- Beranda
- Stories from the Heart
Gunung Hutan Dan Puisi
...
TS
arga.mahendraa
Gunung Hutan Dan Puisi
Pada pekat kabut yang menjalar di hamparan tanahtanah tinggi
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***
Kulantunkan katakata sebagai penggalan doa
Untukmu yang kini telah sempurna hadir..
Pada peluh yang telah mengalir
Ketika kita ayunkan langkahlangkah
Menuju tempattempat teduh
Untuk menyemayamkan rasamu dan rasaku
Kini telah menyatu sudah
dan beku udara ini akan semakin kuat mengikatnya
Kita memang sering berbeda dalam banyak Hal
Namun Gunung, Hutan Dan Puisi selalu mampu menyatukannya..
***

Sebelumnya ijinkan saya untuk ikut berbagi cerita di forum ini. Forum yang sudah lumayan lama saya ikuti sebagai SR.. Salam kenal, saya Arga..
Cerita saya mungkin tidak terlalu menarik dan membahana seperti cerita-cerita fenomenal di SFTH ini. Hanya cerita biasa dari bagian kisah hidup saya. Semoga masih bisa dibaca dan dinikmati.
Seperti biasa, seluruh nama tokoh, dan tempat kejadian disamarkan demi kebaikan semuanya. Boleh kepo, tapi seperlunya saja ya.. seperti juga akan seperlunya pula saya menanggapinya..
Update cerita tidak akan saya jadwalkan karena saya juga punya banyak kesibukan. Tapi akan selalu saya usakan update sesering mungkin sampai cerita inI tamat, jadi jangan ditagih-tagih updetannya yaa..
Baiklah, tidak perlu terlalu berpanjang lebar, kita mulai saja...
****
Medio 2005...
Hari itu sore hari di sela kegiatan pendidikan untuk para calon anggota baru organisasi pencinta alam dan penempuh rimba gunung yang aku rintis tujuh tahun yang lalu sekaligus sekarang aku bina. Aku sedang santai sambil merokok ketika salah satu partnerku mendatangiku.
"Ga, tuh ada salah satu peserta cewek yg ikut pendidikan cuma karena Ada pacarnya yang ikut, kayaknya dia ga beneran mau ikut organisasi deh, tapi cuma ngikut pacarnya"
"Masak sih? Yang mana? Kok aku ga perhatiin ya" jawabku
"Kamu terlalu serius mikirin gimana nanti teknis di lapangan sih Ga, malah jadi ga merhatiin pesertamu sendiri" lanjutnya
"Coba deh nanti kamu panggil aja trus tanyain bener apa ga, namanya Ganis.. aku ke bagian logistik dulu" Kata temanku sambil meninggalkanku
"OK, nanti coba aku tanya" jawabku
"Pulangin aja kalo emang bener Ga.. ga bener itu ikut organisasi cuma buat pacaran" sahutnya lagi dari kejauhan sambil teriak
Dan aku pun cuma menjawab dengan acungan jempol saja
***
Pada malam harinya aku mengumpulkan seluruh peserta pendidikan di lapangan. Malam itu ada sesi pengecekan logistik peserta sekaligus persiapan untuk perjalanan ke gunung besok pagi untuk pendidikan lapangan.
Kurang lebih 2 jam selesai juga pengecekan logistik seluruh peserta pendidikan. Dan aku pun memulai aksiku.
"Yang merasa bernama Ganis keluar dari barisan dan maju menghadap saya sekarang..!!!" Teriakku di depan mereka
Tak lama keluarlah seorang cewek dari barisan dan menghadapku. Aku tidak terlalu memperhatikan wajahnya, entah cantik atau biasa saja aku tak terlalu peduli karena aku sudah sedikit emosi sejak sore tadi temanku mengatakan kalau dia ikut kegiatan ini cuma karena pacarnya ikut.
"Benar kamu yang bernama Ganis?"
"Ya benar, Kak"
"Kamu ngapain ikut kegiatan ini!?"
"Karena saya ingin jadi anggota Kak"
"Dasar pembohong..!!!" Bentakku seketika
Dan dia pun langsung menunduk
"Hey, siapa suruh nunduk?? Kalau ada yang ngomong dilihat!! Kamu tidak menghargai seniormu!!"
"Siap, maaf Kak" jawabnya sambil langsung melihatku
"Saya dengar kamu ikut kegiatan ini karena pacar kamu ikut juga!! Benar begitu? Jawab!!"
"Siap, tidak Kak, saya ikut karena saya sendiri ingin ikut, tidak ada hubungannya dengan pacar!" Jawabnya tegas
"Tapi pacar kamu juga ikut kan!?"
"Siap benar"
"Siapa namanya!?"
"Alan Kak"
"Yang merasa bernama Alan, maju ke depan" teriakku di depan peserta lainnya
Kemudian datanglah cowok bernama Alan itu di depanku
"Benar kamu yang bernama Alan?" Tanyaku pada cowok itu
"Siap, benar Kak" jawabnya
"Benar kamu pacarnya Ganis?"
"Siap benar Kak"
"Kamu ikut kegiatan ini cuma buat ajang pacaran!!?? Kamu cuma mau cari tempat buat pacaran??"
"Tidak Kak"
"Kalian berdua masih mau jadi anggota organisasi ga!!?"
"Siap, masih mau Kak" jawab mereka berdua
"Baik, saya berikan pilihan, kalian berdua saat ini juga putus dan lanjut ikut pendidikan, atau tetap pacaran tapi sekarang juga pulang tidak usah lanjut ikut pendidikan dan jadi anggota organisasi.. silahkan tentukan pilihan sekarang!!"
***
Spoiler for INDEX:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 10 suara
Siapakah yang bakal jadi istri TS?
Rika
30%
Winda
20%
Dita
0%
Ganis
40%
Tokoh Yang Belum Muncul
10%
Diubah oleh arga.mahendraa 20-10-2018 13:37
kimpoijahat dan anasabila memberi reputasi
3
31.4K
264
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
arga.mahendraa
#13
6. Pendakian #3
Sepanjang perjalanan menuju ke puncak Rika selalu menyuruhku untuk ke tengah-tengah peserta. Aku paham apa maksudnya. Dia berusaha mendekatkanku dengan Ganis. Tapi memang aku yang sedang malas berkerumun bersama peserta lainnya tetap memilih di barisan belakang, di tim sweeper. Alhasil, sepanjang perjalanan Rika selalu cemberut dan memasang tampang menakutkan ketika melihatku. Bukan bermaksud menghindar, tapi memang aku belum ada niatan mendekati Ganis. Selain karena aku masih belum yakin, juga karena fakta bahwa Ganis punya pacar yang juga anggota organisasiku. Aku tidak mau dianggap sebagai orang yang merusak hubungan orang lain. Apalagi itu anak didikku sendiri.
Sesampainya di puncak, seluruh peserta dikumpulkan jadi satu dalam lingkaran besar untuk koordinasi dan sesi pemberian motivasi supaya para calon anggota menjadi jauh lebih loyal kepada organisasinya nanti. Setelah seluruh acara selesai, semua peserta dibebaskan untuk berekspresi sesuai keinginannya tetapi tetap dalam batasan kode etik pendaki gunung. Sedangkan aku memisahkan diri dari yang lainnya untuk berburu foto pemandangan dengan kamera yang kubawa. Fotografi memang salah satu hobiku berdampingan dengan hobi mendaki gunung. Sebagai pendaki, kami memiliki tiga prinsip dasar yaitu :
1. Tidak membunuh apapun kecuali waktu
2. Tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki
3. Tidak mengambil apapun kecuali gambar
Oleh karenanya, sebagai oleh-oleh di setiap perjalanan pendakian aku selalu mencari spot foto untuk mengambil gambar pemandangan di setiap gunung yang aku daki. Di sela kesibukanku berburu gambar, tiba-tiba Ganis mendatangiku.
"Sendirian aja Kak?" Sapanya
"Eh kamu, Nis. Iya sendirian, Rika sama Sandi ga tau lagi pada sibuk ngapain" jawabku
"Makasih ya Kak yang tadi malam" Ucapnya
"Oh, ga masalah. Emang udah tugas kita kalau ada yang sakit ya harus tanggung jawab" aku menanggapinya dengan santai
Kami pun sama-sama diam. Entah tidak Ada bahan pembicaraan atau memang aku masih sibuk sendiri dengan dunia fotografiku. Yang jelas Ganis masih berada di sekitarku memperhatikan apa yang aku lakukan.
"Kamu ga gabung sama teman-temanmu yang lain?" Tanyaku
"Lagi males aja Kak" jawabnya singkat
"Pacarmu? Oh iya siapa namanya?"
"Alan Kak. Ya lagi males aja sama dia. Lagian dia cuek gitu, tahu tadi malam aku sakit dia ga ngurus sama sekali. Malah asik tidur" jelasnya
"Lah dia malah curhat. Hahahaha. Udah2 mungkin dia kecapekan juga. Maklum lah Kan dia juga belum terbiasa naik gunung" aku mencoba menghiburnya
"Tapi dia tuh...."
"Eh aku udah selesai. Yuk kesana gabung sama yang lain" aku memotong pembicaraannya dan mengajaknya gabung dengan yang lain.
Aku sedang tidak berminat masuk terlalu dalam di urusan pribadinya. Aku juga tidak ingin dianggap memanfaatkan keadaan ketika Ganis sedang Ada masalah dengan pacarnya malah aku seolah mendekat. Maka sebaiknya aku menyudahi obrolan ini dan bergabung dengan teman-teman lainnya.
Aku lantas beranjak mendatangi teman-teman yang lain, dan Ganis juga mengikutiku di belakang. Sekilas aku melihat perubahan ekspresi di wajahnya dan aku tidak terlalu memperdulikannya.
"Ini dia sang pangeran cinta sudah datang bersama sang putri.. hahahahahaha.. abis mojok lu berdua?" Cerocos Sandi begitu aku sampai di hadapannya.
"Itu mulut kampas remnya abis?" Dengusku kesal padanya
"Santai mamen my bro.." ucapnya sambil merangkulku dan aku segera menepis tangannya.
"15 menit lagi Kita turun ya.. biar ga kemalaman nanti sampai rumah" ucapku bernada memberi instruksi pada Sandi dan Rika. Mereka pun langsung paham dan mengkoordinir yang lain untuk bersiap turun.
Sekitar satu jam kemudian kita sudah sampai di camp tempat Kita menginap semalam. Tanpa banyak membuang waktu, kita segera berbenah membereskan semua barang yang masih tertinggal, packing, membersihkan sampah dan bersiap jalan turun ke Basecamp. Ketika semua sudah beres dan kita hendak mulai perjalanan turun, tiba-tiba hujan turun. Otomatis aku harus berkoordinasi ulang, sebab perjalanan turun dalam kondisi hujan jelas lebih berbahaya karena licin. Aku mengatur ulang kelompok dengan formasi jalan berselang-seling cowok-cewek dan seterusnya di luar tim leader dan sweeper.
Butuh waktu sekitar 3 jam untuk turun ke Basecamp dalam kondisi hujan dan licin. Meski harus ekstra waspada, akhirnya kami pun sampai di Basecamp dengan selamat tanpa kurang satu apapun. Dan dilanjutkan perjalanan menuju kota kami menggunakan kendaraan yang sudah kami Sewa.
***
Sesampainya di rumah, setelah membersihkan badan, aku segera merebahkan diri di kasur. Mencoba mengistirahatkan badan yang sudah sangat letih karena perjalanan pendakian sebelumnya.
Entah berapa jam aku tertidur, tiba-tiba aku terbangun karena suara handphoneku yang berdering dengan membabibuta.. kulihat dilayar terpampang panggilan masuk dari Rika
"Halo" jawabku dengan suara parau karena baru bangun tidur
"Baru bangun Ga?" Tanyanya di seberang sana
"Iya Rik. Capek banget aku" jawabku
"Salah sendiri ga tidur kemarin. Galau mulu sih"
"Jam berapa nih?" Tanyaku
"Jam 8 pagi Argaaaa" jawabnya
Buset ternyata aku tertidur selama 14 jam. Batinku
"Lah udah pagi aja ternyata" kataku masih dengan nada malas
"Jalan yuk Ga"
"Kemana Rik?"
"Terserah sih. Kamu aja yang tentuin"
"Di rumahmu aja lah Rik. Ngobrol di rumahmu"
"It namanya bukan jalan Arga. Males banget sih. Yuk ah.. buruan Mandi terus langsung jemput aku.. tut.. tut.. tut" dia mematikan telponnya sepihak.
Ya begitulah Rika. Pokoknya maunya dia ga bisa ditolak. Aku pun segera bangun, mandi dan bersiap ke rumah Rika menjemputnya.
Sesampainya di rumahnya, ternyata dia sudah menunggu di teras dan hendak langsung mengajak pergi.
"Ayo langsung jalan aja, Ga" katanya
"Entar dulu lah Rik, aku istirahat dulu. Tawarin minum kek, sarapan kek" jawabku
"Iya kakeeek.. bawel banget kayak kakek2 mau kimpoi aja.. hahahaha" ucapnya seraya mengajakku masuk ke rumahnya
"Bu Dina ada di rumah gak Rik?" Tanyaku. Bu Dina adalah mamanya Rika.
"Lagi pergi tadi pagi sama Mbak Desi" jawabnya. Mbak Desi adalah kakaknya Rika.
Rika ini 3 bersaudara yang semuanya cewek. Kakaknya yang pertama sudah nikah namanya Mbak Resti, sekarang tinggal di luar kota bersama suaminya, kakak kedua Mbak Desi lulus kuliah tahun lalu, sudah kerja di salah satu perusahaan swasta di kotanya, Dan Rika adalah anak bungsu yang bawelnya minta ampun. Masih kuliah di salah satu Univ. Negeri di kotanya jurusan psikologi waktu itu (2005). Uniknya, aku dengan mbak Desi ini seumuran, dulu sekolah di SMA yang sama, bahkan pernah satu kelas waktu kelas Dua. Tapi justru aku malah dekatnya dengan adiknya, si Rika yang selisih 2 tahun di bawahku. Mungkin gara-gara Rika adalah sahabat dekat Dita waktu dulu aku masih pacaran dengannya, jadinya aku malah sahabatan dekat dengan Rika bukan kakaknya yang seangkatan denganku.
"Es sirup ya Rik" teriakku padanya yang sekarang sedang di dapur hendak mengambilkan minum untukku.
"Kamu kira warung? Seenaknya pesen" protesnya
"Yaelah sama aku gitu amat Rik."
"Air cucian piring aja ya.. pake es nih special buat Arga.. hahahaha" teriaknya dari dapur
"....." Aku tak menjawab karena sedang asik utak atik handphone.
"Nih diminum dulu.. buruan.. habis itu jalan" ucapnya seraya meletakkan segelas es sirup di depanku.
"Makasih sayang Rika.. baik deh..." Ucapku menggodanya
"Sayang sayang.. pala lo peyang" jawabnya
Ya begitulah aku dan Rika. Kalau orang yang belum benar-benar mengenal kami pasti mengira kami pacaran. Karena kedekatanku dengannya sudah seperti orang pacaran.
"Yuk ah jalan sekarang" ajaknya lagi
"Dih ga sabaran amat sih neng. Emang mau kemana sih?" Jawabku
"Terserah, yg penting jalan" sambungnya
"Jangan ke mall ya.. males" ucapku lagi
"Laaah padahal aku pengen nonton, Ga"
"Lain kali aja. Ke taman aja ya" ajakku
"Terserah deh.. yang penting keluar"
Dan kamipun menuju ke taman yang dimaksud. Sesampainya di taman aku ajak Rika nongkrong di kursi taman yang tersedia sembari menikmati minuman dan cemilan. Dan kami pun ngobrol santai tentang banyak hal.
"Ga, kalo disuruh milih, antara Dita dengan Ganis kamu milih siapa?" Tanyanya
"Milih kamu Rik" jawabku sambil menaik turunkan alis gestur menggodanya
"Serius dodol" sambarnya sambil mencubit perutku
"Sadis bener neng sama suami. KDRT ini namanya" ucapku sambil mengelus perut bekas cubitannya yang ternyata benar2 sakit.
"Suami2.. ogah aku nikah sama kamu Ga" ucapnya
"Kenapa ogah Rik? Lihat nih, aku ganteng, baik, pengertian, tidak sombong dan rajin menabung" ucapku cengengesan
"Kamu bukan tipeku. Mending aku cari yang lain aja" jawabnya
"Eh pertanyaanku tadi dijawab dulu" sambungnya
"Susah jawabnya Rik. Aku ga bisa bandingin antara mereka berdua. Tepatnya belum tahu membandingkannya dari segi apa" jawabku
"Kalau soal tampang, mereka berdua sama-sama cantik. Dita, tahu sendiri lah cantiknya seperti apa, kamu aja jauh Rik.. hehehehe.. Ganis, cantik juga.. mereka sama2 punya rambut panjang. Jadi ga bisa kalau mau bandingin soal tampang. Kalau soal kepribadian, Dita itu tipeku banget. Cuma setelah ketemu lagi aku jadi kurang yakin, tahu sendiri kan? Sedangkan Ganis, aku belum begitu mengenalnya, jadi aku belum bisa menilai" sambungku panjang lebar
"Ganis itu suka sama kamu, Ga" ucapnya
"Sembarangan aja kalo ngomong" timpalku
"Aku dan dia sama2 cewek ga. Aku tahu dari caranya memperhatikan kamu. Dari sorot matanya saat melihatmu jelas kelihatan kalo dia suka sama kamu" sambungnya
"Dia itu punya pacar Rik"
"Bentar lagi juga putus. Lihat aja nanti"
"Sembarangan aja nih kalo ngomong nenek lampir"
"Yeeee dibilangin ga percaya"
"Bodo amaaat"
"Aku gak ada perasaan apa2 sama Ganis, Rik. Aku menanggapi dia juga sewajarnya. Ga ada yg diistimewakan sama sekali" sambungku
"Ya udah terserah kamu sih, Ga. Aku cuma sekedar ngingetin. Jangan sampai kamu menyiksa dirimu sendiri di bawah sinar matahari yang panasnya menyengat. Sedangkan ketika malam tiba, kegelapan akan menggantikan sinar matahari tadi. Padahal di antara gelapnya malam masih ada sinar rembulan yang cahayanya teduh menenangkan jiwamu" ucapnya
"Tapi esoknya matahari akan bersinar lagi menggantikan gelap malam, Rik. Dan rembulan akan menghilang" timpalku
"Rembulan ga pernah menghilang saat siang hari, Ga. Dia hanya diam mengalah dari matahari. Dia lebih suka memberi cahaya di kegelapan malam untuk memandu jalan kita supaya tidak tersesat"
"......" Aku hanya terdiam memikirkan apa yang diucapkan Rika. Apa benar Ganis adalah cahaya rembulan yang akan memandu jalanku di kegelapan supaya tidak tersesat? Atau justru Rika sendiri lah cahaya bulan itu? Entahlah..
"Kenapa diem? Mikir sekarang?" Sambungnya
"Laper Rik... Makanya aku diem" ucapku dengan nada memelas
Sesampainya di puncak, seluruh peserta dikumpulkan jadi satu dalam lingkaran besar untuk koordinasi dan sesi pemberian motivasi supaya para calon anggota menjadi jauh lebih loyal kepada organisasinya nanti. Setelah seluruh acara selesai, semua peserta dibebaskan untuk berekspresi sesuai keinginannya tetapi tetap dalam batasan kode etik pendaki gunung. Sedangkan aku memisahkan diri dari yang lainnya untuk berburu foto pemandangan dengan kamera yang kubawa. Fotografi memang salah satu hobiku berdampingan dengan hobi mendaki gunung. Sebagai pendaki, kami memiliki tiga prinsip dasar yaitu :
1. Tidak membunuh apapun kecuali waktu
2. Tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki
3. Tidak mengambil apapun kecuali gambar
Oleh karenanya, sebagai oleh-oleh di setiap perjalanan pendakian aku selalu mencari spot foto untuk mengambil gambar pemandangan di setiap gunung yang aku daki. Di sela kesibukanku berburu gambar, tiba-tiba Ganis mendatangiku.
"Sendirian aja Kak?" Sapanya
"Eh kamu, Nis. Iya sendirian, Rika sama Sandi ga tau lagi pada sibuk ngapain" jawabku
"Makasih ya Kak yang tadi malam" Ucapnya
"Oh, ga masalah. Emang udah tugas kita kalau ada yang sakit ya harus tanggung jawab" aku menanggapinya dengan santai
Kami pun sama-sama diam. Entah tidak Ada bahan pembicaraan atau memang aku masih sibuk sendiri dengan dunia fotografiku. Yang jelas Ganis masih berada di sekitarku memperhatikan apa yang aku lakukan.
"Kamu ga gabung sama teman-temanmu yang lain?" Tanyaku
"Lagi males aja Kak" jawabnya singkat
"Pacarmu? Oh iya siapa namanya?"
"Alan Kak. Ya lagi males aja sama dia. Lagian dia cuek gitu, tahu tadi malam aku sakit dia ga ngurus sama sekali. Malah asik tidur" jelasnya
"Lah dia malah curhat. Hahahaha. Udah2 mungkin dia kecapekan juga. Maklum lah Kan dia juga belum terbiasa naik gunung" aku mencoba menghiburnya
"Tapi dia tuh...."
"Eh aku udah selesai. Yuk kesana gabung sama yang lain" aku memotong pembicaraannya dan mengajaknya gabung dengan yang lain.
Aku sedang tidak berminat masuk terlalu dalam di urusan pribadinya. Aku juga tidak ingin dianggap memanfaatkan keadaan ketika Ganis sedang Ada masalah dengan pacarnya malah aku seolah mendekat. Maka sebaiknya aku menyudahi obrolan ini dan bergabung dengan teman-teman lainnya.
Aku lantas beranjak mendatangi teman-teman yang lain, dan Ganis juga mengikutiku di belakang. Sekilas aku melihat perubahan ekspresi di wajahnya dan aku tidak terlalu memperdulikannya.
"Ini dia sang pangeran cinta sudah datang bersama sang putri.. hahahahahaha.. abis mojok lu berdua?" Cerocos Sandi begitu aku sampai di hadapannya.
"Itu mulut kampas remnya abis?" Dengusku kesal padanya
"Santai mamen my bro.." ucapnya sambil merangkulku dan aku segera menepis tangannya.
"15 menit lagi Kita turun ya.. biar ga kemalaman nanti sampai rumah" ucapku bernada memberi instruksi pada Sandi dan Rika. Mereka pun langsung paham dan mengkoordinir yang lain untuk bersiap turun.
Sekitar satu jam kemudian kita sudah sampai di camp tempat Kita menginap semalam. Tanpa banyak membuang waktu, kita segera berbenah membereskan semua barang yang masih tertinggal, packing, membersihkan sampah dan bersiap jalan turun ke Basecamp. Ketika semua sudah beres dan kita hendak mulai perjalanan turun, tiba-tiba hujan turun. Otomatis aku harus berkoordinasi ulang, sebab perjalanan turun dalam kondisi hujan jelas lebih berbahaya karena licin. Aku mengatur ulang kelompok dengan formasi jalan berselang-seling cowok-cewek dan seterusnya di luar tim leader dan sweeper.
Butuh waktu sekitar 3 jam untuk turun ke Basecamp dalam kondisi hujan dan licin. Meski harus ekstra waspada, akhirnya kami pun sampai di Basecamp dengan selamat tanpa kurang satu apapun. Dan dilanjutkan perjalanan menuju kota kami menggunakan kendaraan yang sudah kami Sewa.
***
Sesampainya di rumah, setelah membersihkan badan, aku segera merebahkan diri di kasur. Mencoba mengistirahatkan badan yang sudah sangat letih karena perjalanan pendakian sebelumnya.
Entah berapa jam aku tertidur, tiba-tiba aku terbangun karena suara handphoneku yang berdering dengan membabibuta.. kulihat dilayar terpampang panggilan masuk dari Rika
"Halo" jawabku dengan suara parau karena baru bangun tidur
"Baru bangun Ga?" Tanyanya di seberang sana
"Iya Rik. Capek banget aku" jawabku
"Salah sendiri ga tidur kemarin. Galau mulu sih"
"Jam berapa nih?" Tanyaku
"Jam 8 pagi Argaaaa" jawabnya
Buset ternyata aku tertidur selama 14 jam. Batinku
"Lah udah pagi aja ternyata" kataku masih dengan nada malas
"Jalan yuk Ga"
"Kemana Rik?"
"Terserah sih. Kamu aja yang tentuin"
"Di rumahmu aja lah Rik. Ngobrol di rumahmu"
"It namanya bukan jalan Arga. Males banget sih. Yuk ah.. buruan Mandi terus langsung jemput aku.. tut.. tut.. tut" dia mematikan telponnya sepihak.
Ya begitulah Rika. Pokoknya maunya dia ga bisa ditolak. Aku pun segera bangun, mandi dan bersiap ke rumah Rika menjemputnya.
Sesampainya di rumahnya, ternyata dia sudah menunggu di teras dan hendak langsung mengajak pergi.
"Ayo langsung jalan aja, Ga" katanya
"Entar dulu lah Rik, aku istirahat dulu. Tawarin minum kek, sarapan kek" jawabku
"Iya kakeeek.. bawel banget kayak kakek2 mau kimpoi aja.. hahahaha" ucapnya seraya mengajakku masuk ke rumahnya
"Bu Dina ada di rumah gak Rik?" Tanyaku. Bu Dina adalah mamanya Rika.
"Lagi pergi tadi pagi sama Mbak Desi" jawabnya. Mbak Desi adalah kakaknya Rika.
Rika ini 3 bersaudara yang semuanya cewek. Kakaknya yang pertama sudah nikah namanya Mbak Resti, sekarang tinggal di luar kota bersama suaminya, kakak kedua Mbak Desi lulus kuliah tahun lalu, sudah kerja di salah satu perusahaan swasta di kotanya, Dan Rika adalah anak bungsu yang bawelnya minta ampun. Masih kuliah di salah satu Univ. Negeri di kotanya jurusan psikologi waktu itu (2005). Uniknya, aku dengan mbak Desi ini seumuran, dulu sekolah di SMA yang sama, bahkan pernah satu kelas waktu kelas Dua. Tapi justru aku malah dekatnya dengan adiknya, si Rika yang selisih 2 tahun di bawahku. Mungkin gara-gara Rika adalah sahabat dekat Dita waktu dulu aku masih pacaran dengannya, jadinya aku malah sahabatan dekat dengan Rika bukan kakaknya yang seangkatan denganku.
"Es sirup ya Rik" teriakku padanya yang sekarang sedang di dapur hendak mengambilkan minum untukku.
"Kamu kira warung? Seenaknya pesen" protesnya
"Yaelah sama aku gitu amat Rik."
"Air cucian piring aja ya.. pake es nih special buat Arga.. hahahaha" teriaknya dari dapur
"....." Aku tak menjawab karena sedang asik utak atik handphone.
"Nih diminum dulu.. buruan.. habis itu jalan" ucapnya seraya meletakkan segelas es sirup di depanku.
"Makasih sayang Rika.. baik deh..." Ucapku menggodanya
"Sayang sayang.. pala lo peyang" jawabnya
Ya begitulah aku dan Rika. Kalau orang yang belum benar-benar mengenal kami pasti mengira kami pacaran. Karena kedekatanku dengannya sudah seperti orang pacaran.
"Yuk ah jalan sekarang" ajaknya lagi
"Dih ga sabaran amat sih neng. Emang mau kemana sih?" Jawabku
"Terserah, yg penting jalan" sambungnya
"Jangan ke mall ya.. males" ucapku lagi
"Laaah padahal aku pengen nonton, Ga"
"Lain kali aja. Ke taman aja ya" ajakku
"Terserah deh.. yang penting keluar"
Dan kamipun menuju ke taman yang dimaksud. Sesampainya di taman aku ajak Rika nongkrong di kursi taman yang tersedia sembari menikmati minuman dan cemilan. Dan kami pun ngobrol santai tentang banyak hal.
"Ga, kalo disuruh milih, antara Dita dengan Ganis kamu milih siapa?" Tanyanya
"Milih kamu Rik" jawabku sambil menaik turunkan alis gestur menggodanya
"Serius dodol" sambarnya sambil mencubit perutku
"Sadis bener neng sama suami. KDRT ini namanya" ucapku sambil mengelus perut bekas cubitannya yang ternyata benar2 sakit.
"Suami2.. ogah aku nikah sama kamu Ga" ucapnya
"Kenapa ogah Rik? Lihat nih, aku ganteng, baik, pengertian, tidak sombong dan rajin menabung" ucapku cengengesan
"Kamu bukan tipeku. Mending aku cari yang lain aja" jawabnya
"Eh pertanyaanku tadi dijawab dulu" sambungnya
"Susah jawabnya Rik. Aku ga bisa bandingin antara mereka berdua. Tepatnya belum tahu membandingkannya dari segi apa" jawabku
"Kalau soal tampang, mereka berdua sama-sama cantik. Dita, tahu sendiri lah cantiknya seperti apa, kamu aja jauh Rik.. hehehehe.. Ganis, cantik juga.. mereka sama2 punya rambut panjang. Jadi ga bisa kalau mau bandingin soal tampang. Kalau soal kepribadian, Dita itu tipeku banget. Cuma setelah ketemu lagi aku jadi kurang yakin, tahu sendiri kan? Sedangkan Ganis, aku belum begitu mengenalnya, jadi aku belum bisa menilai" sambungku panjang lebar
"Ganis itu suka sama kamu, Ga" ucapnya
"Sembarangan aja kalo ngomong" timpalku
"Aku dan dia sama2 cewek ga. Aku tahu dari caranya memperhatikan kamu. Dari sorot matanya saat melihatmu jelas kelihatan kalo dia suka sama kamu" sambungnya
"Dia itu punya pacar Rik"
"Bentar lagi juga putus. Lihat aja nanti"
"Sembarangan aja nih kalo ngomong nenek lampir"
"Yeeee dibilangin ga percaya"
"Bodo amaaat"
"Aku gak ada perasaan apa2 sama Ganis, Rik. Aku menanggapi dia juga sewajarnya. Ga ada yg diistimewakan sama sekali" sambungku
"Ya udah terserah kamu sih, Ga. Aku cuma sekedar ngingetin. Jangan sampai kamu menyiksa dirimu sendiri di bawah sinar matahari yang panasnya menyengat. Sedangkan ketika malam tiba, kegelapan akan menggantikan sinar matahari tadi. Padahal di antara gelapnya malam masih ada sinar rembulan yang cahayanya teduh menenangkan jiwamu" ucapnya
"Tapi esoknya matahari akan bersinar lagi menggantikan gelap malam, Rik. Dan rembulan akan menghilang" timpalku
"Rembulan ga pernah menghilang saat siang hari, Ga. Dia hanya diam mengalah dari matahari. Dia lebih suka memberi cahaya di kegelapan malam untuk memandu jalan kita supaya tidak tersesat"
"......" Aku hanya terdiam memikirkan apa yang diucapkan Rika. Apa benar Ganis adalah cahaya rembulan yang akan memandu jalanku di kegelapan supaya tidak tersesat? Atau justru Rika sendiri lah cahaya bulan itu? Entahlah..
"Kenapa diem? Mikir sekarang?" Sambungnya
"Laper Rik... Makanya aku diem" ucapku dengan nada memelas
0