi Ratu Boko yang kita hapus. Karena lagi dan lagi, waktu yang tidak mencukupi.
Kita excited banget ke Candi Prambanan ini karena banyak dari kita yang belum pernah kesini. Dan aku mau memecahkan misteri seperti yang dikatakan kakak pertamaku.
Quote:
Tapi sebelum memasuki area candi, kita mengelilingi taman depan sambil cari spot2 bagus untuk foto. Aku mengikuti kemana pun arah langkah Dani. Menikmati setiap detiknya, mencoba menciptakan kenangan sendiri sebanyak mungkin.
Aku ga akan tahu apa yang akan terjadi nanti setelah acara tour ini berakhir, mengenai hubungan kita dan juga keputusanku yang bakal aku ambil nanti.
"Ayo mba, kita ke patungnya Roro Jonggrang. Aku juga penasaran." Ujar Alfin semangat.
"Ayo!" Seruku. Kita jalan dengan semangat. Disini aku, Dani, Alfin sama Fika yang jalan bareng.
Sebenernya aku juga pengen dekat2 sama Reza biar bisa difoto sama dia. Tapi kehadiran Dani disini lebih menarik untukku ketimbang banyaknya foto.
Lain halnya sama Rendra. Dia sama Reza mulu. Jadinya foto dia sama Fany yang banyak di kamera Reza.
"Loh, ini ta patungnya?" Tanya Alfin ketika kita sudah berhasil naik ke Candi terbesar di antara candi2 yang lain.
"Iya gitu loh, tuh ada tulisannya." Jawab Dani dengan menunjuk papan di sebelah patung.
"Yalah, kirain paling atas sendiri. Gataunya cuma disini pek.." ungkap Alfin kecewa karena tidak sesuai ekspektasi.
"Iya, sama aku ngiranya juga gitu." Aku yang ga kalah kecewa. Ternyata kakakku aja yang lebay.
Kita coba berfoto disini. Tapi berkali kali dari semua kamera hp kita ga ada yang bisa fokus.
"Ih, kok ga bisa fokus sih." Decakku.
"Sama mba, aku juga.." sahut Alfin.
"Banyak orbsnya. Lihat!" Ujar Dani sambil memperlihatkan bulat2 yang tertangkap kamera hpnya.
"Iya mas. Sama!" Iya emang semua juga ada orbsnya.
Kita keluar dari sana terus mengitari semua candi ini. Menaiki setiap tangganya untuk melihat patung siapa yang ada di dalamnya. Sampai dua kali kita bertemu di tempat yang sama, ternyata semuanya sudah kita eksplore. Karena lelah akhirnya kita berhenti sejenak. Aku duduk atas sisi tangga.
"Mau naik juga, Ka?" Tawarku ke Fika yang lebih ke ejekan. Karena batu ini tinggi dan Fika tuh pendek ga mungkin dia bisa jangkau.
"Ga deh, makasi.." balasnya dengan terkekeh. Dia mah ga pernah marah malah ketawa kalo ada yang becandain tentang tingginya.
Lucunya, aku bisa naik tapi ga bisa turun. Takut jatuh soalnya ga jangkau kakiku sampai napak di bawah.
"Sep, bantuin Sep..." rengekku ke Dani minta bantuan.
"Halah halah, modus!" Ejek Fika. Yang kubalas dengan cengiran dan juluran lidah. Karena Dani mau bantuin aku buat turun.

Setelahnya kita berkumpul, berfoto dengan semua personil. Terus kita langsung bergegas keluar untuk pulang. Beli oleh2 sebentar juga beristirahat. Kita juga minum es dawet lagi. Tapi sayangnya ga sama kayak yang kemarin. Yang ini ga enak

Suasana Jogja di pagi hari selalu cerah tapi begitu agak sorean dikit mendung selalu datang. Seperti sekarang ketika kita sudah keluar area Candi Prambanan awan gelap mulai menampakkan diri. Adzan ashar berkumandang mengiringi kepergian kita.
Tepat di Klaten akhirnya hujan mulai turun, kita langsung minggir buat pasang baju perang alias jas hujan. Sampe Solo hujan makin deras. Kita berhenti di SPBU isi bensin juga sholat ashar. Dan cukup lama kita berhenti disini sampai hujannya agak reda.
Sepertinya semuanya sudah cukup lelah. Aku lihat Fany sudah tidur di punggung Rendra. Sampai kita melewati jalan yang kanan kiri hutan, tiba2 Aldi jalan pelan.
"Dan, kamu di depan ya. Lampuku mati." Teriaknya ke Dani. Karena emang posisi kita pas di belakang dia.
"Oh iya mas." Jawab Dani.
Terus Rendra ngebalap, "kenapa mas?" Tanyanya ke Aldi.
"Lampuku mati Ren, ganti kamu aja yang di depan." Tutur Aldi.
"Oke."
Karena motor kopling yang ada di depan, jalannya jadi kenceng banget. Sampai dimana banyak bus ugal-ugalan yang suka ngawur makan jalan kendaraan lain dari lawan arah.
Sering dari kita melipir ke pinggir sampe ke area tanah bukan aspal lagi gara2 ada bus yang nyalip. Gila emang. Dan saat ini udah gelap banget. Anak2 juga pada kenceng2 jalannya.
Aku coba mengabsen semua dan Alfin ga kelihatan. Aku nengok ke belakang tapi juga ga kelihatan.
"Sep, Alfin ketinggalan. Jangan kenceng2 aku khawatir dia kenapa napa."
Dani langsung pelanin laju motornya. Tapi motor Alfin tak kunjung terlihat. Aku gemas liat anak2 yang di depan kok ga liat temennya yang lain. Padahal biasanya Aldi suka ngecek.
"Coba klakson deh Sep anak2 suruh jangan cepet2." Aku makin panik karena Alfin tuh matanya minus tapi dia ga pake kacamata. Kalo terjadi apa2 sama mereka di tengah hutan kayak gini gimana? Mengingat bus2 yang lewat tadi bikin ngeri.
"Yaudah cepet deh susul mereka Sep." Dani langsung geber motor dengan kencang dan aku yang bagian pencet klakson biar mereka denger. Tapi sampe hutan itu terlewati mereka juga ga berhenti.
Sampai akhirnya laju mereka jadi pelan. Dan berhenti di pinggir jalan sampai Dani bisa nyusul.
"Kenceng amat sih! Dari tadi diklaksonin juga ga denger. Alfin ketinggalan tuh. Ga kelihatan dari tadi. Liat spion dong! Ada temennya ketinggalan juga ga tau. Makanya jangan kenceng-kenceng!" Lepas sudah emosiku.
Mereka langsung noleh ke belakang. Dan baru menyadari kalo emang Alfin ga ada. Gini aja baru sadar. Untung ga lama akhirnya Alfin muncul.
"Ya ampun Fin, aku kira kamu kenapa. Lama amat.." ucapku lega.
"Iya mba, gara2 bus yang nyalip tadi loh aku jadi ketinggalan sama kalian. Aku juga agak pelan2. Takut ga kelihatan."
"Sorry ya Fin.." ucap Aldi meminta maaf.
"Iya mas santai. Tapi jangan terlalu kenceng kayak tadi ya."
"Iya. Kita cari masjid aja abis ini sholat maghrib dulu."
Kita sholat maghrib juga isya di SPBU. Begitu sudah siap berangkat eh hujan turun deras banget. Pasang baju tempur deh.
"Nanti meskipun hujannya udah reda gausah dilepas ya. Biarin aja. Daripada lepas pasang." Tutur Aldi.
"Iya. Oke." Sahut kita.
Benar, kalo hujannya tetap tidak merata. Jadi biarpun kering kita ga lepas jas hujan. Sewaktu habis berhenti makan pun kita pake lagi walaupun ga hujan.
Semakin malam para penumpang sudah banyak yg tumbang, terutama yang cewe. Bikin yang lain makin hati-hati berkendara. Tinggal aku yang masih bertahan. Sampai masuk By pass Krian aku mulai lengah dan tahu2 aku kaget ditarik Dani karena hampir jatuh waktu motor melaju di jalan berlubang.
Dari situ aku pun mulai tumbang dan menyerah. Tidur dengan memeluk Dani daripada kejadian kayak tadi kan

Tapi susah, dia pake jas hujan kelelawar sih.

Sadar2 sudah berhenti di Taman Pelangi Surabaya. Pukul setengah dua belas waktu itu.
"Akhirnyaaa Surabayaa...!" Sorak Rendra dengan merentangkan tangannya ke atas.
"Berhenti dulu ya. Abis ini pulang ke rumah masing2." Ujar Aldi.
"Kamu kenapa Ki?" Aku lihat Kiki yang lagi duduk dengan wajah murung.
"Haha kasian dia nangis kendilnya pecah." Ucap Rendra. Si Reza malah ketawa2 aja.
"Loh, pecah ta Ki?" Tanya Fany iba.
"Oh yang jatuh pas isi bensin tadi ta?" Tanya Dani kali ini.
"Haha ga itu aja. Udah berkali kali jatuh." Jawab Reza.
"Kamu sih bang, dijatuhin.." tuduh Rendra.
"Ga sengaja pek.." Reza ini malah ga ada rasa bersalahnya sama sekali.
Kasian juga Kiki. Itu kan titipan neneknya buat bikin jamu. Eh malah pecah...
Kita cuap2 sebentar disini sebelum berpamitan untuk pulang. Dan sampai di rumahku, setelah ambil semua barangnya Dani langsung pamitan pulang.
"Ga pake motorku aja ta? Besok pagi baru kesini ambil sepeda.." Tawarku karena kasian lihat dia cape2 harus ngontel buat pulang.
"Gausah. Nanti malah ribet. Soalnya besok pagi mau bangkong." Terangnya. Karena besok aku udah mulai kerja sedang dia tuker shift, jadi berangkat siang.
"Yaudah kalo gitu. Udah ga ada yang ketinggalan?" Tanyaku memastikan.
"Engga. Langsung pulang ya Neng. Terima kasih.."
"Iya. Hati-hati..."
Aku masih perhatikan dia sampai menghilang dari pandanganku. Baru aku masuk ke dalam rumah.
Beres2 sebentar sebelum tidur. Mengeluarkan semua isi tas dan menemukan dream catcher itu. Aku pandangi benda itu sebelum akhirnya aku gantung di atas tempat tidurku dekat jendela.
Dengan tanpa sengaja dalam hati berdoa, semoga bisa sering memimpikannya walau nanti akhirnya tidak sering bertemu di dunia nyata. Cukup bertemu dalam mimpi pun tak apa, sebagai pereda rasa rindu

Perlu kamu tahu, cintaku ke kamu tuh bagai Idhar dalam ilmu tajwid. Jelas. Bukan samar-samar seperti Ikhfa'.
Ceilaaah~~~

Btw, sampai sekarang masih aku simpan kok dream catchernya, walau sudah ga aku gantungin di kamar lagi...
0