Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.

Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.

Quote:


Quote:


Spoiler for Sinopsis:


Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
pulaukapokAvatar border
genji32Avatar border
andybtgAvatar border
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#673
PART 53

Emil parno. Yah… bukan sepenuhnya salah dia juga, sih. Dilihat dari masa lalu juga gue harusnya udah wajar kenapa dia parno. Gue paling enggak bisa deket-deket sama cewek terus enggak terjadi apa-apa, bukan, bukan hamil, tapi kejadian sesuatu yang lain. I’ll never let Batman having sex before married. Kalau terdesak beda cerita.

Itu enggak penting, yang terpenting sekarang tuh Emil mau ke sini. Untuk KKN biasa, normal aja kalo temen atau pacar dateng ke lokasi KKN. Tapi untuk KKN gue, emang normal? Ada cewek yang digosipin suka sama guelah, ada cewek yang ngikutin gue kemana ajalah, bahkan ada masalah asmara yang kapan aja bakalan meledak, apa itu normal?

Emil enggak boleh ke sini, ya, gimanapun caranya Emil enggak boleh ke sini. Tapi gimana caranya? Alasan apa yang bisa gue berikan buat cewek yang pengin jenguk cowoknya yang kira-kira bisa bikin dia mengurungkan niat buat jenguk?

“Ah… Yang,” panggil gue. “Kayaknya kamu enggak bisa ke sini, deh.”
“Kenapa emang?”
"Y-ya enggak bisa pokoknya."
"Ya enggak bisanya kenapa, Yang? Jangan bikin penasaran gini."
"Desa ini kena wabah."
"W-wabah?" tanya Emil kurang percaya. "Wabah penyakit maksudnya?"
"Iya, wabah penyakit," ucap gue singkat.
"Wabah apa?"
"W-wabah apa?" ulang gue. "W-wabah...."
"Wabah apa?" tanya Emil mulai enggak sabaran.
"W-wabah flu padi," ucap gue putus asa.
"Flu padi?" ucap Emil dengan suara meremehkan. "Kamu yakin?"
“Y-ya iya."
"Dawi...."
"B-barusan diklarifikasi ternyata desa ini terserang wabah flu padi,” kata gue kembali percaya diri. “H5N101.”
“H5N101?”
“I-iya, flu mematikan yang ketika bersin bukan ingus yang keluar,” jelas gue. “Tapi nyawa!”

Mana mungkin dia percaya?! Ya mungkin beberapa orang yang enggak tau medis bakalan percaya flu padi itu nyata, contohnya Luther. Tapi kalo buat Emil yang sarjana kedokteran, mana mungkin dia percaya? H5N9 aja gue belum pernah lihat, masa iya nemuin H5N101?

Enggak, gue enggak bisa beralasan dengan suatu alasan yang dikuasai Emil, gue harus mencari alasan lain. Ya, suatu alasan yang dia enggak kuasai.

“Mil,” panggil gue. “Kayaknya sampai aku balik kamu enggak bisa ke sini, deh.”
“Kenapa emangnya? Ada wabah lagi?”
“Enggak, bukan wabah,” kata gue. “Tapi tsunami”
“B-banjir?!”
“Iya, Klaten kena gelombang tsunami atau semacamnya gitu,” jelas gue. “Delapan puluh sembilan persen infrastruktur kota hancur lebur! Jalanan hilang terbawa gelombang! Kamu enggak bakalan bisa ke sini!”
“Tunggu,” kata Emil. “Itu tsunami dari mana, deh?”
“Y-ya dari pantailah!” kata gue ngotot. “Kan aku udah bilang gelombang pantai!”
“Klaten kan enggak punya pantai.”
“P-pantai tetangganya kali.”
“Maksud kamu Jogja? Aku lagi di Jogja lho ini.”

Kan…, emang dasarnya guenya aja yang enggak pinter buat cari alasan. Biasanya sih gue bisa banget ngeles langsung waktu kejadian, tapi kalo dibikin-bikin gini, kayaknya gue orang yang paling bego sedunia buat begoin orang.

Tunggu! Mungkin yang satu ini bakalan berhasil. Ya, yang satu ini pasti bakalan berhasil! Kalo emang bohongin Emil enggak bisa pake sesuatu yang dia kuasain. Dan bohongin dia juga enggak bisa dengan alasan yang kita berdua enggak kuasain. Setidaknya, gue punya satu alasan lain. Ya, alasan buat gagalin dia dateng dengan sesuatu yang gue kuasain.

“Ah…, Yang,” panggil gue.
“Ya?”
“Kayaknya kamu enggak bisa jenguk aku di Boyolali, deh.”
“Lhoh? Kenapa emangnya?”
“Lagi ada masalah serius.”
“Masalah apa? Ada wabah? Apa tsunami?”
“Eng-enggak, bu-bukan masalah wabah atau tsunami.”
“Terus?”
“Aku habis nabrak anak-anak.”
“Nabrak anak?” kata Emil sedikit teriak. “Sampai mati enggak?”
“Kritis, tapi enggak sampai sakaratul maut, kok.”
“Duh…, kalo dilaporin polisi sepuluh tahun penjara kan, Yang?” tembak Emil. “Apalagi kalo sampai mati, masuk ke pasal 311 poin dua, jadi dua belas tahun penjara.”
“Eh?! M-masa segitunya?”
“Kamu enggak tau?! Kamu enggak tau apa hukuman buat kecelakaan lalu lintas? Kamu ini gimana, sih? Enggak pernah baca buku kuliah?”
“Eng-enggak maksud aku … jadi gini.” Gue menghela nafas sebentar, “Kabar baiknya yang aku tabrak ternyata anak kambing. Dan aku nabraknya juga jalan kaki, iya … jalan kaki.”

Gue lupa kalo gue enggak nguasain ranah pidana.

Nyokap gue pernah bilang jadilah orang yang jujur, jangan suka bohongin orang apalagi pasangan sendiri. Kayaknya gue bakalan nurut sama nyokap gue.

“Jadi gimana, Mel?” tanya gue. “Bisa?”
“Bisa apanya, sih?” tanya Melly balik. “Kalo nanya tuh yang jelas.”
“Ya… itu,” kata gue lagi. “Bisa lo singkirin Cassie sebentar? Sehari doang.”
“Mana bisa? Dia itu udah nempel sama lo.”
“Enggak sampai dua puluh empat jam, Mel.” Gue tunjukkan rancangan proposal proker kelompok, “Proposal, seksi perlengkapan, seksi acara, seksi apalah pokoknya gue yang nanggung!”
“Serius? Sampai segitunya?”
“Janji deh gue!”
“Omongan lo enggak bisa dipercaya.”
“Mel! Bantuin gue kek kali ini! Please!” pinta gue. “Kalo sampai Emil ketemu sama Cassie bakalan runyam masalahnya.”
“Lima ratus ribu,” kata Melly singkat.
“Lima ratus ribu?”
“Iya, lima ratus ribu.”
“Lo morotin gue?” tanya gue setengah enggak percaya. “Oke… oke…, lima ratus ribu–”
“Gimana pun caranya,” potong Melly. “Bikinin acara dangdut dengan anggaran lima ratus ribu.”
“Apaan?! Bikinin acara dangdut lima ratus ribu?!”

Angguk Melly.

“Ya lo gila aja, Mel!” tolak gue. “Panggungnya aja tiga ratus, belum perlengkapan sound, belum lagi penyanyinya!”
“Yaudah kalo lo mau Emil ketemu si Cassie.”
“Ya kalo lo mau panggungnya lincak terus perlengkapan soundnya speakernya si Bull sama yang nyanyi Luther tiga ribu rupiah juga hayuk! Tapi kalo penyanyi beneran, mana bisa.”
“Deal,” kata Melly balik badan. “Or no deal?”
“Deal.”
Diubah oleh dasadharma10 28-02-2018 16:59
pulaukapok
JabLai cOY
JabLai cOY dan pulaukapok memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.