- Beranda
- Stories from the Heart
Burung Kertas Merah Muda
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#4
Chapter 3
“Semua anak baru kumpul di tengah lapangan sekarang!”
Suara teriakan siswa senior di depan kelas membuat semua murid baru berhamburan keluar menuju lapangan untuk berkumpul. Bagaimana tidak, semua takut dengan para senior. Takut dijahili, ataupun dihukum dengan macam-macam hukuman.
Tapi, tidak dengan Rendy walaupun dia kali ini lebih memilih menuruti saja pada senior di sekolahnya. Rendy dan yang lainnya berkumpul dan berbaris di lapangan sesuai dengan kelompoknya. Setelah itu, para senior mengabsen satu persatu murid kelas X yang sedang mengikuti MOS.
Ada beberapa murid yang kedapatan tidak membawa perlengkapan MOS seperti nametag atau ikat pinggang yang terbuat dari tali sumbu kompor. Murid yang melanggar tersebut digiring oleh senior ke depan lapangan. Mereka semua diceramahi dan dibentak habis-habisan oleh para senior.
“Masih jadi anak baru udah berani melanggar kalian!” bentak seorang senior lelaki dengan suara lantang.
“Sekarang, kalian semua jalan jongkok lima kali keliling lapangan!” lanjut perintah senior itu.
“Sekarang, kalian semua jalan jongkok lima kali keliling lapangan!” lanjut perintah senior itu.
Rendy dan yang lain hanya bisa melihat mereka semua berjalan layaknya bebek yang sedang beriringan. Para senior juga menambahkan bahwa siapapun yang melanggar peraturan, akan dihukum habis-habisan.
Sekolah ini termasuk sekolah favorit yang ada di Jakarta. Namun, di sini sangat kental dengan namanya senioritas. Dimana para murid baru harus tunduk dan patuh terhadap seniornya. Tidak hanya dalam masa orientasi, tetapi pada saat hari belajar seperti biasa dan ini sudah berlangsung menahun.
Setelah semua selesai berjemur di tengah lapangan, semua murid dipersilahkan kembali ke kelas kelompoknya masing-masing. Tapi, pandangan Rendy tercuri oleh sekelompok senior yang sedang menghukum murid-murid yang melanggar. Ada satu murid perempuan terlihat kelelahan, tapi justru para senior itu menambahi hukumannya.
“Bawa apa ini kamu!” bentak senior itu sambil menggengam sebuah handphone.
“HP, Kak.” jawab murid perempuan itu dengan kepala tertunduk.
“Udah tau kan selama MOS gak boleh bawa HP!”
“Tapi, saya butuh, Kak. Buat hubungin keluarga saya.” ujar perempuan itu pelan.
“Alasan!”
“HP, Kak.” jawab murid perempuan itu dengan kepala tertunduk.
“Udah tau kan selama MOS gak boleh bawa HP!”
“Tapi, saya butuh, Kak. Buat hubungin keluarga saya.” ujar perempuan itu pelan.
“Alasan!”
BRAK!
Senior lelaki tersebut membanting telepon genggam milik perempuan itu. Casing dan baterainya berhamburan keluar. Perempuan itu hanya bisa menangis tertunduk melihat telepon genggam miliknya dirusak oleh para senior dan membuat Rendy menjadi geram melihatnya.
“Ngapain lo disini! Mau gue hajar, hah!” bentak senior itu kepada Rendy yang tiba-tiba saja datang menghampiri.
Dengan emosi yang sudah mencapai puncak, Rendy menatap senior itu dengan tatapan tajam. Lalu, Rendy mengambil telepon genggam yang berserakan dan memasangkan kembali baterai beserta casing-nya.
“Ini, masih nyala kok.” Rendy memberikan handphone tersebut kepada perempuan itu.
“Dan lo semua! Lo inget baik-baik! Jangan pernah lo kasar sama perempuan! Ngerti!” Rendy menunjuk para senior itu satu persatu.
“Dan lo semua! Lo inget baik-baik! Jangan pernah lo kasar sama perempuan! Ngerti!” Rendy menunjuk para senior itu satu persatu.
Tanpa pikir panjang, senior itu melayangkan pukulan ke arah Rendy dan membuatnya terjatuh tersungkur ke tanah. Perempuan itu hanya bisa berteriak histeris ketika Rendy dipukuli oleh para kawanan senior tersebut. Tapi, Rendy bisa membalasnya. Hingga akhirnya perkelahian mereka berakhir dan Rendy harus digiring ke ruang OSIS.
“Siapa nama lo?” tanya seorang senior yang berada disana.
“Rendy.”
“Gue, Rian. Ketua OSIS disini. Dan lo tau siapa yang lo ajak ribut tadi?”
Rendy menggelengkan pelan kepalanya, “Bukan urusan gue.”
“Songong gila ini anak.” sahut Rian sambil tersenyum sinis.
“Rendy.”
“Gue, Rian. Ketua OSIS disini. Dan lo tau siapa yang lo ajak ribut tadi?”
Rendy menggelengkan pelan kepalanya, “Bukan urusan gue.”
“Songong gila ini anak.” sahut Rian sambil tersenyum sinis.
Rian, sang ketua OSIS langsung merapihkan meja-meja yang ada di sana hingga membentuk sebuah lingkaran. Dia juga meminta Rendy dan para senior yang berkelahi tadi masuk kedalam lingkaran tersebut.
“Ini pelajaran juga buat kalian. Ribut tuh yang gentle. One by one, jangan keroyokan. Ayo lanjutin.”
Kericuhan kembali terjadi. Sekarang ruangan OSIS yang dipakai oleh panitia MOS, kini beralih fungsi menjadi arena pertarungan. Seketika ruangan ini menjadi penuh dengan orang-orang.
“Ayo, hajar!”
“Gebukin aja tuh junior songong!”
“Gebukin aja tuh junior songong!”
Teriakan-teriakan provokatif dengan lantang dilantunkan oleh orang-orang yang menonton pertarungan ini. Membuat suasana ruangan ini menjadi semakin memanas.
Tanpa pikir panjang, Rendy langsung menarik salah satu diantara para senior itu ke tengah lalu dihajar habis-habisan olehnya. Pukulan demi pukulan diayunkan oleh Rendy. Lalu, senior itu membalasnya tapi sayang, pukulan itu selalu meleset. Terakhir, Rendy melayangkan lututnya dan tepat mengenai bagian perut dari senior itu dan jatuh tersungkur.
Tidak sampai disitu saja, Rendy langsung menerjang para senior yang lain dengan membabi buta tanpa ampun. Hingga akhirnya salah satu diantara mereka ada yang pingsan karena dihantam keras dengan meja.
****
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Itu tandanya masa penyiksaan senior terhadap murid baru hari ini sudah usai. Tapi, tidak dengan Rendy. Dia harus menghadap guru bidang kesiswaan karena terlibat perkelahian yang membuat salah satu senior harus dibawa ke rumah sakit.
“Ngapain lo masih di sini?” tanya Rendy seraya menghampiri perempuan yang ditolongnya tadi.
Seorang perempuan bertubuh kecil dan langsing sedang duduk dibangku taman sambil memainkan kakinya. Perempuan yang jika dilihat mempunyai kekuatan fisik yang lemah dan mata yang sembab karena sehabis menangis tadi.
“Nungguin lo.” jawabnya.
“Ngapain?”
“Gue mau bilang terima kasih.” perempuan itu berdiri dan menatap Rendy dalam-dalam sambil tersenyum manis ke arahnya.
“Nama lo Rendy, kan?” perempuan itu memegang bahu Rendy. “Gue akan selalu inget kok. Terima kasih. Rendy. Gue balik ya.” perempuan itu berjalan perlahan meninggalkan Rendy yang berdiri mematung melihatnya sampai hilang dari pandangan.
“Ngapain?”
“Gue mau bilang terima kasih.” perempuan itu berdiri dan menatap Rendy dalam-dalam sambil tersenyum manis ke arahnya.
“Nama lo Rendy, kan?” perempuan itu memegang bahu Rendy. “Gue akan selalu inget kok. Terima kasih. Rendy. Gue balik ya.” perempuan itu berjalan perlahan meninggalkan Rendy yang berdiri mematung melihatnya sampai hilang dari pandangan.
Rendy kembali naik ke kelasnya hanya untuk mengambil peralatan MOS yang ditinggal di dalam kelas. Tetapi, Rendy tidak langsung beranjak dari sana. Dia duduk sejenak dan merenungkan hasil perbuatannya tadi. Dia juga berdoa agar senior itu segera pulih dan tidak menderita luka dalam. Sebab, hukuman yang lebih berat telah dinantinya.
“Apa ini?” Rendy bertanya-tanya dalam hati.
Sebuah burung kertas berwarna merah mudah jatuh pada saat dia mengambil peralatan dari laci mejanya. Ada sebuah tulisan kecil di dalamnya. Rendy membuka burung kertas tersebut dan membaca kalimat di dalamnya.
Spoiler for Pesan:
Diubah oleh chrishana 31-03-2018 20:54
jenggalasunyi dan 16 lainnya memberi reputasi
17
