- Beranda
- Stories from the Heart
Diary Seorang Penjahat Kelamin
...
TS
masukcombera
Diary Seorang Penjahat Kelamin

Kenalan dulu.
Quote:
Lanjut disitu adalah kenangan saat saya sedang making lovedengan seorang wanita yang janjinya nggak bakal making love sebelum dia menikmati malam pertama dengan suami barunya, tapi kalau sudah soal kebutuhan seksual, siapa sihh yang bisa janji. Tepat sekali, siapa lagi kalau bukan Seira, partner in sex terbaik yang saya temukan di balik kelas dua keen saat masih berada di SMA. Dialah.., si seksi Seira Subrata, TTM saya yang paling juara.
Quote:
Note: Anggap aja ini kisah fiksi... biar nggak ribet mikirnya he-he-he

• $ • $ • $ •
INDEX
Kalo mampir kesini, sering² cek indeks aja kalo mau liat update...
Spoiler for Index:
Side Story
Spoiler for Side Story:
Kalau suka, SUBSCRIBE. SHARE. Cendol dan RATE 5 nya jangan lupa gansist...
Diubah oleh masukcombera 03-08-2021 17:58
c4punk1950... dan 8 lainnya memberi reputasi
9
85K
395
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
masukcombera
#136
Side Story — Namanya adalah... Laressa.
“Halo Maddie…” seseorang menyapa saya dari belakang.
“Lars?” ekspresi saya kaget, ketika melihat sosok Laressa hadir di hadapan saya.
“Surprise!” *diaciumpipisaya*
Sebentar lagi dia bakalan bertanya tumben, kayaknya.
“Maddie, tumben, kok ada disini?”
Tepat sekali, tumben terucap.
“Ah, kebetulan…” jawab saya seadanya.
“Ga ada yang kebetulan loh, hayo, kamu mampir ke Braga Art, padahal aku nggak ngajak lho!”
“Terserah kamu Lars, udah, pesan gih sana.” jawab saya menanggapi ocehan Laressa.
“Maddie, aku kangen kamu…” ucapnya lagi, eh, yang bener aja?
“Bohong,” jawab saya tidak sepenuhnya yakin.
“Kali ini beneran, Maddie.” seriusnya lagi.
“Okay, then,” ucap saya lega.
“Tapi bohonggg! Hahahahaha.” tambahnya jahil.
“….” saya pun Cuma bisa terdiam, duh, ini anak.
Setelah itu Essa manggil pelayan dan memesan minuman kesukaan nya.
“Maddie..., kamu kok kalo belum nyambung dingin banget sih, sini aku pegang tanganmu, ih iya dingin, eh Maddie, kamu…” kemudian bla-bla-bla, Laressa masih terus mengoceh.
Malam itu, Laressa dan saya secara kebetulan (ini bohong) sedang bertemu bareng di Braga Art, sebuah Cafe, untuk kali ini saya memilih tempat yang biasanya Laressa kunjungi dengan teman temannya sepulang ia kerja, pada akhirnya saya hanya mendengarkan Laressa hingga larut, berbicara tentang hari - hari di tempat kerjanya.
Atau mendengarkan tentang buku buku anyar yang telah dia baca, atau kaset baru yang dia beli dari toko musik. Beberapa social affairs yang terjadi dengannya, di luar itu, pikiran saya melayang. The next thing i do is a nonsense thing that she'll adore me for doing this, “Dompet kamu hilang, coba cek tas-mu.” ucap saya penuh dengan kejahilan.
“Ah, Maddie, yang bener…” kemudian Laressa mengubek ubek tas nya, semakin lama semakin kelihatan seperti orang yang sedang kebingungan, karena memang dia kehilangan dompetnya, sedetik kemudian, “Duh.... dompetku beneran hilang, duh, ini gimana ya....” keluhnya lemah nggak berdaya.
“Nih?” tunjuk saya kepada Laressa, setelah berhasil mencuri dompet dari tas miliknya itu.
“Maddie! Aaah…! balikin nggak!?” kesalnya manja, kepada saya.
....
"Hahaha." tawa saya ringan ketika melihat reaksi yang ditampilkan oleh Essa.
"Eh, Maddie, kita main personal confession yuk, kamu berani nggak?" tanya Essa kepada saya.
"Boleh." angguk saya singkat.
"Kita putar bareng yah... to make the spinning fair." ajaknya lembut.
"Alright." jawab saya mengkonfirmasi ajakannya itu.
“Giliran pertamamu, silahkan,” ucap saya singkat karena ternyata botolnya mengarah kepada dia.
“Eh?” Essa kembali tersadar setelah melamun sepersekian detik lamanya.
“Ok, aku mau kamu mendeskripsikan dan menilai seperti apa penampilanku dalam confession pertamamu, sejujur jujurnya, nggak boleh bohong ya... c'mon, kamu kan pinter.” ucap Essa menjelaskan peraturan permainan ini kepada saya..
“Alright.” jawab saya kalem.
“Laressa, from my first word, are a good looking lady, pandangan pertama saya selalu tertuju pada rambutnya. Rambutnya yang panjang... bergelombang... warnanya yang hitam mengkilap, seperti… hahah.
Dan helai demi helai rambut yang berdansa saat do'i lagi jalan, adalah hal menyebalkan untuk saya pribadi, karena harus selalu terbius di saat melihat pemandangan itu.
Cara dia menggerainya…. Menariknya ke belakang… dan mengikatnya. Sedang ketika dia mengikatnya, jatuhnya sehelai rambut yang terbelah dua tepat di depan alis dan matanya itu… sulit dibayangkan.
Awalnya… saya kira dia itu Michelle Monaghan yang lagi liburan di kota ini…. Ternyata bukan… kenapa? Karena rupanya dia lebih menarik dari Monaghan itu sendiri… hahaha, gombal banget ya?
Menurut saya nih ya... menurut saya, dia itu mendekati kesempurnaan, titik. Anyway, Laressa itu siapa, sih?” jawab saya iseng, di akhir kalimat.
“Maddie… kamu kok tega sih… kenapa kamu sejahat ini muji aku." Saya kayak ngedenger Essa ngomong begitu.
“Hey, are you okay?” tanya saya lagi sama dia, saya mencoba nyadarin lamunan dia.
“Ahah, Maddie! Are you kidding me? Laressa itu siapa? Ahahahahaha, Laressa itu Her Majesty,” jawab dia bercanda, saya ngga ngerti apa maksudnya.
“Well, I presume kamu ga perlu muter botolnya lagi, karena sekarang… saya mau pulang. Ha-ha-ha,” ucap saya ga mau berlarut larut.
Setelah akhirnya kami berdua berbincang – bincang, dan saat permainan selesai, kami beranjak berdiri dan Essa mengantarkan saya hingga depan pintu kafe untuk melihat saya, ketika berada di luar, saya sempet ngomong sama dia…
“Essa, maaf kalau malam ini saya agak kelewat bates, anyway thanks buat waktunya.”
“Ah nggak kok, sip, sama - sama ya...”
Braga, 2009
“Lars?” ekspresi saya kaget, ketika melihat sosok Laressa hadir di hadapan saya.
“Surprise!” *diaciumpipisaya*
Sebentar lagi dia bakalan bertanya tumben, kayaknya.
“Maddie, tumben, kok ada disini?”
Tepat sekali, tumben terucap.
“Ah, kebetulan…” jawab saya seadanya.
“Ga ada yang kebetulan loh, hayo, kamu mampir ke Braga Art, padahal aku nggak ngajak lho!”
“Terserah kamu Lars, udah, pesan gih sana.” jawab saya menanggapi ocehan Laressa.
“Maddie, aku kangen kamu…” ucapnya lagi, eh, yang bener aja?
“Bohong,” jawab saya tidak sepenuhnya yakin.
“Kali ini beneran, Maddie.” seriusnya lagi.
“Okay, then,” ucap saya lega.
“Tapi bohonggg! Hahahahaha.” tambahnya jahil.
“….” saya pun Cuma bisa terdiam, duh, ini anak.
Setelah itu Essa manggil pelayan dan memesan minuman kesukaan nya.
“Maddie..., kamu kok kalo belum nyambung dingin banget sih, sini aku pegang tanganmu, ih iya dingin, eh Maddie, kamu…” kemudian bla-bla-bla, Laressa masih terus mengoceh.
Malam itu, Laressa dan saya secara kebetulan (ini bohong) sedang bertemu bareng di Braga Art, sebuah Cafe, untuk kali ini saya memilih tempat yang biasanya Laressa kunjungi dengan teman temannya sepulang ia kerja, pada akhirnya saya hanya mendengarkan Laressa hingga larut, berbicara tentang hari - hari di tempat kerjanya.
Atau mendengarkan tentang buku buku anyar yang telah dia baca, atau kaset baru yang dia beli dari toko musik. Beberapa social affairs yang terjadi dengannya, di luar itu, pikiran saya melayang. The next thing i do is a nonsense thing that she'll adore me for doing this, “Dompet kamu hilang, coba cek tas-mu.” ucap saya penuh dengan kejahilan.
“Ah, Maddie, yang bener…” kemudian Laressa mengubek ubek tas nya, semakin lama semakin kelihatan seperti orang yang sedang kebingungan, karena memang dia kehilangan dompetnya, sedetik kemudian, “Duh.... dompetku beneran hilang, duh, ini gimana ya....” keluhnya lemah nggak berdaya.
“Nih?” tunjuk saya kepada Laressa, setelah berhasil mencuri dompet dari tas miliknya itu.
“Maddie! Aaah…! balikin nggak!?” kesalnya manja, kepada saya.
....
"Hahaha." tawa saya ringan ketika melihat reaksi yang ditampilkan oleh Essa.
"Eh, Maddie, kita main personal confession yuk, kamu berani nggak?" tanya Essa kepada saya.
"Boleh." angguk saya singkat.
"Kita putar bareng yah... to make the spinning fair." ajaknya lembut.
"Alright." jawab saya mengkonfirmasi ajakannya itu.
“Giliran pertamamu, silahkan,” ucap saya singkat karena ternyata botolnya mengarah kepada dia.
“Eh?” Essa kembali tersadar setelah melamun sepersekian detik lamanya.
“Ok, aku mau kamu mendeskripsikan dan menilai seperti apa penampilanku dalam confession pertamamu, sejujur jujurnya, nggak boleh bohong ya... c'mon, kamu kan pinter.” ucap Essa menjelaskan peraturan permainan ini kepada saya..
“Alright.” jawab saya kalem.
“Laressa, from my first word, are a good looking lady, pandangan pertama saya selalu tertuju pada rambutnya. Rambutnya yang panjang... bergelombang... warnanya yang hitam mengkilap, seperti… hahah.
Dan helai demi helai rambut yang berdansa saat do'i lagi jalan, adalah hal menyebalkan untuk saya pribadi, karena harus selalu terbius di saat melihat pemandangan itu.
Cara dia menggerainya…. Menariknya ke belakang… dan mengikatnya. Sedang ketika dia mengikatnya, jatuhnya sehelai rambut yang terbelah dua tepat di depan alis dan matanya itu… sulit dibayangkan.
Awalnya… saya kira dia itu Michelle Monaghan yang lagi liburan di kota ini…. Ternyata bukan… kenapa? Karena rupanya dia lebih menarik dari Monaghan itu sendiri… hahaha, gombal banget ya?
Menurut saya nih ya... menurut saya, dia itu mendekati kesempurnaan, titik. Anyway, Laressa itu siapa, sih?” jawab saya iseng, di akhir kalimat.
“Maddie… kamu kok tega sih… kenapa kamu sejahat ini muji aku." Saya kayak ngedenger Essa ngomong begitu.
“Hey, are you okay?” tanya saya lagi sama dia, saya mencoba nyadarin lamunan dia.
“Ahah, Maddie! Are you kidding me? Laressa itu siapa? Ahahahahaha, Laressa itu Her Majesty,” jawab dia bercanda, saya ngga ngerti apa maksudnya.
“Well, I presume kamu ga perlu muter botolnya lagi, karena sekarang… saya mau pulang. Ha-ha-ha,” ucap saya ga mau berlarut larut.
Setelah akhirnya kami berdua berbincang – bincang, dan saat permainan selesai, kami beranjak berdiri dan Essa mengantarkan saya hingga depan pintu kafe untuk melihat saya, ketika berada di luar, saya sempet ngomong sama dia…
“Essa, maaf kalau malam ini saya agak kelewat bates, anyway thanks buat waktunya.”
“Ah nggak kok, sip, sama - sama ya...”
Braga, 2009
Diubah oleh masukcombera 26-03-2018 21:11
1
