Quote:
Di tepi jalan masuk pabrik pemotongan kayu, tiga sosok berpakaian gelap berdiri di balik pohon asem besar yang dibawahnya ditumbuhi semak belukar setinggi pinggang orang dewasa. Tiga pasang mata itu tampak mengamati areal pabrik sambil pandangan nanar mengamati keadaan sekeliling. Setelah dirasa aman. Ketiganya bergerak cepat ke arah pintu gerbang pabrik. Saat melewati pos jaga. Ketiganya berjalan berjingkat –jingkat sesekali menyelinap diantara tumpukan potongan –potongan kayu yang tersebar dibeberapa sudut. Penjaga pabrik tampak tertidur mendengkur di dalam pos jaga.
Batang –batang kayu tertumpuk menjulang menyerupai bukit di kegelapan. Beberapa alat berat dan tiga truk yang terparkir di halaman pabrik tampak membisu. Sunyi dan gelap. Cahaya bulan yang hanya tinggal sepotong menggantung di langit tidak mampu menerangi bumi. Cepat sekali tiga orang itu bergerak menyelinap diantara tumpukan kayu.
Ketiganya berhenti di depan pintu utama yang terkunci. Pintu itulah yang akan langsung membawa ke dalam pabrik. Satu orang dari mereka segera maju ke depan. Ia merogoh sesuatu dari kantong baju hitamnya. Sebuah kawat yang bengkok dibagian ujungnya. Setengah merunduk orang itu membuka gembok yang menutup pintu itu. Tidak memerlukan waktu yang lama. Gembok ini tebuka. Serta merta dengan penuh kewaspadaan ketiganya masuk ke dalam pabrik. Setengah bergegas mereka sampai di ruang direktur utama.
Di dalam ruangan itu tidak terlalu luas. Sebuah meja kerja diatasnya ada pesawat telpon, tumpukan berkas –berkas dan sebuah plakat nama dari kayu dengan guratan nama “ PARLIN“ Sesaat ketiganya tegak tertegun. Dua buah lemari besar merapat ke dinding.
“ Bondo, Umam tolong kalian dorong lemari yang sebelah kanan. Dibalik lemari besar itu ada pintu rahasia. Aku curiga wanita - wanita hamil yang tiba –tiba menghilang secara misterius itu ada di ruangan itu “
“ Menurut desas –desus ada pekerja yang pernah melihat hal yang mencurigakan. Tetapi, kemudian pekerja itu tiba –tiba menghilang secara misterius “
Kedua orang yang dipanggil Bondo dan Umam dengan cepat mendorong lemari besar itu. Keduanya tampak kesulitan.
“ Bejo...bantu kami ! Lemari ini sangat berat ! “
Orang yang bernama Bejo itu segera membantu kedua rekannya. Akhirnya lemari itu bisa digeser. Di balik lemari itu memang ada pintu yang warnaya serupa dengan warna dinding. Ketiganya membuka pintu itu yang ternyata tidak terkunci. Di balik pintu itu terdapat undak –undakan menuju ke bawah. Susana sangat redup. Beberapa lilin yang menyala di sepanjang dinding menuju ke bawah memancarkan cahaya redup yang menimbuljan suasana mencekam
Ketiga lelaki itu berjalan perlahan –lahan menuruni undak –undakan itu. Tidak berapa lama berjalan keterkejutan ketiga orang ini bukan alang kepalang. Di hadapannya terdapat ruangan batu menghampar. Tetapi bukan ruangan batu itu yang membuat ketiganya bergidik ngeri....
Nyawa ketiganya serasa terbang ketika melihat apa yang terhampar didepannya. satu bukit kecil yang terbuat dari satu timbunan besar bangkai atau mayat manusia! Satu keanehan lagi yang terjadi adalah seluruh bangkai yang jika ditaksir berjumlah puluhan tersebut tak satupun yang mengalami proses pembusukan. Tak ada bau busuk maupun anyir darah yang keluar dari tubuh mayat-mayat tersebut! Jika dicermati dari semua mayat itu adalah wanita hamil!
“ Gila..kegilaan apa lagi ini! Kita harus kembali ke markas. Secepatnya dilakukan penggerebekan. Ini sudah kelewat batas kejam dan bengis “
“ Aku harus melaporkan hal ini segera “
Bejo lalu mengeluarkan ponselnya. Dia memencet beberapa nomor menggunakan jempol tangan kanannya. Lalu ia menempelkan ponsel di telinga. Tidak ada sambungan. Berkali –kali sama saja. Tidak ada sambungan. Tatkala di lihat memang tidak ada sinyal. Ponsel itu kemudian dimasukkan ke dalam saku jaketnya.
“ Ayo cepat kita tinggalkan tempat ini “
Ketiganya berlari ke arah pintu keluar. Tanpa menutup kembali atau merapikan lemari yang telah mereka geser sebelumnya.
“ Umam...dimana lokasi penjemputan?!"
Bondo berkata saat mereka telah sampai di jalan aspal kecil. Beberapa ratus meter dari pabrik itu.
“ Mustinya di tempat ini “
Bondo menjawab sembari terngah -engah.
“ Tapi disini tidak terlihat satupun kendaraan yang telah dipersiapkan untuk menunggu kita “
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba sorot lampu mobil dengan kecepatan penuh berkelebat menerpa Bejo. Selanjutnya terdengar suara tabrakan keras.
BRAKK!!!
Bejo tertabrak. Tubuhnya terpental beberapa meter ke samping dan...
JLEBB!!!
Bejo tertancap di pagar yang bengkok ke depan. Yang mengerikan, lehernya lebih dulu menyentuh ujung pagar bingga mayat Bejo tergantung dengan leher tersangkut. Sesaat tubuh itu mneggeliat –geliat. Kedua tangan ditekapkan ke leher yang tersangkut mencoba melepaskan dari tusukan besi. Lama –kelamaan tubuh itu tidak bergerak lagi.
Mobil oleng dan terbalik, terseret sambil berputar menghantam tubuh Bondo dan Umam. Keduanya terpental terpisah.
BRUKK!!
Umam terpental ke tepi jalan, jatuh terjerembab dengan mata melotot karena tepat di depan wajahnya sebilah besi runcing bekas rangka bangunan menonjol dari dalam tanah. Umam menghela napas tegang campur lega. Besi tajam berkarat itu hampir menusuknya tapi itu hanya sesaat... salah satu roda terlepas dan menghantam punggung Umam dengan keras.
JLEBB!!!
Mata Umam tertusuk besi. Hingga tembus ke batok kepala bagian belakang. Darah segar mengucur. Umam meregang nyawa sekarat lalu terdiam dengan wajah berlumuran darah.
Akibat benturan yang begitu keras, sebuah kipas mesin copot. Kipas itu melayang cepat dan memenggal kepala Bondo. Darah muncrat. Bondo terkapar tanpa kepala. Sementara kepalanya menggelinding dan jatuh ke dalam parit. Hanya sekejap mata tiga korban mati mengenaskan. Percikan darah di mana - mana, membasahi jalan beraspal. Bau anyir darah santer tercium.
Mobil Mercy berwarna silver nan mewah dengan sesosok tubuh berpakaian rapi duduk tak bergeming dari jok belakang. Di balik kemudi duduk seorang lelaki pendek gemuk yang beberapa kali mengusap wajahnya yang berkeringat. Dua sosok di dalam mobil itu memperhatikan kejadian dari dalam mobil.