EPISODE 6 : LOLOS DARI MAUT
Quote:
KEDAI itu meski keadaan masih dibilang pagi akan tetapi sudah penuh dengan para pengunjung yang ingin menikmati sarapan pagi atau sekedar minum kopi dan bandrek sembari makan pisang rebus dan ataupun ketan. Sehabis hujan mengguyur semalam dan di pagi yang dingin ini memang sedap sekali duduk menikmati minuman hangat sambil mengobrol dan menghisap rokok. Tetamu yang ada dalam kedai itu rata-rata para kuli yang sedang ada proyek pembangunan jembatan di perbatasan Wonogiri dan Wonosari. Ada juga beberapa warga desa Pandak yang memang sengaja untuk sarapan di kedai itu.
Jatmiko duduk di paling pojok kanan kedai itu. Di hadapannya di atas meja terhampar satu gelas kopi panas dan beberapa potong pisang goreng yang masih mengepulkan asap. Lelaki ini tampak duduk santai. Beberapa kali dihisap rokok yang masih terjepit di sela –sela jemari tangan kanannya.
“ Ramai juga warung ini. Masih pagi pengunjungnya sudah banyak yang datang “
Jatmiko membatin dalam hati. Polisi ini berencana pagi itu juga pulang ke Karangmojo. Tanpa disadarinya dua pasang mata memperhatikan gerak –geriknya. Kedua oang itu duduk di dekat pintu keluar. Meskipun keduanya seperti sedang lahap menyantap dan meminum hidangannya. Akan tetapi, ekor mata kedua orang ini tidak pernah lepas memandang ke arah pojok ruangan. Tempat dimana Jatmiko tengah berada.
Jatmiko melambaikan tangan ke arah pelayan yang baru saja mengantarkan minuman kepada beberapa pengunjung kedai. Pelayan itu mendatangi Jatmiko. Lalu pemuda ini mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribuan .
“Ini bayaranku untuk sewa kamar tadi malam dan juga pesanan makanan ku pagi ini, kembalinya kau boleh ambil.”
Si pelayan itu tentu saja gembira. Sisa kembalian yang dihadiahkan tetamu itu hampir sama dengan separuh upah nya bekerja satu bulan di rumah makan itu. Si pelayan membungkuk dan berulang kali mengucapkan terima kasih.
Setelah membayar, Jatmiko segera beranjak dari tempat duduknya. Rokok yang masih bersisa separuh batang itu dimatikan ke dalam asbak dari tanah liat di atas meja. Langkah Jatmiko gontai menuju ke arah mobilnya yang terparkir di depan warung. Mobil BMW berwarna hijau itu basah terguyur hujan. Kacanya nyaris semua tertutup embun. Jatmiko meraup kantong jaket hitamnya. Dikeluarkan kunci kontak mobil. Ia sedikit terkejut tatkala pintu mobil tidak terkunci.
“ Aku ternyata lupa mengunci pintu ini semalaman “
Jatmiko segera masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi. Sesaat kunci kontak itu akan di putar. Tiba –tiba telinganya mendengar suara yang mencurigakan. Suara mendesis. Awalnya Jatmiko menyangka itu suara ban yang bocor. Tetapi tidak. Suara ban bocor tidak seperti itu. Lalu lelaki ini menoleh ke jok belakang ke arah suara desisan itu. Ia tertegun dan matanya was –was memperhatikan ke arah lantai mobil. Dari bawah jok belakang perlahan –lahan menyembul keluar. Sesuatu yang hitam kehijauan sebesar kepala tangan berbentuk lancip dan terkembang dengan lidah merah bercabang menjulur keluar masuk dari celah moncongnya yang tipis, serta sepasang mata kecil berwarna merah kehijauan.
Benda hitam kehijauan itu menjulur ke luar, lalu mangangkat kepalanya. Desisannya makin kencang. Sorot matanya memandang tajam ke arah Jatmiko. Jantung polisi berpangkat sersan ini serasa berhenti berdenyut. Jatmiko menelan ludah sembari menggeleng –gelengkan kepalanya. Berpikir keras, timbul pertanyaan bagaimana seekor ular sendok yang lingkaran tubuhnya sebesar lingkaran lengan orang dewasa bisa masuk dan terperangkap di dalam mobilnya.
Perlahan –lahan Jatmiko meraba gagang revolver yang terselip dipinggangnya. Tetapi untuk mencabut dan menembak ular sendok di dalam mobil tentu akan membuat keributan dan kekacauan. Para penduduk tentu akan berduyun –duyung mengerumuninya saat mendengar suara letusan. Diurungkannya mencabut revolver.
Perlahan –lahan Jatmiko keluar dari mobil. Dibukanya pintu belakang mobil dengan sangat hati –hati. Setelah pintu terbuka ular sendok itu kembali mengangkat kepalanya tinggi –tinggi. Jatmiko mundur selangkah. Ia menarik nafas panjang untuk menekan kegugupannya. Ia sadar jika salah bertindak sudah barang tentu akan mati dipatuk ular berbisa ini.
Ular sendok itu mendesis keras. semakin meninggikan tubuh dan siap mematuk, tatkala Jatmiko mulai mendekat ke arah pintu mobil. sangat hati-hati agar gerakannya tidak menarik perhatian ular itu. Tiba-tiba ular itu bergerak maju. Cekatan dan cepat sekali tangan kanan Jatmiko berkelebat. Tahu –tahu ular sendok itu telah tergencet lehernya oleh ibu jari Jatmiko. Ular itu menggeliat – geliat sambil berusaha melilitkan badannya di lengan Jatmiko. Akan tetapi, Jatmiko dengan sigap memegang badan ular itu menggunakan tangan kirinya.
Lau dilemparkan ular itu di tanah. Ular sendok ini menggeliat sebentar, untuk kemudian melata meliuk –liukan badannya yang panjangnya hampir semeter lebih. Ular itu segera menyeruang dan menghilang di balik semak belukar. Jatmiko menarik nafas panjang.
“ Aku yakin ular itu memang sengaja di masukkan ke dalam mobil ku. Tujuannya sangat jelas. Nyawaku. Aku yakin ini ada kaitannya dengan kasus penemuan mayat di hutan jati itu. Ada orang yang ingin penyelidikan kasus itu dihentikan dengan cara apapun juga “
“ Kasus ini semakin menarik dan menantang. Aku jadi semakin bersemangat untuk menyelesaikan kasus ini dan menyeret pelakunya ke dalam jeruji besi “
Jatmiko kembali melangkah masuk ke dalam mobilnya. Diperiksanya keadaan dalam mobil dengan seksama. Sudah bersih tidak ada lagi seekor ularpun yang masih terperangkap di dalam mobil BMW itu. Tidak lama kemudian mobil itu segera meluncur meninggalkan desa Pandak menuju Karngmojo. Mobil itu membelok tajam di tikungan ujung jalan. Nyala lampu merah belakang tampak lebih terang karena sentakan rem.
Dua orang keluar dari dalam kedai dan memeprhatikan mobil BMW itu menghilang di tikungan jalan.
“ Kita gagal Sobran. Polisi itu sedang bernasib mujur. Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini “
“ Baiklah, kita selesaikan tugas terakhir kita. Mencari pemuda bernama Johan sekaligus mencari dokte itu. Aku sudah sangat ingin menghakhiri pekerjaan ini. Resikonya terlalu besar “
Sesaat kedua orang itu hanya berpandangan. Lalu orang yang bernama Sobran kemudian berjalan meninggalkan kedai itu. Diikuti oleh Rais yang mengekor di belakangnya.