- Beranda
- Stories from the Heart
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
...
TS
breaking182
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
ASU AJAG PEGUNUNGAN TEPUS
Quote:

SINOPSIS
Quote:
Sekelompok anak muda dari universitas di Jogja yang sedang melaksanakan KKN di desa Telaga Muncar salah satu desa terpencil di kawasan Tepus Gunung Kidul. Tiga sosok anjing misterius mencegat salah satu dari mahasiswa itu yang bernama Zulham. Misteri berlanjut lagi tatkala sesampainya di base camp. Zulham harus dihadapkan dengan ketua kelompok KKN tersebut yang diterror oleh mahkluk –mahkluk asing yang memperlihatkan diri di mimpi –mimpi. Bahkan, bulu –bulu berwarna kelabu kehitaman ditemukan di ranjang Ida. Hingga pada akhirnya misteri ini berlanjut kedalam pertunjukan maut. Nyawa Zulham dan seluruh anggota KKN terancam oleh orang –orang pengabdi setan yang tidak segan –segan mengorbankan nyawa sesama manusia. Bahkan, nyawa darah dagingnya sendiri!
INDEX
Diubah oleh breaking182 22-02-2021 10:13
sukhhoi dan 35 lainnya memberi reputasi
32
110.5K
Kutip
378
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#80
TERJEBAK MAUT
Quote:
Jam antik yang berada di ruang tenagh terdengar berdentang keras sebelas kali. Suaranya bergema sampai keluar rumah besar itu. Saat itu aku dan kelima kawan ku bersama Danny berdiri di samping rumah. Pemuda kelimis itu mengantarkan kami kesebuah mobil lusuh sejenis L300 berwarna putih kusam dengan cat yang memudar warnanya serta beberapa bagian body mobil yang tertutup dempul. Satu persatu dari kami masuk ke dalam mobil putih itu. Danny yang duduk di belakang kemudi beberapa kali menoleh ke belakang. Mengecek apakah kami sudah siap atau belum.
“ Sudah semua ? Jangan sampai kalian tercecer di kuburan depan itu ?”
Lepas itu terdengar suara cekikikan pemuda itu. Ajeng tampak merengut mendengar candaan dari Danny.
“ Kita berangkat sekarang “
Suara mesin menggeram tatkala Danny memutar kunci stop kontak. Mobil itu perlahan merayap meninggalkan rumah keluarga Dargo. Tidak berapa lama mobil itu telah melewati jalan yang berbatu dan tidak rata. Beberapa kali Ajeng menjerit tertahan tatkala ban mobil membentur tonjolan batu ataupun lubang yang menganga di sepanjang perjalanan. Cahaya yang keluar dari lampu depan tampak tidak bisa berbuat banyak untuk menembus kegelapan malam. Cahaya itu memantulkan bayangan pepohonan yang berdiri tegak nyaris mirip penghuni dari alam lain yang sedang berdiri mengawasi kami. Hutan –hutan gelap di kiri dan kanan. Kesepian itu, agak terkuak waktu kami mendekat di salah satu kampung kecil.
“ Dann..yakin kita tidak salah jalan?“
Aku yang duduk disamping kemudi bertanya keheranan. Danny hanya tersenyum dikulum. Sembari mengoper gigi dan mempermainkan stirnya. Pemuda yang selalu kelimis itu berkata.
“ Ini jalan memutar. Kalau lewat kalian tadi waktu berangkat tidak akan bisa dilalui oleh mobil “
Aku hanya menganggukan kepala. Memang jalan yang kami lewati tadi hanya setapak. Tidak mungkin bisa dilalui oleh mobil.. perhatian ku terpusat ke arah orang –orang kampung yang sudah larut malam begini belum juga tertidur. Sebelum lentera dan banyak sekali obor berkelap –kelip disana –sini dan berjalan menjurus kesatu arah. Sayup –sayup kami mendengar suara ribut dan berisik. Semakin kami memasuki ke perkampungan semakin jelas terdengar apa yang mereka ributkan.
“ Tampaknya mereka telah menangkap seekor anjing liar “, Danny berkata perlahan.
“ Anjing? Apa anehnya? “
Nathan tiba –tiba nyeletuk dari jok tengah. Kepalanya dijulur –julurkan ke depan berusaha melihat kejadian itu.
“ Kalau tak salah dengar, mereka juga sebut- sebut anjing jejadian. Tentu yang mereka tangkap anjing jadi –jadian. Anjing jelmaan manusia yang ingin kaya dengan cara gampang atau mungkin karena kutukn ilmu hitam. Kalau kau mau lihat. Aku akan membawa mobil ini kesana. Di kota mana ada tontonan seperti ini. Iya kan?”
Ajeng dan Mima yang nampak pucat ketakutan sontak protes dengan tatkala Danny mengarahkan mobil ke arah kerumunan itu.
“ Brengsek kau Dann. Kita pulang saja..Pulang..pulang “
Danny menyeringai.
“ Tuan putri, sesekali lihat tontonan yang lain daripada yang lain. Kalau tuan putri tidak mau turun. Yaa, silahkan tinggal di mobil. Cuma...kalau terjadis esuatu bukan salahku yaaa “
Danny kembali tersenyum. Antara bangga dan mencela makna dari senyuman itu.
“ Coba kalau aku tadi sempat bawa senapan atau golok “.
Matanya tampak berkilat –kilat tatkala mengatakan hal itu.
“ Sudah semua ? Jangan sampai kalian tercecer di kuburan depan itu ?”
Lepas itu terdengar suara cekikikan pemuda itu. Ajeng tampak merengut mendengar candaan dari Danny.
“ Kita berangkat sekarang “
Suara mesin menggeram tatkala Danny memutar kunci stop kontak. Mobil itu perlahan merayap meninggalkan rumah keluarga Dargo. Tidak berapa lama mobil itu telah melewati jalan yang berbatu dan tidak rata. Beberapa kali Ajeng menjerit tertahan tatkala ban mobil membentur tonjolan batu ataupun lubang yang menganga di sepanjang perjalanan. Cahaya yang keluar dari lampu depan tampak tidak bisa berbuat banyak untuk menembus kegelapan malam. Cahaya itu memantulkan bayangan pepohonan yang berdiri tegak nyaris mirip penghuni dari alam lain yang sedang berdiri mengawasi kami. Hutan –hutan gelap di kiri dan kanan. Kesepian itu, agak terkuak waktu kami mendekat di salah satu kampung kecil.
“ Dann..yakin kita tidak salah jalan?“
Aku yang duduk disamping kemudi bertanya keheranan. Danny hanya tersenyum dikulum. Sembari mengoper gigi dan mempermainkan stirnya. Pemuda yang selalu kelimis itu berkata.
“ Ini jalan memutar. Kalau lewat kalian tadi waktu berangkat tidak akan bisa dilalui oleh mobil “
Aku hanya menganggukan kepala. Memang jalan yang kami lewati tadi hanya setapak. Tidak mungkin bisa dilalui oleh mobil.. perhatian ku terpusat ke arah orang –orang kampung yang sudah larut malam begini belum juga tertidur. Sebelum lentera dan banyak sekali obor berkelap –kelip disana –sini dan berjalan menjurus kesatu arah. Sayup –sayup kami mendengar suara ribut dan berisik. Semakin kami memasuki ke perkampungan semakin jelas terdengar apa yang mereka ributkan.
“ Tampaknya mereka telah menangkap seekor anjing liar “, Danny berkata perlahan.
“ Anjing? Apa anehnya? “
Nathan tiba –tiba nyeletuk dari jok tengah. Kepalanya dijulur –julurkan ke depan berusaha melihat kejadian itu.
“ Kalau tak salah dengar, mereka juga sebut- sebut anjing jejadian. Tentu yang mereka tangkap anjing jadi –jadian. Anjing jelmaan manusia yang ingin kaya dengan cara gampang atau mungkin karena kutukn ilmu hitam. Kalau kau mau lihat. Aku akan membawa mobil ini kesana. Di kota mana ada tontonan seperti ini. Iya kan?”
Ajeng dan Mima yang nampak pucat ketakutan sontak protes dengan tatkala Danny mengarahkan mobil ke arah kerumunan itu.
“ Brengsek kau Dann. Kita pulang saja..Pulang..pulang “
Danny menyeringai.
“ Tuan putri, sesekali lihat tontonan yang lain daripada yang lain. Kalau tuan putri tidak mau turun. Yaa, silahkan tinggal di mobil. Cuma...kalau terjadis esuatu bukan salahku yaaa “
Danny kembali tersenyum. Antara bangga dan mencela makna dari senyuman itu.
“ Coba kalau aku tadi sempat bawa senapan atau golok “.
Matanya tampak berkilat –kilat tatkala mengatakan hal itu.
Quote:
Anjing yang diributkan itu terjebak di antara pagar bambu yang rapat dan tembok rumah seorang penduduk di kampung itu. Bertujuh kami turun dari mobil butut itu. Anjeng dan Mima mau tidak mau berjalan dengan bersungut –sungut di belakang Danny. Bergegas kami ikut bersama penduduk berkerumun melingkar di seputar pagar terutama di bagian pintu masuk halaman. Aku lantas teringat pagar betis yang pernah dijalankan untuk mengepung seorang maling yang kepepet di perumahan belakang kampung ku. Tetapi yang saat ini terkepung demikian ketatnya, cuma seekor binatang. Anjing. Hanya seekor anjing, yang dalam siraman cahaya rembulan yang pucat tampak hitam legam, terdesak ke tembok rumah. Obor –obor dinaikkan tinggi –tinggi begitu pula lentera petromaks, sehingga cahaya terang benderang itu menerangi sesosok binatang terkurung itu.
Sepasang mata merah mencorong mengintai dengan liar sekitar kerumunan orang –orang. Taring panjang yang lengkung keluar dari sudut –sudut mulutnya yang lancip, tampak menantang. Kulitnya kelabu kehitam –hitaman, berbulu kasar. Menggeram dengan hempasan –hempasan kaki berkuku tajam ke tanah.
Jantungku bergedup kencang. Bulu kuduk ku seketika meremang. Aku kenal dengan sesosok binatang itu. Aku bahkan sangat hafal dengan sorot matanya. Itu salah satu dari anjing yang mencegatku di tepi desa Telaga Muncar tempo hari.
Aku melihat sebuah tombak tergeletak di tanah, juga beberapa golok dan pisau. Beberapa orang tengah melempari anjing itu dengan batu - batu besar dan potongan – potongan kayu. Anehnya binatang itu diam saja tanpa berusaha berkelit. Mata ku terbelalak manakala benda –benda keras itu memantul tanpa menimbulkan luka sama sekali.
“ Ia kebal senjata ! “
Teriak beberapa orang dengan gusar berccampur takut.
“ .... hampir –hampir tak bisa dipercaya “
Gumam Alit yang berada disampingku.
Waktu kepungan itu kian merapat, beberapa orang sudah melompati pagar bambu. Anjing itu tiba –tiba menggereng. Sebuah keluhan aneh keluar dari hidungnya yang kembang –kempis serta berlendir. Binatang mengerikan itu berdiri di atas kedua kaki belakangnya. Bersamaan dengan jeritan aneh dari mulutnya, bayangan binatang itu kian mengelam dan mulai membentuk bayang –bayang yang tak nyata. Seseorang tiba –tiba berteriak
“ Meludah ke tanah. Meludah ke tanah ! “
Dengan serempak orang –orang yang berkerumun semua meludah ke tanah. Sehingga rasa –rasanya tak semilipun tanah yang tidak dibasahi oleh air liur. Danny terlihat meludah di belakangku, meludah paling keras. Wajahnya tampak membayangkan kejijikan dan rasa muak yang berlebihan.
“ Dann..mengapa harus meludah? “ Aku bertanya dengan keheranan.
Danny melihat ke mataku sejenak. Lantas ia bersungut –sungut menerangkan.
“ Seseorang yang melakukan ngepet atau menjelma menjadi anjing untuk memperoleh kekayaan, biasanya tidak bergerak sendirian. Selama ia mencari sasaran rumah – rumah orang kaya dengan menempelkan tubuhnya ke dinding sehingga harta yang diincar berpindah ke rumah si pelaku pesugihan itu. Maka salah seorang anggota keluarga, bisa anak, istri, suami atau siapa saja harus selalu siap dengan lilin yang menyala. Bila anjing jadi –jadian itu dalam keadaan bahaya seperti sekarang ini, maka lilin itu akan berkerlap –kerlip. Lantas si penjaga lilin harus segera meniupnya. Maka anjing itu akan lenyap dari pandangan mata orang –orang yang membahayakan dirinya "
“ Untung ada yang ingat untuk meludah. Nah, kau lihat itu Zul !”
Bayang –bayang tadi yang sempat samar –samar kini kembali membentuk seperti semula. Seekor anjing besar, bertaring tajam mengerikan, mata berkilat –kilat merah penuh amarah. Kini ia meringkuk di tanah. Terengah –engah kelelahan dan penduduk desa bersorak - sorai seraya melempari binatang itu dengan apa saja yang mereka pegang. Perbuatan yang sangat sia –sia, karena tak satupun lemparan itu yang melukai sang anjing.
Orang –orang terus merapat, dan kini semuanya telah berada di halaman. Sebagian mepet ke tembok sehingga anjing itu kian terjepit dan terpojok. Ia berputar –putar dengan ganasnya kian kemari tanpa berani menerjang ke depan karena ludah telah berhamburan kemana –mana.
Ditengah –tengah halaman, dalam cahaya obor dan kilatan lampu petromaks, kedua kaki depan binatang itu menekuk dengan siku menyentuh tanah. Seperti layaknya seseorang yang bersujud untuk menyembah, kepala binatang berbentuk lancip itu mencium tanah menghadap seorang lelaki tua yang pelan –pelan masuk ke tengah –tengah halaman dengan mengenakan baju koko berwarna putih, bersarung hitam dan mengenakan peci dengan warna hitam juga. Bersamaan dengan masuknya lelaki tua itu suara ribut –ribut dan berisik, lenyap seketika. Kini tinggal sepi dan sunyi. Sesekali hanya terdengar helaan nafas –nafas berat dari sang anjing.
“ Jadi kau tak mau melawan? mau menyerah ?” kata orang tua itu dengan suara tenang. Entah pada siapa dia berbicara.
Kepala anjing itu mengangguk angguk. Mengiyakan!
“ Kau tahu resikonya ?”
Sang anjing terdiam. Nafasnya pun tak terdengar.
Orang tua itu mengusap –usap jenggot putihnya. Ia geleng –geleng kepala sbentar.
“ ... aku maklum. Kau ingin mati sebagai manusia biasa. Bukan sebagai anjing yang hina “
Sudut –sudut mata bintang itu, berair.
“ Semua sudah terjadi. Ibarat nasi sudah menajdi bubur. Karena kau terlalu serakah dan sembrono serta bernafsu untuk cepat kaya secara gampang. Atau kau punya ktukan dimasa lalu?”
Tubuh anjing itu bergetar hebat. Berguncang –guncang.
Sang anjing tiba –tiba berdiri lalu denga cepat menerkam. Tubuhnya melayang di udara dan langsung mengarah kepada lelaki berjenggot itu. Lelaki itu mengelak. Pecinya kena sambar, sehingga jatuh ke tanah. Orang tua itu menjadi marah.
Anjing itu rupanya sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia sudah tidak melihat lagi ada jalan keluar karena kepungan manusia yang demikian ketatnya. Ludah yang terus - menerus bersemburan dari mulut penduduk desa sehingga ia tidak berani menerobos melalui semburan ludah –ludah itu. Segera anjing besar itu tegak berdiri kembali.
“ Rohim !”
Seorang pemuda yang dipanggil Rohim, keluar dari kerumunan orang –orang. Sebilah sangkur berkilat tajam tergenggam di tangan kanannya. Ia lemparkan sangkur itu ke tengah lapangan. Lemparan itu bersamaan dengan loncatan sang anjing. Orang tua tadi berkelit sedikit, sehingga tidak terkena oleh tusukan taring –taring yang tajam. Namun sangkur tadi yang melayang di udara tersambar oleh gerakan anjing itu dan terpental jatuh di dekat kerumunan orang – orang desa yang mengepung ketat.
Lelaki tua yang tengah bertarung melawan anjing jejadian itu berguling –guling di tanah dengan gesit menyambar sangkur yang terpental tadi. Tetapi belum sempat tangannya meraih hulu sangkur dengan cepat anjing itu kembali merangsek dengan terkamannya. Semua orang bagai terpaku dan tidak sedikitpun tergerak untuk memberi pertolongan. Hanya melihat saat orang tua itu terhenyak membentur tembok tatkala dihantan oleh anjing itu. Beberapa orang terpekik perlahan, saat melihat darah mengalir dari paha orang tua itu. Pahanya sobek terkena gigitan taring anjing.
Orang tua itu menarik nafas panjang, lantas menyambar sebuah tombak yang teronggok di dekat badannya. Tombak itu setinggi sekitar dua metar dengan ujung dari besi yang terlihat tajam. Orang tua itu tersenyum seraya berdiri dengan cepat meskipun dengan sedikit mengernyit menahan sakit yang melanda paha kananya. Si anjing telah memutar tubuh untuk menyerang lagi. Keempat kakinya menekuk. Sorot matanya merah menggidikkan. Pada saat yang sama si orang tua menusuk ujung tombang ke dalam tanah sebanyak tiga kali.
Anjing itu terbang lagi di udara. Menyerang orang tua yang berdiri hampir mepet dengan tembok. Si orang tua segera mengangkat tombak dengan ujungnya mengarah pada binatang itu.
Jlebbb !!!
Tombak menembus tubuh anjing tepat di bagian jantung. Terdangar suara seperti orang tercekik. Tombak itu patah waktu jatuh dibawa tubuh anjing yang menggelepar liar di atas tanah. Mengejang menjemput ajal. Suaranya nafasnya terdengar berat.
Grok...grok...grok...
“ Akan segera diketahui siapa gerangan di balik penjelmaan anjing itu “
Danny berbisik lirih di sampingku. Nathan terlihat melotot tegang melihat pemandangan di depannya itu.
Secara tiba –tiba tubuh anjing besar itu diselimuti asap berwarna hitam. Lama –lama asap itu semakin tebal sehingga menutupi badan si anjing. Hanya sesekali terdengar nafas berat di ambang maut. Perlahan –lahan asap itu menipis dan semakin menipis.
“ Ya allah..” aku surut mundur ke belakang. Tubuh ku serasa oleng. Nathan segera menahan punggung ku agar tidak jatuh ke tanah.
“ Ada apa? “
Danny dan Nathan serempak bertanya.
Aku sendiri masih belum yakin dengan apa yang terlihat di depan ku itu. Berulang kali aku usapkan kedua belah telapak tangan ke wajah ku. Berharap aku salah lihat. Akan tetapi sesosok tubuh yang menggelepar itu masih sama. Sesosok perempuan berambut panjang itu terengah –engah di ambang ajal. Lalu dengan lengkingan keras tubuh itu mengejang sekali lalu diam selama-lamanya.
“ Siapa dia? “ Orang mana terdengar pertanyaan –pertanyaan berhamburan dari mulut para warga desa.
Aku berjalan terseok –seok menuju ke mobil. Natahan dan Danny memegang erat pundakku takut kalau aku tiba –tiba terkapar di tanah.
Aku bersandar lemas di pintu mobil. Keringat mengucur deras. Setelah aku bisa menguasai diri.
“ Aku mengenal orang itu, aku mengenal wanita yang menjadi anjing itu “
“ Siapa ?”
Mima yang sedari tadi diam kini turut membuka mulutnya.
“ Dia wanita pemilik warung di bawah sana. Tatakla aku naik ke Telaga Muncar. Perempuan itulah yang memberiku obor untuk penerang jalan. Dia pulalah yang memeperingatkan ku tentang kawanan asu ajag yang akhir –akhir ini kerap bergentayanagn di tepi desa Telaga Muncar “
Danny mendesah. Kelima kawan ku diam membisu. Tidak ada lagi yang bisa terucap. Pandangan matanya menyiratkan ketegangan!
Sepasang mata merah mencorong mengintai dengan liar sekitar kerumunan orang –orang. Taring panjang yang lengkung keluar dari sudut –sudut mulutnya yang lancip, tampak menantang. Kulitnya kelabu kehitam –hitaman, berbulu kasar. Menggeram dengan hempasan –hempasan kaki berkuku tajam ke tanah.
Jantungku bergedup kencang. Bulu kuduk ku seketika meremang. Aku kenal dengan sesosok binatang itu. Aku bahkan sangat hafal dengan sorot matanya. Itu salah satu dari anjing yang mencegatku di tepi desa Telaga Muncar tempo hari.
Aku melihat sebuah tombak tergeletak di tanah, juga beberapa golok dan pisau. Beberapa orang tengah melempari anjing itu dengan batu - batu besar dan potongan – potongan kayu. Anehnya binatang itu diam saja tanpa berusaha berkelit. Mata ku terbelalak manakala benda –benda keras itu memantul tanpa menimbulkan luka sama sekali.
“ Ia kebal senjata ! “
Teriak beberapa orang dengan gusar berccampur takut.
“ .... hampir –hampir tak bisa dipercaya “
Gumam Alit yang berada disampingku.
Waktu kepungan itu kian merapat, beberapa orang sudah melompati pagar bambu. Anjing itu tiba –tiba menggereng. Sebuah keluhan aneh keluar dari hidungnya yang kembang –kempis serta berlendir. Binatang mengerikan itu berdiri di atas kedua kaki belakangnya. Bersamaan dengan jeritan aneh dari mulutnya, bayangan binatang itu kian mengelam dan mulai membentuk bayang –bayang yang tak nyata. Seseorang tiba –tiba berteriak
“ Meludah ke tanah. Meludah ke tanah ! “
Dengan serempak orang –orang yang berkerumun semua meludah ke tanah. Sehingga rasa –rasanya tak semilipun tanah yang tidak dibasahi oleh air liur. Danny terlihat meludah di belakangku, meludah paling keras. Wajahnya tampak membayangkan kejijikan dan rasa muak yang berlebihan.
“ Dann..mengapa harus meludah? “ Aku bertanya dengan keheranan.
Danny melihat ke mataku sejenak. Lantas ia bersungut –sungut menerangkan.
“ Seseorang yang melakukan ngepet atau menjelma menjadi anjing untuk memperoleh kekayaan, biasanya tidak bergerak sendirian. Selama ia mencari sasaran rumah – rumah orang kaya dengan menempelkan tubuhnya ke dinding sehingga harta yang diincar berpindah ke rumah si pelaku pesugihan itu. Maka salah seorang anggota keluarga, bisa anak, istri, suami atau siapa saja harus selalu siap dengan lilin yang menyala. Bila anjing jadi –jadian itu dalam keadaan bahaya seperti sekarang ini, maka lilin itu akan berkerlap –kerlip. Lantas si penjaga lilin harus segera meniupnya. Maka anjing itu akan lenyap dari pandangan mata orang –orang yang membahayakan dirinya "
“ Untung ada yang ingat untuk meludah. Nah, kau lihat itu Zul !”
Bayang –bayang tadi yang sempat samar –samar kini kembali membentuk seperti semula. Seekor anjing besar, bertaring tajam mengerikan, mata berkilat –kilat merah penuh amarah. Kini ia meringkuk di tanah. Terengah –engah kelelahan dan penduduk desa bersorak - sorai seraya melempari binatang itu dengan apa saja yang mereka pegang. Perbuatan yang sangat sia –sia, karena tak satupun lemparan itu yang melukai sang anjing.
Orang –orang terus merapat, dan kini semuanya telah berada di halaman. Sebagian mepet ke tembok sehingga anjing itu kian terjepit dan terpojok. Ia berputar –putar dengan ganasnya kian kemari tanpa berani menerjang ke depan karena ludah telah berhamburan kemana –mana.
Ditengah –tengah halaman, dalam cahaya obor dan kilatan lampu petromaks, kedua kaki depan binatang itu menekuk dengan siku menyentuh tanah. Seperti layaknya seseorang yang bersujud untuk menyembah, kepala binatang berbentuk lancip itu mencium tanah menghadap seorang lelaki tua yang pelan –pelan masuk ke tengah –tengah halaman dengan mengenakan baju koko berwarna putih, bersarung hitam dan mengenakan peci dengan warna hitam juga. Bersamaan dengan masuknya lelaki tua itu suara ribut –ribut dan berisik, lenyap seketika. Kini tinggal sepi dan sunyi. Sesekali hanya terdengar helaan nafas –nafas berat dari sang anjing.
“ Jadi kau tak mau melawan? mau menyerah ?” kata orang tua itu dengan suara tenang. Entah pada siapa dia berbicara.
Kepala anjing itu mengangguk angguk. Mengiyakan!
“ Kau tahu resikonya ?”
Sang anjing terdiam. Nafasnya pun tak terdengar.
Orang tua itu mengusap –usap jenggot putihnya. Ia geleng –geleng kepala sbentar.
“ ... aku maklum. Kau ingin mati sebagai manusia biasa. Bukan sebagai anjing yang hina “
Sudut –sudut mata bintang itu, berair.
“ Semua sudah terjadi. Ibarat nasi sudah menajdi bubur. Karena kau terlalu serakah dan sembrono serta bernafsu untuk cepat kaya secara gampang. Atau kau punya ktukan dimasa lalu?”
Tubuh anjing itu bergetar hebat. Berguncang –guncang.
Sang anjing tiba –tiba berdiri lalu denga cepat menerkam. Tubuhnya melayang di udara dan langsung mengarah kepada lelaki berjenggot itu. Lelaki itu mengelak. Pecinya kena sambar, sehingga jatuh ke tanah. Orang tua itu menjadi marah.
Anjing itu rupanya sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia sudah tidak melihat lagi ada jalan keluar karena kepungan manusia yang demikian ketatnya. Ludah yang terus - menerus bersemburan dari mulut penduduk desa sehingga ia tidak berani menerobos melalui semburan ludah –ludah itu. Segera anjing besar itu tegak berdiri kembali.
“ Rohim !”
Seorang pemuda yang dipanggil Rohim, keluar dari kerumunan orang –orang. Sebilah sangkur berkilat tajam tergenggam di tangan kanannya. Ia lemparkan sangkur itu ke tengah lapangan. Lemparan itu bersamaan dengan loncatan sang anjing. Orang tua tadi berkelit sedikit, sehingga tidak terkena oleh tusukan taring –taring yang tajam. Namun sangkur tadi yang melayang di udara tersambar oleh gerakan anjing itu dan terpental jatuh di dekat kerumunan orang – orang desa yang mengepung ketat.
Lelaki tua yang tengah bertarung melawan anjing jejadian itu berguling –guling di tanah dengan gesit menyambar sangkur yang terpental tadi. Tetapi belum sempat tangannya meraih hulu sangkur dengan cepat anjing itu kembali merangsek dengan terkamannya. Semua orang bagai terpaku dan tidak sedikitpun tergerak untuk memberi pertolongan. Hanya melihat saat orang tua itu terhenyak membentur tembok tatkala dihantan oleh anjing itu. Beberapa orang terpekik perlahan, saat melihat darah mengalir dari paha orang tua itu. Pahanya sobek terkena gigitan taring anjing.
Orang tua itu menarik nafas panjang, lantas menyambar sebuah tombak yang teronggok di dekat badannya. Tombak itu setinggi sekitar dua metar dengan ujung dari besi yang terlihat tajam. Orang tua itu tersenyum seraya berdiri dengan cepat meskipun dengan sedikit mengernyit menahan sakit yang melanda paha kananya. Si anjing telah memutar tubuh untuk menyerang lagi. Keempat kakinya menekuk. Sorot matanya merah menggidikkan. Pada saat yang sama si orang tua menusuk ujung tombang ke dalam tanah sebanyak tiga kali.
Anjing itu terbang lagi di udara. Menyerang orang tua yang berdiri hampir mepet dengan tembok. Si orang tua segera mengangkat tombak dengan ujungnya mengarah pada binatang itu.
Jlebbb !!!
Tombak menembus tubuh anjing tepat di bagian jantung. Terdangar suara seperti orang tercekik. Tombak itu patah waktu jatuh dibawa tubuh anjing yang menggelepar liar di atas tanah. Mengejang menjemput ajal. Suaranya nafasnya terdengar berat.
Grok...grok...grok...
“ Akan segera diketahui siapa gerangan di balik penjelmaan anjing itu “
Danny berbisik lirih di sampingku. Nathan terlihat melotot tegang melihat pemandangan di depannya itu.
Secara tiba –tiba tubuh anjing besar itu diselimuti asap berwarna hitam. Lama –lama asap itu semakin tebal sehingga menutupi badan si anjing. Hanya sesekali terdengar nafas berat di ambang maut. Perlahan –lahan asap itu menipis dan semakin menipis.
“ Ya allah..” aku surut mundur ke belakang. Tubuh ku serasa oleng. Nathan segera menahan punggung ku agar tidak jatuh ke tanah.
“ Ada apa? “
Danny dan Nathan serempak bertanya.
Aku sendiri masih belum yakin dengan apa yang terlihat di depan ku itu. Berulang kali aku usapkan kedua belah telapak tangan ke wajah ku. Berharap aku salah lihat. Akan tetapi sesosok tubuh yang menggelepar itu masih sama. Sesosok perempuan berambut panjang itu terengah –engah di ambang ajal. Lalu dengan lengkingan keras tubuh itu mengejang sekali lalu diam selama-lamanya.
“ Siapa dia? “ Orang mana terdengar pertanyaan –pertanyaan berhamburan dari mulut para warga desa.
Aku berjalan terseok –seok menuju ke mobil. Natahan dan Danny memegang erat pundakku takut kalau aku tiba –tiba terkapar di tanah.
Aku bersandar lemas di pintu mobil. Keringat mengucur deras. Setelah aku bisa menguasai diri.
“ Aku mengenal orang itu, aku mengenal wanita yang menjadi anjing itu “
“ Siapa ?”
Mima yang sedari tadi diam kini turut membuka mulutnya.
“ Dia wanita pemilik warung di bawah sana. Tatakla aku naik ke Telaga Muncar. Perempuan itulah yang memberiku obor untuk penerang jalan. Dia pulalah yang memeperingatkan ku tentang kawanan asu ajag yang akhir –akhir ini kerap bergentayanagn di tepi desa Telaga Muncar “
Danny mendesah. Kelima kawan ku diam membisu. Tidak ada lagi yang bisa terucap. Pandangan matanya menyiratkan ketegangan!
User telah dihapus dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Kutip
Balas