- Beranda
- Stories from the Heart
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
...
TS
breaking182
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Sekelompok anak muda dari universitas di Jogja yang sedang melaksanakan KKN di desa Telaga Muncar salah satu desa terpencil di kawasan Tepus Gunung Kidul. Tiga sosok anjing misterius mencegat salah satu dari mahasiswa itu yang bernama Zulham. Misteri berlanjut lagi tatkala sesampainya di base camp. Zulham harus dihadapkan dengan ketua kelompok KKN tersebut yang diterror oleh mahkluk –mahkluk asing yang memperlihatkan diri di mimpi –mimpi. Bahkan, bulu –bulu berwarna kelabu kehitaman ditemukan di ranjang Ida. Hingga pada akhirnya misteri ini berlanjut kedalam pertunjukan maut. Nyawa Zulham dan seluruh anggota KKN terancam oleh orang –orang pengabdi setan yang tidak segan –segan mengorbankan nyawa sesama manusia. Bahkan, nyawa darah dagingnya sendiri!
INDEX
Diubah oleh breaking182 22-02-2021 10:13
sukhhoi dan 35 lainnya memberi reputasi
32
110.5K
Kutip
378
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#102
EPISODE 8 : SANTAI SEJENAK, TAPI....
Quote:
Kerapatan pohon jati sepanjang kiri kanan jalan desa yang dilalui mobil L300 ini berbaris rapih. Seolah –olah tegak berdiri menyerupai pagar tinggi. Matahari pagi mengintip dari celah –celah kerapatan dedaunan. Angin pegunungan yang sejuk menerobos ke dalam mobil lewat jendela yang sengaja tidak ditutup.
Sesekali mobil terhuyung kekiri karena ban depan membentur jalan berbatu dan berlubang. Danny ada dibelakang kemudi. Disampingnya Alit duduk. Sepasang headset dari walkman kesayangannya menyumpal kedua telinga. Di jok bagian tengah Mima, Ajeng dan Nathan. Sementara aku di jok paling belakang bersama Ida.
Gadis idamanku itu memakai kaos tanpa lengan berwarna merah dipadu dengan celana jeans berwarna hitam sebatas lutut. Rambutnya yang sebahu dibiarkan tergerai dipermainkan angin. Wajahnya sangat cantik. Jantungku sesekali bergetar tatkala teringat semalam ia mencium bibirku dengan lembut.
“ Kau kenapa Zul, sedari tadi aku perhatikan tersenyum –senyum sendiri?”
“ Tidak, aku hanya teringat yang terjadi semalam “
Paras gadis itu memerah. Malu. Aku tidak menduga tangannya terjulur lalu mencubit pinggangku dengan keras.
“ Aowww.....”
Aku sontak Cumiik kesakitan. Mima dan Ajeng menoleh ke belakang. Danny juga sempat melihat dari kaca depan. Di bibir anak itu tersungging senyuman kecut.
“ Sudah. Biarkan mereka yang sedang dimabuk cinta “
Nathan nyeletuk dari depan. Sementara aku hanya tertawa. Ida membuang pandangannya keluar melalui jendela yang terbuka.
Begitu mobil L300 berwarna biru kusam ini keluar dari jalanan desa Telaga Muncar Nathan mulai menyanyi. Lagunya Jogjakarta yang biasa dinyanyikan oleh KLA Project.
SIANG ITU laut selatan tampak cerah. Ombak memecah tenang di pantai Watuwalang. Burung - burung laut terbang berkelompok-kelompok dan angin bertiup membendung teriknya sinar sang surya. Belasan perahu tampak berjejer di tepi pasir. Para nelayan sibuk memperbaiki dan membenahi jaring untuk persiapan turun ke laut malam nanti.
Di tepi pantai, dibawah jejeran pohon-pohon kelapa anak-anak ramai bermain-main. Ida duduk di atas akar –akar pohon yang berjuntai dari tanah berpasir tak jauh dari tepi pantai. Di bawah naungan daun –daun yang rindang. Pandangannya mengarah ke laut lepas. Dimana ombak bergulung –gulung tiada henti dan memecah di tepian pantai.
“ .... Kau masih ingat semalam Zul?! Aku wanita keberapa yang pernah mencium bibir mu? “
Ida bertanya setengah menyindir. Kepalanya didongakkan dan Bibirnya direkahkan tepat di hadapan ku.
Aku mencubit pahanya dengan gemas. Ia hanya terpekik lalu tertawa. Riang..riang sekali hampir tidak pernah aku melihat dia tertawa seceria ini semenjak bertemu di Telaga Muncar. Sebulan yang lalu. Puas berlama –lama duduk di bawah pohon itu. Aku mengajaknya untuk berjalan –jalan menyusuri tepian pantai.
“ Ayo, kita cari pemandangan lain “
Aku berdiri sembari mengulurkan tangan. Ia menyambut tangan ku lalu berjalan di sampingku. Kepalanya sesekali disandarkan manja di bahu ku. Laut… pantai dan pasir, ombak yang memecah, lalu deretan pohon-pohon kelapa diseling semak belukar liar. Aku berjalan kadang –kadang sesekali kupeluk Ida dan kuciumi pipinya dengan mesra.
Beberapa lamanya saat kita berjalan ada sebuah kampung kecil. Pasti kampung nelayan. Namun tak seorang pun ada di sana. Melihat keadaan kampung itu, tampaknya sudah sejak lama ditinggalkan penghuninya. Beberapa buah perahu kecil yang lapuk dimakan usia menggeletak di halaman rumah-rumah yang hampir roboh. Semakin jauh masuk ke pedalaman teluk, semakin rapat pohon-pohon kelapa yang tumbuh dan semakin lebat semak belukar yang menghalang. Deburan ombak di tepi pantai sudah tidak terdengar lagi. Desauan angin bersatu dengan gemerisik daun-daun pohon kelapa.
Ida menggengam tanganku erat – erat. Ia hentikan langkahnya.
“... Zul, kita dimana ini?!
Pandangan matanya emancarkan kekhawatiran. Semakin erat ia menggenggam tangan ku.
“ Jangan – jangan kita tersesat “
Suaranya hampir – hampir tidak terdengar.
Aku memandang sekeliling. Saat itulah tiba-tiba aku melihat sekelebatan bayangan di balik rerimbunan semak belukar. Aku melihatnya!
Jantungku sesaat berhenti berdetak. Sesosok mahkluk besar misterius menyerupai anjing duduk di bawah kerumunan semak belukar. Berbulu kelabu kehitaman. Matanya memerah tajam menatap ke rah kami berdua.
“ Anjing....”
Teriaku kaget. Mahkluk itu serentak berdiri lalu berlari ke arah kerapatan pohon kelapa. Terlihat beberapa semak bergoyang –goyang dengan keras dan suara ranting dan dedaunan yang bergemerisik terinjak kaki yang tengah berlari dengan cepat.
“ Ya Tuhan....”
Disebelahku Ida berbisik parau.
Tubuhnya bergetar. Sesaat terhuyung dan hampir jatuh ke pasir. Jika saja aku tidak cepat –cepat memeluk pinggangnya. Mukanya memucat. Putih sekali hampir menyerupai kertas. Masih untung, ia tidak pingsan. Aku dengan susah payah membantunya agar tetap tegak berdiri. Sembari mulutku tidak berhenti terus –menerus membujuknya.
" Tenang..Tenanglah. itu tadi hanya anjing liar yang mungkin saja tersesat saat tengah mencari makan “
Bibirnya yang pucat bergetar – getar pelan. Tangan ku semakin erat memeluk pinggangnya. Tubuh itu aku rapatkan ke tubuhku. Dan tangan ku yang lain mengelus rambut, pipi dan pundaknya dengan lembut.
“ Kau bisa jalan? “
Tanyaku setelah aku lihat Ida sudah mulai tenang.
Ia hanya mengangguk pelan. Ia menghela nafas berulang –ulang dan masih gemetar waktu berucap.
“ ... mari kita pulang Zul. Aku yakin teman –teman sudah resah menunggu kita “
Lalu Ida berusaha berdiri sendiri. Melepaskan diri dari pelukan ku. Aku masih memegangi tangannya. Rasanya jarak yang kami tempuh menjadi sangat jauh sekali.
Sesekali mobil terhuyung kekiri karena ban depan membentur jalan berbatu dan berlubang. Danny ada dibelakang kemudi. Disampingnya Alit duduk. Sepasang headset dari walkman kesayangannya menyumpal kedua telinga. Di jok bagian tengah Mima, Ajeng dan Nathan. Sementara aku di jok paling belakang bersama Ida.
Gadis idamanku itu memakai kaos tanpa lengan berwarna merah dipadu dengan celana jeans berwarna hitam sebatas lutut. Rambutnya yang sebahu dibiarkan tergerai dipermainkan angin. Wajahnya sangat cantik. Jantungku sesekali bergetar tatkala teringat semalam ia mencium bibirku dengan lembut.
“ Kau kenapa Zul, sedari tadi aku perhatikan tersenyum –senyum sendiri?”
“ Tidak, aku hanya teringat yang terjadi semalam “
Paras gadis itu memerah. Malu. Aku tidak menduga tangannya terjulur lalu mencubit pinggangku dengan keras.
“ Aowww.....”
Aku sontak Cumiik kesakitan. Mima dan Ajeng menoleh ke belakang. Danny juga sempat melihat dari kaca depan. Di bibir anak itu tersungging senyuman kecut.
“ Sudah. Biarkan mereka yang sedang dimabuk cinta “
Nathan nyeletuk dari depan. Sementara aku hanya tertawa. Ida membuang pandangannya keluar melalui jendela yang terbuka.
Begitu mobil L300 berwarna biru kusam ini keluar dari jalanan desa Telaga Muncar Nathan mulai menyanyi. Lagunya Jogjakarta yang biasa dinyanyikan oleh KLA Project.
Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja
SIANG ITU laut selatan tampak cerah. Ombak memecah tenang di pantai Watuwalang. Burung - burung laut terbang berkelompok-kelompok dan angin bertiup membendung teriknya sinar sang surya. Belasan perahu tampak berjejer di tepi pasir. Para nelayan sibuk memperbaiki dan membenahi jaring untuk persiapan turun ke laut malam nanti.
Di tepi pantai, dibawah jejeran pohon-pohon kelapa anak-anak ramai bermain-main. Ida duduk di atas akar –akar pohon yang berjuntai dari tanah berpasir tak jauh dari tepi pantai. Di bawah naungan daun –daun yang rindang. Pandangannya mengarah ke laut lepas. Dimana ombak bergulung –gulung tiada henti dan memecah di tepian pantai.
“ .... Kau masih ingat semalam Zul?! Aku wanita keberapa yang pernah mencium bibir mu? “
Ida bertanya setengah menyindir. Kepalanya didongakkan dan Bibirnya direkahkan tepat di hadapan ku.
Aku mencubit pahanya dengan gemas. Ia hanya terpekik lalu tertawa. Riang..riang sekali hampir tidak pernah aku melihat dia tertawa seceria ini semenjak bertemu di Telaga Muncar. Sebulan yang lalu. Puas berlama –lama duduk di bawah pohon itu. Aku mengajaknya untuk berjalan –jalan menyusuri tepian pantai.
“ Ayo, kita cari pemandangan lain “
Aku berdiri sembari mengulurkan tangan. Ia menyambut tangan ku lalu berjalan di sampingku. Kepalanya sesekali disandarkan manja di bahu ku. Laut… pantai dan pasir, ombak yang memecah, lalu deretan pohon-pohon kelapa diseling semak belukar liar. Aku berjalan kadang –kadang sesekali kupeluk Ida dan kuciumi pipinya dengan mesra.
Beberapa lamanya saat kita berjalan ada sebuah kampung kecil. Pasti kampung nelayan. Namun tak seorang pun ada di sana. Melihat keadaan kampung itu, tampaknya sudah sejak lama ditinggalkan penghuninya. Beberapa buah perahu kecil yang lapuk dimakan usia menggeletak di halaman rumah-rumah yang hampir roboh. Semakin jauh masuk ke pedalaman teluk, semakin rapat pohon-pohon kelapa yang tumbuh dan semakin lebat semak belukar yang menghalang. Deburan ombak di tepi pantai sudah tidak terdengar lagi. Desauan angin bersatu dengan gemerisik daun-daun pohon kelapa.
Ida menggengam tanganku erat – erat. Ia hentikan langkahnya.
“... Zul, kita dimana ini?!
Pandangan matanya emancarkan kekhawatiran. Semakin erat ia menggenggam tangan ku.
“ Jangan – jangan kita tersesat “
Suaranya hampir – hampir tidak terdengar.
Aku memandang sekeliling. Saat itulah tiba-tiba aku melihat sekelebatan bayangan di balik rerimbunan semak belukar. Aku melihatnya!
Jantungku sesaat berhenti berdetak. Sesosok mahkluk besar misterius menyerupai anjing duduk di bawah kerumunan semak belukar. Berbulu kelabu kehitaman. Matanya memerah tajam menatap ke rah kami berdua.
“ Anjing....”
Teriaku kaget. Mahkluk itu serentak berdiri lalu berlari ke arah kerapatan pohon kelapa. Terlihat beberapa semak bergoyang –goyang dengan keras dan suara ranting dan dedaunan yang bergemerisik terinjak kaki yang tengah berlari dengan cepat.
“ Ya Tuhan....”
Disebelahku Ida berbisik parau.
Tubuhnya bergetar. Sesaat terhuyung dan hampir jatuh ke pasir. Jika saja aku tidak cepat –cepat memeluk pinggangnya. Mukanya memucat. Putih sekali hampir menyerupai kertas. Masih untung, ia tidak pingsan. Aku dengan susah payah membantunya agar tetap tegak berdiri. Sembari mulutku tidak berhenti terus –menerus membujuknya.
" Tenang..Tenanglah. itu tadi hanya anjing liar yang mungkin saja tersesat saat tengah mencari makan “
Bibirnya yang pucat bergetar – getar pelan. Tangan ku semakin erat memeluk pinggangnya. Tubuh itu aku rapatkan ke tubuhku. Dan tangan ku yang lain mengelus rambut, pipi dan pundaknya dengan lembut.
“ Kau bisa jalan? “
Tanyaku setelah aku lihat Ida sudah mulai tenang.
Ia hanya mengangguk pelan. Ia menghela nafas berulang –ulang dan masih gemetar waktu berucap.
“ ... mari kita pulang Zul. Aku yakin teman –teman sudah resah menunggu kita “
Lalu Ida berusaha berdiri sendiri. Melepaskan diri dari pelukan ku. Aku masih memegangi tangannya. Rasanya jarak yang kami tempuh menjadi sangat jauh sekali.
Quote:
KAMAR POJOK, terdengar suara raungan garang. Disusul lolongan tinggi menyayat gendang telinga. Seseorang, sambil meraung dan melolong rupanya telah pula menendang, membanting dan mencakar apa saja yang ada di dekatnya. Lelaki tinggi tegap dengan wajah kelimis penuh wibawa itu tampak menggeram – geram di dalam kamar. Pakaian di tubuhnya robek –robek di sana -sini.
Seluruh tubuhnya, ditumbuhi oleh bulu –bulu tipis yang kemudian semakin menebal dan panjang berwarna kelabu kehitaman. Wajahnya berubah lonjong, mencuat ke depan. Telinganya lebar dan panjang. Lidah pajang dan merah itu menjulur penuh buih dan busa. Gigi taring mencuat panjang meliuk di sudut –sudut mulut menyerupai mocong. Mata merah menyala menatap menggidikkan!
Kesunyian dan kegelapan membuat desa Telaga Muncar tampak lengang. Diam membeku. Udara sangat dingin. Kabut dari puncak – puncak pegunungan kapur turun menyelimuti desa. Suasana menjadi dingin menggigit sampai ke tulang. Hal yang paling nyaman dilakukan dalam keadaan seperti ini adalah meringkuk tidur di dalam selimut. Di pos ronda yang terletak di gerbang desa tampak lima orang berada disana. Empat diantaranya sudah rebah meringkuk mendengkur. Sementara satu orang lagi yang bernama Surya duduk terkantuk –kantuk sembari berselimut sarung berbau apak karena jarang dicuci.
Tatkala ia sudah akan jatuh menyusul keempat kawannya. Tiba –tiba ia terlonjak. Matanya membuka lebar. Perutnya berasa sangat mulas dan panas. Oleh karenanya Surya bergegas pergi ke belakang pos ronda dibalik rerimbunan pohon singkong. Ia jongkok. Hanya cairan yang keluar dari lubang dubunya. Dan ia semakin mulas saja. Tidak berapa lama. Ia berjingkat ke arah sumur pompa untuk cebok. Pada saat ia akan mengungkit air. Telinga Surya menangkap suara aneh dan mengejutkan. Terdengar sangat dekat di telinga, amin bernada sayup –sayup. Seperti suara lolongan anjing. Disusul bunyi mneyalak dan lolongan anjing –anjig lainnya. Salingbersahut –sahutan. Surya mendongakkan kepalanya. Tercekat.
“ Asu ajag?! “
Suaranya lirih hampir tidak terdengar.
Selagi Surya kebingungan. Ia mendengar suara orang menjerit samar –samar. Surya semakin tercekam. Lupa cebok, ia berlari –lari kecil meninggalkan sumur pompa sambil menarik celananya ke atas pinggang. Suara jeritan itu tiba –tiba lenyap dibarengi suara lolongan juga raib. Mengilang entah kemana. Malam kembali sunyi. Bulu kuduk Surya sontak meremang. Sesaat Surya terpaku dari tempatnya berdiri.
Tidak jauh sekitar dua puluh langkah terlihat beberapa batang pohon singkong tersingkap dan patah. Seperti habis dirambas oleh sesuatu. Surya berjalan mendekati rerimbunan pohon yang beberapa telah patah dan rebah ke tanah. Sampai di dekat pohon mundu ia lalu memandang perkeliling.
Satu jeritan tertahan keras dari mulut Surya. Kedua matanya seperti hendak tanggal dari rongganya. Hanya beberapa langkah di hadapannya menggeletak sesosok tubuh. Dibawah sinar bulan tubuh tanpa pakaian itu bergelimang darah penuh luka cabik-cabik. Wajahnya hampir tak bisa dikenali lagi. Salah satu matanya mencuat keluar, hidungnya tanggal dan mulutnya sobek. Di lehernya ada luka terbuka yang masih mengucurkan darah segar!
Seluruh tubuhnya, ditumbuhi oleh bulu –bulu tipis yang kemudian semakin menebal dan panjang berwarna kelabu kehitaman. Wajahnya berubah lonjong, mencuat ke depan. Telinganya lebar dan panjang. Lidah pajang dan merah itu menjulur penuh buih dan busa. Gigi taring mencuat panjang meliuk di sudut –sudut mulut menyerupai mocong. Mata merah menyala menatap menggidikkan!
Kesunyian dan kegelapan membuat desa Telaga Muncar tampak lengang. Diam membeku. Udara sangat dingin. Kabut dari puncak – puncak pegunungan kapur turun menyelimuti desa. Suasana menjadi dingin menggigit sampai ke tulang. Hal yang paling nyaman dilakukan dalam keadaan seperti ini adalah meringkuk tidur di dalam selimut. Di pos ronda yang terletak di gerbang desa tampak lima orang berada disana. Empat diantaranya sudah rebah meringkuk mendengkur. Sementara satu orang lagi yang bernama Surya duduk terkantuk –kantuk sembari berselimut sarung berbau apak karena jarang dicuci.
Tatkala ia sudah akan jatuh menyusul keempat kawannya. Tiba –tiba ia terlonjak. Matanya membuka lebar. Perutnya berasa sangat mulas dan panas. Oleh karenanya Surya bergegas pergi ke belakang pos ronda dibalik rerimbunan pohon singkong. Ia jongkok. Hanya cairan yang keluar dari lubang dubunya. Dan ia semakin mulas saja. Tidak berapa lama. Ia berjingkat ke arah sumur pompa untuk cebok. Pada saat ia akan mengungkit air. Telinga Surya menangkap suara aneh dan mengejutkan. Terdengar sangat dekat di telinga, amin bernada sayup –sayup. Seperti suara lolongan anjing. Disusul bunyi mneyalak dan lolongan anjing –anjig lainnya. Salingbersahut –sahutan. Surya mendongakkan kepalanya. Tercekat.
“ Asu ajag?! “
Suaranya lirih hampir tidak terdengar.
Selagi Surya kebingungan. Ia mendengar suara orang menjerit samar –samar. Surya semakin tercekam. Lupa cebok, ia berlari –lari kecil meninggalkan sumur pompa sambil menarik celananya ke atas pinggang. Suara jeritan itu tiba –tiba lenyap dibarengi suara lolongan juga raib. Mengilang entah kemana. Malam kembali sunyi. Bulu kuduk Surya sontak meremang. Sesaat Surya terpaku dari tempatnya berdiri.
Tidak jauh sekitar dua puluh langkah terlihat beberapa batang pohon singkong tersingkap dan patah. Seperti habis dirambas oleh sesuatu. Surya berjalan mendekati rerimbunan pohon yang beberapa telah patah dan rebah ke tanah. Sampai di dekat pohon mundu ia lalu memandang perkeliling.
Satu jeritan tertahan keras dari mulut Surya. Kedua matanya seperti hendak tanggal dari rongganya. Hanya beberapa langkah di hadapannya menggeletak sesosok tubuh. Dibawah sinar bulan tubuh tanpa pakaian itu bergelimang darah penuh luka cabik-cabik. Wajahnya hampir tak bisa dikenali lagi. Salah satu matanya mencuat keluar, hidungnya tanggal dan mulutnya sobek. Di lehernya ada luka terbuka yang masih mengucurkan darah segar!
Diubah oleh breaking182 10-05-2018 18:47
User telah dihapus dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas