- Beranda
- Stories from the Heart
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
...
TS
breaking182
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Sekelompok anak muda dari universitas di Jogja yang sedang melaksanakan KKN di desa Telaga Muncar salah satu desa terpencil di kawasan Tepus Gunung Kidul. Tiga sosok anjing misterius mencegat salah satu dari mahasiswa itu yang bernama Zulham. Misteri berlanjut lagi tatkala sesampainya di base camp. Zulham harus dihadapkan dengan ketua kelompok KKN tersebut yang diterror oleh mahkluk –mahkluk asing yang memperlihatkan diri di mimpi –mimpi. Bahkan, bulu –bulu berwarna kelabu kehitaman ditemukan di ranjang Ida. Hingga pada akhirnya misteri ini berlanjut kedalam pertunjukan maut. Nyawa Zulham dan seluruh anggota KKN terancam oleh orang –orang pengabdi setan yang tidak segan –segan mengorbankan nyawa sesama manusia. Bahkan, nyawa darah dagingnya sendiri!
INDEX
Diubah oleh breaking182 22-02-2021 10:13
sukhhoi dan 35 lainnya memberi reputasi
32
110.5K
Kutip
378
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#104
EPISODE 9 : SUMPAH BERDARAH
Quote:
HUJAN lebat mendera Pantai Karang Bolong. Suara hujan yang diterpa hembusan angin keras yang datang dari laut menimbulkan suara menggidikkan di telinga siapa saja yang mendengarnya. Di bawah hujan lebat itu seorang penunggang kuda memacu tunggangannya sepanjang tepian pantai, bagai terbang menembus hujan dan deru angin ke arah timur. Tepat di satu bukit karang yang menjulang dan berlubang di bagian tengahnya orang ini hentikan kudanya. Orang ini lalu turun dari kuda dengan bersusah payah.
Sesekali ia memegang lambung kanannya. Ada cairan merah bercampur dengan air hujan menetes dan jatuh ke tanah. Darah?!
Orang ini sepertinya terluka parah. Si penunggang sendiri dengan segala sisa kekuatan dan harapan untuk hidup terhuyung –huyung mencoba berjalan ke dalam lubang di kaki bukit karang. Di dalam lubang itu ada bagian bukit yang berbentuk seperti tangga kasar. Orang ini menaiki tangga itu dengan terseok –seok.
Tidak jarang sesekali ia terjatuh. Terhampar di atas bebatuan. Tangga batu karang itu licin dan ada yang berselimutkan lumut. Hujan lebat membuat udara menjadi redup gelap. Di puncak tangga batu membentang sebuah pedataran batu yang penuh dengan tonjolan karang runcing.
Pada salah satu bagian di kaki dinding inilah kelihatan sebuah lobang besar yang merupakan mulut goa. Orang tadi bergegas menuju pintu goa. Dimulut goa dia berhenti sebentar. Dia mengusap wajahnya dua kali berturut-turut. Muka orang ini sudah sangat pucat akibat terlalu banyak darah yang terbuang dari luka di lambung kanan.
Bagian dalam goa batu karang itu terasa hangat dan merupakan satu terowongan lurus sedalam sepuluh tombak. Di ujung terowongan kelihatan menyala sebuah lampu minyak yang meliuk-liuk terkena tiupan angin dari luar. Di belakang lampu ini terhampar sehelai kulit binatang yang sudah dikeringkan. Di atas kulit binatang itu, di sebelah kanan tampak satu sosok tubuh perempuan berwajah cantik setengah rebah, mengenakan kemben berwarna merah dan kain panjang halus dari sutera yang tipis. Lekuk tubuhnya terpampang dengan jelas. Rambutnya yang panjang tergerai lepas di atas bahunya yang putih.
Lelaki itu segera menjatuhkan diri di depan wanita itu.
“ Randu Alas, kau datang untuk kedua kali dengan kondisi nyaris mati seperti ini. Apa yang terjadi sebenarnya?! “
Perempuan cantik berbaju serba merah itu bertanya dengan suara datar seperti tanpa intonasi.
Orang yang bernama Randu Alas dan terkapar di depannya itu. Perlahan –lahan mendongakkan kepalanya. Bibirnya bergetar tatkala memulai berbicara.
“ Trunojoyo menggerakkan pasukannya menuju Plered menyerang Mataram secara besar –besaran di bantu oleh Makasar dan Surabaya. Raja Mataram Amangkurat I secara pengecut melarikan diri meninggalkan pasukannya yang tengah menyabung nyawa di medan perang “
Randu Alas menghentikan ceritanya. Nafasnya tersengal –sengal.
“ Aku terluka parah nyimas Ratu..tolong aku. Aku belum mau mati! Sembuhkan aku berikan padaku kehidupan yang abadi “
Perempuan yang dipanggil Nyimas Ratu itu tersenyum.
“ Membantumu perkara mudah. Semudah ak membalikkan telapak tangan. Tapi apakah kau sudah siap menerima segala syarat dan resikonya? Jika suatu saat kau melanggar sumpah ?! “
Randu Alas terdiam. Baginya yang terpenting saat ini adalah ia terhindar dari cengkeraman kematian yang semakin menghimpit raganya.
“ Aku siap dengan segala syarat dan resikonya ! “
“ Berarti hatimu telah tetap untuk meminta agar aku meluluskan keinginanmu?!”
“Betul sekali Nyimas Ratu ”
Orang ini berbicara sambil terbata – bata.
“Bagus kalau begitu. Aku sudah katakan bahwa sekali kau memutuskan meminta bantuanku, berarti kau harus memenuhi segala syarat dan aturan!”
“Saya akan memenuhi,” jawab Randu Alas.
“Aku sudah katakan. Kalau kau melanggar syarat dan aturan maka apa yang kau dan seluruh keturunan anak cucu mu kelak akan menanggung kutukan!”
“ Kau tentu mengetahui hal itu. Coba katakan apa syarat itu kepadaku Randu Alas? “
“ Saya tidak boleh menikah dan setiap malam purnama bulan ke tiga saya harus kesini mempersembahkan tumbal dari gadis yang masih perawan “
Nyimas Ratu tertawa panjang. Tawa itu jika didengarkan sangat mengerikan dan lebih menyerupai lolongan anjing.
“ Bagus! Berati kau sudah paham dan tekad mu telah bulat! “
“ Ada satu lagi syarat yang ku tambahkan kepadamu “
“ Apa itu ?! “
“ Aku butuh kehangatan mu Randu “
Paras Randu Alas memerah. Nyimas Ratu beranjak dari tempat duduk. Berjalan dengan anggun ke arah Randu Alas. Lekuk tubuhnya sangat jelas terlihat. Membuat darah lelaki ini semakin kencang mengalir. Perempuan itu memberi isyarat pada Randu Alas untuk merebahkan diri di atas sebuah lempengan batu.
Perlahan –lahan tangan Nyimas Ratu membuka baju Randu Alas. Luka di lambung kanan menganga lebar. Darah merembes membasahi kain yang dibalutkan di atas luka untuk mencegah darah banyak keluar. Mata Nyimas Ratu berkilat – kilat tajam memandang ke arah lelehan darah segar itu. Sekali tarik kain pengikat luka terlepas. Randu Alas Cumiik kesakitan. Darah kembali mengucur semakin deras. Pandangan lelaki ini semakin kabur. Pada saat itu lah dengan rakus.
Nyimas Ratu menjilati darah yang mengucur deras itu. Luka menganga itupun tidak luput dari jilatan lidahnya. Lidah itu berubah menjadi panjang dan berlendir serta berwarna merah. Wajah yang cantik menawan tadi tiba –tiba berbulu tebal berwarna kelabu kehitaman. Sementara gigi taring mulai memanjang mencuat menggidikkan. Ajaib! Luka menganga tadi kini telah menutup. Tanpa bekas sama sekali!
Sesekali ia memegang lambung kanannya. Ada cairan merah bercampur dengan air hujan menetes dan jatuh ke tanah. Darah?!
Orang ini sepertinya terluka parah. Si penunggang sendiri dengan segala sisa kekuatan dan harapan untuk hidup terhuyung –huyung mencoba berjalan ke dalam lubang di kaki bukit karang. Di dalam lubang itu ada bagian bukit yang berbentuk seperti tangga kasar. Orang ini menaiki tangga itu dengan terseok –seok.
Tidak jarang sesekali ia terjatuh. Terhampar di atas bebatuan. Tangga batu karang itu licin dan ada yang berselimutkan lumut. Hujan lebat membuat udara menjadi redup gelap. Di puncak tangga batu membentang sebuah pedataran batu yang penuh dengan tonjolan karang runcing.
Pada salah satu bagian di kaki dinding inilah kelihatan sebuah lobang besar yang merupakan mulut goa. Orang tadi bergegas menuju pintu goa. Dimulut goa dia berhenti sebentar. Dia mengusap wajahnya dua kali berturut-turut. Muka orang ini sudah sangat pucat akibat terlalu banyak darah yang terbuang dari luka di lambung kanan.
Bagian dalam goa batu karang itu terasa hangat dan merupakan satu terowongan lurus sedalam sepuluh tombak. Di ujung terowongan kelihatan menyala sebuah lampu minyak yang meliuk-liuk terkena tiupan angin dari luar. Di belakang lampu ini terhampar sehelai kulit binatang yang sudah dikeringkan. Di atas kulit binatang itu, di sebelah kanan tampak satu sosok tubuh perempuan berwajah cantik setengah rebah, mengenakan kemben berwarna merah dan kain panjang halus dari sutera yang tipis. Lekuk tubuhnya terpampang dengan jelas. Rambutnya yang panjang tergerai lepas di atas bahunya yang putih.
Lelaki itu segera menjatuhkan diri di depan wanita itu.
“ Randu Alas, kau datang untuk kedua kali dengan kondisi nyaris mati seperti ini. Apa yang terjadi sebenarnya?! “
Perempuan cantik berbaju serba merah itu bertanya dengan suara datar seperti tanpa intonasi.
Orang yang bernama Randu Alas dan terkapar di depannya itu. Perlahan –lahan mendongakkan kepalanya. Bibirnya bergetar tatkala memulai berbicara.
“ Trunojoyo menggerakkan pasukannya menuju Plered menyerang Mataram secara besar –besaran di bantu oleh Makasar dan Surabaya. Raja Mataram Amangkurat I secara pengecut melarikan diri meninggalkan pasukannya yang tengah menyabung nyawa di medan perang “
Randu Alas menghentikan ceritanya. Nafasnya tersengal –sengal.
“ Aku terluka parah nyimas Ratu..tolong aku. Aku belum mau mati! Sembuhkan aku berikan padaku kehidupan yang abadi “
Perempuan yang dipanggil Nyimas Ratu itu tersenyum.
“ Membantumu perkara mudah. Semudah ak membalikkan telapak tangan. Tapi apakah kau sudah siap menerima segala syarat dan resikonya? Jika suatu saat kau melanggar sumpah ?! “
Randu Alas terdiam. Baginya yang terpenting saat ini adalah ia terhindar dari cengkeraman kematian yang semakin menghimpit raganya.
“ Aku siap dengan segala syarat dan resikonya ! “
“ Berarti hatimu telah tetap untuk meminta agar aku meluluskan keinginanmu?!”
“Betul sekali Nyimas Ratu ”
Orang ini berbicara sambil terbata – bata.
“Bagus kalau begitu. Aku sudah katakan bahwa sekali kau memutuskan meminta bantuanku, berarti kau harus memenuhi segala syarat dan aturan!”
“Saya akan memenuhi,” jawab Randu Alas.
“Aku sudah katakan. Kalau kau melanggar syarat dan aturan maka apa yang kau dan seluruh keturunan anak cucu mu kelak akan menanggung kutukan!”
“ Kau tentu mengetahui hal itu. Coba katakan apa syarat itu kepadaku Randu Alas? “
“ Saya tidak boleh menikah dan setiap malam purnama bulan ke tiga saya harus kesini mempersembahkan tumbal dari gadis yang masih perawan “
Nyimas Ratu tertawa panjang. Tawa itu jika didengarkan sangat mengerikan dan lebih menyerupai lolongan anjing.
“ Bagus! Berati kau sudah paham dan tekad mu telah bulat! “
“ Ada satu lagi syarat yang ku tambahkan kepadamu “
“ Apa itu ?! “
“ Aku butuh kehangatan mu Randu “
Paras Randu Alas memerah. Nyimas Ratu beranjak dari tempat duduk. Berjalan dengan anggun ke arah Randu Alas. Lekuk tubuhnya sangat jelas terlihat. Membuat darah lelaki ini semakin kencang mengalir. Perempuan itu memberi isyarat pada Randu Alas untuk merebahkan diri di atas sebuah lempengan batu.
Perlahan –lahan tangan Nyimas Ratu membuka baju Randu Alas. Luka di lambung kanan menganga lebar. Darah merembes membasahi kain yang dibalutkan di atas luka untuk mencegah darah banyak keluar. Mata Nyimas Ratu berkilat – kilat tajam memandang ke arah lelehan darah segar itu. Sekali tarik kain pengikat luka terlepas. Randu Alas Cumiik kesakitan. Darah kembali mengucur semakin deras. Pandangan lelaki ini semakin kabur. Pada saat itu lah dengan rakus.
Nyimas Ratu menjilati darah yang mengucur deras itu. Luka menganga itupun tidak luput dari jilatan lidahnya. Lidah itu berubah menjadi panjang dan berlendir serta berwarna merah. Wajah yang cantik menawan tadi tiba –tiba berbulu tebal berwarna kelabu kehitaman. Sementara gigi taring mulai memanjang mencuat menggidikkan. Ajaib! Luka menganga tadi kini telah menutup. Tanpa bekas sama sekali!
Quote:
Tidak tahu berapa lama lelaki ini tak sadarkan diri. Perlahan –lahan matanya terbuka. Pandangannya menyapu sekeliling. Sejenak ia mengernyitkan dahi. Sebuah pertanyaan besar tergambar di otaknya.
Tangan kirinya dengan spontan meraba lambung kanan. Ia terperanjat namun juga senang. Dilihatnya lambung itu telah menutup. Luka menganga akibat sabetan pedang itu telah raib. Kulitnya halus tidak ada bekas luka disana.
Belum selesai keterkejutannya Randu Alas terkejut. Nyimas Ratu berdiri lima langkah di hadapannya. Perempuan cantik itu melambaikan tangan ke arah Randu Alas. Lelaki ini bergegas mengikuti Nyimas Ratu melangkah menaiki tangga panjang yang berlapiskan permadani biru. Di kiri kanan jalan berderet bunga-bunga aneka warna yang menyebar bau harum semerbak.
Nyimas Ratu melangkah perlahan, menaiki anak tangga satu demi satu. Di depan sana kelihatan sebuah bangunan besar berbentuk istana, terang benderang bermandikan cahaya putih. Randu Alas mengedipkan kedua matanya berulang kali. Bahkan kemudian mengusapnya. Apa yang dilihatnya memang satu kenyataan.Dia tidak bermimpi. Seingat lelaki itu ia tadi berada di dalam goa batu di pantai Karang Bolong.
Di depan pintu Nyimas Ratu tampak menghentikan langkahnya lalu memutar tubuh, berpaling ke arah Randu Alas yang saat itu baru saja menjejakkan kedua kakinya dianak tangga teratas.
“Kekasihku, masuklah…” terdengar Nyimas Ratu berkata sambil membuat gerakan tangan yang mempersilahkan Randu Alas masuk ke dalam istana.
Lalu kembali Randu Alas ingat akan ucapan Nyimas Ratu beberapa waktu yang lalu. Ia diharuskan melayani perempuan setengah siluman itu. Tak boleh menolak. Tak layak membantah. Itu syarat yang tidak bisa dirobah! Toh, perempuan itu telah menyelamatkan nyawanya. Soal tidak menikah bukanlah masalah yang sulit. Bersetubuh dengan siluman itu juga bukan hal yang mengerikan. Siluman itu memilik perwujudan seorang perempuan cantik dengan badan yang elok dan sangat mempesona.
“Masuklah…” Nyimas Ratu kembali mempersilahkan seraya membungkuk dengan sikap hormat seorang ratu mempersilahkan sang raja.
Perlahan-lahan Randu Alas melangkah memasuki pintu besar istana. Nyimas Ratu mengikutinya dari belakang. Ruangan besar di balik pintu itu ternyata adalah sebuah kamar yang sangat indah. Di lantai terhampar permadani tebal dan lembut. Di dinding tirai aneka warna menghias. Di tengah ruangan terletak sebuah tempat tidur dengan kelambu berwarna biru laut. Bau ruangan itu benar-benar harum. Dan menggugah gairah untuk bercinta.
Meski mula-mula hatinya bingung bercampur perasaan aneh yang menghinggapi hatinya tatkala menghadapi situasi yang teramat ganjil. Tiba –tiba Nyimas Ratu memelukn dan menyandarkan kepalanya ke dada, Randu Alas mulai memberikan reaksi, reaksi sebagai seorang lelaki yang berdarah panas! Dirangkulnya tubuh perempuan itu erat-erat dalam gejolak nafsu yang seumur hidupnya baru kali itu dirasakan sangat berkobar –kobar oleh Randu Alas.
Nyimas Ratu tertawa merdu. Rasa digelitik liang-liang telinga pemuda itu, tambah terangsang naluri kelelakiannya mendengar suara tertawa itu. Perempuan jelmaan itu dipeluknya erat-erat hingga merintih antara kesakitan dan kenikmatan! Beberapa lama kumudian kedua makhluk itu berpagut-pagutan di tengah kamar itu.
"Kakiku letih, kekasih..." bisik Nyimas Ratu.
"Gendong aku ke tempat tidur." pintanya lirih.
"Hem..." guman Randu Alas.
Sesaat kemudian keduanya pun telah berada ditempat tidur. Berpagut dan berguling seperti sepasang ular. Dan memang mereka tak ubahnya separti binatang saja saat itu. Seperti binatang dan tanpa pakaian! Setidaknya itu yang terlihat di mata Randu Alas. Sebenarnya tidak sama sekali. Lelaki itu telah bergumul dengan sesosok tubuh berbulu lebat, mocong panjang, gigi mencuat tajam dan lidah panjang yang selalu mengeluarkan air liur menjijikkan!
Tangan kirinya dengan spontan meraba lambung kanan. Ia terperanjat namun juga senang. Dilihatnya lambung itu telah menutup. Luka menganga akibat sabetan pedang itu telah raib. Kulitnya halus tidak ada bekas luka disana.
Belum selesai keterkejutannya Randu Alas terkejut. Nyimas Ratu berdiri lima langkah di hadapannya. Perempuan cantik itu melambaikan tangan ke arah Randu Alas. Lelaki ini bergegas mengikuti Nyimas Ratu melangkah menaiki tangga panjang yang berlapiskan permadani biru. Di kiri kanan jalan berderet bunga-bunga aneka warna yang menyebar bau harum semerbak.
Nyimas Ratu melangkah perlahan, menaiki anak tangga satu demi satu. Di depan sana kelihatan sebuah bangunan besar berbentuk istana, terang benderang bermandikan cahaya putih. Randu Alas mengedipkan kedua matanya berulang kali. Bahkan kemudian mengusapnya. Apa yang dilihatnya memang satu kenyataan.Dia tidak bermimpi. Seingat lelaki itu ia tadi berada di dalam goa batu di pantai Karang Bolong.
Di depan pintu Nyimas Ratu tampak menghentikan langkahnya lalu memutar tubuh, berpaling ke arah Randu Alas yang saat itu baru saja menjejakkan kedua kakinya dianak tangga teratas.
“Kekasihku, masuklah…” terdengar Nyimas Ratu berkata sambil membuat gerakan tangan yang mempersilahkan Randu Alas masuk ke dalam istana.
Lalu kembali Randu Alas ingat akan ucapan Nyimas Ratu beberapa waktu yang lalu. Ia diharuskan melayani perempuan setengah siluman itu. Tak boleh menolak. Tak layak membantah. Itu syarat yang tidak bisa dirobah! Toh, perempuan itu telah menyelamatkan nyawanya. Soal tidak menikah bukanlah masalah yang sulit. Bersetubuh dengan siluman itu juga bukan hal yang mengerikan. Siluman itu memilik perwujudan seorang perempuan cantik dengan badan yang elok dan sangat mempesona.
“Masuklah…” Nyimas Ratu kembali mempersilahkan seraya membungkuk dengan sikap hormat seorang ratu mempersilahkan sang raja.
Perlahan-lahan Randu Alas melangkah memasuki pintu besar istana. Nyimas Ratu mengikutinya dari belakang. Ruangan besar di balik pintu itu ternyata adalah sebuah kamar yang sangat indah. Di lantai terhampar permadani tebal dan lembut. Di dinding tirai aneka warna menghias. Di tengah ruangan terletak sebuah tempat tidur dengan kelambu berwarna biru laut. Bau ruangan itu benar-benar harum. Dan menggugah gairah untuk bercinta.
Meski mula-mula hatinya bingung bercampur perasaan aneh yang menghinggapi hatinya tatkala menghadapi situasi yang teramat ganjil. Tiba –tiba Nyimas Ratu memelukn dan menyandarkan kepalanya ke dada, Randu Alas mulai memberikan reaksi, reaksi sebagai seorang lelaki yang berdarah panas! Dirangkulnya tubuh perempuan itu erat-erat dalam gejolak nafsu yang seumur hidupnya baru kali itu dirasakan sangat berkobar –kobar oleh Randu Alas.
Nyimas Ratu tertawa merdu. Rasa digelitik liang-liang telinga pemuda itu, tambah terangsang naluri kelelakiannya mendengar suara tertawa itu. Perempuan jelmaan itu dipeluknya erat-erat hingga merintih antara kesakitan dan kenikmatan! Beberapa lama kumudian kedua makhluk itu berpagut-pagutan di tengah kamar itu.
"Kakiku letih, kekasih..." bisik Nyimas Ratu.
"Gendong aku ke tempat tidur." pintanya lirih.
"Hem..." guman Randu Alas.
Sesaat kemudian keduanya pun telah berada ditempat tidur. Berpagut dan berguling seperti sepasang ular. Dan memang mereka tak ubahnya separti binatang saja saat itu. Seperti binatang dan tanpa pakaian! Setidaknya itu yang terlihat di mata Randu Alas. Sebenarnya tidak sama sekali. Lelaki itu telah bergumul dengan sesosok tubuh berbulu lebat, mocong panjang, gigi mencuat tajam dan lidah panjang yang selalu mengeluarkan air liur menjijikkan!
User telah dihapus dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Kutip
Balas