Kaskus

Story

chrishanaAvatar border
TS
chrishana
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2
[MATURE / 21+] Burung Kertas Merah Muda 2



Quote:


Cerita ini adalah kisah lanjutan dari Burung Kertas Merah Muda. Kalian boleh membaca dari awal atau memulai membaca dari kisah ini. Dengan catatan, kisah ini berkaitan dengan kisah pertama. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca dari awal.


Silahkan klik link untuk menuju ke kisah pertama.


Terima kasih.



Spoiler for Perkenalan:


Quote:

Polling
0 suara
Siapakah sosok perempuan yang akan menjadi pendamping setia Rendy?
Diubah oleh chrishana 02-04-2020 09:31
japraha47Avatar border
aripinastiko612Avatar border
jalakhideungAvatar border
jalakhideung dan 59 lainnya memberi reputasi
54
274.3K
981
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
chrishanaAvatar border
TS
chrishana
#48
Chapter 6
Sesampainya di gedung kantor, Vanessa dengan tergesa-gesa berjalan menuju mejanya. Dia langsung duduk di samping temannya, Nayla. Vanessa sadar karena sudah terlambat masuk selama lima belas menit. Wajahnya berubah ketakutan karena takut terkena peringatan dari atasannya.
“Duh! Mati gue, Nay!” ujar Vanessa.

“Mati? Kagak keleus... Gue udah bilang pak bos kalau lo lagi ada keperluan mendadak dan gak bisa kasih kabar ke doi karena buru-buru.” ujar Nayla.

“Serius? Alhamdulillah.” Vanessa bisa bernapas lega.

“Ceritain dong tadi lo gimana sama dia...”

“Biasa aja, ah!” ujar Vanessa.

“Ah... Gak seru lo, Nes... Gimana kesannya makan di resto elit. Dia pasti punya jabatan ya di sini?” tanya Nayla.

“Ini kita jadi nge gibahin cowok itu nih?”

“...” Nayla menganggukkan kepalanya antusias.

“Dia cuma karyawan biasa. Cuma, gayanya aja begitu. Motor ninja, makan di tempat mahal. Gak ngerti deh gue sama cowok kayak gitu.” ujar Vanessa.

Waktu kembali bergulir seperti biasa. Rendy juga melanjutkan aktivitasinya seperti biasa. Tak ada kejadian spesial yang terjadi pada saat dia bekerja. Kerjanya hanya membantu karyawan lain untuk troubleshootingmasalah perangkat kerja yang setiap hari digunakan mereka untuk bekerja.

Hanya saja, pada saat sehari sebelum Rendy masuk, seluruh kantor heboh dengan berita anak dari Winarto Nugroho akan bekerja di perusahaan tempat Rendy bekerja saat ini. Mereka semua bingung sekaligus kagum dengan alasan Rendy mengapa ingin bekerja dan berusaha sendiri tanpa bantuan orang tuanya yang punya harta berlimpah. Buat Rendy, harta tidak akan dibawa mati. Untuk itu, dia ingin berusaha sendiri.
****

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Itu tandanya bahwa seluruh karyawan sudah diperbolehkan untuk meninggalkan kantor, kecuali yang harus bekerja lembur. Rendy masih belum terlalu banyak mengerjakan sesuatu karena statusnya yang masih karyawan baru. Sepuluh menit berselang, Rendy keluar dari elevator yang membawanya dari lantai enam belas menuju lantai dasar.

Rendy melangkah keluar dari gedung kantornya. Melihat matahari yang perlahan tergelincir nyaris tenggelam di langit yang memerah. Jalan raya sudah dipadati oleh kendaraan pribadi milik para karyawan yang serentak keluar dari gedung-gedung perkantoran yang ada di daerah itu.
Tapi, Rendy tidak melanjutkan langkahnya menuju area parkiran sepeda motor. Dia justru berbalik arah masuk ke dalam gedung dan menghampiri meja resepsionis untuk menemui teman pertamanya. Langkahnya terhenti di depan meja berukuran besar tepat di depannya.
“Dek...” panggil Rendy kepada salah seorang resepsionis.

“Iya...”

“Yuk, pulang!” ajak Rendy.

“...” Vanessa diam dan menatap Nayla yang menahan tawa.

“Gini... Kak... Aku...” Vanessa terbata-bata.

“Ah, lo gimana sih, Nes! Kebaikan orang itu jangan ditolak.” Nayla menyenggol bahu Vanessa, “Iya kan, Mas?”

“Apaan sih, Nay! Kan gue pulangnya bareng lo!” ujar Vanessa.

“Aduh! Sorry, Nes... Gue dijemput cowok gue.” ujar Nayla dengan sedikit senyum yang bersifat meledek.

“Nay, kok lo ngeselin sih!”

“Daaahhh... Gue udah dijemput nih. Duluan, Mas.” Nayla mengambil tasnya dan meninggalkan Vanessa dan Rendy seraya melambaikan tangannya.

“Yuk, aku anterin.” ajak Rendy.

“Aku pulang sendiri aja, Kak.” ujar Vanessa.

“Naik?”

“Transjakarta terus nyambung Commuter Line.” jawab Vanessa.

“Kamu kan gak bawa dompet.”

“Aku bawa kartunya.”

“Emang ada saldonya?”

“...” sekali lagi Vanessa terdiam dibuat oleh Rendy.

“Gak usah ngerasa gak enak sama aku. Anggap aja rejeki kamu.” ujar Rendy.

Kali ini, Vanessa tidak bisa menolak ajakan Rendy. Vanessa langsung merapihkan mejanya dan memasukan barang-barangnya ke dalam tas jinjing miliknya. Mereka berdua berjalan perlahan menuju area parkir. Dan lagi-lagi, Vanessa berjalan di belakang Rendy sambil menundukkan pandangannya.
“Dek...” panggil Rendy.

“Eh, iya.” Vanessa menghentikan langkahnya.

“...” Rendy menghela napas panjang.

Vanessa mengetahui apa maksud Rendy. Dia juga menyadari bahwa Rendy merasa kurang nyaman karena Vanessa berjalan membuntuti di belakangnya. Namun, rasa malu yang tinggi membuat Vanessa menjadi ragu-ragu untuk berjalan berdampingan dengan Rendy.
“Hehehehe... Maaf, Kak...” Vanessa melangkah dan berdiri di samping Rendy,

Rendy tersenyum dan tertawa kecil, “Kamu itu lucu ya.”

Sepeda motor buatan Jepang dengan kapasitas mesin dua ratus lima puluh itu sudah dinyalakan oleh pemiliknya. Mengeluarkan suara yang khas dari mesin dengan dua silinder dari pipa pembuangan racingyang sudah dilengkapi dengan DB killer. Sehingga suara yang dihasilkan tidak terlalu bising dan tidak mengganggu pengendara lain.
“Kak...” panggil Vanessa.

“Iya...” jawab Rendy yang sedang menghentikan laju motornya di perempatan jalan raya.

“Aku mau beli makan dulu buat Mama di rumah.” ujar Vanessa.

“Oh, ya. Mau beli di mana?” tanya Rendy.

“Nanti aku kasih tau tempatnya, gak jauh kok dari rumahku.” jawab Vanessa.

“Oke.”

“Eh, Kak... Gak usah deh. Langsung pulang aja.” tiba-tiba saja Vanessa berubah pikiran.

“Tunjukin aja tempatnya, nanti pakai uangku dulu. Aku tau kamu kan lagi gak bawa dompet.” ujar Rendy.

“Kak...”

“Nurut aja sih!”

“I... Iya, Kak.”

Rendy dan Vanessa melanjutkan perjalanan. Padatnya lalu lintas ibukota membuat mereka menyita sebagian besar waktunya berada di jalan raya. Dan lagi-lagi, Vanessa tidak bisa membantah Rendy. Walau kini langit sudah gelap dan rembulan mulai menggantikan matahari, Rendy tetap sabar mengantar Vanessa. Sampailah di tempat di mana Vanessa ingin membelikan mamanya untuk menyantap makan malam.
“Pak, kayak biasa ya.” Vanessa memesan makanan kepada sang penjual.

“Siap, Mbak Nessa. Dua kan?” tanya penjual untuk memastikan.

“Eh, satu aja, Pak. Saya udah makan. Buat Mama aja.”

Rendy yang mendengar langsung berdiri dan menatap mata Vanessa. Jantungnya berdebar kencang hingga Vanessa sesak dan tak bisa berucap ketika Rendy menatap dan tersenyum kepadanya.
“Aku ngajarin kamu bohong?” tanya Rendy.

“...”

“Adek...”

“Maaf, Kak. Aku gak mau ngerepotin.” jawab Vanessa.

Rendy menghiraukan perkataan Vanessa dan menghampiri sang penjual, “Pak, yang buat Vanessa, pecel ayamnya tambah dua lagi jadi tiga ya.” ucap Rendy.

“Siap, bos!”

Rendy mengajak Vanessa untuk menunggu di luar area tempat makan. Di sana ada dua buah bangku kosong. Mereka segera menduduki bangku tersebut sambil melihat ke arah jalan raya yang sedang sibuk dengan kendaraan yang berlalu tiap detiknya. Terlihat Vanessa yang tertunduk dan tersipu malu dengan sikap Rendy terhadapnya.
“Kok banyak pesennya, Kak?” tanya Vanessa.

“Kan buat kamu, Mama, sama Papa...” jawab Rendy.

“Papa... Papa udah meninggal dari aku kecil, Kak.”

“Oh, maaf aku gak tau.”

“Gak apa-apa kok, Kak. Aku memang udah yatim dari aku umur 5 tahun. Mama sendirian yang berjuang sekolahin aku dan ngerawat aku. Sekarang, giliranku yang rawat Mama.” Vanessa tersenyum manis ke arah Rendy.

regmekujo
itkgid
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.