- Beranda
- Stories from the Heart
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
...
TS
chrishana
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
![[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2](https://s.kaskus.id/images/2019/01/08/9503613_20190108120951.png)
Quote:
Cerita ini adalah kisah lanjutan dari Burung Kertas Merah Muda. Kalian boleh membaca dari awal atau memulai membaca dari kisah ini. Dengan catatan, kisah ini berkaitan dengan kisah pertama. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca dari awal.
Silahkan klik link untuk menuju ke kisah pertama.
Terima kasih.
Spoiler for Perkenalan:
Quote:
Polling
0 suara
Siapakah sosok perempuan yang akan menjadi pendamping setia Rendy?
Diubah oleh chrishana 02-04-2020 09:31
jalakhideung dan 59 lainnya memberi reputasi
54
274.3K
981
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#147
Chapter 12
Langit nampak gelap tanpa ada hiasan taburan bintang di atasnya. Awan yang berwarna kemerahan karena cahaya bulan, menyelimuti langit malam ini. Di waktu ini, Vanessa baru saja pulang dari restoran tempat dia bekerja sebagai pramusaji. Membawakan makanan seadanya untuk sang ibunda.
Ibunda Vanessa sedang menderita sakit yang cukup serius. Batuknya tak kunjung berhenti. Baru saja Vanessa melangkah ke dalam, sang ibunda terjatuh dan bersandar pada dinding yang pudar warnanya. Batuknya mengeluarkan darah yang kental.
Vanessa membantu mamanya berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar. Vanessa juga membaringkan tubuh mamanya yang sudah lemah untuk beristirahat. Setelah membaringkan mamanya, Vanessa melepas pakaian seragam restorannya dan rok hitamnya. Dia berganti pakaian dengan baju lengan pendek serta celana pendek yang hanya menutupi pangkal pahanya, kemudian melanjutkan mencuci pakaian para tetangga yang menumpuk.
Saat ini, waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB. Di mana matahari sedang melaju pelan untuk sampai puncak tepat berada di atas kepala. Vanessa saat itu sedang duduk sendiri di belakang restoran karena kondisi restoran yang sedang sepi. Tiba-tiba saja temannya datang dan mengejutkan Vanessa.
Tiba-tiba saja atasan langsung dari Vanessa dan temannya muncul dari balik pintu dapur tempat mereka bekerja. Dia menghampiri Vanessa dan temannya yang kedapatan sedang mengobrol.
Satu per satu restoran ini didatangi oleh pengunjung. Vanessa kini mulai sibuk mencatat pesanan para pengunjung yang ingin menyantap makan siang. Vanessa mengambil pensil dan kertas untuk mencatat pesanan dari meja yang sudah diberikan nomor sesuai urutannya. Salah satu seorang pengunjung memperhatikan Vanessa dari ujung kepala hingga ujung kakinya.
Setelah dua puluh menit, pesanan untuk perempuan itu sudah siap disajikan. Vanessa membawa makanan tersebut ke meja dengan nomor urut yang tertera pada struk makanan.
Vanessa berjalan meninggalkan area makan dan masuk ke dalam dapur. Sambil menghela napas panjang, Vanessa menaruh nampan yang tadi dipakai untuk mengantar pesanan. Rekan kerja Vanessa yang tadi menemani di belakang dapur, kini datang menghampiri.
Vanessa dengan cepat mengambil tas dan barang-barangnya lalu keluar dari area restoran. Berjalan sendirian di atas trotoar salah satu kota di daerah Jawa Barat yang terkenal dengan salah satu universitas negeri yang paling bergengsi di Indonesia. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil sedan berwarna silver metalik menepi dan membuka kaca depannya.
Vanessa seakan terhipnotis dengan perempuan ini. Dia masuk ke dalam mobilnya dan memakai safety belt. Perempuan itu kembali melajukan mobilnya meninggalkan tempat di mana Vanessa terdiam.
Tiga puluh menit kemudian, sampailah mereka di area rumah Vanessa. Mobil milik Bella diparkirkan di area lapangan yang biasa digunakan penduduk sekitar untuk memarkirkan mobilnya, karena jalan untuk masuk ke dalam rumah Vanessa hanya bisa dilalui sepeda motor. Sesampainya di rumah, Vanessa menemukan mamanya sudah tergeletak di atas karpet yang lusuh.
“Assalamu ‘alaikum...” ucap Vanessa seraya membuka sepatu hitamnya di depan pintu.
“Wa ‘alaikum salam...” balas sang ibunda.
“Wa ‘alaikum salam...” balas sang ibunda.
Ibunda Vanessa sedang menderita sakit yang cukup serius. Batuknya tak kunjung berhenti. Baru saja Vanessa melangkah ke dalam, sang ibunda terjatuh dan bersandar pada dinding yang pudar warnanya. Batuknya mengeluarkan darah yang kental.
“Astaghfirullah,Mama!” Vanessa panik dan menghampiri mamanya. “Ya ampun, Ma! Kita ke rumah sakit aja ya...”
“Uang dari mana, nak? Memang kamu punya?” tanya mamanya.
“...”
“Udahlah... Mama gak apa-apa kok... Itu cucian mama masih banyak di belakang.” ujar mamanya.
“Mama istirahat aja di kamar. Biar Nessa yang lanjutin...” ujar Vanessa.
“Eh, jangan... Kamu kan baru pulang, pasti capek...”
“Nggak, Ma... Mama istirahat ya, besok kita ke rumah sakit.”
“Uang dari mana, nak? Memang kamu punya?” tanya mamanya.
“...”
“Udahlah... Mama gak apa-apa kok... Itu cucian mama masih banyak di belakang.” ujar mamanya.
“Mama istirahat aja di kamar. Biar Nessa yang lanjutin...” ujar Vanessa.
“Eh, jangan... Kamu kan baru pulang, pasti capek...”
“Nggak, Ma... Mama istirahat ya, besok kita ke rumah sakit.”
Vanessa membantu mamanya berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar. Vanessa juga membaringkan tubuh mamanya yang sudah lemah untuk beristirahat. Setelah membaringkan mamanya, Vanessa melepas pakaian seragam restorannya dan rok hitamnya. Dia berganti pakaian dengan baju lengan pendek serta celana pendek yang hanya menutupi pangkal pahanya, kemudian melanjutkan mencuci pakaian para tetangga yang menumpuk.
****
“Hei!” salah satu teman kerja Vanessa menepuk bahu Vanessa.
“Eh, ngagetin aja!” Vanessa mengeluh.
“Ngapain bengong?” tanya rekan kerjanya.
“Hei!” salah satu teman kerja Vanessa menepuk bahu Vanessa.
“Eh, ngagetin aja!” Vanessa mengeluh.
“Ngapain bengong?” tanya rekan kerjanya.
Saat ini, waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB. Di mana matahari sedang melaju pelan untuk sampai puncak tepat berada di atas kepala. Vanessa saat itu sedang duduk sendiri di belakang restoran karena kondisi restoran yang sedang sepi. Tiba-tiba saja temannya datang dan mengejutkan Vanessa.
“Gue lagi bingung aja.” ujar Vanessa.
“Kenapa?”
“Gue butuh biaya buat bawa Mama ke rumah sakit...”
“Emang sakit apa?”
“Gue juga gak tau...”
“Kenapa?”
“Gue butuh biaya buat bawa Mama ke rumah sakit...”
“Emang sakit apa?”
“Gue juga gak tau...”
Tiba-tiba saja atasan langsung dari Vanessa dan temannya muncul dari balik pintu dapur tempat mereka bekerja. Dia menghampiri Vanessa dan temannya yang kedapatan sedang mengobrol.
“Kalian ngapain di sini?” tanya atasan itu.
“Eh, maaf Pak...” Vanessa langsung berdiri dan bergegas masuk ke dalam restoran.
“Permisi, Pak...” dilanjutkan dengan rekan kerja Vanessa yang berlari kecil masuk ke dalam.
“Bukannya kerja, malah ngobrol...” gumam atasan mereka.
“Eh, maaf Pak...” Vanessa langsung berdiri dan bergegas masuk ke dalam restoran.
“Permisi, Pak...” dilanjutkan dengan rekan kerja Vanessa yang berlari kecil masuk ke dalam.
“Bukannya kerja, malah ngobrol...” gumam atasan mereka.
Satu per satu restoran ini didatangi oleh pengunjung. Vanessa kini mulai sibuk mencatat pesanan para pengunjung yang ingin menyantap makan siang. Vanessa mengambil pensil dan kertas untuk mencatat pesanan dari meja yang sudah diberikan nomor sesuai urutannya. Salah satu seorang pengunjung memperhatikan Vanessa dari ujung kepala hingga ujung kakinya.
“Maaf, mbak... Penampilan saya kurang menarik ya?” tanya Vanessa.
“Oh, nggak kok... Kamu cantik.” ujar pengunjung itu.
“Mau pesan apa, Mbak?” tanya Vanessa.
“Aku mau tenderloin steaksama minumnya lemonade aja satu...”
“Baik, ditunggu ya, Mbak...” Vanessa mencatat pesanan dan pergi menuju tempat di mana kertas pesanan para pengunjung di kumpulkan.
“Oh, nggak kok... Kamu cantik.” ujar pengunjung itu.
“Mau pesan apa, Mbak?” tanya Vanessa.
“Aku mau tenderloin steaksama minumnya lemonade aja satu...”
“Baik, ditunggu ya, Mbak...” Vanessa mencatat pesanan dan pergi menuju tempat di mana kertas pesanan para pengunjung di kumpulkan.
Setelah dua puluh menit, pesanan untuk perempuan itu sudah siap disajikan. Vanessa membawa makanan tersebut ke meja dengan nomor urut yang tertera pada struk makanan.
“Pesanannya sudah semua ya, Mbak...” ujar Vanessa.
“Terima kasih... Kamu pucat... Kamu sakit?” tanya pengunjung tersebut.
“...” Vanessa menggelengkan kepalanya.
“Kamu lagi ada masalah?” pengunjung itu bertanya kembali.
“Nggak ada kok, Mbak... Permisi.” Vanessa meninggalkan perempuan itu dan kembali bekerja.
“Terima kasih... Kamu pucat... Kamu sakit?” tanya pengunjung tersebut.
“...” Vanessa menggelengkan kepalanya.
“Kamu lagi ada masalah?” pengunjung itu bertanya kembali.
“Nggak ada kok, Mbak... Permisi.” Vanessa meninggalkan perempuan itu dan kembali bekerja.
Vanessa berjalan meninggalkan area makan dan masuk ke dalam dapur. Sambil menghela napas panjang, Vanessa menaruh nampan yang tadi dipakai untuk mengantar pesanan. Rekan kerja Vanessa yang tadi menemani di belakang dapur, kini datang menghampiri.
“Lo tuh keliatan banget kayak orang bingung...” ujar rekan kerjanya.
“Emang ya?”
“Mending lo temuin Pak Jimmy deh... Izin aja mau anter nyokap lo ke rumah sakit.”
“Gue takut nanti gak di kasih...” ujar Vanessa.
“Pasti dikasih... Apa lagi soal keluarga. Pak Jim baik banget kok...” ujar temannya.
“Gue coba dulu deh...” Vanessa bergegas menuju ruangan atasannya.
*TOK! TOK!*
“Permisi, Pak...” Vanessa datang dari balik pintu.
“Iya, Nessa... Ada apa?” tanya atasannya.
“Begini, Pak...” Vanessa mendekat dan duduk di depan atasannya, “Saya mau izin untuk bawa Mama ke rumah sakit. Semalam makin parah...” ujar Vanessa.
“Sakit apa ibumu?”
“Gak tau, Pak... Batuknya gak berhenti, terus semalam keluar darah...” ujar Vanessa.
“Astaga! Kenapa semalam kamu gak langsung bawa!” atasannya berdiri dari duduknya.
“Mama saya kelelahan, Pak...”
“Ya udah cepat sana sekarang kamu bawa... Saya antar ya...” ujar atasannya.
“Gak usah, Pak... Saya sendiri aja... Bapak kan masih harus ngawas dan ngerjain laporan restoran ini.” ujar Vanessa.
“Ya sudah, kalau ada apa-apa. Kabarin saya atau yang lain ya.”
“Iya, Pak... Terima kasih, saya permisi.” Vanessa bangkit dari duduknya lalu keluar dari ruangan.
“Emang ya?”
“Mending lo temuin Pak Jimmy deh... Izin aja mau anter nyokap lo ke rumah sakit.”
“Gue takut nanti gak di kasih...” ujar Vanessa.
“Pasti dikasih... Apa lagi soal keluarga. Pak Jim baik banget kok...” ujar temannya.
“Gue coba dulu deh...” Vanessa bergegas menuju ruangan atasannya.
*TOK! TOK!*
“Permisi, Pak...” Vanessa datang dari balik pintu.
“Iya, Nessa... Ada apa?” tanya atasannya.
“Begini, Pak...” Vanessa mendekat dan duduk di depan atasannya, “Saya mau izin untuk bawa Mama ke rumah sakit. Semalam makin parah...” ujar Vanessa.
“Sakit apa ibumu?”
“Gak tau, Pak... Batuknya gak berhenti, terus semalam keluar darah...” ujar Vanessa.
“Astaga! Kenapa semalam kamu gak langsung bawa!” atasannya berdiri dari duduknya.
“Mama saya kelelahan, Pak...”
“Ya udah cepat sana sekarang kamu bawa... Saya antar ya...” ujar atasannya.
“Gak usah, Pak... Saya sendiri aja... Bapak kan masih harus ngawas dan ngerjain laporan restoran ini.” ujar Vanessa.
“Ya sudah, kalau ada apa-apa. Kabarin saya atau yang lain ya.”
“Iya, Pak... Terima kasih, saya permisi.” Vanessa bangkit dari duduknya lalu keluar dari ruangan.
Vanessa dengan cepat mengambil tas dan barang-barangnya lalu keluar dari area restoran. Berjalan sendirian di atas trotoar salah satu kota di daerah Jawa Barat yang terkenal dengan salah satu universitas negeri yang paling bergengsi di Indonesia. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil sedan berwarna silver metalik menepi dan membuka kaca depannya.
“Hei!” panggil seorang perempuan dari dalam mobil.
“...” Vanessa hanya menoleh dan melihat siapa yang memanggil.
“Kamu pelayan yang tadi ngelayanin aku, kan? Sini masuk!”
“...” Vanessa hanya diam mematung.
“Ayo... Gak usah malu-malu...”
“...” Vanessa hanya menoleh dan melihat siapa yang memanggil.
“Kamu pelayan yang tadi ngelayanin aku, kan? Sini masuk!”
“...” Vanessa hanya diam mematung.
“Ayo... Gak usah malu-malu...”
Vanessa seakan terhipnotis dengan perempuan ini. Dia masuk ke dalam mobilnya dan memakai safety belt. Perempuan itu kembali melajukan mobilnya meninggalkan tempat di mana Vanessa terdiam.
“Kamu mau ke mana?” tanya perempuan itu.
“Mau pulang, Mbak...” jawab Vanessa.
“Oh iya, kenalin. Aku Bella.”
“Aku Vanessa... Panggil aja Nessa.”
“Hahahaha... Iya, Nessa... Panggil Bella aja, jangan Mbak... Kita seumuran kayaknya.”
“Iya, Bella.”
“Kamu kenapa udah pulang? Sakit?” tanya Bella.
“Mama yang sakit... Aku mau bawa dia ke rumah sakit sekarang...” jawab Vanessa.
“Oh, ya udah sekalian aku anter ya...” ujar Bella.
“Gak usah, Bel... Nanti ngerepotin...”
“Ya nggak lah, Nes... Udah kamu nurut aja, oke?”
“Mau pulang, Mbak...” jawab Vanessa.
“Oh iya, kenalin. Aku Bella.”
“Aku Vanessa... Panggil aja Nessa.”
“Hahahaha... Iya, Nessa... Panggil Bella aja, jangan Mbak... Kita seumuran kayaknya.”
“Iya, Bella.”
“Kamu kenapa udah pulang? Sakit?” tanya Bella.
“Mama yang sakit... Aku mau bawa dia ke rumah sakit sekarang...” jawab Vanessa.
“Oh, ya udah sekalian aku anter ya...” ujar Bella.
“Gak usah, Bel... Nanti ngerepotin...”
“Ya nggak lah, Nes... Udah kamu nurut aja, oke?”
Tiga puluh menit kemudian, sampailah mereka di area rumah Vanessa. Mobil milik Bella diparkirkan di area lapangan yang biasa digunakan penduduk sekitar untuk memarkirkan mobilnya, karena jalan untuk masuk ke dalam rumah Vanessa hanya bisa dilalui sepeda motor. Sesampainya di rumah, Vanessa menemukan mamanya sudah tergeletak di atas karpet yang lusuh.
“Astaghfirullah!Mama!”
Diubah oleh chrishana 03-07-2018 15:10
itkgid dan 5 lainnya memberi reputasi
6