- Beranda
- Stories from the Heart
Para Pemburu Demit (Cerita Fiksi)
...
TS
dodydrogba
Para Pemburu Demit (Cerita Fiksi)


Pengantar
Salam kenal gan dan sis, mungkin ane terbiasa nulis artikel - artikel di forum The Lounge, namun untuk forum ini ane benar - benar pemula, jadi harap maklum kalau penulisan cerita sedikit payah.Langsung saja guys, untuk cerita ini murni fiksi, namun inspirasinya berdasarkan kejadian nyata, yaitu kejadian kasus kematian hewan ternaksecara misterius akhir - akhir ini. Tentu dengan ditambah bumbu horor, komedi, drama dan sejenisnya. Selain itu juga terinspirasi dari serial tv Buffy dan Supernatural beserta film Vampires dan Daybreakers. Untuk rule, sama seperti rule SFTH pada umumnya.
Kisah ini bercerita tentang seorang wartawan dengan rekannya yang secara tak sengaja bertemu dengan para pemburu demit. Terkait para pemburu demit sendiri, disini bukan berunsur klenik dan mistis, untuk tahu lebih jauh bisa ikutin cerita ini, jadi langsung saja kita mulai.
Spoiler for PROLOG:

Kala itu, di desa - desa wilayah bagian selatan pulau Jawa tersebar luas kabar kematian mendadak para hewan ternak milik warga setempat. Isu ini sebenarnya sudah akan diantisipasi oleh warga desa lain yang berniat mencegah hal itu. Mereka melaporkan hal tersebut ke pihak berwenang, namun jawaban yang didapat hanya ketidakseriusan dalam menanggapi masalah yang ada. Mereka menganggap itu hanya ulah hewan semata sehingga tak perlu dibesar - besarkan. Warga desa yang mulai panik itu mau tak mau harus menjaga hewan ternak mereka dengan upaya sendiri tanpa bantuan siapapun. Sayangnya usaha mereka masih kecolongan, beberapa kali hewan ternak mereka mati mengenaskan, mungkin karena peralatan mereka yang tak mendukung serta memadai.
Di lain pihak sebagian warga desa, juga masih banyak yang kurang perhatian dengan isu ini sehingga dengan muka polosnya mereka tak tahu apa yang terjadi. Mereka menyesal belakangan, hewan ternak mereka mati begitu saja tanpa sebab musabab yang jelas.
Di saat yang sama, tersiar kabar akan sebuah kelompok yang menangani ini. Tak ada yang melihat penampakan mereka dengan jelas, namun kabar yang beredar mengatakan setiap wilayah yang didatangi mereka, esoknya akan bersih dari mahluk yang diduga jadi - jadian itu. Ada yang bilang mereka orang - orang pintar yang punya aji - ajian sakti mandraguna, ada pula yang bilang mereka bukan manusia karena hanya beraksi di malam hari layaknya vampir. Mereka yang mengetahui mereka hanya melihat dari kejauhan, seperi bayang - bayang manusia yang tenggelam oleh seramnya hutan belantara.
Namun yang pasti, mereka tak tahu kapan kelompok misterius itu akan menolong dan membantu mereka. Atau mungkin itu cuma mitos belaka sama layaknya mitos lain yang mengatakan penunggu di hutan tersebut adalah mahluk gaib. Tidak ada yang tahu kebenarannya, yang jelas musibah kematian hewan ternak kali ini sedang menghantui Desa Sumbangsih. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain pasrah pada keadaan malang yang ada.
Spoiler for Chapter 1:
Pak Dadang terkejut bukan kepalang ketika mengetahui domba - dombanya habis tak tersisa. Ya, mereka semua mati mengenaskan dengan cara yang tak wajar. Bagaimana tak wajar kalau mereka mati dengan kehabisan darah, sebagian lainnya terkoyak di bagian perutnya. Jantung, usus, organ - organ lainnya menghilang. Sepertinya diambil atau lebih parah dimakan oleh sesuatu. Orang - orang yang terdorong atas rasa takutnya mulai menduga - duga. Dari sekte sesat, anjing jadi - jadian, hingga chupacabra mahluk mitos yang terkenal dari Amerika sana yang punya kesamaan dengan mahluk ini. Apalagi kalau dilihat dari jejak - jejaknya. Yang lebih menyedihkannya lagi, cuma ini jalan satu - satunya Pak Dadang mencari nafkah untuk keluarganya. Sebenarnya tidak cuma Pak Dadang yang mengalami kerugian seperti ini, tapi di desa itu cuma dia yang punya domba sebanyak ini.
Ia terpaksa merogoh tabungannya, melihat apakah memungkinkan untuk membeli dua ekor pasang domba yang berbeda jenis kelamin. Tak jauh dari situ, seorang wartawan wanita berumur dua puluh lima tahun bersama fotografer sekaligus kameramennya yang berusia tiga puluhan tampak sedang bekerja keras mencari berbagai narasumber untuk mendukung beritanya itu. Salah satu narasumber itu adalah Pak Dadang, mereka tak sia - siakan kesempatan itu untu menggali lebih dalam seputar kasus ini. Mereka pun mendatangi Pak Dadang, meminta ijin untuk mewancarai lalu memberinya beberapa pertanyaan.
"Jadi apakah sebelumnya pernah terjadi kejadian semacam ini di desa Anda pak?" tanya wartawan itu.
"Kalau kejadian di desa ini sih belum pernah mbak. Tapi saya dengar di desa lain pernah. Sebagian hewan ternak mereka mati dengan cara tidak wajar kayak gini," Pak Dadang menjawab dengan lesu.
"Lalu apa tindakan pemerintah atau instansi terkait hal itu?"
"Yah, dijawabnya cuma serangan hewan biasa mbak, tapi ya gak tahu hewannya apa."
"Bagaimana dengan kejadian di sini, apakah mereka sudah melakukan sesuatu?"
"Wah sepertinya sih belum, gak tahu apakah bakal didatangi atau tidak. Tapi firasat saya bilang paling gak bakal datang. Mana mau mereka ngurus urusan remeh temeh gak jelas kayak gini, mending yang ada proyek duitnya dong."
Melihat dari raut muka bapak itu, sedih dan jengkel bercampur aduk menjadi satu. Wartawan itu juga merasakan kesedihan yang mendalam terhadap bapak itu. Wartawan yang dikenal gigih dan ulet dalam menjalankan tugasnya itu bernama Anya. Walau hanya bekerja di majalah supranatural yang bagi sebagian orang kebanyakan dianggap aneh, tapi baginya merupakan sebuah kesempatan besar untuk mengembangkan kemampuan jurnalisnya. Yah, mungkin tema supranatural emang nyentrik untuk profesinya, tapi tema itu dalam industri media kapitalis masih banyak disukai. Buktinya masih ada saja acara - acara tv macam itu yang bisa bertahan sejak dulu.
Anya dan rekan kameramennya, Johan bergegas mencari narasumber lain di desa itu yang mungkin pernah melihat siapa dalang dibalik kejadian ini. Walau Anya dan Johan terpaut jarak umur yang cukup jauh, mereka bisa menciptakan chemistry yang baik ketika bekerja. Kekompakan mereka membuat setiap pekerjaan yang ada di depan menjadi mudah untuk dihadapi. Yang membedakan adalah status Anya yang masih bujangan, sedangkan Johan sudah menikah. Kali ini mereka mendatangi sesosok sepuh yang sepertinya sudah sangat lama tinggal di desa ini. Entah kenapa diantara yang lain, hanya ia yang paling merasa dikelilingi rasa takut yang amat dalam. Itu terlihat dari ekspresinya ketika melihat mayat - mayat domba itu.
"Maaf bapak, jika tidak merasa keberatan bolehkah saya mewancarai Anda?" tanya Anya dengan sopan.
"Oh iya, silahkan, tidak apa - apa? Tapi kalau boleh tahu mbak dan masnya ini dari media mana ya?" kakek itu penasaran.
"Kami dari majalah Investigasi Supranatural pak," jawab Anya.
"Oh begitu, oke - oke. Jadi mau bertanya apa ya?" kakek itu menggaruk kepalanya.
"Menurut kakek, apakah kakek tahu siapa yang melakukan ini?" Anya bertanya dengan nada sedikit serius.
"Hmm, saya tidak tahu apakah sebagian orang sini sudah tahu mitos ini atau belum. Tapi kakek ketika tahun enam puluhan dulu pada saat kakek masih usia lima belas tahun, sempat ikut ayah kakek menggembala domba - domba itu ke sebuah bukit yang agak jauh dari sini. Ayah kakek selalu bercerita kalau malam - malam jangan mendekati bukit itu atau hutan sekitar bukit itu," kakek itu menjawab seperti termenung akan suatu hal.
"Emangnya ada apa kek?" tanya Anya yang penasaran.
"Ketika itu teman kakek mencoba untuk mendekati bukit dan hutan itu pada malam hari. Ia tak percaya omong kosong orang tuanya itu. Ia bersama anjingnya itu akhirnya pergi pada saat hari mulai malam. Yah, saya akui kalau dia adalah anak pemberani yang selalu ingin dicap hebat oleh masyarakat setempat. Tidak seperti saya yang penakut ini, saya menolak ajakannya untuk pergi ke tempat itu malam hari. Ia pergi dengan riang gembira dan penuh semangat. Tapi ..." kakek itu mulai teringat akan kisah masa lalu yang mengerikan.
"Tapi kenapa kek??" Anya semakin penasaran.
"Tapi.. semua itu berubah ketika para orang kampung menemukan sesosok mayat remaja beserta anjing peliharannya tewas mengenaskan. Perutnya terkoyak, ususnya terburai keluar, darah berceceran di mana - mana. Jantungnya juga menghilang. Selain itu lehernya seperti habis digigit oleh sesuatu, darahnya seperti dihisap," kakek itu menjelaskan.
"Siapa yang menyerang anak itu kek?" tanya Anya.
"Teman saya itu diserang oleh mahluk yang mungkin bagi orang - orang pada umumnya menganggapnya hanya bualan kisah mistis belaka. Mereka berbicara tentang anjing jadi - jadian, tapi sepanjang saya hidup menggembala menjaga domba, tak pernah melihat anjing jadi - jadian atau anjing hutan menghisap darah sampai habis, memakan organ dalam saja. Dan cara mereka berburu tidaklah seperti itu, mereka akan menggigit kaki belakangnya agar kesusahan bergerak. Lalu sebagian anjing hutan lain akan melumpuhkannya ketika hewan buruannya sudah sulit bergerak. Memang ada sebagian yang mengigit di leher, tapi tidak untuk menghisap darahnya. Aku yakin itu adalah demit, iya demit, seperti yang diceritakan orang - orang jaman dahulu," kakek itu bercerita panjang lebar.
"Apakah demit itu yang menjadi dalang di balik kejadian ini?"
"Mungkin saja, aku harap demit itu tak kembali lagi di sini dan mulai membunuh penduduk di sini karena hewan ternaknya sudah habis."
Informasi yang didapat oleh Anya tampak sudah cukup bagus buat pendukung artikelnya. Ia pun berniat mengakhir wawancara dengan kakek itu.
"Terima kasih kakek atas kesempatannya. Mudah - mudahan kejadian ini tak terulang kembali," kata Anya.
"Iya, sama - sama. Kakek hanya berharap ada orang yang mau menyelesaikan masalah ini. Kalau begitu kakek pamit dulu ya nduk," kakek itu berpamitan dan meninggalkan mereka berdua.
Setelah kakek itu pergi, mereka mencari tempat teduh untuk istirahat. Akhirnya mereka menemukan toko kelontong di desa itu. Selain berniat istirahat mereka juga ingin mengisi perut mereka yang mulai keroncongan entah dengan kue ataupun makanan berat kalau ada. Di depan toko itu terdapat meja bundar dengan payung besar di atasnya dan di sekelilingnya terdapat kursi - kursi yang terbuat dari plastik. Anya duduk di kursi itu, laptopnya diletakkan di meja tersebut. Sementara Johan membeli makanan dan minuman untuk santapan siang. Terik panas matahari pada siang itu benar - benar menguras tenaga mereka.
Sambil mengetik, dipikiran Anya bergelayut kata - kata indah nan mistik agar menambah aura misteri artikel terbaru yang akan dibuatnya. Pembaca biasanya sangat tertarik dengan artikel seperti ini membuat mereka semakin penasaran tapi juga ketakutan disaat yang sama. Sama seperti menonton film horor, rasa takut membuat orang semakin tertarik dengan film itu.
Tak lama kemudian Johan keluar dari toko itu, lalu mendatanginya dan duduk di depanya. Ia sepertinya membeli banyak makanan, seperti nasi kuning dan roti isi coklat pisang. Tak lupa membeli air mineral sebagai pelepas dahaga. Ia lalu menyodorkan sebagian makanan dan minuman itu untuk rekan kerjanya itu.
"Anya, nih makan dulu. Nanti laper, kamu gak semangat nulisnya," Johan menawarkan.
"Oh iya, makasih Bang Johan. Bang Johan makan dulu aja, ini Anya nyelesain sekalian trus biar langsung di publish di internet," Anya menolak dengan halus.
"Ya udah, saya makan dulu ya," sambil makan roti Johan melihat Anya yang walau serius namun seperti memikirkan sesuatu.
Sebentar - sebentar mengetik, sebentar - sebentar berpikir akan suatu hal entah kehabisan ide tulisan atau memikirkan yang lain.
"Anya, kamu kehabisan ide ya?"
"Oh, enggak kok bang. Anya cuma memikirkan rumor yang hadir baru - baru ini. Yang berkembang dari mulut ke mulut para peternak desa itu."
"Jangan bilang kamu lagi memikirkan soal rumor para pemburu aneh itu?"
"Iya bang, emang itu."
Mendengar itu, Bang Johan hampir tersedak. Ia menghentikan makannya sebentar lalu menasihati Anya.
"Sudah kubilang mending gak perlu dipikirkan, paling itu cuma kabar burung belaka. Kita gak pernah tahu kalau mereka itu beneran ada atau enggak. Atau bahkan cuma isu yang digunakan buat nakut - nakutin sekte sesat itu. Kita bahkan tak punya bukti kuat soal itu."
"Tapi bang, jika kita bisa mendapatkan info soal mereka. Dan ternyata mereka beneran ada, kita kan bisa terkenal. Apalagi artikel tentang mereka bisa saja disukai banyak orang," kata Anya yang tak putus asa akan pendiriannya itu.
"Iya Anya, tapi kalau gini terus entar bisa mengganggu konsentrasi kamu. Entar kalau hasil kerjaan kita buruk, kita malah dipsk eh diphk. Entar sulit lagi nyari kerjaan kayak gini," Johan menasihati.
"Apalagi kita gak tahu mereka itu jahat atau baik. Dan kalau mereka ada, mereka sudah di sini membantu peternak itu dengan ajian - ajian sakti mandragunanya," lanjutnya.
"Iya juga sih bang," Anya mengangguk.
Tapi ada sebagian nasihat Johan yang ternyata malah menginspirasi Anya untuk melakukan sesuatu.
"Aha, aku punya ide!!" kata Anya sambil tersenyum.
"Ide apalagi?" Johan penasaran.
"Bagaimana kalau nanti malam kita melakukan investigasi di sekitar hutan dekat desa itu? Bisa saja mahluk itu kabur ke hutan seperti yang dikatakan kakek itu," ujar Anya dengan percaya diri.
Mendengar itu, Johan bak dipukul punggungnya dengan keras. Ia tak percaya rekannya itu mengeluarkan ide konyol bin gila yang membuatnya menyemburkan minuman yang diminumnya hingga muncrat ke mana - mana.
"Byurrr!!"
"Kamu sudah gila apa sinting Anya, kalau gitu caranya besok gak ada jaminan kita ngelihat orang tersayang untuk kedua kalinya!!" Johan terkejut setengah mati.
"Ya santai kali bang, muncrat semua ini sampai kena baju. Hmm mbuekk bau jigong lagi. Lagipula Anya kan masih jomblo," Anya membersihkan bekas semburan air dari mulut Johan.
"Ya udah, pokoknya jangan aneh - aneh. Kamu kebanyakan nonton film horor sih. Pokoknya setelah ini kita balik ke penginapan," tegas Johan.
"Iya bang, iya," Anya pun terpaksa menyetujuinya.
Walau ada yang masih mengganjal dalam hati Anya soal idenya itu, ia terpaksa menuruti keinginan seniornya demi kebaikan bersama. Anya pun sebenarnya masih kukuh akan pemikirannya, ia sangat tertarik dengan para kelompok pemburu mahluk - mahluk yang membunuh hewan - hewan ternak itu. Dalam hatinya ia yakin bahwa orang - orang itu pasti akan hadir di sekitar tempat kejadian perkara, atau paling tidak tak jauh dari situ. Ia pun memutar otak agar bisa merelisasikan idenya itu. Dan sepertinya dia mendapatkan secercah cahaya akan idenya tersebut.
"Bang, Anya boleh tanya gak?"
"Boleh, mau nanya apa? Kamu kayak mahasiswa baru aja, nanyanya kayak takut sama senior?"
"Iya, Anya nanti yang nyetir mobil buat balik ke penginapan boleh gak?"
"Hmm, tumben baik. Kayaknya ada sesuatu ini?"
"Ya gak lah bang. Emang niat ikhlas kok bang. Kan kasihan juga Bang Johan sudah capek ke mana - mana. Mana jauh pula jaraknya. Sekali - kali biar Anya yang nyetirin deh bang."
"Yang benar kamu mau nyetirin?"
"Iya bang. Diam - diam saya juga jago kok nyetirnya. Kayak si Takumi penjual tahu."
"Hah?? Siapa itu? Ah yaudahlah, tapi awas ntar kalau ngelecetin mobil ini. Ntar lain kali tak suruh kamu sprint ke tkp."
"Oke - oke, sip lah kalau sama Anya bang. Pasti barang tetap mulus dan kinclong kok."
Setelah perbincangan itu, Anya melanjutkan kembali tugasnya itu hingga selesai. Di tengah usianya yang masih muda, batinnya terus bergejolak tanpa henti. Ia harus memilih mengkuti idealismenya yang menggebu - gebu, atau tunduk pada aturan kaku yang ada. Karena rasa penasarannya yang besar, ia lebih memilih tunduk pada obsesi sintingnya itu. Saking kuat pendiriannya itu, kalimat pembunuh seperti ah itu cuma omong kosong atau khalayan rakyat belaka sudah tak mempan untuknya. Baginya sebuah kejadian tak bisa dikatakan omong kosong tanpa disertai bukti yang kuat sama halnya dengan mengatakan kejadian tersebut adalah fakta dan nyata tentu perlu memerlulan bukti yang kuat.
Ia yang juga bergulat dengan hoax dunia maya bahkan butuh bukti kuat kalau itu adalah hoax. Karena itulah ia mencari beberapa bukti untuk mendukung artikelnya itu. Ia tahu kali ini resikonya sangat besar, malah dapat berakibat fatal pada dirinya sendiri. Namun karena usianya yang muda dan idealismenya yang kuat itu membuatnya peduli setan dengan resiko fatal itu. Tentu ia juga sangat was - was karena ia tak tahu siapa atau apa yang akan ia hadapi.
Index:
Prolog
Chapter 1
Chaper 2 part 1
Chapter 2 part 2
Chapter 3 part 1
Chapter 3 part 2
Chapter 3 part 3
Chapter 3 part 4
Chapter 3 part 5
Chapter 3 part 6
Chapter 4 part 1
Chapter 4 part 2
Chapter 5 Part 1
Chapter 5 Part 2
Chapter 6 Part 1
Chapter 6 Part 2
Chapter 6 Part 3
Chapter 7 Part 1
Chapter 7 Part 2
Chapter 7 part 3
Chapter 8 Part 1
Chapter 8 Part 2
Chapter 9 Part 1
Chapter 9 Part 2
CHapter 9 Part 3
Chapter 9 Part 4
Chapter 10 Part 1
Chapter 10 Part 2
Chapter 10 Part 3
Chapter 10 part 4
Chapter 10 part 5
Chapter 11 Part 1
Chapter 11 Part 2
Chapter 11 Part 3
Diubah oleh dodydrogba 26-01-2019 16:06
banditos69 dan anasabila memberi reputasi
2
10.1K
Kutip
58
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dodydrogba
#28
Spoiler for Chapter 8 part 2:
"Kita kan sudah mengalahkan mereka, tentu ada yang kurang kalau gak merayakan kemenangan ini dengan pesta, benar gak bos, hahahaha!!" Jono tertawa keras.
"Benar itu bos, ayolah masak kita dapat apa - apa? Kan kita lagi - lagi berhasil menyalamatkan hari yang kelam ini," Rusman menambahkan.
"Huu... sok puitis nih, Bang Rusman," ledek Riki.
"Oke - oke, setelah ini kita akan ke tempat rumah makan kemaren. Kalian makan sepuasnya, tapi jangan banyak - banyak, ntar gaji kalian dipotong," Dirga menyetujui ide mereka.
"Yeee tenang aja bos," Jono senang.
"Tapi sebelum itu, mari kita membereskan tulang - tulang busuk ini! Jangan sampai ntar ketahuan rakyat sekitar apalagi polisi, oke!!" seru Dirga.
"Siap bos laksanakan!!" balas Rusman.
Mereka semua larut dalam kegembiraan yang luar biasa, salah satunya adalah Anya. Entah kenapa ia juga turut berbahagia, pasalnya ia pernah mengalami hal serupa. Bersusah - susah dahulu namun akhirnya mendapat hasil baik yang setimpal. Tentu ini merupakan kepuasaan hebat tersendiri, apalagi Anya merupakan anggota baru. Ia merasa senang bisa membantu tim meraih sebuah kesuksesan yang amat besar. Tapi sayangnya, mereka tak tahu kalau masalah tidaklah berhenti sampai di sini.
***
Di Desa Sumbang Nyowo para warga dan polisi sudah mulai melakukan pengawasan ketat dengan menjaga di daerah yang memungkinkan adanya penyerangan seperti kandang kambing, batas hutan dengan desa serta sebuah kebun jagung. Polisi yang berjumlah enam itu berpencar satu persatu, menyisir tempat - tempat yang berpotensi untuk diserang. Sama halnya dengan para warga, bermodalkan senjata yang ada seperti pukulan bambu dan sapu, beserta tongkat berbentuk garpu mereka bersama sebagian polisi mengawasi sembari sesekali bercanda buat mencairkan suasana yang ada. Sambil berjalan pelan, menyusuri pinggir desa sekaligus perbatasan dengan hutan, salah satu petugas polisi yang bernama Jatmiko melakukan perbincangan kecil dengan Pak Paijo mengenai fenomena ini.
"Bapak warga desa sini kan?" tanya petugas Jatmiko.
"Iya pak, benar. Emang ada apa ya?" Pak Paijo menggaruk kepalanya.
"Bapak tahu gak, kalau ada orang memesan kambing dengan jumlah yang lumayan besar?" Jatmiko menjelaskan pertanyaannya.
"Wah, kalau itu saya kurang tahu pak. Pasalnya semenjak ada isu kambing mati di desa sebelah kami udah siap - siap seperti ini. Untuk sementara menghentikan aktivitas jual beli dulu," Pak Paijo menerangkan.
"Begitu ya, mungkin saja dari desa lain. Saya heran apa jangan - jangan yang di belakang semua kejadian ini ulah sekte sesat ya. Jadi mereka memesan kambing gara - gara susah mencari kambing lain buat dihisap darahnya. Saya sendiri bosan sama omong kosong ini, sampai kapan sih selesainya. Bikin repot saja," kata petugas Jatmiko.
Mendengar kata omong kosong, sebenarnya membuat Pak Paijo naik pitam. Namun karena ia tahu sedang berurusan dengan siapa, maka ia tak mau cari perkara lain. Batinnya, omong kosong itu sudah membuat hewan ternak desa lain meregang nyawa, menyusahkan keadaan ekonomi mereka. Lebih sial lagi di desanya Pak Paijo, ada seorang anak kecil yang pernah diserang mahluk itu. Untung saja masih bertahan hidup walau keadaannya tidak terlalu baik saat ini. Ia pun mencoba menjelaskan sebaik dan sehalus mungkin kepada polisi itu, agar mereka tak meremehkan kejadian seperti ini.
"Yah namanya juga hidup, gak melulu baik, pasti terkadang juga ada masalah buat mengetes seberapa kuat sih hidup kita ini. Salah satunya lewat kejadian ini, hewan ternak seperti kambing yang menjadi penonggak hidup kami tentu akan semakin sulit jika kambing - kambing itu terus dibunuh. Kami berharap sih, bisa mendapatkan solusinya tapi hingga saat ini sepertinya belum ada. Selain itu untuk pelakunya sendiri kami juga bingung, hewan - hewan yang menghisap darah ya kalau gak lintah, kutu sama kelelawar vampir. Masak iya ada hewan anjing menghisap darah atau pun kalau emang sekte harusnya kita sudah lihat penampakan mereka di hari - hari sebelumnya, la wong tiap malam beberapa warga banyak yang ikut ronda. Harusnya sih kami bisa dapat satu anggota saja, tapi kita malah gak nemu apa - apa, jejak manusia pencuri pun gak ada," ujar Pak Paijo.
"Wah bener juga ya, pintar juga kamu pak," sanjung polisi itu.
"Sebenarnya bukan saya sih, kebetulan anak saya yang sekolah suka sekali baca ke perpustakaan. Jadi ngerti soal dunia hewan. Kalau di internet takut banyak hoaxnya," kata Pak Paijo.
"Yah, gak apa - apa pak. Setidaknya walau di desa bapak punya pengetahuan lebih soal hewan - hewan dan sejenisnya," petugas Jatmiko kembali memujinya.
"Wah, bapak bisa saja. Oh iya, sebenarnya ada di sini korban juga karena perbuatan mahluk misterius yang meneror hewan ternak itu. Usianya masih anak - anak, beruntung diselamatkan oleh anjingnya itu, namun sialnya malah anjingnya yang menjadi korban," kata Pak Paijo.
"Lah beneran?? Emang bentuknya seperti apa pak?" petugas Jatmiko penasaran.
"Kalau kata anaknya sih bentuknya kayak iblis. Selain dia sebenarnya kami juga sedang mencari orang hilang. Walau orang hilang itu bukan penduduk desa kami, kami tetap berkewajiban mencari mereka sebagai bentuk masyarakat yang bertanggung jawab kepada sesama. Mereka sendiri bekerja di perkebunan di sini, rumornya sepasang kekasih. Sampai sekarang belum ditemukan, kami curiga mungkin mereka diculik oleh iblis itu. Kami berharap sih mereka tak kenapa - kenapa," jawab Pak Paijo.
"Wuih, ngeri juga ya. Tapi apa ya bener masak iblis bisa ..." tiba - tiba alat komunikasi HT nya berbunyi, "Pak saya minta waktu sebentar ya?"
"Oh, tidak apa - apa. Silahkan - silahkan," balas Pak Paijo.
Petugas polisi itu menepi, sedangkan Pak Paijo menunggu di dekat sebuah tiang listrik yang lampunya kelihatan remang - remang. Sepertinya itu dari petugas polisi lain yang ingin mengetahui kondisinya mengingat mereka juga berjaga - jaga di desa itu. Beberapa saat kemudian petugas Jatmiko tampak menyudahi perbincangannya, ia pun berniat kembali menemui Pak Paijo. Polisi itu terheran dengan posisi berdiri Pak Paijo yang membelakanginya, serasa ada yang janggal. Tak ingin menambah pikiran aneh - aneh, ia pun segera memanggil Pak Paijo dengan suara yang agak keras.
"Pak Paijo ... Pak Paijo???" petugas Jatmiko tak mendapat respon darinya.
Ia memutuskan untuk mendekatinya, lalu menepuk bahunya. Pak Paijo membalikkan badan, namun yang terjadi selanjutnya adalah penampakkan mengerikan. Leher di bagian bawah Pak Paijo seperti ada guratan, lalu dari situ keluar semburan keras dari darah merah yang segar membasahi tubuh petugas polisi itu. Petugas Jatmiko yang tadinya tangguh dan pemberani itu dalam sekejap menjadi panik ketakutan.
"Haaaaa...haaaa...!!!!" teriak polisi itu.
Belum sempat menghubungi polisi lain, ia dikejutkan suara yang menyeramkan dari atas tiang listrik itu, "Huuukkkk...huuuuukkkk!!" Lantas ia pun mendongakan kepalanya ke atas, alangkah terkejutnya ia saat melihat mahluk aneh mengerikan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia pun menodongkan shotgunnya ke arah mahluk itu, lalu menembakinya dan mengenai tubuhnya. Alhasil peluru - peluru tadi tak membuat mahluk itu jatuh terbaring ke bawah, yang ada malah polisi itu diberi hadiah sebuah senyuman menyeringai yang membuat bulu kuduk merinding.
Dan secara cepat, demit itu terjun ke bawah dan menyergap pak polisi itu. Polisi itu tak bisa berbuat apa - apa, shotgunnya terjatuh. Cengkramannya sangat erat, kuku tajamnya menusuk ke kulit, membuat petugas Jatmiko meronta kesakitan.
"Arghhh tolong, arghhh siapapun tolongg!!!"
Rintihan Jatmiko tak didengar siapapun, tak lama berselang, demit betina itu mengoyak lehernya. Membuat kulitnya terkelupas, darahnya menyembur, bermuncratan ke mana - mana. Polisi itu tak berdaya, beberapa saat kemudian tewas seketika. Dan ternyata, nasib tragis juga menimpa warga dan polisi lain yang sedang berjaga, salah satunya petugas Kusumo. Ia terpaksa balik ke mobil polisi yang ia parkir di pinggiran desa yang juga dekat dengan hutan, karena ingin mengambil sesuatu, mungkin saja senternya. Ia nampak tergesa - gesa, membuatnya sulit untuk fokus membuka pintu mobil. Hingga akhirnya kuncinya terjatuh, ia pun terpaksa membungkuk ke bawah, mencari - cari ke sana ke mari di bawah mesin mobil dan ban. Ia pun berhasil menemukannya, lalu kembali berdiri, dan tiba - tiba ada yang membuatnya terdiam mematung. Ia seperti melihat sosok yang membuatnya diam ketakutan, dan benar saja, ia memandangi sesosok bayangan mengerikan yang berdiri di belakangnya yang terpantul di kaca pintu mobil polisi itu. Giginya bertaring, mulutnya mendesis, mahluk itu seperti hendak menerkamnya. Petugas Kusumo tentu mengira itu adalah hewan biasa, ketika bertemu hewan buas yang dalam keadaan aktif menyerang yang harus ia lakukan ialah diam tenang tanpa menimbulkan suara nyaring. Namun sepertinya, hal itu tak berguna untuknya, dengan sekejap demit itu langsung menyerang tanpa bersuara, merobek jaket polisinya, lalu menghisap darahnya hingga meregang nyawa.
Sama hal nya dengan warga yang berjaga di kebun, mereka yang berjumlah empat orang itu di seret oleh sesuatu yang kuat, menimbulkan goyangan kuat bagi semak - semak tumbuhan teh di sekitarnya. Bagai digerakkan oleh hewan yang kuat seperti ular. Tak cukup sampai situ warga dan polisi lain yang berada di dekat kandang hewan ternak yang dikumpulkan jadi satu juga tampaknya dibuat kocar - kacir. Polisi kesusahan membidik para demit itu dengan tepat, hingga satu per satu mulai kelelahan. Jumlah warga dan polisi kalah jauh dengan demit. Para warga yang berusaha menyerang mereka pun tak kehilangan akal, mereka membunyikan kentongan dengan keras. Suara nyaringnya berhasil membangunkan para warga terutama pria dewasa dan remaja dengan bersenjatakan tongkat bambu, palu, golok, arit dan peralatan ternak atau kebun lainnya. Walaupun jumlahnya mulai seimbang, fisik demit yang kuat itu tak mampu diimbangi oleh para manusia itu. Mereka pun mulai mati secara mengenaskan satu persatu dengan cara dikoyak perut atau dadanya, digigit lehernya, dipatahkan bahkan diputuskan bagian tubuhnya. Demit itu menyerang mereka bagai monyet yang berlari lalu meloncat ke sana - ke sini, membuat mereka sulit untuk dilacak keberadaannya. Dan hal itu dimanfaatkan mereka sebagai kesempatan besar untuk menghabisi nyawa warga dan polisi itu.
Tak jauh dari situ, sepertinya ada salah satu warga yang berhasil lolos dari serangan para demit itu. Ia bergerak, berlari kencang menuju hutan. Sesekali menoleh ke belakang, berharap demit mengerikan tak mengejarnya. Namun karena hal tersebut ia menjadi susah fokus ke depan hingga ia menabrak sesuatu. Ia terbaring di tanah, membuka matanya dengan pelan lalu mendangak ke atas. Justru yang ada hanya tatapan kosong belaka, ia terhipnotis oleh sosok yang jauh lebih menakutkan yang berada di depannya. Sosok itu jauh lebih tinggi dari para demit itu, setinggi Yao Ming, tangannya lebih panjang dari kakinya. Deru angin kencang pun menambah suasana semakin mencekam, ia tak bisa berbuat apa - apa. Dan tiba - tiba mahluk itu mengeluarkan suara auman yang menggelegar, lalu dengan cepat warga desa itu dicekik lalu diangkat setinggi bahunya, setelah itu lehernya digigit dengan kuat. Darahnya bercucuran deras ke bawah, membuatnya mati kehabisan darah. Setelah dahaga terpuaskan, mahluk yang disebut raja demit itu tak lupa mematahkan tulang lehernya lalu memutuskan kepalanya hingga bergelinding di tanah. Kini desa itu telah ditumpahi banjir darah, di bawah sinar rembulan, pembantaian itu dilakukan dengan cukup mengerikan.
"Benar itu bos, ayolah masak kita dapat apa - apa? Kan kita lagi - lagi berhasil menyalamatkan hari yang kelam ini," Rusman menambahkan.
"Huu... sok puitis nih, Bang Rusman," ledek Riki.
"Oke - oke, setelah ini kita akan ke tempat rumah makan kemaren. Kalian makan sepuasnya, tapi jangan banyak - banyak, ntar gaji kalian dipotong," Dirga menyetujui ide mereka.
"Yeee tenang aja bos," Jono senang.
"Tapi sebelum itu, mari kita membereskan tulang - tulang busuk ini! Jangan sampai ntar ketahuan rakyat sekitar apalagi polisi, oke!!" seru Dirga.
"Siap bos laksanakan!!" balas Rusman.
Mereka semua larut dalam kegembiraan yang luar biasa, salah satunya adalah Anya. Entah kenapa ia juga turut berbahagia, pasalnya ia pernah mengalami hal serupa. Bersusah - susah dahulu namun akhirnya mendapat hasil baik yang setimpal. Tentu ini merupakan kepuasaan hebat tersendiri, apalagi Anya merupakan anggota baru. Ia merasa senang bisa membantu tim meraih sebuah kesuksesan yang amat besar. Tapi sayangnya, mereka tak tahu kalau masalah tidaklah berhenti sampai di sini.
***
Di Desa Sumbang Nyowo para warga dan polisi sudah mulai melakukan pengawasan ketat dengan menjaga di daerah yang memungkinkan adanya penyerangan seperti kandang kambing, batas hutan dengan desa serta sebuah kebun jagung. Polisi yang berjumlah enam itu berpencar satu persatu, menyisir tempat - tempat yang berpotensi untuk diserang. Sama halnya dengan para warga, bermodalkan senjata yang ada seperti pukulan bambu dan sapu, beserta tongkat berbentuk garpu mereka bersama sebagian polisi mengawasi sembari sesekali bercanda buat mencairkan suasana yang ada. Sambil berjalan pelan, menyusuri pinggir desa sekaligus perbatasan dengan hutan, salah satu petugas polisi yang bernama Jatmiko melakukan perbincangan kecil dengan Pak Paijo mengenai fenomena ini.
"Bapak warga desa sini kan?" tanya petugas Jatmiko.
"Iya pak, benar. Emang ada apa ya?" Pak Paijo menggaruk kepalanya.
"Bapak tahu gak, kalau ada orang memesan kambing dengan jumlah yang lumayan besar?" Jatmiko menjelaskan pertanyaannya.
"Wah, kalau itu saya kurang tahu pak. Pasalnya semenjak ada isu kambing mati di desa sebelah kami udah siap - siap seperti ini. Untuk sementara menghentikan aktivitas jual beli dulu," Pak Paijo menerangkan.
"Begitu ya, mungkin saja dari desa lain. Saya heran apa jangan - jangan yang di belakang semua kejadian ini ulah sekte sesat ya. Jadi mereka memesan kambing gara - gara susah mencari kambing lain buat dihisap darahnya. Saya sendiri bosan sama omong kosong ini, sampai kapan sih selesainya. Bikin repot saja," kata petugas Jatmiko.
Mendengar kata omong kosong, sebenarnya membuat Pak Paijo naik pitam. Namun karena ia tahu sedang berurusan dengan siapa, maka ia tak mau cari perkara lain. Batinnya, omong kosong itu sudah membuat hewan ternak desa lain meregang nyawa, menyusahkan keadaan ekonomi mereka. Lebih sial lagi di desanya Pak Paijo, ada seorang anak kecil yang pernah diserang mahluk itu. Untung saja masih bertahan hidup walau keadaannya tidak terlalu baik saat ini. Ia pun mencoba menjelaskan sebaik dan sehalus mungkin kepada polisi itu, agar mereka tak meremehkan kejadian seperti ini.
"Yah namanya juga hidup, gak melulu baik, pasti terkadang juga ada masalah buat mengetes seberapa kuat sih hidup kita ini. Salah satunya lewat kejadian ini, hewan ternak seperti kambing yang menjadi penonggak hidup kami tentu akan semakin sulit jika kambing - kambing itu terus dibunuh. Kami berharap sih, bisa mendapatkan solusinya tapi hingga saat ini sepertinya belum ada. Selain itu untuk pelakunya sendiri kami juga bingung, hewan - hewan yang menghisap darah ya kalau gak lintah, kutu sama kelelawar vampir. Masak iya ada hewan anjing menghisap darah atau pun kalau emang sekte harusnya kita sudah lihat penampakan mereka di hari - hari sebelumnya, la wong tiap malam beberapa warga banyak yang ikut ronda. Harusnya sih kami bisa dapat satu anggota saja, tapi kita malah gak nemu apa - apa, jejak manusia pencuri pun gak ada," ujar Pak Paijo.
"Wah bener juga ya, pintar juga kamu pak," sanjung polisi itu.
"Sebenarnya bukan saya sih, kebetulan anak saya yang sekolah suka sekali baca ke perpustakaan. Jadi ngerti soal dunia hewan. Kalau di internet takut banyak hoaxnya," kata Pak Paijo.
"Yah, gak apa - apa pak. Setidaknya walau di desa bapak punya pengetahuan lebih soal hewan - hewan dan sejenisnya," petugas Jatmiko kembali memujinya.
"Wah, bapak bisa saja. Oh iya, sebenarnya ada di sini korban juga karena perbuatan mahluk misterius yang meneror hewan ternak itu. Usianya masih anak - anak, beruntung diselamatkan oleh anjingnya itu, namun sialnya malah anjingnya yang menjadi korban," kata Pak Paijo.
"Lah beneran?? Emang bentuknya seperti apa pak?" petugas Jatmiko penasaran.
"Kalau kata anaknya sih bentuknya kayak iblis. Selain dia sebenarnya kami juga sedang mencari orang hilang. Walau orang hilang itu bukan penduduk desa kami, kami tetap berkewajiban mencari mereka sebagai bentuk masyarakat yang bertanggung jawab kepada sesama. Mereka sendiri bekerja di perkebunan di sini, rumornya sepasang kekasih. Sampai sekarang belum ditemukan, kami curiga mungkin mereka diculik oleh iblis itu. Kami berharap sih mereka tak kenapa - kenapa," jawab Pak Paijo.
"Wuih, ngeri juga ya. Tapi apa ya bener masak iblis bisa ..." tiba - tiba alat komunikasi HT nya berbunyi, "Pak saya minta waktu sebentar ya?"
"Oh, tidak apa - apa. Silahkan - silahkan," balas Pak Paijo.
Petugas polisi itu menepi, sedangkan Pak Paijo menunggu di dekat sebuah tiang listrik yang lampunya kelihatan remang - remang. Sepertinya itu dari petugas polisi lain yang ingin mengetahui kondisinya mengingat mereka juga berjaga - jaga di desa itu. Beberapa saat kemudian petugas Jatmiko tampak menyudahi perbincangannya, ia pun berniat kembali menemui Pak Paijo. Polisi itu terheran dengan posisi berdiri Pak Paijo yang membelakanginya, serasa ada yang janggal. Tak ingin menambah pikiran aneh - aneh, ia pun segera memanggil Pak Paijo dengan suara yang agak keras.
"Pak Paijo ... Pak Paijo???" petugas Jatmiko tak mendapat respon darinya.
Ia memutuskan untuk mendekatinya, lalu menepuk bahunya. Pak Paijo membalikkan badan, namun yang terjadi selanjutnya adalah penampakkan mengerikan. Leher di bagian bawah Pak Paijo seperti ada guratan, lalu dari situ keluar semburan keras dari darah merah yang segar membasahi tubuh petugas polisi itu. Petugas Jatmiko yang tadinya tangguh dan pemberani itu dalam sekejap menjadi panik ketakutan.
"Haaaaa...haaaa...!!!!" teriak polisi itu.
Belum sempat menghubungi polisi lain, ia dikejutkan suara yang menyeramkan dari atas tiang listrik itu, "Huuukkkk...huuuuukkkk!!" Lantas ia pun mendongakan kepalanya ke atas, alangkah terkejutnya ia saat melihat mahluk aneh mengerikan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia pun menodongkan shotgunnya ke arah mahluk itu, lalu menembakinya dan mengenai tubuhnya. Alhasil peluru - peluru tadi tak membuat mahluk itu jatuh terbaring ke bawah, yang ada malah polisi itu diberi hadiah sebuah senyuman menyeringai yang membuat bulu kuduk merinding.
Dan secara cepat, demit itu terjun ke bawah dan menyergap pak polisi itu. Polisi itu tak bisa berbuat apa - apa, shotgunnya terjatuh. Cengkramannya sangat erat, kuku tajamnya menusuk ke kulit, membuat petugas Jatmiko meronta kesakitan.
"Arghhh tolong, arghhh siapapun tolongg!!!"
Rintihan Jatmiko tak didengar siapapun, tak lama berselang, demit betina itu mengoyak lehernya. Membuat kulitnya terkelupas, darahnya menyembur, bermuncratan ke mana - mana. Polisi itu tak berdaya, beberapa saat kemudian tewas seketika. Dan ternyata, nasib tragis juga menimpa warga dan polisi lain yang sedang berjaga, salah satunya petugas Kusumo. Ia terpaksa balik ke mobil polisi yang ia parkir di pinggiran desa yang juga dekat dengan hutan, karena ingin mengambil sesuatu, mungkin saja senternya. Ia nampak tergesa - gesa, membuatnya sulit untuk fokus membuka pintu mobil. Hingga akhirnya kuncinya terjatuh, ia pun terpaksa membungkuk ke bawah, mencari - cari ke sana ke mari di bawah mesin mobil dan ban. Ia pun berhasil menemukannya, lalu kembali berdiri, dan tiba - tiba ada yang membuatnya terdiam mematung. Ia seperti melihat sosok yang membuatnya diam ketakutan, dan benar saja, ia memandangi sesosok bayangan mengerikan yang berdiri di belakangnya yang terpantul di kaca pintu mobil polisi itu. Giginya bertaring, mulutnya mendesis, mahluk itu seperti hendak menerkamnya. Petugas Kusumo tentu mengira itu adalah hewan biasa, ketika bertemu hewan buas yang dalam keadaan aktif menyerang yang harus ia lakukan ialah diam tenang tanpa menimbulkan suara nyaring. Namun sepertinya, hal itu tak berguna untuknya, dengan sekejap demit itu langsung menyerang tanpa bersuara, merobek jaket polisinya, lalu menghisap darahnya hingga meregang nyawa.
Sama hal nya dengan warga yang berjaga di kebun, mereka yang berjumlah empat orang itu di seret oleh sesuatu yang kuat, menimbulkan goyangan kuat bagi semak - semak tumbuhan teh di sekitarnya. Bagai digerakkan oleh hewan yang kuat seperti ular. Tak cukup sampai situ warga dan polisi lain yang berada di dekat kandang hewan ternak yang dikumpulkan jadi satu juga tampaknya dibuat kocar - kacir. Polisi kesusahan membidik para demit itu dengan tepat, hingga satu per satu mulai kelelahan. Jumlah warga dan polisi kalah jauh dengan demit. Para warga yang berusaha menyerang mereka pun tak kehilangan akal, mereka membunyikan kentongan dengan keras. Suara nyaringnya berhasil membangunkan para warga terutama pria dewasa dan remaja dengan bersenjatakan tongkat bambu, palu, golok, arit dan peralatan ternak atau kebun lainnya. Walaupun jumlahnya mulai seimbang, fisik demit yang kuat itu tak mampu diimbangi oleh para manusia itu. Mereka pun mulai mati secara mengenaskan satu persatu dengan cara dikoyak perut atau dadanya, digigit lehernya, dipatahkan bahkan diputuskan bagian tubuhnya. Demit itu menyerang mereka bagai monyet yang berlari lalu meloncat ke sana - ke sini, membuat mereka sulit untuk dilacak keberadaannya. Dan hal itu dimanfaatkan mereka sebagai kesempatan besar untuk menghabisi nyawa warga dan polisi itu.
Tak jauh dari situ, sepertinya ada salah satu warga yang berhasil lolos dari serangan para demit itu. Ia bergerak, berlari kencang menuju hutan. Sesekali menoleh ke belakang, berharap demit mengerikan tak mengejarnya. Namun karena hal tersebut ia menjadi susah fokus ke depan hingga ia menabrak sesuatu. Ia terbaring di tanah, membuka matanya dengan pelan lalu mendangak ke atas. Justru yang ada hanya tatapan kosong belaka, ia terhipnotis oleh sosok yang jauh lebih menakutkan yang berada di depannya. Sosok itu jauh lebih tinggi dari para demit itu, setinggi Yao Ming, tangannya lebih panjang dari kakinya. Deru angin kencang pun menambah suasana semakin mencekam, ia tak bisa berbuat apa - apa. Dan tiba - tiba mahluk itu mengeluarkan suara auman yang menggelegar, lalu dengan cepat warga desa itu dicekik lalu diangkat setinggi bahunya, setelah itu lehernya digigit dengan kuat. Darahnya bercucuran deras ke bawah, membuatnya mati kehabisan darah. Setelah dahaga terpuaskan, mahluk yang disebut raja demit itu tak lupa mematahkan tulang lehernya lalu memutuskan kepalanya hingga bergelinding di tanah. Kini desa itu telah ditumpahi banjir darah, di bawah sinar rembulan, pembantaian itu dilakukan dengan cukup mengerikan.
Diubah oleh dodydrogba 29-04-2018 11:01
banditos69 memberi reputasi
1
Kutip
Balas