- Beranda
- Stories from the Heart
URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
...
TS
breaking182
URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
URBAN LEGEND : PANTAI TRISIK 1990
Quote:
INDEX URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
Quote:
SERIES BARU
MUTILASI
MUTILASI
EPISODE 1 : MAYAT TERPOTONG DI HUTAN JATI
EPISODE 2 : EVAKUASI
EPISODE 3 : SANG DALANG
EPISODE 4 : KASIH TAK SAMPAI
EPISODE 5 : PENYUSUP
EPISODE 6 : LOLOS DARI MAUT
EPISODE 7 : DUKA TERDALAM
EPISODE 8 : PEMBUNUHNYA ADALAH ....
EPISODE 9 : PENYERGAPAN
CREDIT SCENE
TAMAT
EPISODE 2 : EVAKUASI
EPISODE 3 : SANG DALANG
EPISODE 4 : KASIH TAK SAMPAI
EPISODE 5 : PENYUSUP
EPISODE 6 : LOLOS DARI MAUT
EPISODE 7 : DUKA TERDALAM
EPISODE 8 : PEMBUNUHNYA ADALAH ....
EPISODE 9 : PENYERGAPAN
CREDIT SCENE
TAMAT
SERIES BARU
MAHKLUK DARI SEBERANG ZAMAN
MAHKLUK DARI SEBERANG ZAMAN
EPISODE 1 : SRITI WANGI
EPISODE 2 : PANGKAL BENCANA
EPISODE 3 : MAYAT DI DALAM PETI
EPISODE 4 : KECELAKAAN MAUT
EPISODE 5 : SANG DEWI
EPISODE 6 : KORBAN BERJATUHAN
EPISODE 7 : PENODONGAN DI MALIOBORO
EPISODE 8 : PENYERGAPAN DI BUKIT BINTANG
EPISODE 9 : K.O
EPISODE 10 : PETUNJUK?!
EPISODE 11 : KI AGENG BRAJAGUNA
EPISODE 12 : PERTEMPURAN TERAKHIR
STORY BRIDGE
TAMAT
EPISODE 2 : PANGKAL BENCANA
EPISODE 3 : MAYAT DI DALAM PETI
EPISODE 4 : KECELAKAAN MAUT
EPISODE 5 : SANG DEWI
EPISODE 6 : KORBAN BERJATUHAN
EPISODE 7 : PENODONGAN DI MALIOBORO
EPISODE 8 : PENYERGAPAN DI BUKIT BINTANG
EPISODE 9 : K.O
EPISODE 10 : PETUNJUK?!
EPISODE 11 : KI AGENG BRAJAGUNA
EPISODE 12 : PERTEMPURAN TERAKHIR
STORY BRIDGE
TAMAT
KUMPULAN CERPEN HORROR
INDEX
Diubah oleh breaking182 07-05-2018 06:16
rokendo dan 40 lainnya memberi reputasi
39
252.1K
Kutip
809
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•42.2KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#633
EPISODE 6 : KORBAN BERJATUHAN
Quote:
MATAHARI yang tadi bersinar amat terik kini sinarnya itu pupus di telan awan hitam yang datang berarak dari arah timur. Sesaat kemudian langitpun mendung hitam. Hujan rintik-rintik mulai turun disertai sambaran kilat dan gelegar guntur. Sekali lagi kilat menyabung. Sekali lagi pula guntur menggelegar membuat seantero bumi bergetar. Dan hujan rintik-rintik kini berganti dengan hujan lebat. Demikian lebatnya hingga tak beda seperti dicurahkan saja layaknya dari atas langit. Sekejap saja segala apa yang ada di bumi menjadi basah.
Mobil Opel Blazer berwarna hitam itu merambat pelan menembus derasnya hujan menuju ke arah Kaliurang. Pedataran tinggi di lereng Gunung Merapi yang terletak di paling ujung utara kota Jogja. Pengemudi mobil itu tidak lain adalah Edwin. Dan, seorang gadis cantik dengan daya pikat yang luar biasa duduk di samping kirinya. Supel, ceria dan menggoda.
Sesekali deraian tawa keluar dari bibirnya yang tipis mempesona. Lambat laun rasa takut dan kengerian yang pagi tadi dirasakan sudah hilang musnah. Berganti dengan kegembiraan berbunga indah. Selayaknya mendapatkan kenalan baru yang benar –benar menawan hati. Tidak terpikirkan lagi bagaimana dengan Elma, Jatmiko, bahkan proyeknya. Ia hanyut dalam canda tawa yang melambungkan jiwa sehingga lupa segalanya.
“ Mengapa Hp-mu dimatikan?”
“ Aku tidak ingin kebersamaan kita terganggu Nada “
Edwin menjawab dengan bangga.
Nada tertawa sehingga kecantikan wajahnya bertambah berlipat –lipat.
“ Kemana kau akan membawaku Ed? Jalan di depan sepertinya selalu menanjak ?”
“ Sabarlah, kau akan ku bawa ke tempat yang indah “
Nada hanya mengangguk seraya menyunggingkan senyum. Menarik sekali senyuman itu membuat Edwin semakin berbunga –bunga.
Vila itu terletak di kawasan Kaliurang. Bangunan lumayan besar terbuat dari kayu jati pilihan. Bangunan itu terdiri dua lantai. Sebuah taman bunga kecil dan kolam ikan terletak di bagian depan vila itu. Serambi vila itu hanya diterangi sebuah lampu kecil yang tergantung di tengah teras. Cahayanya tidak dapat menerangi serambi rumah yang luas dimana saat itu seorang lelaki berpakaian hitam duduk diatas sebuah kursi goyang terkantuk-kantuk.
Kursi goyang dari kayu itu mengeluarkan suara berderik-derik. Orang yang duduk diatasnya membenarkan letak kain sarung yang menyelubungi kedua kakinya agar terlindung dari gigitan nyamuk. Sesekali dia menguap lebar-lebar. Walau kantuknya berat namun dia tak dapat tidur.
Di langit bulan setengah lingkaran nampak redup tertutup awan. Udara pegunungan bertambah dingin akibat hujan yang mengguyur tadi siang. Di kejauhan terdengar suara anjing menggonggong. Pada saat itulah lelaki di atas kursi goyang mendadak membuka kedua matanya lebar-lebar. Tatkala mengetahui ada mobil yang masuk dan berhenti di halaman vila. Segera saja lelaki paruh itu berbegas menyambut dua orang yang keluar dari dalam mobil.
“ Wah, Mas Edwin. Tumben kesini tidak mengabari dulu “
Edwin hanya tersenyum.
“ Dua hari mungkin aku akan tinggal di sini Pak Idris. Tolong dipersiapkan segalanya “
Tenang saja Mas, setiap hari vila ini saya bersihkan. Jadi mas Edwin jangan khawatir. Vila ini selalu bersih dan terawat “
“ Terimakasih Pak Idris. Oh ya, ini sedikit uang untuk beli kopi dan rokok “
Edwin mengeluarkan amplop berwarna putih dari saku kemejanya. Perlahan –lahan ampop itu diangsurkan ke arah Pak Idris. Wajah Pak Idris tampak berbinar –binar tatkala menerima amplop itu. Dia sangat hafal dengan majikannya itu yang selalu mem berikan uang lebih kepadanya. Jadi tidak mengherankan jika Pak Idris sangat rajin dan setia pada Edwin. Disamping itu Edwin selalu memperlakukan pembantunya itu dengan sangat baik.
Mobil Opel Blazer berwarna hitam itu merambat pelan menembus derasnya hujan menuju ke arah Kaliurang. Pedataran tinggi di lereng Gunung Merapi yang terletak di paling ujung utara kota Jogja. Pengemudi mobil itu tidak lain adalah Edwin. Dan, seorang gadis cantik dengan daya pikat yang luar biasa duduk di samping kirinya. Supel, ceria dan menggoda.
Sesekali deraian tawa keluar dari bibirnya yang tipis mempesona. Lambat laun rasa takut dan kengerian yang pagi tadi dirasakan sudah hilang musnah. Berganti dengan kegembiraan berbunga indah. Selayaknya mendapatkan kenalan baru yang benar –benar menawan hati. Tidak terpikirkan lagi bagaimana dengan Elma, Jatmiko, bahkan proyeknya. Ia hanyut dalam canda tawa yang melambungkan jiwa sehingga lupa segalanya.
“ Mengapa Hp-mu dimatikan?”
“ Aku tidak ingin kebersamaan kita terganggu Nada “
Edwin menjawab dengan bangga.
Nada tertawa sehingga kecantikan wajahnya bertambah berlipat –lipat.
“ Kemana kau akan membawaku Ed? Jalan di depan sepertinya selalu menanjak ?”
“ Sabarlah, kau akan ku bawa ke tempat yang indah “
Nada hanya mengangguk seraya menyunggingkan senyum. Menarik sekali senyuman itu membuat Edwin semakin berbunga –bunga.
Vila itu terletak di kawasan Kaliurang. Bangunan lumayan besar terbuat dari kayu jati pilihan. Bangunan itu terdiri dua lantai. Sebuah taman bunga kecil dan kolam ikan terletak di bagian depan vila itu. Serambi vila itu hanya diterangi sebuah lampu kecil yang tergantung di tengah teras. Cahayanya tidak dapat menerangi serambi rumah yang luas dimana saat itu seorang lelaki berpakaian hitam duduk diatas sebuah kursi goyang terkantuk-kantuk.
Kursi goyang dari kayu itu mengeluarkan suara berderik-derik. Orang yang duduk diatasnya membenarkan letak kain sarung yang menyelubungi kedua kakinya agar terlindung dari gigitan nyamuk. Sesekali dia menguap lebar-lebar. Walau kantuknya berat namun dia tak dapat tidur.
Di langit bulan setengah lingkaran nampak redup tertutup awan. Udara pegunungan bertambah dingin akibat hujan yang mengguyur tadi siang. Di kejauhan terdengar suara anjing menggonggong. Pada saat itulah lelaki di atas kursi goyang mendadak membuka kedua matanya lebar-lebar. Tatkala mengetahui ada mobil yang masuk dan berhenti di halaman vila. Segera saja lelaki paruh itu berbegas menyambut dua orang yang keluar dari dalam mobil.
“ Wah, Mas Edwin. Tumben kesini tidak mengabari dulu “
Edwin hanya tersenyum.
“ Dua hari mungkin aku akan tinggal di sini Pak Idris. Tolong dipersiapkan segalanya “
Tenang saja Mas, setiap hari vila ini saya bersihkan. Jadi mas Edwin jangan khawatir. Vila ini selalu bersih dan terawat “
“ Terimakasih Pak Idris. Oh ya, ini sedikit uang untuk beli kopi dan rokok “
Edwin mengeluarkan amplop berwarna putih dari saku kemejanya. Perlahan –lahan ampop itu diangsurkan ke arah Pak Idris. Wajah Pak Idris tampak berbinar –binar tatkala menerima amplop itu. Dia sangat hafal dengan majikannya itu yang selalu mem berikan uang lebih kepadanya. Jadi tidak mengherankan jika Pak Idris sangat rajin dan setia pada Edwin. Disamping itu Edwin selalu memperlakukan pembantunya itu dengan sangat baik.
Quote:
Vila dari kayu papan itu berlantai kayu hitam dan sangat bersih. Memasuki ruang tengah deretan interior mewah dengan nuansa Jawa sangat kental. Di sebelah kiri ada sebuah meja kayu berukiran diapit dua buah kursi. Di atas meja terdapat seperangkat tempat minum. Lalu dibagian tengah sebuah tangga telihat mengular ke atas.
“ Tempat ini indah sekali Ed “
Nada berdecak kagum.
“ Aku suka nuansa seperti ini. Nuansa Jawa yang kental. Berasa hidup di jaman kerajaan kan? “
“ Silahkan, kau duduk dahulu. Akan ku ambilkan minuman hangat untuk mu “
Edwin mempersilahkan gadis itu untuk duduk di atas kursi.
”Boleh, tapi jangan kau suruh Pak Idris yang membuatkan untuk mu. Harus kau sendiri yang meraciknya “
Edwin mengernyitkan dahinya.
“ Memang kenapa? “
“ Pasti hangatnya berbeda saat kuminum dan merayapi tubuhku “
Kemudian keduanya tertawa.
Tidak berapa lama kemudian Edwin kembali ke ruang tengah. Tangannya membawa sebuah nampan dengan dua cangkir minuman yang masih mengepulkan asap. Aroma jahe dan rempah –rempah keluar dari minuman itu.
“ Ini silahkan diminum “
Nampan diletakkan di atas meja. Tanpa menunggu lama Nada mengambil cangkir itu lalu meminum isinya hingga tandas. Edwin yang menyaksikan jadi terperangah, terheran -heran. Wedang Jahe yang disuguhkan itu masih sangat panas, bahkan masih mengepulkan asap. Dia sendiri masih belum mau minum, masih menunggu sampai wedang jahe agak dingin baru di minum. Tapi karena daya pikat si gadis yang begitu hebat. Keanehan itu segera diabaikannya.
“ Aduh, mengapa kepalaku tiba –tiba jadi pusing Ed ?”
“ Wah, kau sepertinya masuk angin “
Paras Edwin terlihat khawatir.
“ Kurang tahu juga. Pastinya kepalaku ini seperti berputar –putar “
“ Sepertinya kau butuh istirahat. Mari kuantarkan ke atas “
Kamar tidur itu begitu besar. Bau harum merasuk segar ke dalam jalan pernafasannya, terus ke paru-paru menghadirkan suasana tenang. Lantai kamar itu beralaskan permadani lebar dan tebal berwarna merah. Tak ada perabotan di ruangan itu, kecuali sebuah ranjang yang besar di tengah kamar itu dengan kelambu berwarna putih. Bantal -bantal besar yang bertebaran di atas ranjang.
Pada salah satu dinding ruangan terpampang lukisan besar orang perempuan berparas cantik jelita, berdiri tegak dipuncak bukit, mengenakan pakaian hijau muda sangat tipis yang tampak seperti berkibar-kibar ditiup angin. Di bawah pakaian tipis itu dia tidak mengenakan apa-apa hingga sekujur auratnya kelihatan hampir telanjang.
Nada berbaring pelan –pelan ke atas ranjang. Jantung Edwin berdegup kencang sewaktu membantu Nada berbaring, karena rok span ketat yang dikenakan gadis itu sempat tersingkap sedikit. Namun sudah cukup menghadirkan pemandangan yang membuat darahnya seperti berhenti mengalir.
“ Aku ada obat sakit kepala di bawah. Kau mau minum itu?”
“ Sudahlah, tidak perlu. Aku akan berbaring saja disini. Lama –lama akan hilang juga pusingnya. Tapi Ed....”
“ Ya, kenapa? “
“ Aku takut kalau berbaring sendiri di kamarmu ini “
“ Jangan kemana –mana Ed. Temani aku disini “
“ Iya, iya aku temani...”
Edwin berbicara dengan sedikit bergetar menahan gejolak hatinya.
Pemuda ini lalu beringsut ke tepi ranjang. Berdiri sebentar dan menoleh ke arah Nada. Gadis itu sedang memejamkan mata dengan satu tangan diletakkan di atas dahi. Matanya terpejam seperti orang berusaha untuk tertidur nyenyak. Edwin beranjak ke arah kursi sudut di pojok ruangan. Ia lalu duduk di kursi itu. Diambilnya satu majalah lama yang tersusun rapi di bawah meja. Diambilnya satu lalu dibacanya. Belum selesai satu halaman ia baca tiba –tiba terdengar suara lirih memanggil namanya.
“ Ed....Edwin.....”
“ Suara ..suara itu...”
Edwin menoleh ke sekeliling kamar. Lagi –lagi Edwin memandang ke ranjang. Nada masih disana. Tenang sekali. Tidur lelap. Suara itu serta merta lenyap. Edwin melanjutkan membaca majalahnya lagi. Dan pada saat itulah ekor matanya melirik ke arah ranjang. Dan diatas ranjang ia melihat Nada sudah membuka matanya. Memandang dengan senyum penuh tantangan. Blouse ketatnya terbuka sedikit di bagian dada. Sementara belahan spannya tersingkap lebar. Senyum yang terpancar dari bibir sensual itu adalah senyum penuh gairah percumbuan.
Edwin hanya bisa menelan ludah. Keringatnya menguncur deras membasahi dahi.
“ Kemari lah Ed, temani aku disini. Letakkan dulu majalah itu “
“ Dekatlah kemari jangan takut. Bukankah kita punya kesempatan untuk menikmati keindahan malam ini? Kemarilah, duduklah disini..”
Tangannya menepuk tempat kosong di sampingnya. Lidahnya terjulur dan menjilati bibir beberapa kali. Bibir itu menjadi basah dan merekah. Tangannya pelan –pelan melepaskan kancing blousenya yang tersisa. Terlihat jelas bahwa Nada hanya mengenakan blouse itu saja. Tanpa penutup atau pelapis di dalamnya.
“ Edwin.....”
Nada mendesah. Edwin seperti sepotong besi terkena gelombang magnet. Ia mendekat pelan –pelan.
“ Ayolah...”
Suaranya mendesah parau.
Blouse yang dikenakan terbuka lepas. Kemulusan kulit tubuhnya tampak jelas. Kemontokan yang dipamerkan kian membakar gairah Edwin. Saat Edwin duduk di tepian ranjang. Jantungnya berdetak sangat kencang. Ketika itu Nada sudah seperti bayi yang baru lahir. Ia mulai merangkak mendekat Edwin. Mata Edwin terpejam rapat tatkala dirasakannya lidah gadis itu berkeliaran kemana –mana. Pemuda ini merasakan ada suatu kenikmatan yang tidak pernah diperoleh dari perempuan manapun juga. Ia tak dapat berbuat banyak kecuali hanya menggeliat dan mengerang mengungkapkan sejuta kenikmatan yang mendera.
“ Aaahkk....!”
Edwin tiba –tiba Cumiik. Tatkala lumatan bibir tipis dan sensual itu seperti menyengat dan menyedot seluruh persendian tulang –tulang tubuhnya. Sakit sekali. Panas itu semakin lama semakin menyengat. Sekujur tubuh Edwin terasa panas sekali.
“ Ahhhhh..panas !!
Tubuh telanjang itu seperti menyedot saripati manusia melalui bibirnya.
“ Ooohkkk...”
Edwin mendelik sambil mengejang hebat. Ia berusaha mendorong tubuh yang menindihnya itu. Tapi sia –sia belaka. Tubuh itu pun berkelojotan sekarat. Lalu perlahan –lahan tubuh itu semakin menghitam dan semakin menyusut.
Wussss !!!!
Sekujur tubuh Edwin berubah menjadi tulang belulang yang tergeletak di atas ranjang. Asap tipis keluar dari kerangka itu. Sementara itu ditempat lain. Jatmiko merasakan adanya kejutan kuat di hatinya. Ia tiba –tiba merasa cemas sebab saat itu muncul seraut wajah di dalam benaknya. Wajah Edwin.
“ Tempat ini indah sekali Ed “
Nada berdecak kagum.
“ Aku suka nuansa seperti ini. Nuansa Jawa yang kental. Berasa hidup di jaman kerajaan kan? “
“ Silahkan, kau duduk dahulu. Akan ku ambilkan minuman hangat untuk mu “
Edwin mempersilahkan gadis itu untuk duduk di atas kursi.
”Boleh, tapi jangan kau suruh Pak Idris yang membuatkan untuk mu. Harus kau sendiri yang meraciknya “
Edwin mengernyitkan dahinya.
“ Memang kenapa? “
“ Pasti hangatnya berbeda saat kuminum dan merayapi tubuhku “
Kemudian keduanya tertawa.
Tidak berapa lama kemudian Edwin kembali ke ruang tengah. Tangannya membawa sebuah nampan dengan dua cangkir minuman yang masih mengepulkan asap. Aroma jahe dan rempah –rempah keluar dari minuman itu.
“ Ini silahkan diminum “
Nampan diletakkan di atas meja. Tanpa menunggu lama Nada mengambil cangkir itu lalu meminum isinya hingga tandas. Edwin yang menyaksikan jadi terperangah, terheran -heran. Wedang Jahe yang disuguhkan itu masih sangat panas, bahkan masih mengepulkan asap. Dia sendiri masih belum mau minum, masih menunggu sampai wedang jahe agak dingin baru di minum. Tapi karena daya pikat si gadis yang begitu hebat. Keanehan itu segera diabaikannya.
“ Aduh, mengapa kepalaku tiba –tiba jadi pusing Ed ?”
“ Wah, kau sepertinya masuk angin “
Paras Edwin terlihat khawatir.
“ Kurang tahu juga. Pastinya kepalaku ini seperti berputar –putar “
“ Sepertinya kau butuh istirahat. Mari kuantarkan ke atas “
Kamar tidur itu begitu besar. Bau harum merasuk segar ke dalam jalan pernafasannya, terus ke paru-paru menghadirkan suasana tenang. Lantai kamar itu beralaskan permadani lebar dan tebal berwarna merah. Tak ada perabotan di ruangan itu, kecuali sebuah ranjang yang besar di tengah kamar itu dengan kelambu berwarna putih. Bantal -bantal besar yang bertebaran di atas ranjang.
Pada salah satu dinding ruangan terpampang lukisan besar orang perempuan berparas cantik jelita, berdiri tegak dipuncak bukit, mengenakan pakaian hijau muda sangat tipis yang tampak seperti berkibar-kibar ditiup angin. Di bawah pakaian tipis itu dia tidak mengenakan apa-apa hingga sekujur auratnya kelihatan hampir telanjang.
Nada berbaring pelan –pelan ke atas ranjang. Jantung Edwin berdegup kencang sewaktu membantu Nada berbaring, karena rok span ketat yang dikenakan gadis itu sempat tersingkap sedikit. Namun sudah cukup menghadirkan pemandangan yang membuat darahnya seperti berhenti mengalir.
“ Aku ada obat sakit kepala di bawah. Kau mau minum itu?”
“ Sudahlah, tidak perlu. Aku akan berbaring saja disini. Lama –lama akan hilang juga pusingnya. Tapi Ed....”
“ Ya, kenapa? “
“ Aku takut kalau berbaring sendiri di kamarmu ini “
“ Jangan kemana –mana Ed. Temani aku disini “
“ Iya, iya aku temani...”
Edwin berbicara dengan sedikit bergetar menahan gejolak hatinya.
Pemuda ini lalu beringsut ke tepi ranjang. Berdiri sebentar dan menoleh ke arah Nada. Gadis itu sedang memejamkan mata dengan satu tangan diletakkan di atas dahi. Matanya terpejam seperti orang berusaha untuk tertidur nyenyak. Edwin beranjak ke arah kursi sudut di pojok ruangan. Ia lalu duduk di kursi itu. Diambilnya satu majalah lama yang tersusun rapi di bawah meja. Diambilnya satu lalu dibacanya. Belum selesai satu halaman ia baca tiba –tiba terdengar suara lirih memanggil namanya.
“ Ed....Edwin.....”
“ Suara ..suara itu...”
Edwin menoleh ke sekeliling kamar. Lagi –lagi Edwin memandang ke ranjang. Nada masih disana. Tenang sekali. Tidur lelap. Suara itu serta merta lenyap. Edwin melanjutkan membaca majalahnya lagi. Dan pada saat itulah ekor matanya melirik ke arah ranjang. Dan diatas ranjang ia melihat Nada sudah membuka matanya. Memandang dengan senyum penuh tantangan. Blouse ketatnya terbuka sedikit di bagian dada. Sementara belahan spannya tersingkap lebar. Senyum yang terpancar dari bibir sensual itu adalah senyum penuh gairah percumbuan.
Edwin hanya bisa menelan ludah. Keringatnya menguncur deras membasahi dahi.
“ Kemari lah Ed, temani aku disini. Letakkan dulu majalah itu “
“ Dekatlah kemari jangan takut. Bukankah kita punya kesempatan untuk menikmati keindahan malam ini? Kemarilah, duduklah disini..”
Tangannya menepuk tempat kosong di sampingnya. Lidahnya terjulur dan menjilati bibir beberapa kali. Bibir itu menjadi basah dan merekah. Tangannya pelan –pelan melepaskan kancing blousenya yang tersisa. Terlihat jelas bahwa Nada hanya mengenakan blouse itu saja. Tanpa penutup atau pelapis di dalamnya.
“ Edwin.....”
Nada mendesah. Edwin seperti sepotong besi terkena gelombang magnet. Ia mendekat pelan –pelan.
“ Ayolah...”
Suaranya mendesah parau.
Blouse yang dikenakan terbuka lepas. Kemulusan kulit tubuhnya tampak jelas. Kemontokan yang dipamerkan kian membakar gairah Edwin. Saat Edwin duduk di tepian ranjang. Jantungnya berdetak sangat kencang. Ketika itu Nada sudah seperti bayi yang baru lahir. Ia mulai merangkak mendekat Edwin. Mata Edwin terpejam rapat tatkala dirasakannya lidah gadis itu berkeliaran kemana –mana. Pemuda ini merasakan ada suatu kenikmatan yang tidak pernah diperoleh dari perempuan manapun juga. Ia tak dapat berbuat banyak kecuali hanya menggeliat dan mengerang mengungkapkan sejuta kenikmatan yang mendera.
“ Aaahkk....!”
Edwin tiba –tiba Cumiik. Tatkala lumatan bibir tipis dan sensual itu seperti menyengat dan menyedot seluruh persendian tulang –tulang tubuhnya. Sakit sekali. Panas itu semakin lama semakin menyengat. Sekujur tubuh Edwin terasa panas sekali.
“ Ahhhhh..panas !!
Tubuh telanjang itu seperti menyedot saripati manusia melalui bibirnya.
“ Ooohkkk...”
Edwin mendelik sambil mengejang hebat. Ia berusaha mendorong tubuh yang menindihnya itu. Tapi sia –sia belaka. Tubuh itu pun berkelojotan sekarat. Lalu perlahan –lahan tubuh itu semakin menghitam dan semakin menyusut.
Wussss !!!!
Sekujur tubuh Edwin berubah menjadi tulang belulang yang tergeletak di atas ranjang. Asap tipis keluar dari kerangka itu. Sementara itu ditempat lain. Jatmiko merasakan adanya kejutan kuat di hatinya. Ia tiba –tiba merasa cemas sebab saat itu muncul seraut wajah di dalam benaknya. Wajah Edwin.
Quote:
Seorang lelaki ditemukan tewas secara mengerikan jasadnya tinggal tulang belulang disebuah vila di kawasan Kaliurang. Pemuda itu salah seorang arsitek terkenal di Indonesia. Sementara menurut penjaga vila itu majikannya datang bersama seorang gadis cantik. Dan setelah kejadian itu gadis misterius menghilang dan pihak kepolisian belum bisa menemukannya.
Jatmiko tidak melanjutkan membaca berita koran pagi itu. Koran itu lalu di letakkan begitu saja di atas meja. Pandangannya menerawang. Ada rasa bersalah dan penyesalan teramat dalam di hatinya. Kalau saja bisa cepat menemui Edwin tentu nyawa sahabatnya itu kemungkinan masih bisa diselamatkan. Berkali –kali Jatmiko menyalahkan dirinya sendiri. Pada saat itu lah ponsel Erickson yang tergantung di pinggangnya bergetar –getar. Awalnya ia tidak menghiraukan panggilan yang masuk. Akan tetapi, ponsel itu terus menerus bergetar. Lalu perlahan diangkatnya telpon itu.
“ Halo ..”
Terdengar sahutan dari seberang sana
“ Pak Jatmiko. Gawat Pak..Wonosari sedang gawat “
“ Gawat.. Gawat apa Wan?”
Ternyata yang menelepon adalah Marwan. Salah satu anak buah yang selalu membantunya mengungkap kasus –kasus penting.
“Sudah hampir lima orang melaporkan bahwa telah kehilangan anggota keluarganya yang tengah hamil “
“ Menurut Pak Kardi dibagian arsip bahwa kasus ini sudah berulang kali terjadi sejak tahun 1950 an “
“ Dulu pernah ada beberapa dari anggota kepolisian yang ditugaskan untuk mengungkap hal ini. Tadi satu bulan kemudian ketiga polisi ini ditemukan mati dipinggir jalan dengan keadan tubuh yang mengenaskan “
Setelah itu ada beberapa lagi yang ditugaskan mengungkap kasus itu. Dan tidak ada sedikitpun titik terang sampai bertahun –tahun. Dan penyelidikan kasus ini pun dihentikan “
Jatmiko menarik nafas berat sekali lagi.
“ Mungkin aku belum bisa kembali ke Wonosari Wan. Ada kasus pembunuhan yang misterius di Jogja. Dan korbannya adalah sahabat baik ku sendiri. Kepolisian Jogja sudah bergerak. Mengidentifikasikan pelaku. Namun, hingga saat ini belum bisa menemukan pelaku dari serangkaian pembunuhan keji ini “
“ Aku berjanji untuk mengungkap dan menangkap pelakunya. Sementara kau tangani kasus itu kalau urusanku di Jogja sudah beres aku akan segera pulang “
“ Baik Pak...”
Terdengar sambungan telpon terputus dari seberang sana.
Jatmiko tidak melanjutkan membaca berita koran pagi itu. Koran itu lalu di letakkan begitu saja di atas meja. Pandangannya menerawang. Ada rasa bersalah dan penyesalan teramat dalam di hatinya. Kalau saja bisa cepat menemui Edwin tentu nyawa sahabatnya itu kemungkinan masih bisa diselamatkan. Berkali –kali Jatmiko menyalahkan dirinya sendiri. Pada saat itu lah ponsel Erickson yang tergantung di pinggangnya bergetar –getar. Awalnya ia tidak menghiraukan panggilan yang masuk. Akan tetapi, ponsel itu terus menerus bergetar. Lalu perlahan diangkatnya telpon itu.
“ Halo ..”
Terdengar sahutan dari seberang sana
“ Pak Jatmiko. Gawat Pak..Wonosari sedang gawat “
“ Gawat.. Gawat apa Wan?”
Ternyata yang menelepon adalah Marwan. Salah satu anak buah yang selalu membantunya mengungkap kasus –kasus penting.
“Sudah hampir lima orang melaporkan bahwa telah kehilangan anggota keluarganya yang tengah hamil “
“ Menurut Pak Kardi dibagian arsip bahwa kasus ini sudah berulang kali terjadi sejak tahun 1950 an “
“ Dulu pernah ada beberapa dari anggota kepolisian yang ditugaskan untuk mengungkap hal ini. Tadi satu bulan kemudian ketiga polisi ini ditemukan mati dipinggir jalan dengan keadan tubuh yang mengenaskan “
Setelah itu ada beberapa lagi yang ditugaskan mengungkap kasus itu. Dan tidak ada sedikitpun titik terang sampai bertahun –tahun. Dan penyelidikan kasus ini pun dihentikan “
Jatmiko menarik nafas berat sekali lagi.
“ Mungkin aku belum bisa kembali ke Wonosari Wan. Ada kasus pembunuhan yang misterius di Jogja. Dan korbannya adalah sahabat baik ku sendiri. Kepolisian Jogja sudah bergerak. Mengidentifikasikan pelaku. Namun, hingga saat ini belum bisa menemukan pelaku dari serangkaian pembunuhan keji ini “
“ Aku berjanji untuk mengungkap dan menangkap pelakunya. Sementara kau tangani kasus itu kalau urusanku di Jogja sudah beres aku akan segera pulang “
“ Baik Pak...”
Terdengar sambungan telpon terputus dari seberang sana.
Diubah oleh breaking182 02-05-2018 06:33
jiresh dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas
Tutup