- Beranda
- Stories from the Heart
URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
...
TS
breaking182
URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
URBAN LEGEND : PANTAI TRISIK 1990
Quote:
INDEX URBAN LEGEND PANTAI TRISIK 1990
Quote:
SERIES BARU
MUTILASI
MUTILASI
EPISODE 1 : MAYAT TERPOTONG DI HUTAN JATI
EPISODE 2 : EVAKUASI
EPISODE 3 : SANG DALANG
EPISODE 4 : KASIH TAK SAMPAI
EPISODE 5 : PENYUSUP
EPISODE 6 : LOLOS DARI MAUT
EPISODE 7 : DUKA TERDALAM
EPISODE 8 : PEMBUNUHNYA ADALAH ....
EPISODE 9 : PENYERGAPAN
CREDIT SCENE
TAMAT
EPISODE 2 : EVAKUASI
EPISODE 3 : SANG DALANG
EPISODE 4 : KASIH TAK SAMPAI
EPISODE 5 : PENYUSUP
EPISODE 6 : LOLOS DARI MAUT
EPISODE 7 : DUKA TERDALAM
EPISODE 8 : PEMBUNUHNYA ADALAH ....
EPISODE 9 : PENYERGAPAN
CREDIT SCENE
TAMAT
SERIES BARU
MAHKLUK DARI SEBERANG ZAMAN
MAHKLUK DARI SEBERANG ZAMAN
EPISODE 1 : SRITI WANGI
EPISODE 2 : PANGKAL BENCANA
EPISODE 3 : MAYAT DI DALAM PETI
EPISODE 4 : KECELAKAAN MAUT
EPISODE 5 : SANG DEWI
EPISODE 6 : KORBAN BERJATUHAN
EPISODE 7 : PENODONGAN DI MALIOBORO
EPISODE 8 : PENYERGAPAN DI BUKIT BINTANG
EPISODE 9 : K.O
EPISODE 10 : PETUNJUK?!
EPISODE 11 : KI AGENG BRAJAGUNA
EPISODE 12 : PERTEMPURAN TERAKHIR
STORY BRIDGE
TAMAT
EPISODE 2 : PANGKAL BENCANA
EPISODE 3 : MAYAT DI DALAM PETI
EPISODE 4 : KECELAKAAN MAUT
EPISODE 5 : SANG DEWI
EPISODE 6 : KORBAN BERJATUHAN
EPISODE 7 : PENODONGAN DI MALIOBORO
EPISODE 8 : PENYERGAPAN DI BUKIT BINTANG
EPISODE 9 : K.O
EPISODE 10 : PETUNJUK?!
EPISODE 11 : KI AGENG BRAJAGUNA
EPISODE 12 : PERTEMPURAN TERAKHIR
STORY BRIDGE
TAMAT
KUMPULAN CERPEN HORROR
INDEX
Diubah oleh breaking182 07-05-2018 06:16
rokendo dan 40 lainnya memberi reputasi
39
252.1K
Kutip
809
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.3KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#436
Quote:
Lelaki itu bercerita dengan muka tegang. Beberapa kali terlihat dia mengigit bibir sembari meraih gelas kopi besar yang ada di atas meja. Gelas besar berisi kopi itu tinggal kurang dari separuh. Jatmiko dengan seksama menyimak setiap perkataan dari lelaki itu yang diketahui bernama Janto. Sasongko duduk bersandar pada dinding. Perasaan hatinya bercampur aduk. Kali ini harus bisa terungkap siapa sebenarnya yang membunuh ibunya dengan cara yang keji dan kejam itu.
“ Pak Janto setelah tadi di kantor polisi sudah membuat kesaksian dan BAP. Saya harap bapak merahasiakan hal ini. Agar tidak menyebar desas –desus sehingga sasaran kita lepas “
Lelaki itu mengangguk – angguk.
“ Saya berjanji akan tutup mulut pak. Pelaku sadis itu harus segera ditangkap. Saya kasihan dengan perempuan itu. Memang benar saya tidak kenal dengannya. Akan tetapi, hampir setiap pagi ia selalu ramah menyapa saya tatkala lewat di tegalan “
Jatmiko memandang ke arah Sasongko yang sudah nampak gusar dan gelisah. Dia tahu apa yang dipikirkan pemuda itu.
“ Kau tidak perlu gelisah seperti itu Ko, semua akan kita tangani sesuai dengan prosedur “
“ Saya tidak habis pikir mas, siapa yang tega mencelakai ibu “
Pemuda belia itu meremas remas jemari tangannya sendiri dengan perasaan geram.
“Aku tahu itu “
“ Kita akan mencari tahu itu bersama –sama. Malam nanti juga akan saya perintahkan beberapa reserse untuk mengintai tempat itu. Dan sekarang Pak Janto boleh pulang. Ingat pak, jangan ceritakan hal ini kepada siapapun “
Jatmiko sekali lagi menandaskan hal itu kepada saksi kunci. Lelaki yang bernama Janto itu mengangguk dengan pasti.
“ Pak Janto setelah tadi di kantor polisi sudah membuat kesaksian dan BAP. Saya harap bapak merahasiakan hal ini. Agar tidak menyebar desas –desus sehingga sasaran kita lepas “
Lelaki itu mengangguk – angguk.
“ Saya berjanji akan tutup mulut pak. Pelaku sadis itu harus segera ditangkap. Saya kasihan dengan perempuan itu. Memang benar saya tidak kenal dengannya. Akan tetapi, hampir setiap pagi ia selalu ramah menyapa saya tatkala lewat di tegalan “
Jatmiko memandang ke arah Sasongko yang sudah nampak gusar dan gelisah. Dia tahu apa yang dipikirkan pemuda itu.
“ Kau tidak perlu gelisah seperti itu Ko, semua akan kita tangani sesuai dengan prosedur “
“ Saya tidak habis pikir mas, siapa yang tega mencelakai ibu “
Pemuda belia itu meremas remas jemari tangannya sendiri dengan perasaan geram.
“Aku tahu itu “
“ Kita akan mencari tahu itu bersama –sama. Malam nanti juga akan saya perintahkan beberapa reserse untuk mengintai tempat itu. Dan sekarang Pak Janto boleh pulang. Ingat pak, jangan ceritakan hal ini kepada siapapun “
Jatmiko sekali lagi menandaskan hal itu kepada saksi kunci. Lelaki yang bernama Janto itu mengangguk dengan pasti.
Quote:
Sasongko berbaring gelisah di ranjangnya. Setumpuk buku terletak di atas meja. Buku –buku itu telah selesai dibacanya. Berharap dengan banyak membaca rasa kantuk akan cepat datang. Akan tetapi, semua itu sia –sia belaka. Matanya masih juga membelalak. Hatinya benar –benar berkecamuk tidak tenang. Siapakah yang tega mencelakai ibu? Pertanyaan itu terus saja bergema di kepalanya. Tanpa pernah tahu jawaban dari pertanyaan itu.
Kegelisahan itu semakin menjadi –jadi. Sasongko mengeluh sendiri. Hatinya tiba –tiba merasa sepi dan sedih itu kembali menyergap. Celakanya, kedua matanya tidak juga bisa terpejam. Kesal. Ia duduk di tepi pembaringan. Berpikir keras.
Sebuah ketukan halus terdengar di pintu.
“ Mas Jatmiko! “ Sasongko berbisik dalam hati.
Ia lantas meluncur cepat –cepat dari tempat tidur, berjalam ke luar kamar dan bergegas ke ruang depan. Sebelum membuka pintu, terlebih dahulu ia menekan tombol lampu yang menempel di tembok. Tetapi ia salah pijit. Yang tertekan adalah tombol lampu ruang depan dimana ia berada sehingga jadi terang benderang seketika. Padahal yang ia maksud adalah menerangi teras luar. Tetapi apa perdulinya? Yang penting ia cepat –cepat membukakan pintu kepada Jatmiko. Seorang sersan yang akan membantu menyingkap tabir kematian ibunya.
Ketukan itu terdengar lagi. Sesaat, Sasongko ragu. Jangan –jangan ia salah dengar. Bukankah kalau pulang ke rumah, selain mengetuk pintu Jatmiko selalu memanggil –manggil namanya. Meskipun baru genap tiga hari ia tinggal di rumah itu. Akan tetapi, kebiasaan Jatmiko sudah melekat di otaknya. Barusan ketukan itu begitu halus, tidak keras seprti biasanya. Tiada suara memanggil. Dan ketukan itu sendiri, tidak berulang sama sekali. Atau, memang tidak pernah ada ketukan sama sekali?!
“ Ah, mungkin mas Jatmiko terlalu lelah dan lupa kebiasaannya...” pikir Sasongko.
Kletak !
Anak kunci diputarnya dengan keras.
Lalu pintu itu terbuka. Angin dingin menerobos masuk ke dalam. Terasa sangat dingin. Sasongko menggigil. Dan bulu kuduknya sontak meremang seketika. Waktu ia tidak melihat siapapun di depan pintu, kecuali sinar lampu yang menerobos keluar menerangi teras, menjilati vas dan bunga kaktus, lalu kerikil – kerikil putih kekuning –kuningan. Selebihnya hanya gelap. Tidak. Bukan saja gelap. Tetapi, semacam bau tidak enak. Menyerupai bau bangkai. Mula –mula bau itu hanya sekilas lalu. Makin – lama bau busuk itu makin santer. Sasongko membekap hidung dengan telapak tangan kanannya.
Dan sesosok bayangan tahu –tahu telah berdiri kaku di hadapannya. Bayangan itu menyeringai. Lehernya berlubang mengerikan. Darah masih terlihat menetes di lubang yang menganga itu. Kain putih yang dikenakan orang itu lusuh terkena noda tanah dan darah.
Kegelisahan itu semakin menjadi –jadi. Sasongko mengeluh sendiri. Hatinya tiba –tiba merasa sepi dan sedih itu kembali menyergap. Celakanya, kedua matanya tidak juga bisa terpejam. Kesal. Ia duduk di tepi pembaringan. Berpikir keras.
Sebuah ketukan halus terdengar di pintu.
“ Mas Jatmiko! “ Sasongko berbisik dalam hati.
Ia lantas meluncur cepat –cepat dari tempat tidur, berjalam ke luar kamar dan bergegas ke ruang depan. Sebelum membuka pintu, terlebih dahulu ia menekan tombol lampu yang menempel di tembok. Tetapi ia salah pijit. Yang tertekan adalah tombol lampu ruang depan dimana ia berada sehingga jadi terang benderang seketika. Padahal yang ia maksud adalah menerangi teras luar. Tetapi apa perdulinya? Yang penting ia cepat –cepat membukakan pintu kepada Jatmiko. Seorang sersan yang akan membantu menyingkap tabir kematian ibunya.
Ketukan itu terdengar lagi. Sesaat, Sasongko ragu. Jangan –jangan ia salah dengar. Bukankah kalau pulang ke rumah, selain mengetuk pintu Jatmiko selalu memanggil –manggil namanya. Meskipun baru genap tiga hari ia tinggal di rumah itu. Akan tetapi, kebiasaan Jatmiko sudah melekat di otaknya. Barusan ketukan itu begitu halus, tidak keras seprti biasanya. Tiada suara memanggil. Dan ketukan itu sendiri, tidak berulang sama sekali. Atau, memang tidak pernah ada ketukan sama sekali?!
“ Ah, mungkin mas Jatmiko terlalu lelah dan lupa kebiasaannya...” pikir Sasongko.
Kletak !
Anak kunci diputarnya dengan keras.
Lalu pintu itu terbuka. Angin dingin menerobos masuk ke dalam. Terasa sangat dingin. Sasongko menggigil. Dan bulu kuduknya sontak meremang seketika. Waktu ia tidak melihat siapapun di depan pintu, kecuali sinar lampu yang menerobos keluar menerangi teras, menjilati vas dan bunga kaktus, lalu kerikil – kerikil putih kekuning –kuningan. Selebihnya hanya gelap. Tidak. Bukan saja gelap. Tetapi, semacam bau tidak enak. Menyerupai bau bangkai. Mula –mula bau itu hanya sekilas lalu. Makin – lama bau busuk itu makin santer. Sasongko membekap hidung dengan telapak tangan kanannya.
Dan sesosok bayangan tahu –tahu telah berdiri kaku di hadapannya. Bayangan itu menyeringai. Lehernya berlubang mengerikan. Darah masih terlihat menetes di lubang yang menganga itu. Kain putih yang dikenakan orang itu lusuh terkena noda tanah dan darah.
Quote:
Jatmiko membelokkan mobil memasuki pekarangan rumahnya dengan suara ban berdecit nyaring dan kerikil yang ribut sewaktu mobil itu berhenti tepat di depan teras. Mesin mobil sudah ia matikan. Lampu depan mobil masih menyala. Lampu mobil yang terang – benderang itu, menangkap dua sosok tubuh. Sesosok tubuh dengan kain putih kumal berselemot darah tampak sedang mencekik seorang pemuda. Jatmiko terperanjat melihat hal itu. Tanpa mematikan lampu, polisi berpangkat sersan itu segera membuka pintu mobil dan menghambur keluar.
Sasongko yang tengah dicekik di ambang maut begitu melihat mobil masuk di pekarangan dan seorang lelaki dengan cepat keluar dari dalam mobil. Langsung berteriak
“ Tolong...Tolong saya mas....” suaranya terbata –bata setengah kelu karena cekikan orang di depannya itu sungguh kuat.
Jatmiko berdiri tepat di belakang orang misterius yang menjepit leher Sasongko dengan kedua tangannya.
“ Hentikan !Lepas kan atau kau akan aku tembak!”
Jatmiko berteriak lantang sembari tangannya menodongkan revolver.
Ternyata sewaktu menghambur dari dalam mobil tadi Jatmiko sempat mengeluarkan sepucuk revolver dari balik saku jaket hitamnya.
Orang yang mencekik Sasongko seperti tidak mendengar bentakan Jatmiko. Menolehpun tidak. Cekikannya semakin kuat tanpa kendur sedikitpun. Dari temaram cahaya lampu Jatmiko dapat menyaksikan Sasongko tampak tersengal –sengal. Muka pemuda itu sudah memerah. Melihat hal ini, Jatmiko tanpa membuang waktu segera melakukan tindakan. Kepalan tangan kanannya berkelebat cepat ke arah samping kepala seorang yang mencekik leher Sasongko. Kepalanya itu hanya terhuyung sekejap. Tetapi hal itu sudah cukup melonggarkan cekikan di leher Sasongko.
Pemuda itu tidak mau mengabaikan kesempatan itu. Tinjunya dengan cepat menghajar rahang orang yang mencekiknya. Tubuh orang itu hanya terdorong ke samping. Jatmiko melabrak tubuh orang itu dengan tendangan keras ke arah pinggang. Tubuh itu jatuh bergedebukan ke lantai teras. Sementara Sasongko yang sudah terlepas dari bahaya berdiri dengan gontai di samping Jatmiko. Lehernya sesekali diusap. Hampir saja nyawanya putus malam itu.
Tubuh yang terjatuh tadi perlahan –lahan berdiri dengan kaku. Mata Jatmiko terbelalak ngeri begitu melihat dengan jelas ssosok yang di hadapannya itu. Seorang lelaki muda dengan wajah pucat, bibir membiru, sebagian kulit mukanya sudah membengkak busuk. Luka leher yang menganga sesekali meneteskan darah berwarna merah kehitaman. Aroma busuk bangkai santer menerkam indera penciuman.
“ Gusti.... mahkluk apakah ini?” Polisi ini diam –diam bergidik ngeri. Pegangan pada hulu revolvernya bergetar.
“ Dia mayat hidup Mas”
Jatmiko kembali memandang dengan tajam mulai dari kepala sampai ke kaki lelaki di hadapannya.
"Apa... apa betul dia mayat hidup...Gila! Bagaimana ada mayat hidup!"
“ Dia bernama Idam salah satu orang desa Sambirejo. Teman saya sepermainan dulu semasa kecil. Tempo hari saya menghadiri upacara pemakamannya “
Jatmiko tidak segera menanyakan hal itu lebih lanjut. Tatkala dilihatnya mayat hidup itu serentak bangkit dan mulai menyerang dengan kaku. Diikuti dengan suaranya yang menggereng menyeramkan. Mengetahui bahwa yang dihadapannya itu bukan manusia. Tanpa sungkan Jatmiko menarik pelatuk revolver yang ada di gengangman tangan kanannya.
Dor !!
Satu timah panas melesat cepat mencari sasaran di pertengahan kening mayat itu. Langkah mayat hidup itu terhenti saat timas panas menembus batok kepalanya. Kepalanya terdongak ke atas. Mulutnya mengeluarkan suara gerengan yang bergema seperti berasal dari dasar sumur yang dalam. Masih dengan tertatih –tatih mayat hidup itu kembali menyerang Jatmiko. Dua letupan revolver kembali bergema di malam itu.
Dor !!
Dor !!
Masing –masing mencari sasaran di area bagian tubuh yang mematikan. Jantung dan satu lagi menghantam kepala. Seperti halnya letusan pertama. Mayat hidup itu hanya terhenti sejenak. Lalu dengan langkah kaku kembali menyerang. Tiga peluru telah bersarang di badannya.
Sasongko yang sudah berhasil menekan rasa takutnya. Meraih kursi kayu yang ada di teras. Kursi itu diangkat lalu di pukulkan keras - keras ke arah badan Idam. Tubuh itu kembali hanya bergetar sebentar. Kursi itu malah yang hancur berantakan seperti membentur tembok keras. Sasongko terkejut. Kewaspadaannya sirna tatkala Idam dengan cepat kembali menjepit lehernya.
Mayat hidup itu lalu melemparkan tubuh Sasongko ke arah vas bunga yang berjajar di sepanjang teras. Beberapa vas hancur berkeping – keping tertimpa tubuh Sasongko. Si pemuda sendiri tampak meringis menahan sakit. Beberapa bagian tubuhnya tampak luka-luka. Tulang punggungnya serasa remuk dan nyeri. Pakaian putihnya robek di beberapa bagian dan pipi kirinya baret mengeluarkan darah!
Jatmiko menghambur mendekati Sasongko. Dan mayat Idam tambah merangsek ke depan. Peluru revolver Jatmiko pun telah habis pelurunya. Karena polisi muda itu tidak pernah mengisi penuh revolvernya dengan pelor.
“ Kita lari, kita tidak mungkin menghadapi mahkluk itu. Empat peluru ku telah bersarang di badannya. Sama sekali tidak berarti apa –apa “
“ Kau masih bisa berdiri?”
Jatmiko bertanya kepada Sasongko yang masih menjelepok di tanah sambil memegangi punggungnya yang tadi beradu dengan vas bunga.
“ Masih mas “
Muka Sasongko terlihat mengernyit menahan sakit yang luar biasa tatkala ia berusaha untuk berdiri. Terseok –seok Sasongko berjalan dipapah oleh Jatmiko menuju ke arah mobil BMW yang terparkir tidak jauh dari situ. Bersusah payah kedua orang itu berhasil berada di dalam mbil. Sementara mayat Idam masih belum menyerah untuk memburu mereka. Langkah kakinya berat dengan suara erangan yang aneh keluar dari rongga mulutnya yang berbau busuk.
Suara mesin mobil menggeram tatkala Jatmiko memutar kunci starter. Mobil itu mundur dengan cepat. Bemper belakangnya sempat menyentuh vas bunga yang masih berdiri tegak di pojok teras. Vas itu bergoyang sebentar lalu jatuh dengan suara berderak tatkala membentur tanah di bawahnya. Suara mesin kembali menggeram galak. Asap putih kelabu dari knalpot berpendar –pendar keluar.
“ Kenapa kita mundur mas?” Sasongko keheranan karena di lihatnya di depan ada pintu lagi yang tentu saja muat untuk dilewati sebuah mobil.
“ Aku akan menabrak mayat celaka itu “
Lalu mobil sedan berwarna hijau giok itu dengan cepat meluncur ke depan. Ke arah mayat Idam yang masih tertatih –tatih mendekati mobil. Benturan tidak dapat terhindari lagi. Sesosok mayat itu tepental beberapa meter ke belakang berguling –guling dan berhenti saat membentur pagar beton. Saat benturan terjadi mobil itu seperti membentur tembok keras.
Sasongko terhuyung ke depan kalau tadi dia tidak sempat memegang tepi jok dengan erat. Sudah barang tentu dia akan terlempar membentur kaca depan mobil. Atau setidaknya mukanya memar membentur dashboard. Di tengoknya Jatmiko yang duduk di belakang kemudi di sampingnya. Pelipis polisi itu terlihat mengucurkan darah. Rupanya tadi akibat berbenturan dengan setir kemudi.
Ketika itulah terdengar suara sayup –sayup yang langkah beberapa orang setengah berlari mendekat ke arah rumah Jatmiko. Lalu kilatan dua berkas cahaya tampak berkelap – kelip mendekat.
Dengan lampu senter yang tergenggam di tangan dua orang dari lima orang lelaki berlari mendekati.
“ ..... ada apa? Apa yang terjadi Pak Jatmiko?”
Salah seorang yang memakai topi kupluk hitam bertanya seraya memandangi sekujur tubuh Sasongko dan Jatmiko yang tampak luka –luka mengucurkan darah. Tinggal desah nafas kedua lelaki itu tersengal –sengal dan denyut jantung yang berdebar –debar.
“ Ada...”
Sasongko tidak meneruskan perkataannya manakala Jatmiko memberi kode dengan kedipan mata.
“ Tidak ada apa –apa Pak. Kami tadi pulang dari bertugas dan kebetulan sedang menangani kasus perampokan di Karngmojo. Luka –luka ini akibat aksi penggerebekan tadi malam “
Jatmiko seraya menunjukkan luka dipelipis mata kanannya yang sudah berhenti mengucurkan darah. Sasongko hanya menggut –manggut mempertegas semua perkataan Jatmiko. Kelima warga desa yang sepertinya sedang tugas meronda itu hanya manggut –manggut.
Pada saat itulah Sasongko melirik ke arah mayat Idam terlungkup hampir mepet di pagar tembok. Mayat itu sudah raib. Entah kemana. Dikejauhan terdengan lolongan anjing bersahut –sahutan. Lalu semua senyap dan sunyi lagi seperti tidak pernah terjadi apa –apa di tempat itu.
Sasongko yang tengah dicekik di ambang maut begitu melihat mobil masuk di pekarangan dan seorang lelaki dengan cepat keluar dari dalam mobil. Langsung berteriak
“ Tolong...Tolong saya mas....” suaranya terbata –bata setengah kelu karena cekikan orang di depannya itu sungguh kuat.
Jatmiko berdiri tepat di belakang orang misterius yang menjepit leher Sasongko dengan kedua tangannya.
“ Hentikan !Lepas kan atau kau akan aku tembak!”
Jatmiko berteriak lantang sembari tangannya menodongkan revolver.
Ternyata sewaktu menghambur dari dalam mobil tadi Jatmiko sempat mengeluarkan sepucuk revolver dari balik saku jaket hitamnya.
Orang yang mencekik Sasongko seperti tidak mendengar bentakan Jatmiko. Menolehpun tidak. Cekikannya semakin kuat tanpa kendur sedikitpun. Dari temaram cahaya lampu Jatmiko dapat menyaksikan Sasongko tampak tersengal –sengal. Muka pemuda itu sudah memerah. Melihat hal ini, Jatmiko tanpa membuang waktu segera melakukan tindakan. Kepalan tangan kanannya berkelebat cepat ke arah samping kepala seorang yang mencekik leher Sasongko. Kepalanya itu hanya terhuyung sekejap. Tetapi hal itu sudah cukup melonggarkan cekikan di leher Sasongko.
Pemuda itu tidak mau mengabaikan kesempatan itu. Tinjunya dengan cepat menghajar rahang orang yang mencekiknya. Tubuh orang itu hanya terdorong ke samping. Jatmiko melabrak tubuh orang itu dengan tendangan keras ke arah pinggang. Tubuh itu jatuh bergedebukan ke lantai teras. Sementara Sasongko yang sudah terlepas dari bahaya berdiri dengan gontai di samping Jatmiko. Lehernya sesekali diusap. Hampir saja nyawanya putus malam itu.
Tubuh yang terjatuh tadi perlahan –lahan berdiri dengan kaku. Mata Jatmiko terbelalak ngeri begitu melihat dengan jelas ssosok yang di hadapannya itu. Seorang lelaki muda dengan wajah pucat, bibir membiru, sebagian kulit mukanya sudah membengkak busuk. Luka leher yang menganga sesekali meneteskan darah berwarna merah kehitaman. Aroma busuk bangkai santer menerkam indera penciuman.
“ Gusti.... mahkluk apakah ini?” Polisi ini diam –diam bergidik ngeri. Pegangan pada hulu revolvernya bergetar.
“ Dia mayat hidup Mas”
Jatmiko kembali memandang dengan tajam mulai dari kepala sampai ke kaki lelaki di hadapannya.
"Apa... apa betul dia mayat hidup...Gila! Bagaimana ada mayat hidup!"
“ Dia bernama Idam salah satu orang desa Sambirejo. Teman saya sepermainan dulu semasa kecil. Tempo hari saya menghadiri upacara pemakamannya “
Jatmiko tidak segera menanyakan hal itu lebih lanjut. Tatkala dilihatnya mayat hidup itu serentak bangkit dan mulai menyerang dengan kaku. Diikuti dengan suaranya yang menggereng menyeramkan. Mengetahui bahwa yang dihadapannya itu bukan manusia. Tanpa sungkan Jatmiko menarik pelatuk revolver yang ada di gengangman tangan kanannya.
Dor !!
Satu timah panas melesat cepat mencari sasaran di pertengahan kening mayat itu. Langkah mayat hidup itu terhenti saat timas panas menembus batok kepalanya. Kepalanya terdongak ke atas. Mulutnya mengeluarkan suara gerengan yang bergema seperti berasal dari dasar sumur yang dalam. Masih dengan tertatih –tatih mayat hidup itu kembali menyerang Jatmiko. Dua letupan revolver kembali bergema di malam itu.
Dor !!
Dor !!
Masing –masing mencari sasaran di area bagian tubuh yang mematikan. Jantung dan satu lagi menghantam kepala. Seperti halnya letusan pertama. Mayat hidup itu hanya terhenti sejenak. Lalu dengan langkah kaku kembali menyerang. Tiga peluru telah bersarang di badannya.
Sasongko yang sudah berhasil menekan rasa takutnya. Meraih kursi kayu yang ada di teras. Kursi itu diangkat lalu di pukulkan keras - keras ke arah badan Idam. Tubuh itu kembali hanya bergetar sebentar. Kursi itu malah yang hancur berantakan seperti membentur tembok keras. Sasongko terkejut. Kewaspadaannya sirna tatkala Idam dengan cepat kembali menjepit lehernya.
Mayat hidup itu lalu melemparkan tubuh Sasongko ke arah vas bunga yang berjajar di sepanjang teras. Beberapa vas hancur berkeping – keping tertimpa tubuh Sasongko. Si pemuda sendiri tampak meringis menahan sakit. Beberapa bagian tubuhnya tampak luka-luka. Tulang punggungnya serasa remuk dan nyeri. Pakaian putihnya robek di beberapa bagian dan pipi kirinya baret mengeluarkan darah!
Jatmiko menghambur mendekati Sasongko. Dan mayat Idam tambah merangsek ke depan. Peluru revolver Jatmiko pun telah habis pelurunya. Karena polisi muda itu tidak pernah mengisi penuh revolvernya dengan pelor.
“ Kita lari, kita tidak mungkin menghadapi mahkluk itu. Empat peluru ku telah bersarang di badannya. Sama sekali tidak berarti apa –apa “
“ Kau masih bisa berdiri?”
Jatmiko bertanya kepada Sasongko yang masih menjelepok di tanah sambil memegangi punggungnya yang tadi beradu dengan vas bunga.
“ Masih mas “
Muka Sasongko terlihat mengernyit menahan sakit yang luar biasa tatkala ia berusaha untuk berdiri. Terseok –seok Sasongko berjalan dipapah oleh Jatmiko menuju ke arah mobil BMW yang terparkir tidak jauh dari situ. Bersusah payah kedua orang itu berhasil berada di dalam mbil. Sementara mayat Idam masih belum menyerah untuk memburu mereka. Langkah kakinya berat dengan suara erangan yang aneh keluar dari rongga mulutnya yang berbau busuk.
Suara mesin mobil menggeram tatkala Jatmiko memutar kunci starter. Mobil itu mundur dengan cepat. Bemper belakangnya sempat menyentuh vas bunga yang masih berdiri tegak di pojok teras. Vas itu bergoyang sebentar lalu jatuh dengan suara berderak tatkala membentur tanah di bawahnya. Suara mesin kembali menggeram galak. Asap putih kelabu dari knalpot berpendar –pendar keluar.
“ Kenapa kita mundur mas?” Sasongko keheranan karena di lihatnya di depan ada pintu lagi yang tentu saja muat untuk dilewati sebuah mobil.
“ Aku akan menabrak mayat celaka itu “
Lalu mobil sedan berwarna hijau giok itu dengan cepat meluncur ke depan. Ke arah mayat Idam yang masih tertatih –tatih mendekati mobil. Benturan tidak dapat terhindari lagi. Sesosok mayat itu tepental beberapa meter ke belakang berguling –guling dan berhenti saat membentur pagar beton. Saat benturan terjadi mobil itu seperti membentur tembok keras.
Sasongko terhuyung ke depan kalau tadi dia tidak sempat memegang tepi jok dengan erat. Sudah barang tentu dia akan terlempar membentur kaca depan mobil. Atau setidaknya mukanya memar membentur dashboard. Di tengoknya Jatmiko yang duduk di belakang kemudi di sampingnya. Pelipis polisi itu terlihat mengucurkan darah. Rupanya tadi akibat berbenturan dengan setir kemudi.
Ketika itulah terdengar suara sayup –sayup yang langkah beberapa orang setengah berlari mendekat ke arah rumah Jatmiko. Lalu kilatan dua berkas cahaya tampak berkelap – kelip mendekat.
Dengan lampu senter yang tergenggam di tangan dua orang dari lima orang lelaki berlari mendekati.
“ ..... ada apa? Apa yang terjadi Pak Jatmiko?”
Salah seorang yang memakai topi kupluk hitam bertanya seraya memandangi sekujur tubuh Sasongko dan Jatmiko yang tampak luka –luka mengucurkan darah. Tinggal desah nafas kedua lelaki itu tersengal –sengal dan denyut jantung yang berdebar –debar.
“ Ada...”
Sasongko tidak meneruskan perkataannya manakala Jatmiko memberi kode dengan kedipan mata.
“ Tidak ada apa –apa Pak. Kami tadi pulang dari bertugas dan kebetulan sedang menangani kasus perampokan di Karngmojo. Luka –luka ini akibat aksi penggerebekan tadi malam “
Jatmiko seraya menunjukkan luka dipelipis mata kanannya yang sudah berhenti mengucurkan darah. Sasongko hanya menggut –manggut mempertegas semua perkataan Jatmiko. Kelima warga desa yang sepertinya sedang tugas meronda itu hanya manggut –manggut.
Pada saat itulah Sasongko melirik ke arah mayat Idam terlungkup hampir mepet di pagar tembok. Mayat itu sudah raib. Entah kemana. Dikejauhan terdengan lolongan anjing bersahut –sahutan. Lalu semua senyap dan sunyi lagi seperti tidak pernah terjadi apa –apa di tempat itu.
knoopy memberi reputasi
3
Kutip
Balas