- Beranda
- Stories from the Heart
Burung Kertas Merah Muda
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#115
Chapter 27
“Anna, kamu mau berangkat jam berapa?"
Ibu dari Devianna Azzahra bertanya dari balik pintu kamar Anna. Pagi itu masih menunjukkan pukul 05.00 WIB, tapi Anna sudah bergegas dan bersiap menuju sekolahnya.
“Sebentar lagi, Bu.” jawab Anna.
“Ibu udah bikin sarapan ya di meja.”
“Iya, makasih Bu.”
“Ibu udah bikin sarapan ya di meja.”
“Iya, makasih Bu.”
Tak lama kemudian, Anna keluar dari kamarnya. Lengkap sudah dengan atribut MOS. Dia juga sesekali memerika barang apa saja yang dibawa. Anna tak ingin berurusan dengan para senior di sana lantaran tak membawa apa yang mereka minta.
“Udah dipakai aja atributnya, Na?” tanya Ibunda Anna.
“Biar di sana langsung masuk aja, Bu. Anna makan ya.”
“Makannya pelan-pelan dong, sayang.”
“Anna buru-buru, Bu. Berangkat ya. Assalamu ‘alaikum.”
“Iya, hati-hati ya, Nak. Wa ‘alaikum salam.”
“Biar di sana langsung masuk aja, Bu. Anna makan ya.”
“Makannya pelan-pelan dong, sayang.”
“Anna buru-buru, Bu. Berangkat ya. Assalamu ‘alaikum.”
“Iya, hati-hati ya, Nak. Wa ‘alaikum salam.”
Waktu menunjukkan pukul 05.30 WIB. Anna harus berangkat pagi-pagi karena jarak dari rumahnya menuju SMA Trinusa memakan jarak yang cukup jauh dan harus berdesakan dengan para karyawan kantoran. Tapi, itu semua tak memadamkan semangat Anna untuk berangkat ke sana.
Bukan suara burung kenari yang bernyanyi, tapi melainkan suara ayam yang berkokok di pagi hari yang menemani perjalanan Anna menuju jalan raya. Matahari pun belum menampakkan dirinya. Sesekali Anna memerika pakaian dan rambutnya agar tetap rapih.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Anna mendapatkan bus menuju sekolahnya. Dia pun mendapatkan tempat duduk di pinggir jendela agar bisa melihat kondisi jalan raya. Dia juga memasang headset dan mendengarkan alunan lagu favorit dari telepon genggamnya.
“Anna, kalau sudah sampai nanti kabari Ibu ya, Nak?”
Tiba-tiba saja telepon genggam milik Anna bergetar. Ternyata ada sebuah pesan singkat yang masuk dari ibunya. Seorang ibu yang khawatir dengan anaknya karena jarak tempuh yang jauh. Ini adalah kali pertama Anna bersekolah jauh dari rumahnya. Bahkan, di sana tak ada seorang teman lama dari SMP dahulu.
“Iya, Bu. Nanti aku kabarin. Ini masih di bus.” sent.
”Hati-hati ya, Nak. Nanti sampai sana, HP kamu disimpan. Jangan sampai ketahuan panitia.” received.
“Iya, tenang aja, Bu.” sent.
Anna mulai merasakan lelah di matanya. Tak terasa matanya sudah terpejam dan masuk ke dalam alam bawah sadar. Matahari mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan segera muncul ke permukaan. Sinarnya masuk menembus kaca jendela. Tapi tak cukup mampu untuk membangunkan Anna dari tidurnya.
“Dek.”
“Dek, bangun.”
“Dek, bangun.”
Seorang kondektur bus kota mencoba membangunkan Anna dari tidurnya. Bus yang dia tumpangi sudah sampai di tujuannya. Hanya tinggal menyebrang dan berjalan kaki beberapa meter untuk sampai di SMA Trinusa.
“Eh, iya Bang.” Anna sedikit terkejut.
“Udah sampai. Trinusa tinggal nyebrang aja terus jalan dikit.”
“Iya, makasih Bang.”
“Udah sampai. Trinusa tinggal nyebrang aja terus jalan dikit.”
“Iya, makasih Bang.”
Anna turun dari bus dengan perlahan. Terlihat banyak murid-murid baru yang memakai atribut MOS. Dengan hati-hati, Anna menyebrang jalan dan berjalan menuju sekolahnya. Setelah sampai di depan gerbang, atribut milik Anna dan yang lainnya diperiksa oleh senior.
“Apa ini?” tanya senior laki-laki yang menemukan sebuah handphonebuatan Finlandia dari dalam tas kresek milih Anna.
“Itu HP, Kak.” jawab Anna dengan pelan dan takut.
“Udah tau kan kalau...”
“Aku tau, Kak. Please, kali ini aja, Kak. Rumahku jauh dan ibuku khawatir sama aku.” Anna memotong pembicaraan.
“Rumah kamu di mana emang?”
“Menteng, Kak.”
“Astaga! Dari Menteng kamu sekolah di sini? Ya udah kamu masuk aja. Jangan sampai ketahuan yang lain, ya.” ujar senior itu.
“Iya, makasih ya, Kak Rian.” Anna melihat nametag dengan nama ‘Rian Bagas Aditya’ terletak di bagian dada sebelah kiri dari seragam senior itu.
“Itu HP, Kak.” jawab Anna dengan pelan dan takut.
“Udah tau kan kalau...”
“Aku tau, Kak. Please, kali ini aja, Kak. Rumahku jauh dan ibuku khawatir sama aku.” Anna memotong pembicaraan.
“Rumah kamu di mana emang?”
“Menteng, Kak.”
“Astaga! Dari Menteng kamu sekolah di sini? Ya udah kamu masuk aja. Jangan sampai ketahuan yang lain, ya.” ujar senior itu.
“Iya, makasih ya, Kak Rian.” Anna melihat nametag dengan nama ‘Rian Bagas Aditya’ terletak di bagian dada sebelah kiri dari seragam senior itu.
Akhirnya, Anna diperbolehkan masuk oleh senior baik hati itu. Tapi, ada satu pemandangan yang membuat perhatian Anna teralihkan untuk melihatnya. Seorang lelaki pendiam dan penyendiri berjalan dengan santai menuju kelasnya. Padahal, dia menjadi pusat perhatian para murid perempuan di sana.
“Eh eh cowok ganteng.” ujar salah satu murid perempuan yang ada di sana.
“Itu ya yang anaknya Winarto Nugroho. Siapa namanya?” tanya teman di sebelahnya.
“Rendy.” jawab salah satu temannya.
“Itu ya yang anaknya Winarto Nugroho. Siapa namanya?” tanya teman di sebelahnya.
“Rendy.” jawab salah satu temannya.
Percakapan mereka tak sengaja terdengar oleh Anna yang sedang berjalan menuju kelas di mana kelompoknya berada. Sesampainya di kelas, Anna merapihkan barang-barangnya dan bersiap memulai masa orientasi sekolahnya.
****
“Tolong semua perhatikan ke depan ya. Saya gak akan ngulang dua kali.” kata seorang senior yang berdiri di depan kelas.
“Di sini saya yang akan jadi pembimbing kalian, nama saya Mario Signorelli. Kalian boleh panggil saya Mario.” ujar Mario dengan sombongnya.
“Tolong semua perhatikan ke depan ya. Saya gak akan ngulang dua kali.” kata seorang senior yang berdiri di depan kelas.
“Di sini saya yang akan jadi pembimbing kalian, nama saya Mario Signorelli. Kalian boleh panggil saya Mario.” ujar Mario dengan sombongnya.
Setelah selesai memperkenalkan diri, senior itu berjalan menuju meja yang di tempati Anna. Anna yang melihatnya langsung merasa gugup dan takut. Bahkan, Anna sama sekali tidak mau menatap senior itu.
“Hai, manis!” goda Mario.
“...” Anna hanya diam tertunduk memejamkan matanya.
“Woi! Kalau dipanggil tuh jawab!” bentak senior itu sambil menggebrak meja.
“Ha... Hai, Kak.” Anna berbicara dengan terbata-bata.
“...” Anna hanya diam tertunduk memejamkan matanya.
“Woi! Kalau dipanggil tuh jawab!” bentak senior itu sambil menggebrak meja.
“Ha... Hai, Kak.” Anna berbicara dengan terbata-bata.
Tak terasa setetes air matanya jatuh ke pipinya yang kemerahan. Anna masih tertunduk lemas karena bentakan dari senior yang bernama Mario itu. Tangan dan kakinya gemetar hebat. Nafasnya menjadi tak beraturan.
“Mar, Rheva di kelas yang ujung tuh.”
Tiba-tiba saja ada seorang senior yang menghampiri kelas Anna. Dia pun tak berbeda jauh dengan Mario. Dengan gayanya yang arogan, dia masuk ke dalam kelas.
“Sip, gue ke sana dulu, Fa. Lo jagain di sini dulu ya.”
Mario berjalan keluar digantikan dengan temannya yang kini berada di dalam kelas Anna. Dia melihat sekeliling kelas dengan tatapan yang tajam. Anna pikir, dia akan terlepas dari Mario beberapa saat. Tapi, nyatanya justru sama saja. Hanya wujudnya saja berganti menjadi seorang senior yang bernama Daffa Adrian.
Diubah oleh chrishana 08-04-2018 01:58
itkgid dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Tutup
