- Beranda
- Stories from the Heart
Sepenggal Kisah Olivia
...
TS
oliviariz
Sepenggal Kisah Olivia
============================================

============================================
Hai nama gw Olivia, orang-orang biasa panggil gw Oliv, atau Livie. Setelah gw baca beberapa kisah dari agan-agan kaskuser sekalian, gw pun berkeinginan untuk berbagi sedikit cerita gw di sini.
Spoiler for FAQ:
Spoiler for Prolog:
Spoiler for Index:
Polling
0 suara
Siapakah suami Olivia?
Diubah oleh oliviariz 23-10-2019 11:20
nyantaiwaelah dan 14 lainnya memberi reputasi
15
344.5K
1.7K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
mr.reybitch
#1598
Part 1 : Clumsy clumsy
Pandangan gue lurus tertuju ke depan. Di depan sebuah gedung pusat kebugaran, seorang perempuan sedang berbicara dengan seorang lelaki. Perempuan itu masih sama seperti yang gue bayangin, ga ada yang berubah dari dirinya.
Oh, kali ini hanya wajahnya terlihat sangat merah. Dari dulu kamu memang ga bisa olahraga ya kan? Baru olahraga bentar pasti wajahmu langsung merah. Seperti saat kita jogging, mendaki, atau seperti saat aku bilang kalo aku sayang sama kamu?
Tapi kali ini ungkapan rasa sayang gue sepertinya udah ga berarti lagi. Perempuan itu mungkin udah mengubur dalam-dalam kenangan antara gue dan dia. Terbukti dari tatapannya kepada lelaki di depannya, faaak! Rasanya pengen banget gue misahin mereka.
Darah gue seperti mendidih saat melihat tangan lelaki itu membelai rambut perempuan di depannya. Dan gue sungguh ga percaya dengan apa yang gue lihat. Perempuan itu tersenyum kepada lelaki itu. Setelah sekian lama gue ga ketemu dia, ini adalah pemandangan terakhir yang pengen gue lihat!
Amarah memenuhi dada gue. Ingin rasanya gue menariknya pergi saat itu juga. Tapi, memangnya siapa gue? Bahkan di matanya mungkin gue hanya sekedar masa lalunya. Masa lalu yang pasti ga pengen dia ketahui lagi.
Pagi tadi gue memberanikan diri bertemu ibunya. Selama dua bulan ini gue udah bertindak bodoh. Dan pagi tadi akhirnya gue nekat. Beruntung, ibunya masih sama baiknya seperti dulu, saat gue masih jadi pacar anaknya. Atau mungkin ibunya belum tau separah apa kesalahan yang udah gue buat? Entahlah...
Dan setelah sampai ke tempat yang dimaksud, ternyata justru pemandangan ini yang gue dapatkan. Sial!
Gw masih diam mengamati dari dalam mobil saat mereka berbicara. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi gue sangat benci melihatnya. Seharusnya gue lah yang ada di posisi lelaki itu sekarang. Kalau saja bukan karena kebodohan gue yang membuat semuanya jadi rusak.
Beberapa saat kemudian, lelaki dan perempuan itu pun pergi. Pemandangan berikutnya semakin membuat gue muak. Saat motor mereka melaju, perempuan yang sangat gue cintai itu memeluk lelaki di depannya. Rasanya gue pengen ngamuk. Kenapa penyesalan ini sangat menyiksa? Kenapa dulu gue tega nyakitin dia, kalau pada akhirnya gue ga pernah bisa merelakan dia dengan lelaki lain? Brengs*kkk!!!
Gue memutar arah dan pergi ke rumah temen gue, Erik. Gue udah kalut. Tapi gue ga mau memperparah hubungan gue dengan perempuan itu atau pun keluarganya. Gue sendiri udah ga tau lagi harus ngapain.
Gue menyulut sebatang rokok, memikirkan gimana caranya supaya Livie mau memaafkan gue, syukur-syukur dia mau nerima gue lagi. Gue udah tau karakternya dia. Bahkan kalau gue mohon-mohon sambil sujud pun dia pasti ga bakal mau maafin gue. Dan di mana harga diri gue sebagai lelaki kalau sampai dia nolak gue lagi?
Gue masih duduk dan termenung. Sesaat gue memikirkan semuanya. Gue harus bisa perjuangin dia. Gue ga mau semua yang udah gue lakukan selama ini berakhir sia-sia. Tinggal selangkah lagi gue bisa memiliki dia. Dan akhirnya, sebentuk ide pun terlintas di kepala gue.
Gue mungkin sejenis orang brengsek yang selalu dipenuhi pikiran brengsek. Dan kalau dengan cara baik-baik Livie ga bisa maafin gue, maka gue akan pakai cara apapun.
Dan akhirnya gue pun menuju ke rumahnya lagi dengan motor pinjaman Erik. Gue yakin, gue bisa bikin dia luluh lagi.
Di jalan gue mampir ke salah satu toko bunga di kota gue. Meskipun dia bukan tipikal cewek yang bakal luluh karena dikasih bunga, tapi ini adalah salah satu alat pendukung dalam rencana gue nantinya.
Meskipun pegawai toko tampak keheranan, gue sama sekali ga mengurungkan niat gue. Selesai urusan di toko bunga, gue pun beranjak pergi. Siap atau engga, Livie gue dateng...
Tok.. tok.. tok..
Gue mengetuk pintu. Waktu terasa berjalan lambat ketika gue menunggu pintu dibuka, sampai akhirnya sosok perempuan kecil ini membukakan pintu. Gue mencoba memberikan senyum terbaik gue dan menyapanya.
Enggak, bukan seperti itu rencananya.
Sesaat dia hanya memandangi gue. Entah apa yang ada di pikirannya. Gue sendiri udah kikuk dan ga tau mesti ngapain. Gue bener-bener mati kutu!
Anjiiir... Lagi-lagi dia skakmat gue!
Hampir saja dia menutup pintu di depan muka gue, sebelum akhirnya gue mengeluarkan jurus terakhir yang ga bakal dia tolak. Gue menahan pintu yang hampir saja tertutup dan menatap matanya lekat-lekat.
Sejenak dia hanya terdiam. Gue ga tau apa dia bakal membiarkan gue masuk. Tapi dia hanya berbalik dan duduk di sofa, pintu dibiarkan terbuka begitu saja, dan gue pun tersenyum puas.
Gue duduk di sebelahnya, gue genggam tangannya. Tapi akhirnya dia melepaskan genggaman tangan gue
Yes, berhasil!
Yes, berhasil! (2)
....
Hening cukup lama. Gue memperhatikan dia dengan detail. Rasanya gue pengen banget meluk dia. Gue kangen banget sama dia!
Sesaat dia hanya memandang gue dengan heran. Sepertinya sandiwara gue berhasil. Dia percaya kalo gue beneran kismin.
Sesaat dia hanya memandang gue dengan sebal. Sampai akhirnya dia bangun dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke meja makan. Gue hanya mengikutinya. Tudung saji dibuka, memperlihatkan makanan yang ada dibaliknya. Gue mengambil piring dan menyendokkan dua centong nasi dari rice cooker. Tanpa gue duga, dia melakukan sesuatu yang membuat gue yakin dia masih sayang sama gue.
Dia mengambil sepotong ayam dan meletakannya di piring gue. Tanpa gue minta, dia memisahkan bagian daging dan tulang ayamnya, lalu membagi ayamnya menjadi suwiran-suwiran kecil. Dia masih hafal kebiasaan gue. Gue tau dia masih peduli sama gue
Dia tidak menjawab dan hanya duduk diam di seberang gue sambil memainkan HP nya. Gue sebenernya ga laper-laper banget. Tapi melihat dia masih ngelayanin gue jadi membuat gue semangat makan. Kapan lagi gue bisa dilayani dia kaya gini, kalo dulu sih hampir tiap hari
Dyaaarrrr....!!! Rasanya ada petir di siang bolong yang menyambar gue. Rasa sakitnya menjalar dari kepala sampai ke dada gue. Gue hanya dianggap sebagai orang asing di matanya? Dan siapa yang lagi dia tunggu? Kenapa gue merasa seperti dicampakkan??
Anjiiirrr... Siapa kunyuk ini? Kenapa Olivia lebih memilih temennya daripada gue? Padahal dulu gue selalu jadi prioritas nya. Kamprettt gue merasa kecolongan. Apa selama ini dia udah bener2 lupain gue? Apa dia lagi nyari pengganti gue??
Tanpa berkata apapun lagi, gue pergi meninggalkan dia. Gue bener-bener kecewa. Gue kecewa dengan perubahan sikapnya, tapi gue lebih kecewa dengan kesalahan yang udah gue buat sebelumnya. Bangsyaattt!!! Kalo aja gue bisa jaga diri, sekarang gue pasti lagi mesra-mesraan sama dia. Bukannya dikacangin dan dianggep orang asing!
Gue menggeber motor dan berlalu menuju tempat kost. Kost-kostan yang hanya gue tinggali bersama dia ketika gue mudik. Dan sesampainya di sana, bukannya gue bisa ngadem di kamar malah pikiran gue makin kacau gara-gara semua hal di ruangan ini mengingatkan gue sama dia. Dari TV 14 inch yang di atasnya dia kasih stiker nama jurusannya, sampai akuarium yang udah dikosongin dan menyisakan batu serta ornamen akuarium. Dulu dia memelihara ikan sampai akhirnya ga keurus dan mati semua. Damn! Kenapa ruangan ini penuh dengan kenangan bersama dia?
Gue merebahkan diri di kasur. Gue memikirkan cara lain lagi. Sandiwara pura-pura miskin sepertinya ga begitu ngaruh ke dia. Gue menginvit ulang pin BBM nya. Berharap dia ga bakal memencet tombol decline... gue menunggu... Sampai akhirnya gue ketiduran...
Dering telepon membangunkan gue dari tidur. Gue setengah berharap Olivia yang menelepon gue, tapi pas gue lihat, cuma Erik...
Gue pun pergi ke kamar mandi buat mencuci muka. Sebenernya gue ga minat ikut, tapi daripada gue gabut dan kesepian di sini. Gue memilih buat pergi.
Dalam hati gue masih bertanya-tanya, siapa cowok yang lagi dia tunggu. Kenapa ya Tuhan, kenapa di saat gue udah deket banget sama dia malah gue dipisahin? Gue sayang banget sama dia. Gue bener-bener nyesel udah bikin dia kecewa.
Room karaoke sudah bising ketika gue masuk. Ada tiga cowok yang kesemuanya gue kenal, mereka adalah temen-temen nongkrong gue. Sedangkan di sisi kanan ada gerombolan cewek yang ga gue kenal. Oh gue hanya kenal salah satunya, cewenya Erik.
Gue ngobrol sebentar dengan temen gue yang lain tapi ga lama kemudian gue diem. Lagian ngobrol ditengah kebisingan gini percuma, ga bakal kedengeran.
Gue melihat ke arah gerombolan cewek yang beberapa kali curi-curi pandang. Gue tersenyum kepada mereka d sesaat mereka cekikikan. Entah mereka caper atau emang ada yang lucu dari penampilan gue.
Mereka bergantian menyanyi, dari lagu rock sampai R&B, beberapa kali juga mereka dangdutan. Gue mengambil sebotol beer dan menenggaknya. Seorang cewek berdiri dan berbicara keras-keras melalui mic.
Gue hanya menggeleng dan melambaikan tangan, tapi temen-temen gue menyoraki dan mendorong-dorong gue. Sampai akhirnya gue pun berdiri dan mengambil mic yang lain. Sebuah lagu duet dipilih. Dan kampretnya, gue malah keinget Olivia. Dulu gue sering duet sama dia kalo mama ngajakin karokean
Kelar satu lagu, gue pun duduk lagi. Gue berkenalan dengan dua cewek, entahlah gue lupa yang mana Dinda yang mana Mila. Gue bener-bener ga fokus. Sampai akhirnya dua jam kemudian terasa sangat lama... Pikiran gue melayang-layang, berusaha mencerna semua peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Gue membayangkan apa yang sedang dia lakukan sekarang. Siapa cowok yang dateng kerumahnya? Apa mereka udah deket? Atau cowok ini adalah pacarnya? Gue terus berpikir tentang kemungkinan terburuk... sampai akhirnya HP di atas meja menunjukkan lampu notifikasi menyala. Gue buka HP...
Oh, kali ini hanya wajahnya terlihat sangat merah. Dari dulu kamu memang ga bisa olahraga ya kan? Baru olahraga bentar pasti wajahmu langsung merah. Seperti saat kita jogging, mendaki, atau seperti saat aku bilang kalo aku sayang sama kamu?

Tapi kali ini ungkapan rasa sayang gue sepertinya udah ga berarti lagi. Perempuan itu mungkin udah mengubur dalam-dalam kenangan antara gue dan dia. Terbukti dari tatapannya kepada lelaki di depannya, faaak! Rasanya pengen banget gue misahin mereka.
Darah gue seperti mendidih saat melihat tangan lelaki itu membelai rambut perempuan di depannya. Dan gue sungguh ga percaya dengan apa yang gue lihat. Perempuan itu tersenyum kepada lelaki itu. Setelah sekian lama gue ga ketemu dia, ini adalah pemandangan terakhir yang pengen gue lihat!
Amarah memenuhi dada gue. Ingin rasanya gue menariknya pergi saat itu juga. Tapi, memangnya siapa gue? Bahkan di matanya mungkin gue hanya sekedar masa lalunya. Masa lalu yang pasti ga pengen dia ketahui lagi.
Pagi tadi gue memberanikan diri bertemu ibunya. Selama dua bulan ini gue udah bertindak bodoh. Dan pagi tadi akhirnya gue nekat. Beruntung, ibunya masih sama baiknya seperti dulu, saat gue masih jadi pacar anaknya. Atau mungkin ibunya belum tau separah apa kesalahan yang udah gue buat? Entahlah...
Quote:
Dan setelah sampai ke tempat yang dimaksud, ternyata justru pemandangan ini yang gue dapatkan. Sial!
Gw masih diam mengamati dari dalam mobil saat mereka berbicara. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi gue sangat benci melihatnya. Seharusnya gue lah yang ada di posisi lelaki itu sekarang. Kalau saja bukan karena kebodohan gue yang membuat semuanya jadi rusak.
Beberapa saat kemudian, lelaki dan perempuan itu pun pergi. Pemandangan berikutnya semakin membuat gue muak. Saat motor mereka melaju, perempuan yang sangat gue cintai itu memeluk lelaki di depannya. Rasanya gue pengen ngamuk. Kenapa penyesalan ini sangat menyiksa? Kenapa dulu gue tega nyakitin dia, kalau pada akhirnya gue ga pernah bisa merelakan dia dengan lelaki lain? Brengs*kkk!!!
Gue memutar arah dan pergi ke rumah temen gue, Erik. Gue udah kalut. Tapi gue ga mau memperparah hubungan gue dengan perempuan itu atau pun keluarganya. Gue sendiri udah ga tau lagi harus ngapain.
Quote:
Gue menyulut sebatang rokok, memikirkan gimana caranya supaya Livie mau memaafkan gue, syukur-syukur dia mau nerima gue lagi. Gue udah tau karakternya dia. Bahkan kalau gue mohon-mohon sambil sujud pun dia pasti ga bakal mau maafin gue. Dan di mana harga diri gue sebagai lelaki kalau sampai dia nolak gue lagi?
Gue masih duduk dan termenung. Sesaat gue memikirkan semuanya. Gue harus bisa perjuangin dia. Gue ga mau semua yang udah gue lakukan selama ini berakhir sia-sia. Tinggal selangkah lagi gue bisa memiliki dia. Dan akhirnya, sebentuk ide pun terlintas di kepala gue.
Gue mungkin sejenis orang brengsek yang selalu dipenuhi pikiran brengsek. Dan kalau dengan cara baik-baik Livie ga bisa maafin gue, maka gue akan pakai cara apapun.
Quote:
Dan akhirnya gue pun menuju ke rumahnya lagi dengan motor pinjaman Erik. Gue yakin, gue bisa bikin dia luluh lagi.
Di jalan gue mampir ke salah satu toko bunga di kota gue. Meskipun dia bukan tipikal cewek yang bakal luluh karena dikasih bunga, tapi ini adalah salah satu alat pendukung dalam rencana gue nantinya.
Quote:
Meskipun pegawai toko tampak keheranan, gue sama sekali ga mengurungkan niat gue. Selesai urusan di toko bunga, gue pun beranjak pergi. Siap atau engga, Livie gue dateng...
Tok.. tok.. tok..
Gue mengetuk pintu. Waktu terasa berjalan lambat ketika gue menunggu pintu dibuka, sampai akhirnya sosok perempuan kecil ini membukakan pintu. Gue mencoba memberikan senyum terbaik gue dan menyapanya.
Quote:
Enggak, bukan seperti itu rencananya.
Quote:
Sesaat dia hanya memandangi gue. Entah apa yang ada di pikirannya. Gue sendiri udah kikuk dan ga tau mesti ngapain. Gue bener-bener mati kutu!
Quote:
Anjiiir... Lagi-lagi dia skakmat gue!
Quote:
Hampir saja dia menutup pintu di depan muka gue, sebelum akhirnya gue mengeluarkan jurus terakhir yang ga bakal dia tolak. Gue menahan pintu yang hampir saja tertutup dan menatap matanya lekat-lekat.
Quote:
Sejenak dia hanya terdiam. Gue ga tau apa dia bakal membiarkan gue masuk. Tapi dia hanya berbalik dan duduk di sofa, pintu dibiarkan terbuka begitu saja, dan gue pun tersenyum puas.
Gue duduk di sebelahnya, gue genggam tangannya. Tapi akhirnya dia melepaskan genggaman tangan gue

Quote:
Yes, berhasil!
Quote:
Yes, berhasil! (2)
Quote:
....
Hening cukup lama. Gue memperhatikan dia dengan detail. Rasanya gue pengen banget meluk dia. Gue kangen banget sama dia!
Quote:
Sesaat dia hanya memandang gue dengan heran. Sepertinya sandiwara gue berhasil. Dia percaya kalo gue beneran kismin.

Quote:
Sesaat dia hanya memandang gue dengan sebal. Sampai akhirnya dia bangun dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke meja makan. Gue hanya mengikutinya. Tudung saji dibuka, memperlihatkan makanan yang ada dibaliknya. Gue mengambil piring dan menyendokkan dua centong nasi dari rice cooker. Tanpa gue duga, dia melakukan sesuatu yang membuat gue yakin dia masih sayang sama gue.
Dia mengambil sepotong ayam dan meletakannya di piring gue. Tanpa gue minta, dia memisahkan bagian daging dan tulang ayamnya, lalu membagi ayamnya menjadi suwiran-suwiran kecil. Dia masih hafal kebiasaan gue. Gue tau dia masih peduli sama gue

Quote:
Dia tidak menjawab dan hanya duduk diam di seberang gue sambil memainkan HP nya. Gue sebenernya ga laper-laper banget. Tapi melihat dia masih ngelayanin gue jadi membuat gue semangat makan. Kapan lagi gue bisa dilayani dia kaya gini, kalo dulu sih hampir tiap hari

Quote:
Dyaaarrrr....!!! Rasanya ada petir di siang bolong yang menyambar gue. Rasa sakitnya menjalar dari kepala sampai ke dada gue. Gue hanya dianggap sebagai orang asing di matanya? Dan siapa yang lagi dia tunggu? Kenapa gue merasa seperti dicampakkan??
Quote:
Anjiiirrr... Siapa kunyuk ini? Kenapa Olivia lebih memilih temennya daripada gue? Padahal dulu gue selalu jadi prioritas nya. Kamprettt gue merasa kecolongan. Apa selama ini dia udah bener2 lupain gue? Apa dia lagi nyari pengganti gue??
Quote:
Tanpa berkata apapun lagi, gue pergi meninggalkan dia. Gue bener-bener kecewa. Gue kecewa dengan perubahan sikapnya, tapi gue lebih kecewa dengan kesalahan yang udah gue buat sebelumnya. Bangsyaattt!!! Kalo aja gue bisa jaga diri, sekarang gue pasti lagi mesra-mesraan sama dia. Bukannya dikacangin dan dianggep orang asing!
Gue menggeber motor dan berlalu menuju tempat kost. Kost-kostan yang hanya gue tinggali bersama dia ketika gue mudik. Dan sesampainya di sana, bukannya gue bisa ngadem di kamar malah pikiran gue makin kacau gara-gara semua hal di ruangan ini mengingatkan gue sama dia. Dari TV 14 inch yang di atasnya dia kasih stiker nama jurusannya, sampai akuarium yang udah dikosongin dan menyisakan batu serta ornamen akuarium. Dulu dia memelihara ikan sampai akhirnya ga keurus dan mati semua. Damn! Kenapa ruangan ini penuh dengan kenangan bersama dia?
Quote:
Gue merebahkan diri di kasur. Gue memikirkan cara lain lagi. Sandiwara pura-pura miskin sepertinya ga begitu ngaruh ke dia. Gue menginvit ulang pin BBM nya. Berharap dia ga bakal memencet tombol decline... gue menunggu... Sampai akhirnya gue ketiduran...
***
Dering telepon membangunkan gue dari tidur. Gue setengah berharap Olivia yang menelepon gue, tapi pas gue lihat, cuma Erik...
Quote:
Gue pun pergi ke kamar mandi buat mencuci muka. Sebenernya gue ga minat ikut, tapi daripada gue gabut dan kesepian di sini. Gue memilih buat pergi.
Dalam hati gue masih bertanya-tanya, siapa cowok yang lagi dia tunggu. Kenapa ya Tuhan, kenapa di saat gue udah deket banget sama dia malah gue dipisahin? Gue sayang banget sama dia. Gue bener-bener nyesel udah bikin dia kecewa.
Room karaoke sudah bising ketika gue masuk. Ada tiga cowok yang kesemuanya gue kenal, mereka adalah temen-temen nongkrong gue. Sedangkan di sisi kanan ada gerombolan cewek yang ga gue kenal. Oh gue hanya kenal salah satunya, cewenya Erik.
Gue ngobrol sebentar dengan temen gue yang lain tapi ga lama kemudian gue diem. Lagian ngobrol ditengah kebisingan gini percuma, ga bakal kedengeran.
Gue melihat ke arah gerombolan cewek yang beberapa kali curi-curi pandang. Gue tersenyum kepada mereka d sesaat mereka cekikikan. Entah mereka caper atau emang ada yang lucu dari penampilan gue.
Mereka bergantian menyanyi, dari lagu rock sampai R&B, beberapa kali juga mereka dangdutan. Gue mengambil sebotol beer dan menenggaknya. Seorang cewek berdiri dan berbicara keras-keras melalui mic.
Quote:
Gue hanya menggeleng dan melambaikan tangan, tapi temen-temen gue menyoraki dan mendorong-dorong gue. Sampai akhirnya gue pun berdiri dan mengambil mic yang lain. Sebuah lagu duet dipilih. Dan kampretnya, gue malah keinget Olivia. Dulu gue sering duet sama dia kalo mama ngajakin karokean

Kelar satu lagu, gue pun duduk lagi. Gue berkenalan dengan dua cewek, entahlah gue lupa yang mana Dinda yang mana Mila. Gue bener-bener ga fokus. Sampai akhirnya dua jam kemudian terasa sangat lama... Pikiran gue melayang-layang, berusaha mencerna semua peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Gue membayangkan apa yang sedang dia lakukan sekarang. Siapa cowok yang dateng kerumahnya? Apa mereka udah deket? Atau cowok ini adalah pacarnya? Gue terus berpikir tentang kemungkinan terburuk... sampai akhirnya HP di atas meja menunjukkan lampu notifikasi menyala. Gue buka HP...
Quote:
efti108 dan dany.agus memberi reputasi
2


Thank you

