annisaputrieAvatar border
TS
annisaputrie
Di Balik Taktik Luhut Dukung Prabowo Nyapres Lagi
Di Balik Taktik Luhut Dukung Prabowo Nyapres Lagi
9 April 2018


Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10/2017). Fotografer Kepresidenan/Agus Suparto.

“Saya tidak begitu yakin kalau ada pertemuan [dengan] sekelas Luhut, kemudian menyampaikan secara blak-blakan hasil pertemuannya ke publik,” kata Hendri.


tirto.id - Pertemuan empat mata antara Luhut Binsar Pandjaitan dengan Prabowo Subianto, di restoran, salah satu hotel bintang lima, di Jakarta, Jumat (6/4/2018) memunculkan banyak spekulasi. Salah satunya soal misi Luhut terkait pencalonan Joko Widodo atau Jokowi di Pilpres 2019. 

Luhut mengklaim, pertemuannya dengan Prabowo hanya sebagai sahabat lama, dan tidak membawa misi khusus dari Presiden Jokowi. Politikus Golkar ini juga menolak spekulasi yang mengatakan ia membujuk Prabowo agar bersedia mendukung Jokowi di Pilpres 2019. 

“Sama-sama TNI ya, kami memang sering ketemu dan kebetulan kemarin ketahuan [wartawan]” kata Luhut usai menghadiri rapat koordinasi nasional, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Minggu (8/4/2018). 

Pada pertemuan itu, kata Luhut, dirinya juga menyampaikan dukungan apabila Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai capres. Namun, Luhut menampik anggapan dirinya mendorong Prabowo kembali bertarung pada Pilpres 2019. 

“Saya enggak pernah bilang [ke publik] mendorong. Kalau mau, ya silakan maju. Kalau saya sampaikan [ke Prabowo], masak harus saya sampaikan ke publik? Kan kami bertemu berdua,” kata Luhut berdalih. 

Baca juga: Reaksi Jokowi terkait Pertemuan Luhut dan Prabowo

Analis komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, pertemuan antara Luhut dan Prabowo bukan sekadar perjumpaan seorang kawan lama semata. Hendri menduga, ada sejumlah topik penting yang dibicarakan, khususnya terkait isu-isu politik terkini. 

Hendri mencontohkan, misalnya permintaan Jokowi melalui Luhut agar Prabowo tidak gaduh, karena akhir-akhir ini pernyataan Prabowo terkait pemerintahan Jokowi cukup keras. Kemungkinan lain, kata Hendri, bisa saja ada pinangan dari Luhut untuk Prabowo menjadi cawapres Jokowi, namun ditolak oleh Prabowo. 

“Saya tidak begitu yakin kalau ada pertemuan sekelas Luhut, kemudian menyampaikan secara blak-blakan hasil pertemuannya ke publik,” kata Hendri kepada Tirto, Minggu (8/4/2018). 

Baca juga: Kodok Jokowi, Kuda Prabowo

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, Luhut bisa saja berdalih pertemuannya dengan Prabowo semata adalah perjumpaan biasa antara kawan lama. Akan tetapi, kata Adi, pernyataan Luhut yang mengatakan jika dirinya mendukung Prabowo maju kembali sebagai capres mengkonfirmasi bahwa pembicaraan kedua tokoh itu terkait pilpres. 

“Di luar itu, apakah ada hal lain yang dibicarakan, misalnya mengajak Prabowo bergabung dengan barisan nasional [pendukung Jokowi], dan lain sebagainya, tentu hanya Prabowo, Luhut, dan Tuhan yang tahu. Selebihnya hanya dugaan publik semata,” kata Adi kepada Tirto, Minggu (8/4/2018). 

Justru yang menarik dari pertemuan itu, kata Adi, adalah pernyataan Luhut soal dukungan kepada Prabowo untuk maju kembali di Pilpres 2019. Ia menilai, pernyataan politik Luhut itu cukup bersayap. 

Dosen politik di UIN Jakarta ini menilai, di satu sisi dukungan Luhut dapat dimaknai sebagai dukungan dan solidaritas kawan lama yang kebetulan di pihak pemerintah. Namun di sisi yang lain, kata dia, dukungan itu semacam 'jebakan Batman' supaya Jokowi bisa menang mudah di pilpres. 

Hal ini bisa saja terjadi, kata Adi, karena dari sudut manapun Prabowo kalah jika dibandingkan Jokowi, baik secara elektabilitas, dukungan partai, hingga soal logistik. Salah satu poin yang disampaikan Adi ini yang menjadi pertimbangan Prabowo belum mendeklarasikan diri sebagai capres di Pilpres 2019. 

“Saya kira belum ya [deklarasi capres dari Gerindra]. Masih dalam rangka [menjalin koalisi jelang pemilu]," kata Prabowo di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (5/4/2018). 

Mantan Komandan Jenderal Kopassus itu berkata, deklarasi capres akan dilakukan setelah syarat minimal pencalonan dipenuhi partainya. Ia mengklaim, saat ini belum ada koalisi yang pasti dibentuk Gerindra dengan parpol lain untuk pemilu. 

"Deklarasi menjelang tanggal 4 [Agustus, hari pertama pendaftaran capres ke KPU]. Deklarasi itu kalau sudah ada tiket, kan sekarang belum ada tiket dan juga belum tentu, situasi masih bisa berkembang,” kata Prabowo. 

Baca juga: Di Balik Komentar Keras Prabowo, Cara Naikkan Elektabilitas?

Pernyataan Prabowo tersebut cukup beralasan mengingat Gerindra hanya memiliki 73 kursi di DPR RI. Padahal salah satu syarat parpol bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden jika memenuhi ketentuan presidential threshold 20 persen atau minimal 112 kursi parlemen. 

Sejauh ini, hanya PKS yang sudah menyatakan siap berkoalisi dengan Gerindra untuk mengusung Prabowo. Partai besutan Sohibul Iman ini memiliki 40 kursi di parlemen. Artinya, dengan berkoalisi dengan PKS saja, Gerindra sudah cukup mengajukan Prabowo sebagai capres. 

“Kalau Gerindra sudah umumkan [nama bakal capres], kami akan bersama Gerindra. Habis itu duduk bareng...[tentukan] mana capres dan cawapres. Kesepakatan itu dimusyawarahkan dan apa pun hasilnya kami terima,” kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/4/2018). 

Namun dukungan parpol tersebut, kata Adi, tidak lantas membuat Prabowo memutuskan maju. Hal lain yang patut dipertimbangkan adalah soal elektabilitas calon. Dari hasil survei yang dirilis oleh sejumlah lembaga, elektabilitas Prabowo masih di bawah Jokowi. 

Poltracking Indonesia misalnya, merilis hasil survei terbarunya tentang peta elektoral kandidat calon presiden (capres) di Pilpres 2019, pada 18 Februari 2018. Survei ini menyimpulkan hanya Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang memiliki elektabilitas tinggi sebagai capres pada 2019. 

Berdasarkan survei terbuka terhadap 1.200 responden pada 27 Januari-3 Februari 2018 tersebut, Jokowi memiliki elektabilitas 45,4 persen. Sementara elektabilitas Prabowo Subianto adalah 19,8 persen. Artinya, meskipun Prabowo menempati urutan kedua, tetapi jarak dengan Jokowi masih cukup jauh. 

Baca juga: Untung Rugi Parpol Usung Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019

Menutup Kemungkinan Calon Lain?


Dukungan Luhut agar Prabowo kembali maju sebagai capres, kata Adi, bisa juga sebagai strategi untuk menutup calon lain di Pilpres 2019. Sebab, beberapa calon yang potensial bisa saja diusung untuk melawan petahana di pilpres mendatang. 

“Jika Prabowo jadi king maker menduetkan Gatot-Anies versus Jokowi di pilpres 2019, tentu persaingan akan seru karena Gatot-Anies merupakan kombinasi lengkap sipil-militer, serta nasionalis-Islam,” kata Adi. 

Akan tetapi, analis komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio melihatnya berbeda. Menurut dia, dukungan Luhut agar Prabowo maju kembali sebenarnya hanya pengalihan isu dari topik-topik yang dibicarakan dalam pertemuan tertutup itu. 

Hendri beralasan, karena tanpa dibicarakan pun, kemungkinan besar Gerindra akan tetap mengusung Prabowo sebagai capres. “Dan pendukung Jokowi tentu lebih suka melawan Prabowo ketimbang melawan tokoh lain,” kata Hendri. 

Pria yang juga founder dari Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) ini justru lebih meyakini bahwa pertemuan antara Luhut dan Prabowo membicarakan isu-isu politik terkini, termasuk kemungkinan mengajak Prabowo menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi. 

“Apapun yang dilakukan Luhut memang untuk Jokowi,” kata Hendri.
https://tirto.id/di-balik-taktik-luh...pres-lagi-cHrr


Prabowo Bicara Siasat Hadapi Pilpres saat Bertemu Luhut

Minggu, 08/04/2018 14:19 WIB
  

Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Ketum Gerindra Prabowo Subianto masih menimbang waktu yang tepat mendeklarasikan diri sebagai capres 2019. (CNN Indonesia)

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengaku Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto membicarakan siasat dalam menghadapi Pilpres 2019 dalam pertemuannya beberapa waktu lalu. 

Siasat yang dimaksud berkaitan dengan kapan waktu yang tepat untuk mendeklarasikan diri menjadi calon presiden.

"Seperti yang beliau sampaikan di publik kan jelas, beliau masih menghitung dengan cermat kapan mau deklarasi," ucapnya di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Minggu (8/4).

Luhut bertemu dengan Prabowo di restoran Sumire, Grand Hyatt, Jakarta, Jumat lalu (6/4). Luhut menceritakan bahwa Prabowo memiliki banyak pertimbangan dalam menentukan waktu deklarasi menjadi capres. Salah satunya pertimbangan yang berkaitan di internal partainya. 


Teman lama di Kopassus (Merdeka.com Foto)


Lihat juga:  Bertemu Empat Mata, Luhut Minta Prabowo Maju Pilpres 2019

Luhut juga mengaku membicarakan banyak hal lain dengan Prabowo. Namun dia tidak mau merinci lebih jauh mengenai hal itu.

"Saya kan enggak perlu cerita semua sama anda," imbuh Luhut.

Sebelumnya, Luhut mengaku senang apabila Prabowo maju kembali pada Pilpres 2019. Akan tetapi, dia menampik dalam posisi mendorong Prabowo. Dia mengatakan tidak pernah mendorong mantan Danjen Kopassus tersebut melawan Jokowi kembali dalam perhelatan Pilpres.

"Saya enggak pernah mendorong. Kalau beliau mau maju ya silakan maju," katanya.

Lihat juga:  Aroma Pilpres 2019 di Balik Pertemuan Luhut dan Prabowo

Luhut menyanggah ditawarkan menjadi cawapres Prabowo dalam pertemuan Jumat lalu. Dia pun membantah diutus Jokowi untuk membangun koalisi bersama pada Pilpres 2019. 

"Enggak ada kita bicara itu. Kita bicara yang penting Pak Prabowo juga bicara bagaimana negara ini baik," imbuh Luhut.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180408141032-32-289222/prabowo-bicara-siasat-hadapi-pilpres-saat-bertemu-luhut


Luhut Akui Jokowi Lebih Identik ke PDIP Ketimbang Golkar

Minggu, 8 April 2018 14:52 WIB



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi senior Partai Golkar, Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui mayoritas masyarakat lebih mengasosiasikan Presiden Jokowi ke PDI Perjuangan, ketimbang Golkar.
Hal ini, menurut Luhut, berdasarkan riset internal yang dilakukan pihaknya setiap bulan.

“PDIP 42 persen, Golkar 13 persen,” ujar Luhut tentang tingkat asosiasi Jokowi ke parpol, dalam Rakorbidnas Kemaritiman III PDI Perjuangan di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (8/4/2018).


Melihat fakta itu, ia mengatakan PDI Perjuangan sangat diuntungkan untuk menghadapi Pemilu 2019.
Namun demikian, lanjutnya, Partai Golkar harus mengalahkan PDI Perjuangan dalam hal asosiasi ke Jokowi.
“Golkar harus kalahkan PDIP,” kata Luhut.


Pernyataannya itu justru memantik tawa para peserta Rakorbidnas, termasuk Menteri Perindustiran sekaligus Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, yang juga hadir dalam acara.


PDI Perjuangan, kata dia, wajib menjaga kekompakan demi mempertahankan hal baik ini. Caranya adalah jangan sampai ada lagi kasus korupsi menyangkut kader partai nasionalis ini.



“Golkar juga jangan ada yang korupsi lagi. Kejar itu PDIP," ungkapnya.

Lebih lanjut, Luhut juga mengingatkan agar PDI Perjuangan memperhatikan temuan survei lain, bahwa Jokowi berpengaruh positif terhadap elektabilitas parpol pendukungnya.

Dalam hal ini, PDI Perjuangan ‎memperoleh pengaruh terbesar yakni sebesar 20 persen.
"Jadi kalau tak merawat dengan calon yang didukung ini (Jokowi), maka bisa pengaruh ke penurunan suara (PDIP). PDIP harus mengawal pemerintahan agar lebih maju ke depan," tandasnya.

Baca: Luhut Sebut Pernyataan Prabowo soal Indonesia Bubar 2030 agar Indonesia Tetap Waspada

Dalam acara yang sama, Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan elektabilitas bukanlah hal yang utama karena bisa berubah setiap saat.

“Tapi yang pasti PDI Perjuangan akan selalu bekerja keras untuk menyukseskan pemerintahan Jokowi, sehingga rakyat bisa merasakan dampaknya,” kata Hasto.

"Apa yang disampaikan Bang Luhut akan memberikan kekuatan agar kita bergandeng bersama untuk republik yang kita cintai ini,” katanya.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...-golkar?page=2.


Tak Dilibatkan di Tim Internal Cawapres Jokowi, Ini Kata Luhut
Minggu, 8 April 2018 18:24 WIB


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjadi pembicara dalam rapat koordinasi bidang kemaritiman (Rakorbidnas) III di kantor DPP PDIP lama, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, 8 April 2018. Dewi Nurita/Tempo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tak terlibat dalam tim internal penjaringan calon wakil presiden untuk Joko Widodo (cawapres Jokowi) untuk pemilihan presiden 2019. "Saya enggak terlibat," kata Luhut di kantor lama DPP PDI Perjuangan, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Ahad, 8 April 2018.

Luhut menganggap hal itu bukanlah persoalan besar. Sebab, sebagai menteri, tugasnya sudah banyak. "Enggak apa-apa, saya sudah banyak kerjaan. Biar saja orang lain (yang dilibatkan)," katanya.


Baca: Cawapres Jokowi dari PDIP Akan Ditentukan Megawati

Keberadaan tim internal penjaringan cawapres diungkapkan Jokowi beberapa waktu lalu. Ia mengatakan tim internalnya baru dalam proses pematangan, penggodokan kriteria calon wakil presiden.

Simak Kembali: Pohon Harta Menteri Luhut dan Kongsinya dengan Jokowi


Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan tim internal tersebut diisi oleh orang-orang dari kalangan profesional, bukan dari partai politik. Nama Pratikno, Sekretaris Negara, disebut-sebut terlibat dalam tim itu, bahkan posisinya sebagai ketua.


Selama ini Pratikno dikenal sebagai tangan kanan Jokowi. Nama pria 56 tahun kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, ini mencuat ketika menggawangi tim sinkronisasi program pada masa transisi menjelang pemerintah Jokowi pada 2014.


Baca: Alasan Kiai NU Menyodorkan Muhaimin Iskandar Jadi Cawapres Jokowi
Namun, hal itu dibantah oleh Pratino. Menurut dia, cawapres Jokowi nantinya dipilih sesuai kesepakatan antara Jokowi dan partai politik pendukungnya.

https://nasional.tempo.co/read/10775...ini-kata-luhut

--------------------------------------------

Dua jenderal mantan Kopassus, mereka bisa bikin rencana apa saja untuk hitam-putihnya republik ini. Luhut itu orang pinter, otaknya masih cerdas dan tajam membaca arah perkembangan zaman ke depan. Jadi dia pasti cari cara untuk bisa aman dan selamat, siapa pun yang kelak menjadi RI-1 tentunya. Dan tentu adalah untuk keselamatan NKRI di masa depan ditengah arus persaingan global antara Amerika Serikat dan China di kawasan ini. Asal tahu aja, bagi 2 jenderal ini bisa dipastikan, mereka punya visi yang sama tentang NKRI, bahwa siapa pun Presiden 2019 yad tidak masalah bagi mereka, asalkan persatuan-kesatuan dan keselamatan bangsa ini tetap aman dan terjamin di tengah persaingan yang semakin sengit antara China dan AS. Dalam kondisi seperti iktu, memang NKRI itu mutlak memerlukan seorang Pemimpin yang unya visi , misi, dan rencana yang jelas untuk kemajuan negeri ini. 



0
3.5K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.1KThread40.3KAnggota
Tampilkan semua post
akangxxAvatar border
akangxx
#16
Semua masih bisa terjadi. Jangan jumawa dan merasa sudah menang



0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.