- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
...
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.
Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.
Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.
Quote:
Quote:
Spoiler for Sinopsis:
Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#1087
PART 75
“Wi?” panggilnya lirih.
“Ya?”
“Pulang, yuk?” ajaknya di tengah kepulan asap rokok gue. “Besok kita harus berangkat pagi.”
Gue lihat jam di tangan gue, “Sebentar lagi, ya?”
Emil berjalan meninggalkan gue yang duduk di emperan indomaret daerah Klaten. Ya, gue sadar, ini udah yang kesekian kalinya dia menghampiri gue untuk mengajak gue pulang. Gue bener-bener bisa merasakan lambatnya waktu, tiap satu setengah jam dia menghampiri gue, lagi, dan lagi.
Gue injak puntung rokok terakhir yang beberapa jam yang lalu baru gue beli. Kalo gue iseng tengok alas sepatu, gue yakin pasti ada noda hitam yang bakalan susah di hapus. Hal yang menjengkelkan ketika lo cuma punya sepatu yang satu-satunya. Entahlah, saat ini gue bener-bener lagi enggak peduli sama sepatu gue.
Beranjak dari duduk, gue kembali masuk ke dalam mini market dan membeli sebungkus rokok yang sama. Enggak lupa gue juga meminta dua botol air mineral kepada kasir. Meski jelas-jelas lemari pendingin berada di belakang, gue benar-benar malas untuk mengambilnya. Merepotkan kasir, suatu hal yang jarang gue lakukan.
Gue sulut rokok untuk yang kesekian kalinya hari ini, masih sama, masih terasa asam. Mulut gue yang asam, atau memang hidup gue?
Begitu gue mendekat ke arah mobil, tanpa gue minta Emil membukakan pintu buat gue. Perempuan di depan gue, kenapa sampai sesetia ini? Setelah beberapa jam terakhir tadi, apa dia masih mau tutup mata.
“Mil,” panggil gue memasuki mobil setelah mengulurkan botol air mineral. “Lo pasti sakit ya lihat gue kayak gini?”
“Enggak, kok,” jawabnya menarik gue masuk.
“Masa?”
“Iya,” ucapnya. “Kamu yang sabar, ikhlas.”
“Makasih, Mil.”
Malam ini begitu sunyi, bener-bener sunyi. Deru AC terdengar jelas di telinga gue. Benar-benar bukan sebuah suasana yang harus terbangun ketika dua orang yang saling peduli kembali bertemu setelah sekian hari absen. Entahlah.
“Wi?” panggilnya lirih.
“Ya?”
“Pulang, yuk?” ajaknya di tengah kepulan asap rokok gue. “Besok kita harus berangkat pagi.”
Gue lihat jam di tangan gue, “Sebentar lagi, ya?”
Emil berjalan meninggalkan gue yang duduk di emperan indomaret daerah Klaten. Ya, gue sadar, ini udah yang kesekian kalinya dia menghampiri gue untuk mengajak gue pulang. Gue bener-bener bisa merasakan lambatnya waktu, tiap satu setengah jam dia menghampiri gue, lagi, dan lagi.
Gue injak puntung rokok terakhir yang beberapa jam yang lalu baru gue beli. Kalo gue iseng tengok alas sepatu, gue yakin pasti ada noda hitam yang bakalan susah di hapus. Hal yang menjengkelkan ketika lo cuma punya sepatu yang satu-satunya. Entahlah, saat ini gue bener-bener lagi enggak peduli sama sepatu gue.
Beranjak dari duduk, gue kembali masuk ke dalam mini market dan membeli sebungkus rokok yang sama. Enggak lupa gue juga meminta dua botol air mineral kepada kasir. Meski jelas-jelas lemari pendingin berada di belakang, gue benar-benar malas untuk mengambilnya. Merepotkan kasir, suatu hal yang jarang gue lakukan.
Gue sulut rokok untuk yang kesekian kalinya hari ini, masih sama, masih terasa asam. Mulut gue yang asam, atau memang hidup gue?
Begitu gue mendekat ke arah mobil, tanpa gue minta Emil membukakan pintu buat gue. Perempuan di depan gue, kenapa sampai sesetia ini? Setelah beberapa jam terakhir tadi, apa dia masih mau tutup mata.
“Mil,” panggil gue memasuki mobil setelah mengulurkan botol air mineral. “Lo pasti sakit ya lihat gue kayak gini?”
“Enggak, kok,” jawabnya menarik gue masuk.
“Masa?”
“Iya,” ucapnya. “Kamu yang sabar, ikhlas.”
“Makasih, Mil.”
Malam ini begitu sunyi, bener-bener sunyi. Deru AC terdengar jelas di telinga gue. Benar-benar bukan sebuah suasana yang harus terbangun ketika dua orang yang saling peduli kembali bertemu setelah sekian hari absen. Entahlah.
Diubah oleh dasadharma10 17-09-2018 12:26
JabLai cOY dan pulaukapok memberi reputasi
2
