• Beranda
  • ...
  • Medcom.id
  • Din Syamsuddin: Isu Kristenisasi Picu Radikalisme di Indonesia

metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Din Syamsuddin: Isu Kristenisasi Picu Radikalisme di Indonesia


Jakarta: Utusan Khusus Presiden RI Untuk Dialog Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din Syamsuddin menilai marak isu kristenisasi turut mempengaruhi berkembangnya radikalisme di Indonesia. Umat Muslim seringkali tersinggung terhadap perkembangan misi Kristen di Indonesia. 


“Data-data seperti ini mengentalkan berkembangnya isu kristenisasi, yang pada gilirannya turut mempengaruhi berkembangnya radikalisme Islam di Indonesia,” kata Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 1 Juni 2018. 


Menurut Din, isu kristenisasi membuat umat muslim merasa digerus. Ia mengungkapkan, beberapa penelitian menunjukan bahwa Annual Growth Rate Protestan meningkat, utamanya di beberapa kantong muslim, seperti Yogyakarta dan Sumatera Barat.


Din juga mengungkapkan, ekslusivisme, absolutisme, dan monopolistis adalah masalah pemuka agama di Indonesia saat ini. Terutama ketika pemuka agama menjadikan masyarakat sebagai pasar bebas agama dengan dasar logika kebebasan dan hak asasi.


“Perlu dipahami bahwa misi kerasulan Muhammad SAW adalah menyebarkan rahmat bagi alam semesta. Lil ‘alamin artinya seluruh alam, jadi bukan lil muslimin, atau rahmat hanya untuk seluruh muslim,” ungkap Din.


Din menjelaskan, dalam muyawarah besar pemuka agama untuk kerukunan bangsa yang diselenggarakan Kantor UKP-DKAAP di Jakarta, Februari lalu, para pemuka agama telah membahas dasar hubungan antar agama. Ia menyebut, telah disepakati fondasi relasi harus bersandar pada persahabatan berdasarkan kemanusiaan sejati. 


Dalam pertemuan itu juga disepakati bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila adalah final.


“Takdir kita adalah hidup sebangsa di dalam kemajemukan. Untuk itu kita mengaku bahwa bersama kita dari Tuhan, untuk Tuhan dan kemanusiaan. Di dalam Islam, ini yang dimaksudkan dengan rahmatan lil alamin. Hasil mubes ini akan kita sosialisasikan ke wilayah-wilayah,” tutur Din.


Din menggarisbawahi, kerukunan yang diperjuangkan bukan hanya berdasarkan kebutuhan bangsa, melainkan kebutuhan orang per orang, kelompok per kelompok. Makanya, kata Din, kerukunan tak boleh menghalangi misi dan dakwah. 'Sebaliknya juga misi dan dakwah tak boleh mengganggu kerukunan.'


Pada dasarnya, kata Din, agama Islam, Kristen, dan Yahudi lebih banyak persamaan ketimbang perbedaan. Misalnya, antara Islam dan Kristen sama-sama menerima Yesus dan letak perbedaan hanya soal penyebutan gelar terhadap Yesus. 


Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menjelaskan, Islam menerima Yesus sebagai salah satu rasul yang agung. Sementara itu, Krisen mengakuinya sebagai Tuhan. Dalam Al Qur'an, penyebutan nama Isa Almasih juga lebih banyak ketimbang Muhammad.


“Selain itu, agama Islam dan Kristen sama-sama merupakan agama misioner. Kristen menyebutnya misi, sementara Islam menyebutnya dakwah,” jelasnya.


Petinggi organisasi masyarakat Muhammadiyah itu menilai, istilah misi dalam Kristen maupun dakwah dalam Islam ada yang berhaluan keras dan halus. Ada yang membangun pandangan dan tujuan untuk menambah jumlah umat, ada pula yang hanya mengajak ke jalan Allah.


“Jalan Allah dalam pengertian ini merujuk pada kebaikan bersama (common good). Di sini semua agama punya persepsi yang sama, sekali pun sebutannya berbeda. Jelas di sini bahwa dakwah itu bukan untuk mengajak orang masuk Islam, tetapi menuntun orang ke jalan yang benar,” ungkapnya.


Din menyampaikan pandangannya ini di hadapan lebih dari 300 Pemuka Agama Kristen saat menghadiri Konferensi Pekabaran Injil 2018 di Brastagi, Sumatera Utara, yang digelar pada 29-31 Mei 2018. Konferensi diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang bekerja sama dengan Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII).

Sumber : http://news.metrotvnews.com/peristiw...e-di-indonesia

---

Kumpulan Berita Terkait :

- BNPT Nilai Lapas Napiter Penting Agar Deradikalisasi Terpusat

- Pelatihan Organisasi di Luar Sekolah Harus Diawasi

- Ideologi Terorisme Sudah Masuk ke Sekolah dan Keluarga

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Medcom.id
Medcom.idKASKUS Official
23KThread598Anggota
Tampilkan semua post
metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
#1
Din Syamsuddin: Isu Kristenisasi Picu Radikalisme di Indonesia


Jakarta: Utusan Khusus Presiden RI Untuk Dialog Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din Syamsuddin menilai marak isu kristenisasi turut mempengaruhi berkembangnya radikalisme di Indonesia. Umat Muslim seringkali tersinggung terhadap perkembangan misi Kristen di Indonesia. 


“Data-data seperti ini mengentalkan berkembangnya isu kristenisasi, yang pada gilirannya turut mempengaruhi berkembangnya radikalisme Islam di Indonesia,” kata Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 1 Juni 2018. 


Menurut Din, isu kristenisasi membuat umat muslim merasa digerus. Ia mengungkapkan, beberapa penelitian menunjukan bahwa Annual Growth Rate Protestan meningkat, utamanya di beberapa kantong muslim, seperti Yogyakarta dan Sumatera Barat.


Din juga mengungkapkan, ekslusivisme, absolutisme, dan monopolistis adalah masalah pemuka agama di Indonesia saat ini. Terutama ketika pemuka agama menjadikan masyarakat sebagai pasar bebas agama dengan dasar logika kebebasan dan hak asasi.


“Perlu dipahami bahwa misi kerasulan Muhammad SAW adalah menyebarkan rahmat bagi alam semesta. Lil ‘alamin artinya seluruh alam, jadi bukan lil muslimin, atau rahmat hanya untuk seluruh muslim,” ungkap Din.


Din menjelaskan, dalam muyawarah besar pemuka agama untuk kerukunan bangsa yang diselenggarakan Kantor UKP-DKAAP di Jakarta, Februari lalu, para pemuka agama telah membahas dasar hubungan antar agama. Ia menyebut, telah disepakati fondasi relasi harus bersandar pada persahabatan berdasarkan kemanusiaan sejati. 


Dalam pertemuan itu juga disepakati bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila adalah final.


“Takdir kita adalah hidup sebangsa di dalam kemajemukan. Untuk itu kita mengaku bahwa bersama kita dari Tuhan, untuk Tuhan dan kemanusiaan. Di dalam Islam, ini yang dimaksudkan dengan rahmatan lil alamin. Hasil mubes ini akan kita sosialisasikan ke wilayah-wilayah,” tutur Din.


Din menggarisbawahi, kerukunan yang diperjuangkan bukan hanya berdasarkan kebutuhan bangsa, melainkan kebutuhan orang per orang, kelompok per kelompok. Makanya, kata Din, kerukunan tak boleh menghalangi misi dan dakwah. 'Sebaliknya juga misi dan dakwah tak boleh mengganggu kerukunan.'


Pada dasarnya, kata Din, agama Islam, Kristen, dan Yahudi lebih banyak persamaan ketimbang perbedaan. Misalnya, antara Islam dan Kristen sama-sama menerima Yesus dan letak perbedaan hanya soal penyebutan gelar terhadap Yesus. 


Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menjelaskan, Islam menerima Yesus sebagai salah satu rasul yang agung. Sementara itu, Krisen mengakuinya sebagai Tuhan. Dalam Al Qur'an, penyebutan nama Isa Almasih juga lebih banyak ketimbang Muhammad.


“Selain itu, agama Islam dan Kristen sama-sama merupakan agama misioner. Kristen menyebutnya misi, sementara Islam menyebutnya dakwah,” jelasnya.


Petinggi organisasi masyarakat Muhammadiyah itu menilai, istilah misi dalam Kristen maupun dakwah dalam Islam ada yang berhaluan keras dan halus. Ada yang membangun pandangan dan tujuan untuk menambah jumlah umat, ada pula yang hanya mengajak ke jalan Allah.


“Jalan Allah dalam pengertian ini merujuk pada kebaikan bersama (common good). Di sini semua agama punya persepsi yang sama, sekali pun sebutannya berbeda. Jelas di sini bahwa dakwah itu bukan untuk mengajak orang masuk Islam, tetapi menuntun orang ke jalan yang benar,” ungkapnya.


Din menyampaikan pandangannya ini di hadapan lebih dari 300 Pemuka Agama Kristen saat menghadiri Konferensi Pekabaran Injil 2018 di Brastagi, Sumatera Utara, yang digelar pada 29-31 Mei 2018. Konferensi diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang bekerja sama dengan Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII).

Sumber : http://news.metrotvnews.com/peristiw...e-di-indonesia

---

Kumpulan Berita Terkait :

- BNPT Nilai Lapas Napiter Penting Agar Deradikalisasi Terpusat

- Pelatihan Organisasi di Luar Sekolah Harus Diawasi

- Ideologi Terorisme Sudah Masuk ke Sekolah dan Keluarga

0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.