- Beranda
- Stories from the Heart
Diary Seorang Penjahat Kelamin
...
TS
masukcombera
Diary Seorang Penjahat Kelamin

Kenalan dulu.
Quote:
Lanjut disitu adalah kenangan saat saya sedang making lovedengan seorang wanita yang janjinya nggak bakal making love sebelum dia menikmati malam pertama dengan suami barunya, tapi kalau sudah soal kebutuhan seksual, siapa sihh yang bisa janji. Tepat sekali, siapa lagi kalau bukan Seira, partner in sex terbaik yang saya temukan di balik kelas dua keen saat masih berada di SMA. Dialah.., si seksi Seira Subrata, TTM saya yang paling juara.
Quote:
Note: Anggap aja ini kisah fiksi... biar nggak ribet mikirnya he-he-he

• $ • $ • $ •
INDEX
Kalo mampir kesini, sering² cek indeks aja kalo mau liat update...
Spoiler for Index:
Side Story
Spoiler for Side Story:
Kalau suka, SUBSCRIBE. SHARE. Cendol dan RATE 5 nya jangan lupa gansist...
Diubah oleh masukcombera 03-08-2021 17:58
c4punk1950... dan 8 lainnya memberi reputasi
9
85K
395
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
masukcombera
#193
Diary 7 — Suara Laressa
"Arang ini langka, babe,"
"Dia ini yang nunduknya paling rendah—tapi kalo udah diajak mesum nanggepnya paling tinggi!" tandas saya antusias.
"Ini anak dari oroknya aja udah sering bikin masalah babe. Kamu tau ateu Liz khan?" tanya saya ke Essa.
"Siapa itu ateu Liz?" tanya Essa singkat.
"Ibunya Arang... Bibiku juga..." jelas saya lagi.
"Iya, ateu Liz sering cerita sama aku—Arang itu kalo abis main sama aku, entah itu main ke Sumoo, Ru****, Ale***, dia bakal mati²an nutup mulutnya, dia gak mau daddy nya tau kalau dia abis main sama aku,"
"Ya iyalah dia nutup mulutnya... Hadeh.... orang diajak maen nya ke Sumoo... aduh sayang, kamu suka ngaco dehh, itu sih judulnya kamu yang kriminil..." protes Essa sebel.
"Hahahahaha, cool yeah?" lagak saya jayus.
"Nope, not cool," jawab Essa lagi, ternyata dia beda pendapat ama saya, ahahahaha..
"Ini anak level berjuang dalam hidupnya gak bisa aku remehin,"
"Aku udah kaya akangnya yang bego aja kalo dia udah mulai ngomong begini: ang, kita ini lebih beruntung dibandingkan dengan yang tinggal di kolong jembatan itu. Arang pernah jadi loper koran, biar bisa bayar uang sekolahan, beda sama ang Maddie."
"Sedih aku disitu."
"Dan anak pinter dia itu sebenernya babe, sayang, keluarganya sering ngalamin hal² pait, mau aku bantu, tapi kepala keluarganya alias daddy nya itu sudah nyatain dari awal kalau beliau memang nggak suka sama keluargaku, dan ya oom Azimat itu, (papanya Arang, nama disamarkan) juga jadi enggak suka sama aku,"
"Dan yahhh... begitulah," keluh saya lagi.
"But I don't know somehow... i see yourself, didalam diri si Arang itu," kata saya lagi.
"Bijaknya.., tengilnya.., hahaha."
....
Sempet hening beberapa detik, kini hanya terdengar lagu little girl blue nya mbak Diana Krall mengalun lembut menemani kami bedua, wah tumben ini radio lagi waras—biasanya cuma nyetel jazz kacangan sampe listeners nya mabok.
. . . .
Lalu saya lanjut ngobrol lagi, "Arang, he accepts me, he befriended me, eventho i am a scum-pigs, a womanizer... yeah, a veteran," (veteran= mantan pelaku) — Ya jadi saya ngomong kalau Arang itu orangnya nerima banget, gimanapun kekurangan saya sebagai o’om nya...
"I agree to call you a veteran, honey, ga usah dilanjut lagi ya jadi PK nya, kan udah ada aku," ucap Essa sama saya—glek, ucapannya bikin saya nelen ludah saya sendiri.
"Okay... a nitelife impresarios, which he is not like me at all... he's a good boy, he stills get along good with me," keluh saya jujur kepada Essa.
"Not so many people wants to befriend a person who owns a brothel, a sinful places and live his life from it's money...," lirih saya merasa agak malu, even sama istri saya sendiri.
"Sayang..., kamu yang sabar yaaaa, akutau hati kecil kamu—hati kecil kita bilang yang lain.., tapi ya ini jalannya, ini prosesnya..." Essa nangis dan langsung mepet² meluk saya, erat banget dia meluknya itu.
"Heheh, iya..." jawab saya yang ampir mau nangis juga, tapi ya ditahan dong... urusan nangis, laki kudu nyantai...
"After that, kamu tau nggak si Arang itu ngomong apa," omong saya lagi kepada Essa.
Essa udah nangis duluan, saya maklum aja kalo reaksi dia kaya begitu, terus dia bilang gini, "Arang ngomong apa?" sambil nangis² itu dia kan... Dasar tuan ratu, hidupnya dramatis.
"Arang ngomong gini: ang Maddie, don't worry. Pake gaya² bicara ala patriot gitu khan dia itu..."
"HELL got a special place—for people like us!" kata dia sambil belagak kayak Obama pas lagi proses election pertamanya di amrik.
"Neraka... punya tempat khusus, buat orang² kayak kita... gitu katanya—terus dia ketawa lebar banget, persis kayak kamu kalo udah ketawa, b@t@knya keluarrr hahaha," canda saya di sela² obrolan kami.
"Ish, kau ini... hahaha," Essa menepuk ringan telapak tangan saya—yang sejak tadi udah dipegang sama dia.
"Sinting banget gaksih, si Arang itu..." tambah saya lagi, kali ini agak ngendap² di perut binik saya ini—yang nanti saya yakin, pasti bakalan ada Prawiraatmadja next gen, di tahun kedua dari pernikahan kami—hanya masalah waktu aja.
....
"Kebanyakan di brainwash sama psikolognya si Arang itu beib... lama² bisa jadi ateis itu anak... orang mah ngarepnya yang baek², lah ini... kebalikannya, hahahahaha,"
"Kebanyakan di brainwash sama kamu kali..." sindir Essa lagi.
"Hahahah, iya bisa jadi..."
"Ah... Arang, he is my little pal, abis itu akang Keiton sih... siapalagi kalo bukan si bejat berhati mulia itu, ha-ha-ha," tandas saya sambil ketawa.
"Mereka bertiga itu (Nata, Arang, Opop) kalo disatuin mirip kayak kamu, babe..." kata saya lagi.
"Hmm... setelah denger penjelasan dari-kamu, somehow aku bisa setuju hon... Tapi tetep aja, aku ogah banget kalo kamu bilang aku mirip sama Arang—that little bastard? ughhh, no, pengen aku sentil mulutnya, sekaliii aja, boleh kannn?"
"Lah, ngapainn..?" tanya saya bernada heran.
"Ya aku kesel sama dia itu hon, aku inget pernah bilang gini sama aku," Essa memulai sesi bercerita nya.
"teteh Laressa, you! are the bitch, of all bitch,"
"The bitch, that wins my uncle's heart,—tangannya sambil diangkat angkat gitu, kayak lagi orasi didepan massa pendemo hon... persis banget kaya apa yang kamu bilang ke aku barusan itu," jelas do'i sambil kesel² sendiri, hahahahahaha, pengen ketawa saya dengernya.
"Itu serius dia ngomong gitu sama kamu?" tanya saya pura² kaget.
"Iyaa, serius sayang..." ucap Essa lagi.
"Hahahahahahhaha,—anjing memang si Arang itu," kata saya kesel.
"Honeyyy~ watch ur mouth," Essa memperingatkan saya cepat².
"Oh, oh, sorry," maaf saya singkat.
"Nanti biar aku ajarin dia etiket yang bagus deh," ucap saya coba ngasih solusi—walaupun sebenernya etiket saya pribadi ngga ada bener²nya juga.... Hahahahaha.
"Tapi awasloh, kamu jangan sampe kelewatan ngajarin mereka² itu, kamu tuh yang enggak² aja yang diturunin ke mereka... Bukannya yang bagus²..." ucap Essa memberikan argumen ala do'i.
"Hahahahah," saya pun cuma bisa ketawa ramah.
Tiba² Essa langsung nempelin kedua tangannya di pipi saya, dia nyium bibir ini—anget dan nafsu banget, bentuk dari rasa cinta dia ke saya kali ya?
"Hon... keep on loving me, yaaa?" omong Essa tiba² jadi mellow gitu sama saya.
"Walaupun mungkin sekarang aku udah ada keriput halus...." keluh dia lagi, jadi sedih gitu euy...
"Sssh, jangan gitu ngomongnya, nanti malah tambah banyak lhoo keriputnya." ancem saya jail sama dirinya.
"Yee, nyebelin!" kata Essa kesel, terus dia langsung nyubit tangan saya.
"Hahahaha..."
"Kamu juga, nyebelin," sambil saya colek hidungnya itu.
"Eh udah jam tiga lagi aja, bobo yuk?" ajak saya—gerak cepat
"Yukk...." jawabnya mengkonfirmasi ajakan saya.
"dan Essa, langsung bobo ya.. gapake aneh²," kata saya lagi.
"Iya langsung bobo swamiku tercinta... tapi pijitin dulu ya? bentarr aja, biar bobonya enakk." pinta Essa sambil merangkul bahu saya.
"Bisa diatur......" jawab saya santai—lalu lanjut berjalan ke kamar kami secara berbarengan.
______________________________
Bandung, 2015.
• • • •
"Ang Maddie!" dari kejauhan, ada seseorang yang memanggil nama saya.
Waktu itu saya lagi ikut acara gathering keluarga besar kami yang diadain di villa Magenta, di Bandung..
"Ang Maddiee!!" teriak orang itu lagi—sembari ngambil makanan, saya peratiin, saya picingin mata saya—oh, si Arang ternyata.
"Hey, Rang, what's new?" sapa saya santai—terus noleh ke arah dia.
"Good ang. Now you speak English? weird..." kata dia yang mulai menghina akangnya ini, saya diemin aja.
"Ang, kemarin aku habis beres²in folder rekamanku, terus aku ada nemu rekaman ang Maddie sama teh Essa, lagi ngobrol², was recorded for about two years ago, (direkam sekitar 2 taun yg lalu) mau denger gak? sekalian nostalgia aja gitu..."
"Oh, boleh deh," angguk saya santai, seraya mengambil menu yang saya suka.
"Nanti aku kerumah aja?" tanya dia lagi.
"Jangan, jangan, ntar kita ketemuan di studio ang Maddie aja," jawab saya mendireksikan Arang tentang kemana dia kudu pergi.
"Emang kenapa sih ga dirumah aja?" tanya anak ini lagi.
"Ang Maddie lagi di usir sama teh Essa..., lagi berantem," jawab saya ngenes bin katrok!
"Noob~" sindirnya judes, udah ga aneh buat si Arang ngeliat saya berantem sama tuan ratu Laressa.
"Eh.... diteke siah nya!"ancam saya seolah mau ngejitak kepala dia.
"Aaaahahahaha," Arang menghindar.
"Tapi ang, mau dengerin dulu ga nih, dikittt aja," Arang mencoba menawarkan saya lagi.
"Ya sok atuh, mana?" pasrah saya nyanggupin permintaan dia.
"Oke. Nih, dengerin," terus Arang menekan tombol play pada recorder itu dan ngedeketin alat nya itu ke kuping saya, waktu itu saya lagi ngambil menu² di prasmanan outdoor gitu—saya masih inget.
Klik!
"Rang, Rang, stop dulu," pinta saya cekatan.
Kemudian dia menekan tombol stop, responnya mendadak heran, "Ehhh, kenapa ang?"
"Udah udahhh, nanti lagi aja dilanjutnya di studio—sok sekarang kamu ambil makan aja dulu," suruh saya ke si Arang.
"Eh ngomong² Nata sama Opop mana?" tanya saya lagi, nyoba ngalihin topik obrolan kami.
"Itu di gerbang, Opop baru aja sampe," tunjuk Arang ke arah gerbang masuk di tempat ini, saya liat ada Opop dalam balutan dress nya, lagi jalan bareng sama keluarganya.. dia menuju ke arah saya.
"Kang Maddie..., damang kang?" ucap Opop menghampiri dan langsung mencium tangan saya, lalu dia nanya tentang gimana kabar saya.
"Ehehh... Opop, pangesto.." (Kabar saya baik) jawab saya ramah.
"Awang, awang!" tiba² anak saya yang umurnya masih dua taun ini dateng kemari dan minta digendong ke si Arang—tapi didiemin aja sama si Arang mah,
"Ihhh lucu, siapa namanya ini teh kang?" tanya Opop ramah kepada saya—lalu dia jongkok dan mulai nyubit² pipinya Martha, putri saya ini.
"Mason, Pop, that kid's gonna choke ur neck," (namanya Mason, ati² dicekek sama anak itu) celetuk Arang yang-eeemang-asal-bunyi-aja....
"Arang! Hih! sopan dikit kalo ngomong teh," protes Opop marah sama si Arang.
Saya cuma bisa ketawa renyah—udah biasa.... hahahahaha.
"Kang, maaf yah! Si Arang mah emang ga sopan pisan.." tegas Opop memohon maaf atas kelakuan sepupunya itu.
"Hahahahah, ah kamu mah Pop, kaya gatau si Arang aja..., gapapa, slow aja..." jawab saya yang lebih banyak memaklumi.
"Hehehehe..." Opop cuma bisa nyengir.
"Ih lucu pisan Akanggg, mirip kaya teh Essa..." seru Opop yang berlanjut aksi—sekarang dia mengagumi putri kecil saya.
Di saat² dramatis kaya begitu, saya mikir... Kenapa juga saya harus berantem sama emaknya si Martha ini...
Ah, bodo amatlah, liat nanti aja...
"Dia ini yang nunduknya paling rendah—tapi kalo udah diajak mesum nanggepnya paling tinggi!" tandas saya antusias.
"Ini anak dari oroknya aja udah sering bikin masalah babe. Kamu tau ateu Liz khan?" tanya saya ke Essa.
"Siapa itu ateu Liz?" tanya Essa singkat.
"Ibunya Arang... Bibiku juga..." jelas saya lagi.
"Iya, ateu Liz sering cerita sama aku—Arang itu kalo abis main sama aku, entah itu main ke Sumoo, Ru****, Ale***, dia bakal mati²an nutup mulutnya, dia gak mau daddy nya tau kalau dia abis main sama aku,"
"Ya iyalah dia nutup mulutnya... Hadeh.... orang diajak maen nya ke Sumoo... aduh sayang, kamu suka ngaco dehh, itu sih judulnya kamu yang kriminil..." protes Essa sebel.
"Hahahahaha, cool yeah?" lagak saya jayus.
"Nope, not cool," jawab Essa lagi, ternyata dia beda pendapat ama saya, ahahahaha..
"Ini anak level berjuang dalam hidupnya gak bisa aku remehin,"
"Aku udah kaya akangnya yang bego aja kalo dia udah mulai ngomong begini: ang, kita ini lebih beruntung dibandingkan dengan yang tinggal di kolong jembatan itu. Arang pernah jadi loper koran, biar bisa bayar uang sekolahan, beda sama ang Maddie."
"Sedih aku disitu."
"Dan anak pinter dia itu sebenernya babe, sayang, keluarganya sering ngalamin hal² pait, mau aku bantu, tapi kepala keluarganya alias daddy nya itu sudah nyatain dari awal kalau beliau memang nggak suka sama keluargaku, dan ya oom Azimat itu, (papanya Arang, nama disamarkan) juga jadi enggak suka sama aku,"
"Dan yahhh... begitulah," keluh saya lagi.
"But I don't know somehow... i see yourself, didalam diri si Arang itu," kata saya lagi.
"Bijaknya.., tengilnya.., hahaha."
....
Sempet hening beberapa detik, kini hanya terdengar lagu little girl blue nya mbak Diana Krall mengalun lembut menemani kami bedua, wah tumben ini radio lagi waras—biasanya cuma nyetel jazz kacangan sampe listeners nya mabok.
. . . .
Lalu saya lanjut ngobrol lagi, "Arang, he accepts me, he befriended me, eventho i am a scum-pigs, a womanizer... yeah, a veteran," (veteran= mantan pelaku) — Ya jadi saya ngomong kalau Arang itu orangnya nerima banget, gimanapun kekurangan saya sebagai o’om nya...
"I agree to call you a veteran, honey, ga usah dilanjut lagi ya jadi PK nya, kan udah ada aku," ucap Essa sama saya—glek, ucapannya bikin saya nelen ludah saya sendiri.
"Okay... a nitelife impresarios, which he is not like me at all... he's a good boy, he stills get along good with me," keluh saya jujur kepada Essa.
"Not so many people wants to befriend a person who owns a brothel, a sinful places and live his life from it's money...," lirih saya merasa agak malu, even sama istri saya sendiri.
"Sayang..., kamu yang sabar yaaaa, akutau hati kecil kamu—hati kecil kita bilang yang lain.., tapi ya ini jalannya, ini prosesnya..." Essa nangis dan langsung mepet² meluk saya, erat banget dia meluknya itu.
"Heheh, iya..." jawab saya yang ampir mau nangis juga, tapi ya ditahan dong... urusan nangis, laki kudu nyantai...
"After that, kamu tau nggak si Arang itu ngomong apa," omong saya lagi kepada Essa.
Essa udah nangis duluan, saya maklum aja kalo reaksi dia kaya begitu, terus dia bilang gini, "Arang ngomong apa?" sambil nangis² itu dia kan... Dasar tuan ratu, hidupnya dramatis.
"Arang ngomong gini: ang Maddie, don't worry. Pake gaya² bicara ala patriot gitu khan dia itu..."
"HELL got a special place—for people like us!" kata dia sambil belagak kayak Obama pas lagi proses election pertamanya di amrik.
"Neraka... punya tempat khusus, buat orang² kayak kita... gitu katanya—terus dia ketawa lebar banget, persis kayak kamu kalo udah ketawa, b@t@knya keluarrr hahaha," canda saya di sela² obrolan kami.
"Ish, kau ini... hahaha," Essa menepuk ringan telapak tangan saya—yang sejak tadi udah dipegang sama dia.
"Sinting banget gaksih, si Arang itu..." tambah saya lagi, kali ini agak ngendap² di perut binik saya ini—yang nanti saya yakin, pasti bakalan ada Prawiraatmadja next gen, di tahun kedua dari pernikahan kami—hanya masalah waktu aja.
....
"Kebanyakan di brainwash sama psikolognya si Arang itu beib... lama² bisa jadi ateis itu anak... orang mah ngarepnya yang baek², lah ini... kebalikannya, hahahahaha,"
"Kebanyakan di brainwash sama kamu kali..." sindir Essa lagi.
"Hahahah, iya bisa jadi..."
"Ah... Arang, he is my little pal, abis itu akang Keiton sih... siapalagi kalo bukan si bejat berhati mulia itu, ha-ha-ha," tandas saya sambil ketawa.
"Mereka bertiga itu (Nata, Arang, Opop) kalo disatuin mirip kayak kamu, babe..." kata saya lagi.
"Hmm... setelah denger penjelasan dari-kamu, somehow aku bisa setuju hon... Tapi tetep aja, aku ogah banget kalo kamu bilang aku mirip sama Arang—that little bastard? ughhh, no, pengen aku sentil mulutnya, sekaliii aja, boleh kannn?"
"Lah, ngapainn..?" tanya saya bernada heran.
"Ya aku kesel sama dia itu hon, aku inget pernah bilang gini sama aku," Essa memulai sesi bercerita nya.
"teteh Laressa, you! are the bitch, of all bitch,"
"The bitch, that wins my uncle's heart,—tangannya sambil diangkat angkat gitu, kayak lagi orasi didepan massa pendemo hon... persis banget kaya apa yang kamu bilang ke aku barusan itu," jelas do'i sambil kesel² sendiri, hahahahahaha, pengen ketawa saya dengernya.
"Itu serius dia ngomong gitu sama kamu?" tanya saya pura² kaget.
"Iyaa, serius sayang..." ucap Essa lagi.
"Hahahahahahhaha,—anjing memang si Arang itu," kata saya kesel.
"Honeyyy~ watch ur mouth," Essa memperingatkan saya cepat².
"Oh, oh, sorry," maaf saya singkat.
"Nanti biar aku ajarin dia etiket yang bagus deh," ucap saya coba ngasih solusi—walaupun sebenernya etiket saya pribadi ngga ada bener²nya juga.... Hahahahaha.
"Tapi awasloh, kamu jangan sampe kelewatan ngajarin mereka² itu, kamu tuh yang enggak² aja yang diturunin ke mereka... Bukannya yang bagus²..." ucap Essa memberikan argumen ala do'i.
"Hahahahah," saya pun cuma bisa ketawa ramah.
Tiba² Essa langsung nempelin kedua tangannya di pipi saya, dia nyium bibir ini—anget dan nafsu banget, bentuk dari rasa cinta dia ke saya kali ya?
"Hon... keep on loving me, yaaa?" omong Essa tiba² jadi mellow gitu sama saya.
"Walaupun mungkin sekarang aku udah ada keriput halus...." keluh dia lagi, jadi sedih gitu euy...
"Sssh, jangan gitu ngomongnya, nanti malah tambah banyak lhoo keriputnya." ancem saya jail sama dirinya.
"Yee, nyebelin!" kata Essa kesel, terus dia langsung nyubit tangan saya.
"Hahahaha..."
"Kamu juga, nyebelin," sambil saya colek hidungnya itu.
"Eh udah jam tiga lagi aja, bobo yuk?" ajak saya—gerak cepat

"Yukk...." jawabnya mengkonfirmasi ajakan saya.
"dan Essa, langsung bobo ya.. gapake aneh²," kata saya lagi.
"Iya langsung bobo swamiku tercinta... tapi pijitin dulu ya? bentarr aja, biar bobonya enakk." pinta Essa sambil merangkul bahu saya.
"Bisa diatur......" jawab saya santai—lalu lanjut berjalan ke kamar kami secara berbarengan.
• $ • $ • $ •
______________________________
Bandung, 2015.
• • • •
"Ang Maddie!" dari kejauhan, ada seseorang yang memanggil nama saya.
Waktu itu saya lagi ikut acara gathering keluarga besar kami yang diadain di villa Magenta, di Bandung..
"Ang Maddiee!!" teriak orang itu lagi—sembari ngambil makanan, saya peratiin, saya picingin mata saya—oh, si Arang ternyata.
"Hey, Rang, what's new?" sapa saya santai—terus noleh ke arah dia.
"Good ang. Now you speak English? weird..." kata dia yang mulai menghina akangnya ini, saya diemin aja.
"Ang, kemarin aku habis beres²in folder rekamanku, terus aku ada nemu rekaman ang Maddie sama teh Essa, lagi ngobrol², was recorded for about two years ago, (direkam sekitar 2 taun yg lalu) mau denger gak? sekalian nostalgia aja gitu..."
"Oh, boleh deh," angguk saya santai, seraya mengambil menu yang saya suka.
"Nanti aku kerumah aja?" tanya dia lagi.
"Jangan, jangan, ntar kita ketemuan di studio ang Maddie aja," jawab saya mendireksikan Arang tentang kemana dia kudu pergi.
"Emang kenapa sih ga dirumah aja?" tanya anak ini lagi.
"Ang Maddie lagi di usir sama teh Essa..., lagi berantem," jawab saya ngenes bin katrok!
"Noob~" sindirnya judes, udah ga aneh buat si Arang ngeliat saya berantem sama tuan ratu Laressa.
"Eh.... diteke siah nya!"ancam saya seolah mau ngejitak kepala dia.
"Aaaahahahaha," Arang menghindar.
"Tapi ang, mau dengerin dulu ga nih, dikittt aja," Arang mencoba menawarkan saya lagi.
"Ya sok atuh, mana?" pasrah saya nyanggupin permintaan dia.
"Oke. Nih, dengerin," terus Arang menekan tombol play pada recorder itu dan ngedeketin alat nya itu ke kuping saya, waktu itu saya lagi ngambil menu² di prasmanan outdoor gitu—saya masih inget.
Klik!
Quote:
"Rang, Rang, stop dulu," pinta saya cekatan.
Kemudian dia menekan tombol stop, responnya mendadak heran, "Ehhh, kenapa ang?"
"Udah udahhh, nanti lagi aja dilanjutnya di studio—sok sekarang kamu ambil makan aja dulu," suruh saya ke si Arang.
"Eh ngomong² Nata sama Opop mana?" tanya saya lagi, nyoba ngalihin topik obrolan kami.
"Itu di gerbang, Opop baru aja sampe," tunjuk Arang ke arah gerbang masuk di tempat ini, saya liat ada Opop dalam balutan dress nya, lagi jalan bareng sama keluarganya.. dia menuju ke arah saya.
"Kang Maddie..., damang kang?" ucap Opop menghampiri dan langsung mencium tangan saya, lalu dia nanya tentang gimana kabar saya.
"Ehehh... Opop, pangesto.." (Kabar saya baik) jawab saya ramah.
"Awang, awang!" tiba² anak saya yang umurnya masih dua taun ini dateng kemari dan minta digendong ke si Arang—tapi didiemin aja sama si Arang mah,
"Ihhh lucu, siapa namanya ini teh kang?" tanya Opop ramah kepada saya—lalu dia jongkok dan mulai nyubit² pipinya Martha, putri saya ini.
"Mason, Pop, that kid's gonna choke ur neck," (namanya Mason, ati² dicekek sama anak itu) celetuk Arang yang-eeemang-asal-bunyi-aja....
"Arang! Hih! sopan dikit kalo ngomong teh," protes Opop marah sama si Arang.
Saya cuma bisa ketawa renyah—udah biasa.... hahahahaha.
"Kang, maaf yah! Si Arang mah emang ga sopan pisan.." tegas Opop memohon maaf atas kelakuan sepupunya itu.
"Hahahahah, ah kamu mah Pop, kaya gatau si Arang aja..., gapapa, slow aja..." jawab saya yang lebih banyak memaklumi.
"Hehehehe..." Opop cuma bisa nyengir.
"Ih lucu pisan Akanggg, mirip kaya teh Essa..." seru Opop yang berlanjut aksi—sekarang dia mengagumi putri kecil saya.
Di saat² dramatis kaya begitu, saya mikir... Kenapa juga saya harus berantem sama emaknya si Martha ini...
Ah, bodo amatlah, liat nanti aja...
Diubah oleh masukcombera 03-04-2018 18:24
pulaukapok memberi reputasi
1
