- Beranda
- Stories from the Heart
Burung Kertas Merah Muda
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#336
Chapter 55
“Habis dari mana kamu?”
“Eh, Kak Rian. Kok ada di sini?”
“Eh, Kak Rian. Kok ada di sini?”
Masa setelah terbenamnya matahari telah tiba. Di mana tanah yang dipijak oleh Anna sedang dalam posisi tak berhadapan dengan matahari. Pada waktu ini, Anna baru saja sampai di depan pagar rumahnya. Ternyata sudah ada Rian dihadapannya yang menunggu Anna sepanjang waktu.
“Aku tanya kamu dari mana!” Rian bertanya dengan nada tinggi.
“Aku...”
“Dari mana! Sama siapa!” Rian kembali membentak dengan nada tinggi.
“...” Anna yang ketakutan hanya bisa diam.
“Aku tanya tuh jawab!”
“...” Anna mulai menangis karena takut.
“Yah elah pake nangis lagi. Sini HP kamu.” Rian menadahkan tangannya.
“...” Anna mundur satu langkah menjauh.
“Sini gak!” Rian membentak lebih keras.
“Aku...”
“Dari mana! Sama siapa!” Rian kembali membentak dengan nada tinggi.
“...” Anna yang ketakutan hanya bisa diam.
“Aku tanya tuh jawab!”
“...” Anna mulai menangis karena takut.
“Yah elah pake nangis lagi. Sini HP kamu.” Rian menadahkan tangannya.
“...” Anna mundur satu langkah menjauh.
“Sini gak!” Rian membentak lebih keras.
Anna pasrah memberikan telepon genggamnya kepada Rian. Dengan tangan yang gemetaran, Anna memberikannya secara terpaksa. Anna yang mulai ketakutan diam mematung tanpa bisa melangkahkan kakinya lebih jauh lagi. Hanya bisa diam tertunduk menahan air mata yang berat dan akhirnya menetes satu per satu.
“Oh, Rendy.” ujar Rian seraya membuka isi dari pesan singkat yang ada pada telepon genggam Anna. “Oh, jadi dia tadi nemuin kamu.”
“...”
“Kenapa kamu gak bilang kalau Rendy nemuin kamu?” tanya Rian.
“Aku...”
“Kenapa? Takut aku marah?” Rian semakin tak bisa mengendalikan emosinya.
“...”
“Lihat kamu satu kelas sama dia aja, rasanya mau aku belah itu kelas.” ujar Rian.
“...”
“Kamu habis jalan sama dia kan? Ngaku!”
“...” Anna menganggukkan kepalanya.
“Bagus banget, Na. Bagus! Lihat aja besok aku bikin dia sekarat!”
“Kak, jangan!” Anna memegang tangan Rian.
“Apaan sih! Aku gak suka kamu jalan sama dia!”
“Kak, pleasejangan sakitin Rendy. Aku yang salah. Aku yang ajak dia jalan. Kamu boleh apa-apain aku tapi tolong jangan Rendy. Jangan dia!” Anna memohon.
“Boleh apa-apain kamu? Apa aja?” Rian mengangkat dagu Anna dan menatap wajah Anna dari jarak yang sangat dekat.
“...” Anna menganggukkan kepalanya.
“Ya udah ini HP kamu. Sampai ketemu besok ya.” Rian langsung memacu motornya menjauh meninggalkan Anna yang masih tertunduk di depan rumahnya.
****
“Rendy, aku takut!” sent to Rendy Adrian Mahardika.
“...”
“Kenapa kamu gak bilang kalau Rendy nemuin kamu?” tanya Rian.
“Aku...”
“Kenapa? Takut aku marah?” Rian semakin tak bisa mengendalikan emosinya.
“...”
“Lihat kamu satu kelas sama dia aja, rasanya mau aku belah itu kelas.” ujar Rian.
“...”
“Kamu habis jalan sama dia kan? Ngaku!”
“...” Anna menganggukkan kepalanya.
“Bagus banget, Na. Bagus! Lihat aja besok aku bikin dia sekarat!”
“Kak, jangan!” Anna memegang tangan Rian.
“Apaan sih! Aku gak suka kamu jalan sama dia!”
“Kak, pleasejangan sakitin Rendy. Aku yang salah. Aku yang ajak dia jalan. Kamu boleh apa-apain aku tapi tolong jangan Rendy. Jangan dia!” Anna memohon.
“Boleh apa-apain kamu? Apa aja?” Rian mengangkat dagu Anna dan menatap wajah Anna dari jarak yang sangat dekat.
“...” Anna menganggukkan kepalanya.
“Ya udah ini HP kamu. Sampai ketemu besok ya.” Rian langsung memacu motornya menjauh meninggalkan Anna yang masih tertunduk di depan rumahnya.
****
“Rendy, aku takut!” sent to Rendy Adrian Mahardika.
Tubuh Anna masih gemetar hebat. Kejadian yang cukup membuat dia trauma mendalam. Apa lagi suara bentakan dari Rian yang masih terngiang di telinganya membuat Anna tidak bisa istirahat dengan tenang. Waktu sudah menunjukkan waktu tengah malam tapi Anna masih tak bisa memejamkan matanya yang terus meneteskan air mata dan sudah lebam.
“Kamu kenapa, Anna?” received from Rendy Adrian Mahardika.
Getaran dari telepon genggam Anna terasa di atas ranjangnya. Ada panggilan yang masuk dengan nama Rendy Adrian Mahardika pada layar ponsel miliknya.
“Halo, kamu kenapa?”
“Kamu belum tidur, Rendy?” ucap Anna dengan lirih.
“Belum, kamu nangis?”
“Nggak kok.”
“Jangan bohong kamu, Anna! Siapa yang berbuat?”
“Gak ada, Ren.”
“Anna, aku tau kamu gak pinter bohong. Tolong jujur siapa yang nangisin kamu.”
“...” Anna masih terisak dalam tangisnya.
“Siapa yang berani bikin kamu nangis?”
“Tadi, Rian ke rumahku.”
“Kamu diapain sama dia?”
“Besok kamu jangan masuk, Rendy. Kamu di rumah aja ya.”
“Dia ngancam aku, Na?”
“...”
“Aku akan membuat hidup orang yang menjadi penyebab jatuhnya air matamu itu menyesal!”
“Kamu pernah berbuat demikian!”
Rendy menghela napas panjang, “Dan sekarang, aku menyesal seumur hidupku.”
****
“Kamu belum tidur, Rendy?” ucap Anna dengan lirih.
“Belum, kamu nangis?”
“Nggak kok.”
“Jangan bohong kamu, Anna! Siapa yang berbuat?”
“Gak ada, Ren.”
“Anna, aku tau kamu gak pinter bohong. Tolong jujur siapa yang nangisin kamu.”
“...” Anna masih terisak dalam tangisnya.
“Siapa yang berani bikin kamu nangis?”
“Tadi, Rian ke rumahku.”
“Kamu diapain sama dia?”
“Besok kamu jangan masuk, Rendy. Kamu di rumah aja ya.”
“Dia ngancam aku, Na?”
“...”
“Aku akan membuat hidup orang yang menjadi penyebab jatuhnya air matamu itu menyesal!”
“Kamu pernah berbuat demikian!”
Rendy menghela napas panjang, “Dan sekarang, aku menyesal seumur hidupku.”
****
Bintang pusat tata surya yang berjarak jutaan kilometer dari bumi kini sudah menampakkan wujudnya di horizon bagian barat. Rendy yang sudah dari pagi tadi terburu-buru menuju sekolah, kini panik mencari keberadaan Anna. Tak peduli orang-orang di sekitarnya. Dia hanya peduli dengan Anna yang semalam menangis ketakutan.
“Nu, liat Anna gak?” tanya Rendy.
“Nggak, dari tadi gak keliatan. Belum sampe kali, Ren.” jawab Danu.
“Aduh! Gak biasanya dia jam segini belum dateng.”
“Kenapa panik gitu sih?” tanya Danu.
“Nggak, dari tadi gak keliatan. Belum sampe kali, Ren.” jawab Danu.
“Aduh! Gak biasanya dia jam segini belum dateng.”
“Kenapa panik gitu sih?” tanya Danu.
Tanpa menjawab pertanyaan Danu, Rendy berlari keluar kelas mencari ke sekeliling sekolah. Namun, dia tak juga menemukan Anna. Nomor telepon genggamnya pun tidak aktif dari semenjak Rendy selesai menunaikan sholat shubuh. Tiba-tiba saja, Rheva muncul dari lorong sekolah.
“Hai, Ren...” belum selesai menyapa, Rendy sudah berlari melewati Rheva.
“Di... Ya sudahlah.” Rheva melanjutkan langkah kakinya.
Rendy yang menyadari kehadiran Rheva langsung berhenti dan berbalik arah, “Rheva! Tunggu!”
“Ada apa?”
“Kamu liat Anna?”
“Anna? Aku aja baru sampe, Ren.”
“Ah! Sial!”
“Kenapa kamu panik gitu?” tanya Rheva.
“...” napas Rendy sudah terengah-engah.
“Duduk dulu deh sini.” Rheva mengajak Rendy duduk di bangku taman sekolah.
“Di... Ya sudahlah.” Rheva melanjutkan langkah kakinya.
Rendy yang menyadari kehadiran Rheva langsung berhenti dan berbalik arah, “Rheva! Tunggu!”
“Ada apa?”
“Kamu liat Anna?”
“Anna? Aku aja baru sampe, Ren.”
“Ah! Sial!”
“Kenapa kamu panik gitu?” tanya Rheva.
“...” napas Rendy sudah terengah-engah.
“Duduk dulu deh sini.” Rheva mengajak Rendy duduk di bangku taman sekolah.
Rendy masih terlihat panik. Terlihat dia menoleh ke kiri dan ke kanan sesekali hanya untuk mencari sesosok perempuan berhijab putih yang sudah berakar menjalar di hatinya. Namun, hasil pencariannya nihil tak ada hasil.
“Ada apa sama Anna?” tanya Rheva.
“Semalam dia nelpon aku. Aku tau dia lagi nangis. Dan lo tau siapa yang udah nangisin Anna?”
“...” Rheva menggelengkan kepalanya.
“Rian! Bajingan!” Rendy mengepalkan tangannya lalu meninju bangku yang terbuat dari kayu.
“Semalam dia nelpon aku. Aku tau dia lagi nangis. Dan lo tau siapa yang udah nangisin Anna?”
“...” Rheva menggelengkan kepalanya.
“Rian! Bajingan!” Rendy mengepalkan tangannya lalu meninju bangku yang terbuat dari kayu.
Rheva merogoh tasnya dan mengambil telepon genggam miliknya. Terlihat dia sedang mencari nomor telepon dari kontak ponselnya. Rheva menelpon seseorang yang ada dalam kontaknya.
“Halo, Rian!”
“Hai, Va. Kenapa?”
“Lo lagi sama Anna gak?”
“Iya, ini Anna di samping gue.”
“Di mana? Rendy dari tadi nyariin Anna.”
“Bilang sama Rendy. Anna lagi seneng-seneng di rumah gue. Hahahahaha!”
“Astaga! Heh, jangan macem-macem lo brengsek!”
“Hai, Va. Kenapa?”
“Lo lagi sama Anna gak?”
“Iya, ini Anna di samping gue.”
“Di mana? Rendy dari tadi nyariin Anna.”
“Bilang sama Rendy. Anna lagi seneng-seneng di rumah gue. Hahahahaha!”
“Astaga! Heh, jangan macem-macem lo brengsek!”
Telepon tersebut sepihak dimatikan oleh Rian. Rheva juga terlihat sedikit menahan kesal. Ternyata Anna sedang bersama Rian di rumahnya. Pantas saja, sampai ke penghujung sekolahpun, Rendy tidak akan bisa menemukannya.
“Anna lagi sama Rian.” ujar Rheva.
“Di mana?”
“Di rumahnya Rian.”
“Kamu tau rumahnya?”
“Tau kok, Ren. Dekat rumahku.”
“Ayo anter aku sekarang!” Rendy langsung menarik tangan Rheva keluar dari gerbang sekolah.
“Eh, Rendy! Nanti dulu!”
“Di mana?”
“Di rumahnya Rian.”
“Kamu tau rumahnya?”
“Tau kok, Ren. Dekat rumahku.”
“Ayo anter aku sekarang!” Rendy langsung menarik tangan Rheva keluar dari gerbang sekolah.
“Eh, Rendy! Nanti dulu!”
jenggalasunyi dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup
