JERITAN TENGAH MALAM
Quote:
Ketika aku keluar kamar salah satu pintu di sebelah kamar ku telah terbuka. Sekilas aku melihat tempat tidur yang tampaknya ditinggalkan, namun tidak terlihat sesuatu yang mencurigakan. Desah – desah nafas berat kemudian terdengar dari pintu sebelah kanan yang tidak berlampu di bagian dalam. Cepat aku menerobos masuk, lalu aku melihat seseorang duduk di tengah pembaringan. Sementara beberapa sosok tubuh bayangan samar –samar tampak tengah membungkuk di pinggir tempat tidur serasa memegang tangan sesosok yang tengah duduk di tengah pembaringan itu.
" Hai..." aku berseru, lalu menerobos ke dalam kamar.
" Zul, ini aku Mira. Tolong kau hidupkan lampu minyak itu?”
Setelah terkesima beberapa saat, aku lebih membiasakan mata ku dalam kegelapan kamar. Di sebelah kanan tempat tidur ada sebuah meja dan sebuah lampu minyak di atasnya. Aku bergerak ke sana, mencari –cari korek api. Setelah menemukannya dalam laci, lampu minyak segera aku nyalakan. Kamar itu menjadi terang. Tidak terlalu terang hanya temaram. Setidaknya kegelapan tadi segera sirna. Sumbu lampu aku besarkan. Lalu cepat memutar tubuh memperhatikan apa yang terjadi.
Ida duduk dengan tegang di atas ranjangnya. Peluh tampak membasahi baju tidur tipis berwarna putih yang dikenakannya. Sementara Mira, Ajeng dan Mima berusaha keras untuk menenangkan Ida yang terlihat sangat ketakutan. Ajeng mengangsurkan segelas air putih ke arah Ida. Gelas itu tidak pula disambutnya. Ida nampak masih gemetaran dalam duduknya. Dengan hati –hati aku duduk di tepi ranjang, memperhatikan wajah gadis itu sejenak dengan perasaan khawatir.
“..Ida...” bisik ku lirih
Barulah sepasang mata yang tadi terbelalak liar itu berkedip dan menoleh ke arah ku. Bibirnya yang agak pucat bergetar dan terbuka...
“ Kau kah itu Zul?”
“ Syukurlah. Tenangkan diri mu terlebih dahulu. Minum air ini “
Aku segera mengambil air putih dari gelas yang sedari tadi berada di tangan Ajeng. Air itu segera tandas di teguk habis oleh Ida. Nafasnya yang tadi terdengar sengal sekarang mulai teratur. Aku terduduk di tepi tempat tidur. Tanpa sadar telapak tangan gadis itu kugenggam erat. Dia tersenyum kepada ku dan membalas pegangan tangan ku dengan erat. Tiga teman ku yang berada disitu hanya berpandangan lalu berlagak pilon.
Ada setetes air bening mengalir dari kedua sudut mata Ida.
“ Akhirnya kau datang juga Zul “
Aku hanya tersenyum. Tidak mampu berucap apa – apa.
“ Apa yang terjadi Ida? Mengapa kau menjerit?”
Ia menoleh ke arah jendela. Teringat suara gebrakan itu, akupun ikut melihat ke arah yang sama. Daun jendela itu tertutup rapat. Bahkan slotnya terkunci dengan rapat. Apakah suara gebrakan tadi hanya bayangan ku saja yang sedang terbaring resah di permulaan tidurku?!
“ Ku kira aku bermimpi lagi Zul “
“ Mimpi? “
“ ... ia...mahkluk itu! “
“ Ida..mahkluk apa? “
Tubuh gadis itu bergetar gemetaran.
“ Entahlah. Mungkin seekor anjing...”
“ Anjing?! “
Aku tersentak.
“ Anjing, Zul, Anjing yang besar sekali. Ia berdiri disana dengan keempat kakinya. Matanya mencorong berwarna merah menakutkan menatap tajam ke arah ku “
“ Aku takut. Takut sekali. Kemudian aku menjerit dan anjing itu berlati ke jendela. Menerjangnya sampai terbuka. Ia lalu menghilang di kegelapan malam”
“ Dan....aku telah duduk di ranjang. Mira dan Ajeng sudah berada di samping ranjang ku “
Aku memperhatikan daun jendela tidak ada satupun yang ganjil dengan jendela itu. Masih tertutup rapat.
“ Sudahlah Ida. Kau hanya bermimpi buruk “
“ Tetapi Zul. Semua ini sangat aneh dan ganjil.Pernahkah kau memimpikan hal yang sama selama beberapa malam berturut –turut ?”
“ Tidak ku kira “
“ Aku mengalaminya. Mimpi yang sama itu. Semenjak hari ke dua aku datang ke desa ini, atau tepatnya semenjak aku kemalaman saat sedang membersihkan diri di telaga Muncar tepi desa tempo hari ”
“ Seperti ada seseorang yang terus menerus mengawasi gerak –gerik ku sampai di rumah ini “
“ Ida, kau hanya terlalu lelah. Tanggung jawab mu sebagai ketua KKN memang sangat berat. Apalagi, kita bisa dikatakan terdampar di tempat ini. Seperti di duani alain yang sangat jauh dari peradaban“
“ Zulham, diamlah! Dengarkan semua penjelasan ku dahulu! Kemarin malam aku sampai tak sadarkan diri. Mengapa akau sampai begitu?!sudah tentu aku sangat takut dan shock!”
Ida mengigil.
“ Beberapa hari yang lalu kutemukan bulu kelabu kehitaman yang aneh di baju dan ranjang ku. Ada beberapa helai. Aku tidak punya bulu ataupun ada hewan yang aku bawa masuk ke kamar ini “
“ Mungkin dari kasur atau selimut?”
“ Kasur dan selimut di rumah ini tidak ada yang berbulu !”
“ Lalu darimana bulu –bulu itu?!”
“ Itulah yang mengganggu pikiran ku. Aku benar –benar takut “
Ida mengeluh panjang. Mira yang masih duduk terdiam di tepi pembaringan segera berkata.
“ Ida baiknya kau lanjutkan tidur mu. Istirahatlah. Besok pagi akan menjadi hari yang berat untuk kita “
“ Zul, bisa kau kembali ke kamar mu?”
Aku menoleh ke arah Mira. Gadis itu duduk di tepi pembaringan di sebelah kanan. Sementara Ajeng dan Mima duduk di kursi yang terletak hampir di pojok ruangan itu. Mereka berdua hanya terdiam kaku. Cahaya pelita lampu minyak menyirami sosok kedua gadis itu.
Kembali lagi aku menoleh ke arah Ida yang sudah membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
“ Istirahat yang nyenyak. Besok pagi kita bisa bekerja dan bertemu lagi. Aku balik dulu ke kamar ku “
Ida hanya mengangguk lemah. Lalu seulas senyum merekah di bibir kecilnya. Pandangannya lekat –lekat memandang ke arah ku. Aku sentuh pipinya sembari membetulkan letak selimut yang membungkus tubuhnya. Kelopak mata Ida perlahan –lahan terkatup dan aku beranjak berlalu dari kamar itu diikuti dengan tiga pasang mata yang ada di tempat itu.