- Beranda
- Stories from the Heart
URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
...
TS
breaking182
URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
URBAN LEGEND : PANTAI TRISIK 1990
Quote:
INDEX URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
Quote:
SERIES BARU
MUTILASI
MUTILASI
EPISODE 1 : MAYAT TERPOTONG DI HUTAN JATI
EPISODE 2 : EVAKUASI
EPISODE 3 : SANG DALANG
EPISODE 4 : KASIH TAK SAMPAI
EPISODE 5 : PENYUSUP
EPISODE 6 : LOLOS DARI MAUT
EPISODE 7 : DUKA TERDALAM
EPISODE 8 : PEMBUNUHNYA ADALAH ....
EPISODE 9 : PENYERGAPAN
CREDIT SCENE
TAMAT
EPISODE 2 : EVAKUASI
EPISODE 3 : SANG DALANG
EPISODE 4 : KASIH TAK SAMPAI
EPISODE 5 : PENYUSUP
EPISODE 6 : LOLOS DARI MAUT
EPISODE 7 : DUKA TERDALAM
EPISODE 8 : PEMBUNUHNYA ADALAH ....
EPISODE 9 : PENYERGAPAN
CREDIT SCENE
TAMAT
SERIES BARU
MAHKLUK DARI SEBERANG ZAMAN
MAHKLUK DARI SEBERANG ZAMAN
EPISODE 1 : SRITI WANGI
EPISODE 2 : PANGKAL BENCANA
EPISODE 3 : MAYAT DI DALAM PETI
EPISODE 4 : KECELAKAAN MAUT
EPISODE 5 : SANG DEWI
EPISODE 6 : KORBAN BERJATUHAN
EPISODE 7 : PENODONGAN DI MALIOBORO
EPISODE 8 : PENYERGAPAN DI BUKIT BINTANG
EPISODE 9 : K.O
EPISODE 10 : PETUNJUK?!
EPISODE 11 : KI AGENG BRAJAGUNA
EPISODE 12 : PERTEMPURAN TERAKHIR
STORY BRIDGE
TAMAT
EPISODE 2 : PANGKAL BENCANA
EPISODE 3 : MAYAT DI DALAM PETI
EPISODE 4 : KECELAKAAN MAUT
EPISODE 5 : SANG DEWI
EPISODE 6 : KORBAN BERJATUHAN
EPISODE 7 : PENODONGAN DI MALIOBORO
EPISODE 8 : PENYERGAPAN DI BUKIT BINTANG
EPISODE 9 : K.O
EPISODE 10 : PETUNJUK?!
EPISODE 11 : KI AGENG BRAJAGUNA
EPISODE 12 : PERTEMPURAN TERAKHIR
STORY BRIDGE
TAMAT
KUMPULAN CERPEN HORROR
INDEX
Diubah oleh breaking182 07-05-2018 06:16
rokendo dan 40 lainnya memberi reputasi
39
252.1K
Kutip
809
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•42.2KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#651
EPISODE 12 : PERTEMPURAN TERAKHIR
Quote:
GEMURUH suara di langit sudah sejak tadi mencemaskan setiap orang. Malam semakin pekat saja rasanya. Banyak yang menduga akan turun hujan, tetapi nyatanya sampai pukul sembilan malam ini hujan belum juga turun. Gerimis pun tidak. Hanya saja, angin berhembus cukup kencang. Banyak pedagang kaki lima di kawasan Malioboro sejak tadi mulai berkemas. Ada yang sudah mengemasi barang dagangannya, ada yang hanya siap sedia menghadapi hujan yang akan turun. Menurut mereka, malam itu akan turun hujan dengan deras.
Tiga sedan mobil polisi tampak berjalan perlahan menyusuri jalanan di Jogja yang malam itu sangat sunyi. Padahal masih jam sepuluh kurang. Jatmiko duduk disebelah kemudi. Di belakang kemudi Parman memegang setir. Sambil sesekali memberi laporan melalui radio panggil yang berada di dashboard.
Saat melewati daerah Kusumanegara di depan makam pahlawan tiba –tiba hujan turun dengan deras. Disertai dentuman guntur yang menggelegar. Tampaknya bukan hanya hujan yang turun, tapi kabut pun mulai turun merambah permukaan bumi. Mengganggu pandangan setiap pengemudi mobil yang melintas di tengah derasnya curah hujan saat itu. Parman semakin berhati-hati dalam mengemudikan sedan tersebut. Kabut dan hujan membutuhkan ketajaman penglihatannya, memerlukan pemusatan konsentrasinya. Jika tidak bisa –bsa menghantam kendaraan lain.
" Tunggu sebantar Man...! Kurangi kecepatan mobil ini, Man!"
Jatmiko seperti merasakan ada suatu kejanggalan yang perlu mendapat perhatian secepatnya. Parman hanya diam terbengong. Heran dan kebingungan.
"Man... cobalah menepi dan lebih pelan lagi!"
Jatmiko justru menyarankan Parman untuk membawa mobil ke tepian jalan. Hujan deras semakin lebat.
" Pandangan di depan makin..kabur " Parman mengeluh, mobil berjalan lebih pelan lagi.
"Apakah kau bisa merasakan getaran roda di permukaan jalan datar ini?" tanya Jatmiko. Mereka sama-sama diam sesaat, lalu Parman menjawab pertanyaan tersebut.
"Aneh? Sepertinya tak ada getaran roda menggelinding dijalanan Pak? Mulus banget laju mobil ini?!"
"Lihat samping, Man," saran Jatmiko.
"Astaga!" sentak Parman setelah melirik kesisi kanannya.
"Lihatlah sendiri, Pak.... mobil ini rodanya tidak menyentuh jalan. Mobil ini mengambang setinggi... setinggi... hampir satu meter dari permukaan jalan?! Dan, ooh...?! Ya, ampuun...?!”
“ Menjadi semakin lebih tinggi lagi, Pak!"
Jatmiko melemparkan pandangan ke arah luar, dari sisi kanan, kiri, depan dan belakang. Lalu, terdengar suaranya yang pelan bernada tenang, tapi kentara kalau sedang menyembunyikan ketegangan.
Pada saat itulah terlihat cahaya biru berpendar sangat terang dari balik saku kemeja cokelat yang dikenakan oleh Jatmiko. Batu berwarna putih pemberian Ki Ageng Brajaguna menyala. Jatmiko lalu mengeluarkan batu itu dari saku baju. Dipandanginya lekat –lekat. Jantungnya bergedup kencang. Parasnya berubah tegang!
" Mobil ini tidak bisa berhenti, Pak remnya bolong...!"
Jatmiko melirik kaki Parman yang menginjak pedal rem. Disentak-sentakkan hingga membentur dasarnya. Tapi mobil tak mau berhenti. Tetap meluncur mulus, seperti kapas tertiup angin. Setir mobil pun agaknya mulai tidak berfungsi lagi. Keringat dingin Jatmiko mulai mengucur membasahi sekujur badannya. Tapi ia tidak ingin anak buahnya mengetahui hal itu. Sehingga akan timbul kepanikan. Mesin mati mendadak. Begitu pula halnya dengan AC mobil. Padam. Di antara deru suara hujan, Parman sempat mendengar instruski Jatmiko dengan nada tegas sekali.
"Lepaskan gas, lepaskan stir!"
Parman mengikuti instruksi yang diucapkan dengan mata masih terpejam. Hening sesaat. Terdengar napas tegang dari kedua orang yang berada di dalam mobil.
Wushhh!!!
Saat itu juga mobil yang mesinnya mati itu bergerak melaju sangat cepat bagaikan roket.
Praaaang....! Pyaaaarrr... !
Parman menyangka mobil itu hancur berkeping-keping karena menabrak kendaraan berat di depan. Ternyata tidak demikian kejadian sebenarnya. Mobil itu justru seperti membentur keras lapisan bening menyerupai dinding akuarium. Lapisan aneh itu pecah seketika. Tapi serpihannya lenyap tanpa bekas. Mobil sedan kepolisian itu dalam keadaan tetap mulus tanpa luka goresan sedikit pun. Lalu, tahu-tahu mobil sedan berhenti di pelataran candi Prambanan di perbatasan Jogja – Klaten.
"Sudah...," kata Jatmiko sambil menghembuskan napas lega.
Lemas semua persendian tulangnya. Tapi kini merasa sangat lega karena ternyata mereka tidak mengalami cedera apapun. Mereka justru heran melihat suasana di jalan saat itu ternyata kering kerontang, tanpa setetes hujan pun.
"Apa yang kita alami sebenarnya, Pak?!"
"Iblis perempuan itu sepertinya yang tengah mempermainkan kita. Lihat......”
Jatmiko memperlihatkan batu yang masih menyala berpendar – pendar berwarna biru terang.
“ Iblis itu masih ada disekitar kita dan sangat dekat. Berhati –hatilah “
Perman memegang hulu revolver yang terselip di pinggangnya. Matanya nyalang melihat sekeliling dari dalam mobil. Penuh kewaspadaan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tiga sedan mobil polisi tampak berjalan perlahan menyusuri jalanan di Jogja yang malam itu sangat sunyi. Padahal masih jam sepuluh kurang. Jatmiko duduk disebelah kemudi. Di belakang kemudi Parman memegang setir. Sambil sesekali memberi laporan melalui radio panggil yang berada di dashboard.
Saat melewati daerah Kusumanegara di depan makam pahlawan tiba –tiba hujan turun dengan deras. Disertai dentuman guntur yang menggelegar. Tampaknya bukan hanya hujan yang turun, tapi kabut pun mulai turun merambah permukaan bumi. Mengganggu pandangan setiap pengemudi mobil yang melintas di tengah derasnya curah hujan saat itu. Parman semakin berhati-hati dalam mengemudikan sedan tersebut. Kabut dan hujan membutuhkan ketajaman penglihatannya, memerlukan pemusatan konsentrasinya. Jika tidak bisa –bsa menghantam kendaraan lain.
" Tunggu sebantar Man...! Kurangi kecepatan mobil ini, Man!"
Jatmiko seperti merasakan ada suatu kejanggalan yang perlu mendapat perhatian secepatnya. Parman hanya diam terbengong. Heran dan kebingungan.
"Man... cobalah menepi dan lebih pelan lagi!"
Jatmiko justru menyarankan Parman untuk membawa mobil ke tepian jalan. Hujan deras semakin lebat.
" Pandangan di depan makin..kabur " Parman mengeluh, mobil berjalan lebih pelan lagi.
"Apakah kau bisa merasakan getaran roda di permukaan jalan datar ini?" tanya Jatmiko. Mereka sama-sama diam sesaat, lalu Parman menjawab pertanyaan tersebut.
"Aneh? Sepertinya tak ada getaran roda menggelinding dijalanan Pak? Mulus banget laju mobil ini?!"
"Lihat samping, Man," saran Jatmiko.
"Astaga!" sentak Parman setelah melirik kesisi kanannya.
"Lihatlah sendiri, Pak.... mobil ini rodanya tidak menyentuh jalan. Mobil ini mengambang setinggi... setinggi... hampir satu meter dari permukaan jalan?! Dan, ooh...?! Ya, ampuun...?!”
“ Menjadi semakin lebih tinggi lagi, Pak!"
Jatmiko melemparkan pandangan ke arah luar, dari sisi kanan, kiri, depan dan belakang. Lalu, terdengar suaranya yang pelan bernada tenang, tapi kentara kalau sedang menyembunyikan ketegangan.
Pada saat itulah terlihat cahaya biru berpendar sangat terang dari balik saku kemeja cokelat yang dikenakan oleh Jatmiko. Batu berwarna putih pemberian Ki Ageng Brajaguna menyala. Jatmiko lalu mengeluarkan batu itu dari saku baju. Dipandanginya lekat –lekat. Jantungnya bergedup kencang. Parasnya berubah tegang!
" Mobil ini tidak bisa berhenti, Pak remnya bolong...!"
Jatmiko melirik kaki Parman yang menginjak pedal rem. Disentak-sentakkan hingga membentur dasarnya. Tapi mobil tak mau berhenti. Tetap meluncur mulus, seperti kapas tertiup angin. Setir mobil pun agaknya mulai tidak berfungsi lagi. Keringat dingin Jatmiko mulai mengucur membasahi sekujur badannya. Tapi ia tidak ingin anak buahnya mengetahui hal itu. Sehingga akan timbul kepanikan. Mesin mati mendadak. Begitu pula halnya dengan AC mobil. Padam. Di antara deru suara hujan, Parman sempat mendengar instruski Jatmiko dengan nada tegas sekali.
"Lepaskan gas, lepaskan stir!"
Parman mengikuti instruksi yang diucapkan dengan mata masih terpejam. Hening sesaat. Terdengar napas tegang dari kedua orang yang berada di dalam mobil.
Wushhh!!!
Saat itu juga mobil yang mesinnya mati itu bergerak melaju sangat cepat bagaikan roket.
Praaaang....! Pyaaaarrr... !
Parman menyangka mobil itu hancur berkeping-keping karena menabrak kendaraan berat di depan. Ternyata tidak demikian kejadian sebenarnya. Mobil itu justru seperti membentur keras lapisan bening menyerupai dinding akuarium. Lapisan aneh itu pecah seketika. Tapi serpihannya lenyap tanpa bekas. Mobil sedan kepolisian itu dalam keadaan tetap mulus tanpa luka goresan sedikit pun. Lalu, tahu-tahu mobil sedan berhenti di pelataran candi Prambanan di perbatasan Jogja – Klaten.
"Sudah...," kata Jatmiko sambil menghembuskan napas lega.
Lemas semua persendian tulangnya. Tapi kini merasa sangat lega karena ternyata mereka tidak mengalami cedera apapun. Mereka justru heran melihat suasana di jalan saat itu ternyata kering kerontang, tanpa setetes hujan pun.
"Apa yang kita alami sebenarnya, Pak?!"
"Iblis perempuan itu sepertinya yang tengah mempermainkan kita. Lihat......”
Jatmiko memperlihatkan batu yang masih menyala berpendar – pendar berwarna biru terang.
“ Iblis itu masih ada disekitar kita dan sangat dekat. Berhati –hatilah “
Perman memegang hulu revolver yang terselip di pinggangnya. Matanya nyalang melihat sekeliling dari dalam mobil. Penuh kewaspadaan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Quote:
Jatmiko tertegun ketika melihat sesosok perempuan cantik berdiri tegak di depannya. Pakaiannya yang berwarna hijau dengan rok pendek batik menyerupai jarik. Sementara rambutnya yang panjang tersanggul dengan hiasan untaian bunga melati yang menjuntai hingga menyentuh pundak. Aroma wangi yang aneh santer memenuhi pelataran candi Prambanan. Itulah perwujudan asli dari Ganjarwungu atau Nada.
Perempuan siluman itu berdiri tegak berkacak pinggang hanya berjarak sekitar lima langkah di depan Jatmiko dan Parmin yang telah keluar dari dalam mobil.
Parmin yang sebelumnya belum pernah melihat wanita siluman ini. Diam –diam berdecak kagum dan hatinya bergetar. Karena belum pernah ia melihat perempuan secantik dan semenggoda ini. Jatmiko berbisik pada anak buahnya itu.
“ Berhati –hatilah. Perempuan ini sangat licik. Kalau kau lengah sedikit saja. Besok pagi tentu aku akan bersusah payah mengantarkan mayat mu ke Wonosari “
Parman mengangguk.
“Perempuan iblis!” teriak Jatmiko.
“ Malam ini akan kuantar kau ke alam mu ! “
“ Ha..ha...ha.. Malam ini aku sepertinya sangat bergairah untuk bermesra –mesraan dengan mu lelaki gagah “
“Kau boleh bermesra - mesraan dengan setan neraka! Di sana tempatmu kelak!”
Ganjarlangu mendengus. Dia goyangkan bahu dan pinggulnya. Pakaian yang melekat di tubuhnya serta merta merosot ke bawah. Di lain kejap perempuan muda yang cantik jelita dan memiliki keindahan tubuh tiada duanya ini berdiri di depan Jatmiko dan Parman dalam keadaan tidak selembar benangpun menutupi auratnya. Kedua lelaki ini merasakan dadanya mendenyut sakit dan nafasnya menjadi sesak. Kedua matanya terbelalak. Lalu segala sesuatunya terjadi sangat cepat. Tatkala, wanita siluman itu mengibaskan tangan kanannya. Lima larik sinar berwarna merah meluncur deras ke arah Parman dan Jatmiko.
“ Menghindar Man!”
Jatmiko berteriak pada Parman seraya membuang diri ke samping berguling –gulingan menjaga jarak. Parman masih sempat menghindar meski pundaknya sempat tersengat sinar berwarna merah itu.
“ Akh....”
Parman menjerit tertahan. Pundaknya tampak melepuh berwarna merah. Rasanya nyeri dan sangat panas sekali.
“Lelaki gagah, sudah sejak pertemuan pertama kita aku berhasrat untuk bermesra –mesraan dan menyedot saripati kehidupan mu. Kau tak bisa lolos lagi kali ini. Tak bisa lari…..!”
Ganjarwungu membuka mulutnya leba-lebar. Lalu mencuatlah lidah aneh dan panjang itu. Di dahului suara tawa lidah panjang itu terjulur menyambar ke arah Jatmiko yang berada dalam keadaan terjepit. Cepat sekali sersan polisi ini kembali jatuhkan diri, berguling di balik stupa candi. Lidah Ganjarwungu tidak mau mundur.Walaupun sasaran sudah terlindungdi balik stupa batu tetap saja dia meneruskan serangan.
Braakkk!!
Stupa batu hancur berantakan dihantam lidah Ganjarwungu. Siluman wanita itu meloncat ke atas sebuah arca batu di depan candi Prambanan. Matanya melihat ke arah bongkahan stupa yang berkeping –keping berserakan.
Pada saat itu Jatmiko baru saja keluar dari balik reruntuhan. Ditangannya telah tergenggam sebuah pelepah pisang yang telah kering sepanjang satu depa. Sebelumnya sersan ini berpikir keras memecah misteri senjata ampuh untuk mengalahkan Ganjarwungu. Melalui keterangan Gatra bahwa tali yang melilit di peti tempat Ganjarwungu disekap menyerupai pelepah pisah yang telah kering.
Meskipun dia sendiri tidak yakin. Tetapi akhirnya, ia mencari pelepah yang telah kering lalu disisipkan di balik ikat pinggangnya. Pelepah pisang kering itu disentak –sentakkan oleh Jatmiko. Keajaiban terjadi pelepah yang tadinya sangat rapuh tiba –tiba menggeliat menjadi liat. Menyerupai cambuk.
Jatmiko menebaskan pelepah pisang itu ke samping tepat tatkala Nada atau Ganjarwungu menerjang dengan cengkraman kuku –kuku nya yang tajam laksana pisau. Dengan sekali gebuk, badan Garjawungu bergetar hebat dan meliuk jatuh ke tanah. Badan yang terkena pukulan Jatmiko tampak membekas hitam gosong. Kesempatan itu tidak disia –siakan lagi oleh Jatmiko. Sekali lompat sersan muda ini kembali menghantamkan pelepah pisang kering ini ke arah kepala Ganjarwungu.
Desss!!!
“ Aaaaaaaaakhhhhhh ! “
Ganjarwungu menjerit panjang. Melolong kesakitan. Ia sama sekali tidak sadar bahwa lawannya kini telah mengetahui kelemahannya. Tubuhnya kelojotan ditanah. Dari kepalanya yang tadi kena pukul tampak mengeluarkan asap hitam. Makin lama semakin tebal. Asap itu membumbung tinggi ke udara. Sosok gadis cantik dengan pesona yang menggoda itu kini pun lenyap. Berubah menjadi nenek – nenek bertubuh bongkok dan peot.
“ Aku tidak akan pernah mati. Aku akan selalu hidup di sisi gelap hati anak manusia. Camkan itu....! “
Jeritan histeris itu terdengar bergema kemana –mana. Asap yang keluar dari tubuh nenek –nenek Ganjarwungu yang tergeletak melambung tinggi, berputar –putar cepat. Melesat menembus kegelapan. Sementara sesosok nenek – nenek tadi rebah ke tanah. Tubuhnya menciut berubah menjadi hitam. Lalu menjadi debu tatkala tersapu angin.
Jatmiko mengalami luka –luka di sekujur tubuhnya. Parman yang sedari tadi terkapar tidak bisa bergerak dengan bersusah payah menghampiri atasannya itu. Dua lelaki itu berjalan terseok –seok ke arah mobil. Batu sebesar telur burung dara yang berada di balik saku Jatmiko serta merta lenyap. Tidak berbekas...
Perempuan siluman itu berdiri tegak berkacak pinggang hanya berjarak sekitar lima langkah di depan Jatmiko dan Parmin yang telah keluar dari dalam mobil.
Parmin yang sebelumnya belum pernah melihat wanita siluman ini. Diam –diam berdecak kagum dan hatinya bergetar. Karena belum pernah ia melihat perempuan secantik dan semenggoda ini. Jatmiko berbisik pada anak buahnya itu.
“ Berhati –hatilah. Perempuan ini sangat licik. Kalau kau lengah sedikit saja. Besok pagi tentu aku akan bersusah payah mengantarkan mayat mu ke Wonosari “
Parman mengangguk.
“Perempuan iblis!” teriak Jatmiko.
“ Malam ini akan kuantar kau ke alam mu ! “
“ Ha..ha...ha.. Malam ini aku sepertinya sangat bergairah untuk bermesra –mesraan dengan mu lelaki gagah “
“Kau boleh bermesra - mesraan dengan setan neraka! Di sana tempatmu kelak!”
Ganjarlangu mendengus. Dia goyangkan bahu dan pinggulnya. Pakaian yang melekat di tubuhnya serta merta merosot ke bawah. Di lain kejap perempuan muda yang cantik jelita dan memiliki keindahan tubuh tiada duanya ini berdiri di depan Jatmiko dan Parman dalam keadaan tidak selembar benangpun menutupi auratnya. Kedua lelaki ini merasakan dadanya mendenyut sakit dan nafasnya menjadi sesak. Kedua matanya terbelalak. Lalu segala sesuatunya terjadi sangat cepat. Tatkala, wanita siluman itu mengibaskan tangan kanannya. Lima larik sinar berwarna merah meluncur deras ke arah Parman dan Jatmiko.
“ Menghindar Man!”
Jatmiko berteriak pada Parman seraya membuang diri ke samping berguling –gulingan menjaga jarak. Parman masih sempat menghindar meski pundaknya sempat tersengat sinar berwarna merah itu.
“ Akh....”
Parman menjerit tertahan. Pundaknya tampak melepuh berwarna merah. Rasanya nyeri dan sangat panas sekali.
“Lelaki gagah, sudah sejak pertemuan pertama kita aku berhasrat untuk bermesra –mesraan dan menyedot saripati kehidupan mu. Kau tak bisa lolos lagi kali ini. Tak bisa lari…..!”
Ganjarwungu membuka mulutnya leba-lebar. Lalu mencuatlah lidah aneh dan panjang itu. Di dahului suara tawa lidah panjang itu terjulur menyambar ke arah Jatmiko yang berada dalam keadaan terjepit. Cepat sekali sersan polisi ini kembali jatuhkan diri, berguling di balik stupa candi. Lidah Ganjarwungu tidak mau mundur.Walaupun sasaran sudah terlindungdi balik stupa batu tetap saja dia meneruskan serangan.
Braakkk!!
Stupa batu hancur berantakan dihantam lidah Ganjarwungu. Siluman wanita itu meloncat ke atas sebuah arca batu di depan candi Prambanan. Matanya melihat ke arah bongkahan stupa yang berkeping –keping berserakan.
Pada saat itu Jatmiko baru saja keluar dari balik reruntuhan. Ditangannya telah tergenggam sebuah pelepah pisang yang telah kering sepanjang satu depa. Sebelumnya sersan ini berpikir keras memecah misteri senjata ampuh untuk mengalahkan Ganjarwungu. Melalui keterangan Gatra bahwa tali yang melilit di peti tempat Ganjarwungu disekap menyerupai pelepah pisah yang telah kering.
Meskipun dia sendiri tidak yakin. Tetapi akhirnya, ia mencari pelepah yang telah kering lalu disisipkan di balik ikat pinggangnya. Pelepah pisang kering itu disentak –sentakkan oleh Jatmiko. Keajaiban terjadi pelepah yang tadinya sangat rapuh tiba –tiba menggeliat menjadi liat. Menyerupai cambuk.
Jatmiko menebaskan pelepah pisang itu ke samping tepat tatkala Nada atau Ganjarwungu menerjang dengan cengkraman kuku –kuku nya yang tajam laksana pisau. Dengan sekali gebuk, badan Garjawungu bergetar hebat dan meliuk jatuh ke tanah. Badan yang terkena pukulan Jatmiko tampak membekas hitam gosong. Kesempatan itu tidak disia –siakan lagi oleh Jatmiko. Sekali lompat sersan muda ini kembali menghantamkan pelepah pisang kering ini ke arah kepala Ganjarwungu.
Desss!!!
“ Aaaaaaaaakhhhhhh ! “
Ganjarwungu menjerit panjang. Melolong kesakitan. Ia sama sekali tidak sadar bahwa lawannya kini telah mengetahui kelemahannya. Tubuhnya kelojotan ditanah. Dari kepalanya yang tadi kena pukul tampak mengeluarkan asap hitam. Makin lama semakin tebal. Asap itu membumbung tinggi ke udara. Sosok gadis cantik dengan pesona yang menggoda itu kini pun lenyap. Berubah menjadi nenek – nenek bertubuh bongkok dan peot.
“ Aku tidak akan pernah mati. Aku akan selalu hidup di sisi gelap hati anak manusia. Camkan itu....! “
Jeritan histeris itu terdengar bergema kemana –mana. Asap yang keluar dari tubuh nenek –nenek Ganjarwungu yang tergeletak melambung tinggi, berputar –putar cepat. Melesat menembus kegelapan. Sementara sesosok nenek – nenek tadi rebah ke tanah. Tubuhnya menciut berubah menjadi hitam. Lalu menjadi debu tatkala tersapu angin.
Jatmiko mengalami luka –luka di sekujur tubuhnya. Parman yang sedari tadi terkapar tidak bisa bergerak dengan bersusah payah menghampiri atasannya itu. Dua lelaki itu berjalan terseok –seok ke arah mobil. Batu sebesar telur burung dara yang berada di balik saku Jatmiko serta merta lenyap. Tidak berbekas...
TAMAT
Diubah oleh breaking182 05-05-2018 13:06
fakhrie... dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas
Tutup