- Beranda
- Stories from the Heart
MEREKA YANG HIDUP DALAM GELAP -[Based On True Story]- SEASON 2 "KAMI SELALU ADA"
...
TS
bakamonotong
MEREKA YANG HIDUP DALAM GELAP -[Based On True Story]- SEASON 2 "KAMI SELALU ADA"
Mereka yang Hidup Dalam Gelap, merupakan suatu true stroy, real story atau semacam itu tentang Arda, ketika di season 1 Arda menyajikan pada anda bagaimana dia bertahan dan berhadapan serta bertemu dan mengenal mereka, maka di season 2 ini arda akan mengantarkan kalian menuju dalamnya cerita tahap lanjut, dimana dia harus berhadapan dengan mereka, menguji apa yang telah dia pelajari, dan menjadi seorang yang menjembatani antara 2 dunia.
90% horror dengan bumbu hiperbola dan cerita drama, cinta, dan cerita persahabatan, memberikan kepada pembaca kesan tentang apa yagn dialami penulis.
Quote:
Quote:
selamat menikmati season 2 dari cerita ini, semoga kalian menyukai, jangan lupa cendol, juga share and like nya
ig : @bakemonotong
twitter : @Ardahakimotong
Welcome to my Second Season of Story
INDEKS :
Quote:
NITIPSSSS :
Quote:
Diubah oleh bakamonotong 22-06-2018 09:53
meqiba dan 2 lainnya memberi reputasi
3
56.2K
212
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
bakamonotong
#77
Part XI - Sekali Lagi Merapi Terbatuk
Flashback sedikit - (Saya tuliskan ini disini dikarenakan, ada sedikit hubungan dengan batuknya merapi 2010)
Sebelum keberangkatan kami ke Manado, kami diminta untuk srawung juga ke Mbah Maridjan dan menaiki gunung Merapi, untuk semacam tracking, outbound, tapi tetap saja kami tracking hingga kurang lebih 1 KM sebelum puncak Merapi. Benar- benar pendakian gunung pertamaku, saat itu saya masih kurus, er.. tepatnya berat seimbang, jadi tidak terlalu capek dan menghambat (sekarang sudah diatas 100 kg sih jadi ya gendut). Kami semula diangkut dari Dinas Pendidikan Kota, untuk pergi ke Merapi, menggunakan truk yang biasa digunakan para tentara untuk mengangkut pasukannya, kami menikmati perjalanan bak pasukan yang siap berperang, getaran truk terasa, membuat kami merasakan sensasi goyangan dari truk ini. Ada 2 truk yang digunakan, satu truk berisi sekitar 20 orang, tapi 2 kontingen Manado dan Gorontalo di campur, supaya saling akrab satu dengan yang lain. kesulitan yang dialami adalah menaiki truk yang tinggi lewat belakang truk, sehingga kami harus sedikit meloncat untuk masuk ke dalam truk.
Perjalanan menuju tempat mbah Maridjan dari Dinas Pendidikan saat itu kurang lebih 45 Menit, kami hanya diantar samapi jalan raya yang paling dekat dengan rumah mbah Maridjan, dan kami masih harus berjalan sekitar 200 - 300 meter untuk sampai di Rumah Mbah Maridjan. Keberangkatan kami yang pagi hari sekitar pukul 6, membuat kami hanya sarapan sedikit, bahkan ada yang membeli roti di Alf* atau In*o, hanya sekadar mengisi perut sebelum keberangkatan. Belum lama kami sampai di tempat mbah Maridjan, kami sudah disambut oleh keluarga mbah Maridjan, dan diberi minum teh hangat, entah berapa orang yang sadar, saat itu rumah mbah Maridjan besar, dan diluarnya ada semacam aura besar yang menutupi rumah itu, aura yang kuat menurutku, seperti pagar gaib raksasa. Kami yang dipersilahkan masuk diberi syarat, untuk tidak memotret mbah Maridjan, beliau tidak suka diambil fotonya, (ini yang masih membuat ku heran, beliau tidak mau diambil foto, tapi beliau mau iklan jamu sachet an), dan beliau mewejangi kami satu persatu, 40 anak, hingga ketika aku diwejangi, mbah Maridjan berkata satu hal dalam bahasa jawa, yang jika diartikan "nak, hati- hati, mungkin setelah ini kamu bakal mengalami hal- hal yang menyulitkanmu, saya doakan semoga urusanmu lancar semua terutama dalam pendakian ini". Membuat saya sedikit bingung dengan apa yang beliau maksud, tapi saya segerakan berjalan kembali duduk, di tempat mbah Maridjan terasa banyak aura yang bertabrakan, negatif maupun positif, sebenarnya membuatku tidak nyaman, karean banyak pusaka juga disana. (jika kalian ke Museum SIsa Hartaku di Sleman, akan ada keris2 yang ada tulisan jangan di foto, iseng aku pernah memoto, dan didatangi oleh penunggu keris tadi dan diminta menghapus foto) Setelah kami satu persatu mendapat wejangan, kami melanjutkan perjalanan pergi untuk mendaki merapi, melalui jalur pendakian dekat rumah mbah Maridjan.
Perjalanan cukup jauh, kami dibagi per tim jalan dengan pemandu masing - masing, satu tim terdiri sekitar 4- 5 orang, aku bersama irfan, wulan, dan 2 orang kontingen dari Gorontalo (Niam, dan satunya lupa, kita sebut saja Mala). Kami disana berjalan mendaki merapi dan ada beberapa pos yang disediakan untuk kami main game, disini lah kami harus saling bekerja sama dan saling koordinasi dengan anggota kelompok kami, hingga akhirnya tim mulai terpisah ketika pos game pendakian habis, dan berjalan masing- msaing, aku yang saat itu paling lambat terpisah dari beberapa teman disana, dan sempat mengalami kram kaki, sakit, otot kaki tertarik semua dan membuat tidak bisa bergerak, berjalan setengah mati, teman- temanku didepan sudah mulai meninggalkanku, aku yang msih mengerang kesakitan memilih duduk saja, hingga sebuah gambaran melintas didepanku. sebuah gambaran yang sangat mengerikan.
Aku melihat beberapa makhluk astral berlarian, mulai dari yang berwujud manusia, hewan, setengah manusia, dan beberapa siluman berlarian menuruni gunung, membuat gemuruh besar dengan raungan dan erangan mereka, beberapa dari mereka ada yang terbang ke udara, menghilang, bahkan dari tanahpun keluar beberapa makhluk yang berlari menjauhi gunung. Hingga akhirnya terdengar suara keras, ledakan dari Merapi, asap mengebul, hitam keudara, bersamaan dengan asap2 wedus gembel yang menuruni gunung, membumi hanguskan pepohonan sekitarku, melahap makhluk2 hidup disana tak bersisa, dan juga melahap makhluk2 astral yang menghilang di dalam awan panas, lahar dingin mengalir melalui sungai meluap dan menutup seisi sungai, debu mengebul menempel dan membakar kulit2 makhluk disana, lava pijar mengalir meretakkan gunung, dan menghancurkan beberapa jalur pendakian di gunung. Aku yang melihat ingin berlari tapi seperti tertahan, ada sebuah energi yang menahanku, hingga akhirnya aku terlepas dari gambaran itu, ketika Niam dan Mala , serta seorang pemandu mendekatiku dan berkata "Da, kenapa kamu?", "oh gapapa am, kram, tolong bantu dong", "yauda ini ku bantu bopong sampe kaki mu baikan", dan akhirnya untuk mencapai pos terakhir ku dibantu Niam berjalan, tapi ketika mendekati tempat akhir pos, aku berkata "uda aku bisa jalan sendiri, malu e kalo kelaitan kram gini, makasih ya am", "oh ya da, santai aja", katanya. Aku berjalan cepat menuju teman2 ku, yang telah di kumpulkan perkontingen, kulihat mereka disana sudah menyambi snack yang mereka bawa "ah we da suwe le mlaku")ah kamu da, lama jalannya), kata Duta, "Yo ben lah, kesleo gek ntas ki"(ya biarlah, kesleo barusan ni), jawabku. Aku melihat kearah kontingan Gorontalo dan Niam disana, anehnya, ketika aku menyapa Niam, dia bilang dia sudah disana sejak 15 menit yang lalu, terus siapa yang membopongku, siapa yang menyerupai Niam, Mala dan si Pembina?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekitar bulan September - Oktober 2010, Merapi menjadi, jadi, sering terdengar batuk gemuruh kecil yang membumi hanguskan beberapa rumah penduduk (lebih seperti gubuk untuk peristirahatan) yang berjarak dekat dari puncak gunung, juga pepohonan terlihat terbakar tersambar oleh awan panas merapi yang lebih di sebut sebagai wedhus gembel. Saat itu masih belum terjadi ledakan besar, dan belum banyak korban jiwa banyak, sehingga kehebohan tidak begitu banyak, hingga kira- kira malam hari pukul 2 Pagi, ledakan merapi makinb menjadi, Debu- debu berterbangan menutupi kota Jogjakarta, saat itu beberapa penduduk mulai terkan dampak dan meninggal, mereka yang tersambar sautan awan panas, dan tergulung oleh lahar dingin membuat beberapa dari mereka meninggal mengenaskan, dengan gosong dan hangus, saat itu benar- benar Jogja mencekam, suasana yang sangat amat mencekam, mengerikan, aku melihat banyak "arwah penasaran" berterbangan mencari anggota keluarga atau sekadar mencari anggota tubuh mereka yang hilang, karena putus terbakar, awal, debu0 debu tadi hanya menutupi tempat kami, tapi belum ada perintah evakuasi, sehingga masih bisa sedikit bersantai, sampai selang beberapa hari ledakanyang lebih besar terjadi.
Ledakan ini benar- benar keras, membuat awan panas dan lava pijar serta lahar dingin keluar lebih banyak, bahka nbebatuan besar juga ikut terlempar jatuh dari Gunung Merapi, amarah sang Gunung benar- benar menghancurkan Jogja saat itu, kabut dan debu benar- benar menutup seluruh kota hingga sekitar Jogja, Klaten, Solo, Purworejo, Magelang, dan sekitar2 yang masih dekat Jogja dan Merapi, membuat sesak selama beberapa minggu di Jogja, banyak orang yang menjual masker saat itu. Kala itu malam ledakan terbesar kami mengungsi, ayahku sigap menyalakan mobil miliknya dan mobil pemda ibuku, supaya mesinnya sedikit panas dan siap digunakan pergi. Ayahku kemudian kembali ke dalam rumah dengan kondisi mobil yang dipanasi diluar, dan membantu kami menata barang- barang di rumah, adik kami Fauzia ketakutan saat itu, usianya yang baru 4 tahun, membuatnya belum tahu apap2 yang terjadi, aku yang menggendongnya sembari menutupi kepala adikku dari kepulan debu, serta memakaikan dia masker kemudian berlari menuju mobil ayahku, Fauzia yang memeluk erat aku "mas adik takut", katanya, "iya mas arda juga, sabar ya dek", saat itu ilham membantu ayahku dan ibuku, lalu aku menemani Fauzia bersama pembantu yang mengurus adikku. Hingga terjadi hal bodoh yang dilakukan warga kampungku.
Mobil ibuku saat itu dibawa oleh tetangga ku, yang memang sedari awal aku membencinya, seorang bajingan kampung yang menjadi supir cabutan, bahkan kadang menjadi tukang. Dia membawa mobil pemda ibuku, dan anggota keluarganya yang ikut, ibuku yang panik kaget marah mengejarnya, tapi di stop ayahku, dan menyuruh ibuku masuk mobil, ayahk usegera mengeluarkan mobil dan mengejar mobil ibuku, dan mencegat di depannya. Saat itu pemerintah cepat- cepat menyediakan barak pengungsian di Maguwoharjo, stadion di Jogja, saat itu ibuku marah2 pada si bajingan tadi, sebut saja namanya Agus, Agus tadi di maki2 ibuku, dan disuruh keluar dari mobil, dan pindah duduk ke belakang, ilham saat itu pindah ke mobil ibuku menemani ibuku. Saat itu kami berencana mengungsi ke Rumah nenekku, di daerah Penen, kami kesana dengan membawa tetangga kami, mengungsi disana, seluruh jalanan Jogja saat itu gelap gulita, kulihat beberapa mahasiswa kampus sekitar situ membawa senter dan mengarahkan kendaraan menuju jalan, saat itu jalan Kaliurang benar- beanr penuh, ayahku dan ibuku mengambil jalan tembus walau ramai, setidaknya tidak macet dan masih bisa dilalui.
Horor mencekam sepanjang perjalanan, mengerikan aku mendapat pandangan matinya beberapa orang di daerah atas, hangus terbakar, danrumah mbah Maridjan hancur terlibas oleh awan panas, bahkan kedahsyatan ledakan merapi hingga menghanguskan dan membakar beberapa makhluk astral disana, bahkan makhluk astral pun ngeri dengan ledakan itu. Aku yang tersadar karena kaget, mobil ayahku menabrak bemper belakang mobil ibuku, wajar jika sampai menabrak dan susah mengukur jarak, ibuku juga sampai menyerempet tiang listri, dan menabrak bemper mobil depannya juga. saat itu orang- orang sudah tidak peduli dengn kendaraan, tertabrak sedikit masa boodh, yang penting kami bisa menyelamatkan diri, dari radius ledakan merapai yang berjarak 20 KM dari puncak gunung. Aku mendengar erangan2 makhluk astral yang berlarian dan berterbangan disekitarku, kulihat Fauzia memandangi mereka, memang benar anak kecil memliki berkah melihat makhluk tak kasat mata, karena belum terkotori apapun, aku kemudian mengingat satu hal, kala itu sebelum ledakan besar, terlihat beberapa ekor naga berterbangan dan meraung dilangit, meraung seperti sirine dan menghilang ditelan awan, apakah itu tanda bakal terjadinya ledakan ini? aku sendiri tidak tahu, karena bahkan walau kata sang Raja, enam naga mengikutiku, tak sekalipun wujud mereka tampak muncul dihadapanku.
Kami akhirnya sampai di temapt nenek kami, listrik saat itu mati, seluruh Jogja padam, aku dan ayahk usegera pergi ke masjid temapt pengajian kami yang memiliki Genset, disana hanya tersisa sedikit orang, aku dan ayahku ijin kepada orang yang berjaga disana dan membawa genset tadi, dan memasangnya di tempat nenek kami, setidaknya hingga menyala saja. Tapi ternyata listrik baru menyala setelah 3 hari, membuat genset kami boros bensin dan dimatikan siang hari. Ayah dan ibuku sering mencuri2 waktu untuk pulang ke rumah mengambil baju, jalan kaliurang mulai km 13 sudah ditutup membuat ayah dan ibuku mengambil jalan tembus untuk ke rumah dan mengambil baju. Hingga kira2 hari ke empat sudah mulai reda, kami diperbolehkan pulang ke rumah, jalan mulai dibuka, sekolah masih diliburkan karena bencana, 2 minggu seklah diliburkan, membuat 2 minggu ku terasa membosankan. saat itu aku benar- benar tidak tahu harus berbuat apa, dan saat sehari berhasil kami pulang, kala itu hari jumat, aku tidur di rumah, karena sekolah masih diliburkan, dan aku menunggu adzan jumatan, jam 10.30 kurang lebih suara sirine militer terdengar Cumiikkan telinga membangunkanku, kulihat warga berlarian dan mendegar sorak suara "Merapi dalam kondisi AWAS, para warga diharap segera mengungsi, truk tentara telah disediakan", saat itu aku terbangun dan kulihat ibuku di rumah beberes, kantor pemda dan swasta saat itu telah masuk, ibuku ternyata pulang karena mendengar kabar tadi, dan kantor sudah dikosongkan. Ibuku segera membawa kami mengungsi ke kantor ayah kami, untuk makan dan minum serta mengabari, sinyal HP saat itu benar- benar hilang. Kami yang mengungsi di kota, berharap smeoga teror merapi segera berakhir.
Flashback sedikit - (Saya tuliskan ini disini dikarenakan, ada sedikit hubungan dengan batuknya merapi 2010)
Sebelum keberangkatan kami ke Manado, kami diminta untuk srawung juga ke Mbah Maridjan dan menaiki gunung Merapi, untuk semacam tracking, outbound, tapi tetap saja kami tracking hingga kurang lebih 1 KM sebelum puncak Merapi. Benar- benar pendakian gunung pertamaku, saat itu saya masih kurus, er.. tepatnya berat seimbang, jadi tidak terlalu capek dan menghambat (sekarang sudah diatas 100 kg sih jadi ya gendut). Kami semula diangkut dari Dinas Pendidikan Kota, untuk pergi ke Merapi, menggunakan truk yang biasa digunakan para tentara untuk mengangkut pasukannya, kami menikmati perjalanan bak pasukan yang siap berperang, getaran truk terasa, membuat kami merasakan sensasi goyangan dari truk ini. Ada 2 truk yang digunakan, satu truk berisi sekitar 20 orang, tapi 2 kontingen Manado dan Gorontalo di campur, supaya saling akrab satu dengan yang lain. kesulitan yang dialami adalah menaiki truk yang tinggi lewat belakang truk, sehingga kami harus sedikit meloncat untuk masuk ke dalam truk.
Perjalanan menuju tempat mbah Maridjan dari Dinas Pendidikan saat itu kurang lebih 45 Menit, kami hanya diantar samapi jalan raya yang paling dekat dengan rumah mbah Maridjan, dan kami masih harus berjalan sekitar 200 - 300 meter untuk sampai di Rumah Mbah Maridjan. Keberangkatan kami yang pagi hari sekitar pukul 6, membuat kami hanya sarapan sedikit, bahkan ada yang membeli roti di Alf* atau In*o, hanya sekadar mengisi perut sebelum keberangkatan. Belum lama kami sampai di tempat mbah Maridjan, kami sudah disambut oleh keluarga mbah Maridjan, dan diberi minum teh hangat, entah berapa orang yang sadar, saat itu rumah mbah Maridjan besar, dan diluarnya ada semacam aura besar yang menutupi rumah itu, aura yang kuat menurutku, seperti pagar gaib raksasa. Kami yang dipersilahkan masuk diberi syarat, untuk tidak memotret mbah Maridjan, beliau tidak suka diambil fotonya, (ini yang masih membuat ku heran, beliau tidak mau diambil foto, tapi beliau mau iklan jamu sachet an), dan beliau mewejangi kami satu persatu, 40 anak, hingga ketika aku diwejangi, mbah Maridjan berkata satu hal dalam bahasa jawa, yang jika diartikan "nak, hati- hati, mungkin setelah ini kamu bakal mengalami hal- hal yang menyulitkanmu, saya doakan semoga urusanmu lancar semua terutama dalam pendakian ini". Membuat saya sedikit bingung dengan apa yang beliau maksud, tapi saya segerakan berjalan kembali duduk, di tempat mbah Maridjan terasa banyak aura yang bertabrakan, negatif maupun positif, sebenarnya membuatku tidak nyaman, karean banyak pusaka juga disana. (jika kalian ke Museum SIsa Hartaku di Sleman, akan ada keris2 yang ada tulisan jangan di foto, iseng aku pernah memoto, dan didatangi oleh penunggu keris tadi dan diminta menghapus foto) Setelah kami satu persatu mendapat wejangan, kami melanjutkan perjalanan pergi untuk mendaki merapi, melalui jalur pendakian dekat rumah mbah Maridjan.
Perjalanan cukup jauh, kami dibagi per tim jalan dengan pemandu masing - masing, satu tim terdiri sekitar 4- 5 orang, aku bersama irfan, wulan, dan 2 orang kontingen dari Gorontalo (Niam, dan satunya lupa, kita sebut saja Mala). Kami disana berjalan mendaki merapi dan ada beberapa pos yang disediakan untuk kami main game, disini lah kami harus saling bekerja sama dan saling koordinasi dengan anggota kelompok kami, hingga akhirnya tim mulai terpisah ketika pos game pendakian habis, dan berjalan masing- msaing, aku yang saat itu paling lambat terpisah dari beberapa teman disana, dan sempat mengalami kram kaki, sakit, otot kaki tertarik semua dan membuat tidak bisa bergerak, berjalan setengah mati, teman- temanku didepan sudah mulai meninggalkanku, aku yang msih mengerang kesakitan memilih duduk saja, hingga sebuah gambaran melintas didepanku. sebuah gambaran yang sangat mengerikan.
Aku melihat beberapa makhluk astral berlarian, mulai dari yang berwujud manusia, hewan, setengah manusia, dan beberapa siluman berlarian menuruni gunung, membuat gemuruh besar dengan raungan dan erangan mereka, beberapa dari mereka ada yang terbang ke udara, menghilang, bahkan dari tanahpun keluar beberapa makhluk yang berlari menjauhi gunung. Hingga akhirnya terdengar suara keras, ledakan dari Merapi, asap mengebul, hitam keudara, bersamaan dengan asap2 wedus gembel yang menuruni gunung, membumi hanguskan pepohonan sekitarku, melahap makhluk2 hidup disana tak bersisa, dan juga melahap makhluk2 astral yang menghilang di dalam awan panas, lahar dingin mengalir melalui sungai meluap dan menutup seisi sungai, debu mengebul menempel dan membakar kulit2 makhluk disana, lava pijar mengalir meretakkan gunung, dan menghancurkan beberapa jalur pendakian di gunung. Aku yang melihat ingin berlari tapi seperti tertahan, ada sebuah energi yang menahanku, hingga akhirnya aku terlepas dari gambaran itu, ketika Niam dan Mala , serta seorang pemandu mendekatiku dan berkata "Da, kenapa kamu?", "oh gapapa am, kram, tolong bantu dong", "yauda ini ku bantu bopong sampe kaki mu baikan", dan akhirnya untuk mencapai pos terakhir ku dibantu Niam berjalan, tapi ketika mendekati tempat akhir pos, aku berkata "uda aku bisa jalan sendiri, malu e kalo kelaitan kram gini, makasih ya am", "oh ya da, santai aja", katanya. Aku berjalan cepat menuju teman2 ku, yang telah di kumpulkan perkontingen, kulihat mereka disana sudah menyambi snack yang mereka bawa "ah we da suwe le mlaku")ah kamu da, lama jalannya), kata Duta, "Yo ben lah, kesleo gek ntas ki"(ya biarlah, kesleo barusan ni), jawabku. Aku melihat kearah kontingan Gorontalo dan Niam disana, anehnya, ketika aku menyapa Niam, dia bilang dia sudah disana sejak 15 menit yang lalu, terus siapa yang membopongku, siapa yang menyerupai Niam, Mala dan si Pembina?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekitar bulan September - Oktober 2010, Merapi menjadi, jadi, sering terdengar batuk gemuruh kecil yang membumi hanguskan beberapa rumah penduduk (lebih seperti gubuk untuk peristirahatan) yang berjarak dekat dari puncak gunung, juga pepohonan terlihat terbakar tersambar oleh awan panas merapi yang lebih di sebut sebagai wedhus gembel. Saat itu masih belum terjadi ledakan besar, dan belum banyak korban jiwa banyak, sehingga kehebohan tidak begitu banyak, hingga kira- kira malam hari pukul 2 Pagi, ledakan merapi makinb menjadi, Debu- debu berterbangan menutupi kota Jogjakarta, saat itu beberapa penduduk mulai terkan dampak dan meninggal, mereka yang tersambar sautan awan panas, dan tergulung oleh lahar dingin membuat beberapa dari mereka meninggal mengenaskan, dengan gosong dan hangus, saat itu benar- benar Jogja mencekam, suasana yang sangat amat mencekam, mengerikan, aku melihat banyak "arwah penasaran" berterbangan mencari anggota keluarga atau sekadar mencari anggota tubuh mereka yang hilang, karena putus terbakar, awal, debu0 debu tadi hanya menutupi tempat kami, tapi belum ada perintah evakuasi, sehingga masih bisa sedikit bersantai, sampai selang beberapa hari ledakanyang lebih besar terjadi.
Ledakan ini benar- benar keras, membuat awan panas dan lava pijar serta lahar dingin keluar lebih banyak, bahka nbebatuan besar juga ikut terlempar jatuh dari Gunung Merapi, amarah sang Gunung benar- benar menghancurkan Jogja saat itu, kabut dan debu benar- benar menutup seluruh kota hingga sekitar Jogja, Klaten, Solo, Purworejo, Magelang, dan sekitar2 yang masih dekat Jogja dan Merapi, membuat sesak selama beberapa minggu di Jogja, banyak orang yang menjual masker saat itu. Kala itu malam ledakan terbesar kami mengungsi, ayahku sigap menyalakan mobil miliknya dan mobil pemda ibuku, supaya mesinnya sedikit panas dan siap digunakan pergi. Ayahku kemudian kembali ke dalam rumah dengan kondisi mobil yang dipanasi diluar, dan membantu kami menata barang- barang di rumah, adik kami Fauzia ketakutan saat itu, usianya yang baru 4 tahun, membuatnya belum tahu apap2 yang terjadi, aku yang menggendongnya sembari menutupi kepala adikku dari kepulan debu, serta memakaikan dia masker kemudian berlari menuju mobil ayahku, Fauzia yang memeluk erat aku "mas adik takut", katanya, "iya mas arda juga, sabar ya dek", saat itu ilham membantu ayahku dan ibuku, lalu aku menemani Fauzia bersama pembantu yang mengurus adikku. Hingga terjadi hal bodoh yang dilakukan warga kampungku.
Mobil ibuku saat itu dibawa oleh tetangga ku, yang memang sedari awal aku membencinya, seorang bajingan kampung yang menjadi supir cabutan, bahkan kadang menjadi tukang. Dia membawa mobil pemda ibuku, dan anggota keluarganya yang ikut, ibuku yang panik kaget marah mengejarnya, tapi di stop ayahku, dan menyuruh ibuku masuk mobil, ayahk usegera mengeluarkan mobil dan mengejar mobil ibuku, dan mencegat di depannya. Saat itu pemerintah cepat- cepat menyediakan barak pengungsian di Maguwoharjo, stadion di Jogja, saat itu ibuku marah2 pada si bajingan tadi, sebut saja namanya Agus, Agus tadi di maki2 ibuku, dan disuruh keluar dari mobil, dan pindah duduk ke belakang, ilham saat itu pindah ke mobil ibuku menemani ibuku. Saat itu kami berencana mengungsi ke Rumah nenekku, di daerah Penen, kami kesana dengan membawa tetangga kami, mengungsi disana, seluruh jalanan Jogja saat itu gelap gulita, kulihat beberapa mahasiswa kampus sekitar situ membawa senter dan mengarahkan kendaraan menuju jalan, saat itu jalan Kaliurang benar- beanr penuh, ayahku dan ibuku mengambil jalan tembus walau ramai, setidaknya tidak macet dan masih bisa dilalui.
Horor mencekam sepanjang perjalanan, mengerikan aku mendapat pandangan matinya beberapa orang di daerah atas, hangus terbakar, danrumah mbah Maridjan hancur terlibas oleh awan panas, bahkan kedahsyatan ledakan merapi hingga menghanguskan dan membakar beberapa makhluk astral disana, bahkan makhluk astral pun ngeri dengan ledakan itu. Aku yang tersadar karena kaget, mobil ayahku menabrak bemper belakang mobil ibuku, wajar jika sampai menabrak dan susah mengukur jarak, ibuku juga sampai menyerempet tiang listri, dan menabrak bemper mobil depannya juga. saat itu orang- orang sudah tidak peduli dengn kendaraan, tertabrak sedikit masa boodh, yang penting kami bisa menyelamatkan diri, dari radius ledakan merapai yang berjarak 20 KM dari puncak gunung. Aku mendengar erangan2 makhluk astral yang berlarian dan berterbangan disekitarku, kulihat Fauzia memandangi mereka, memang benar anak kecil memliki berkah melihat makhluk tak kasat mata, karena belum terkotori apapun, aku kemudian mengingat satu hal, kala itu sebelum ledakan besar, terlihat beberapa ekor naga berterbangan dan meraung dilangit, meraung seperti sirine dan menghilang ditelan awan, apakah itu tanda bakal terjadinya ledakan ini? aku sendiri tidak tahu, karena bahkan walau kata sang Raja, enam naga mengikutiku, tak sekalipun wujud mereka tampak muncul dihadapanku.
Kami akhirnya sampai di temapt nenek kami, listrik saat itu mati, seluruh Jogja padam, aku dan ayahk usegera pergi ke masjid temapt pengajian kami yang memiliki Genset, disana hanya tersisa sedikit orang, aku dan ayahku ijin kepada orang yang berjaga disana dan membawa genset tadi, dan memasangnya di tempat nenek kami, setidaknya hingga menyala saja. Tapi ternyata listrik baru menyala setelah 3 hari, membuat genset kami boros bensin dan dimatikan siang hari. Ayah dan ibuku sering mencuri2 waktu untuk pulang ke rumah mengambil baju, jalan kaliurang mulai km 13 sudah ditutup membuat ayah dan ibuku mengambil jalan tembus untuk ke rumah dan mengambil baju. Hingga kira2 hari ke empat sudah mulai reda, kami diperbolehkan pulang ke rumah, jalan mulai dibuka, sekolah masih diliburkan karena bencana, 2 minggu seklah diliburkan, membuat 2 minggu ku terasa membosankan. saat itu aku benar- benar tidak tahu harus berbuat apa, dan saat sehari berhasil kami pulang, kala itu hari jumat, aku tidur di rumah, karena sekolah masih diliburkan, dan aku menunggu adzan jumatan, jam 10.30 kurang lebih suara sirine militer terdengar Cumiikkan telinga membangunkanku, kulihat warga berlarian dan mendegar sorak suara "Merapi dalam kondisi AWAS, para warga diharap segera mengungsi, truk tentara telah disediakan", saat itu aku terbangun dan kulihat ibuku di rumah beberes, kantor pemda dan swasta saat itu telah masuk, ibuku ternyata pulang karena mendengar kabar tadi, dan kantor sudah dikosongkan. Ibuku segera membawa kami mengungsi ke kantor ayah kami, untuk makan dan minum serta mengabari, sinyal HP saat itu benar- benar hilang. Kami yang mengungsi di kota, berharap smeoga teror merapi segera berakhir.
regmekujo dan 4 lainnya memberi reputasi
5