- Beranda
- Stories from the Heart
MEREKA YANG HIDUP DALAM GELAP -[Based On True Story]- Side Story (The Untold)
...
TS
bakamonotong
MEREKA YANG HIDUP DALAM GELAP -[Based On True Story]- Side Story (The Untold)
Thread ini adalah Thread yang ditujukan untuk mengisi kekosongan beberap jeda waktu dan pengalaman yang tidak diceritakan dalam story season 1- akhir, sehingga disini kalian akan menjumpai pengalaman horror, interdimensional, dan lainnya oleh kreator.
The Main Stories :
SEASON 1 Mereka Yang Hidup Dalam Gelap
Selamat menikmati Side Story disini, tanpa perlu prolog langsung cekidot aja
mari kita bercengkrama bersama mereka yang hidup dalam gelap
SIDE STORY INDEX :
Side Story 1 (SS - 1)
Side Story 2 (SS - 2) part 1
Side Story 2 (SS - 2) part 2
Side Story 3 (SS - 3 )
Side Story 4 (SS - 4)
Side Story 5 (SS - 5) Part 1
Side Story 5 (SS - 5) Part 2
Side Story 6 (SS - 6)
Side Story 7 (SS - 7) Part 1
Side Story 7 (SS - 7) Part 2
Side Story 8 (SS - 8) Part 1
Side Story 8 (SS - 8) Part 2
Side Story 9 (SS - 9)
Side Story 10 (SS - 10)
Side Story 11(SS - 11)
Side Story 11 (SS - 11) REMAKE
Side Story 12 (SS - 12)
![MEREKA YANG HIDUP DALAM GELAP -[Based On True Story]- Side Story (The Untold)](https://s.kaskus.id/images/2018/02/27/8611989_20180227041403.JPG)
The Main Stories :
SEASON 1 Mereka Yang Hidup Dalam Gelap
Selamat menikmati Side Story disini, tanpa perlu prolog langsung cekidot aja
mari kita bercengkrama bersama mereka yang hidup dalam gelap
SIDE STORY INDEX :
Side Story 1 (SS - 1)
Side Story 2 (SS - 2) part 1
Side Story 2 (SS - 2) part 2
Side Story 3 (SS - 3 )
Side Story 4 (SS - 4)
Side Story 5 (SS - 5) Part 1
Side Story 5 (SS - 5) Part 2
Side Story 6 (SS - 6)
Side Story 7 (SS - 7) Part 1
Side Story 7 (SS - 7) Part 2
Side Story 8 (SS - 8) Part 1
Side Story 8 (SS - 8) Part 2
Side Story 9 (SS - 9)
Side Story 10 (SS - 10)
Side Story 11(SS - 11)
Side Story 11 (SS - 11) REMAKE
Side Story 12 (SS - 12)
Quote:
Diubah oleh bakamonotong 06-07-2018 13:04
1
35.2K
102
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
bakamonotong
#3
SS 1 - Sang Anak Kali Boyong
Aku memang masih kecil kala itu, tapi aku berusaha selalu memberanikan diriku agar tidak cengeng atau ketakutan melihat mereka yang tak kasat mata. Bahkan saking cengengnya saat kecil siang haripun aku tak berani ke kamar mandi, bahkan saat itu aku tidur selalu dengan adekku atau ayahku, tak berani aku tidur sendiri. Aku sang penakut kecil, selalu cengeng bahkan hingga mengompol ketika bertemu dengan mereka, tapi aku harus berhadapan dengan mereka sejak kelas kecil, dan membuatku harus berinteraksi dengan kisah seorang anak kecil yang meninggal kala itu, yang hingga sekarang masih mencari orang tuanya.
Aku bertemu dengannya pertama kali saat di kali Boyong, hingga saat dulu aku jurit malam dia masih menggangguku, bahkan sebenarnya saat di Sekolah diapun sering mengisengiku, membuatku ketakutan, panik, kehilangan barang, bahkan membuat beberapa kali emosiku tak terkontrol, emosi yang tidak hanya sekedara marah, bahkan sedih, hingga kenakalanku juga beberapa kulakukan karena anak kecil tersebut, aku yakin hingga sekarang dia masih disana, iseng, nakal, tapi dalam dirinya selalu penuh kesedihan, karena terpisah dari orang tuanya saat kecil, usianya kurang lebih sepantaran anak kelas 3 atau 4 SD, 8 atau 9 tahun.
hi hi hi hi hi, kudengar tawa khasnya siang itu saat aku duduk di kolong perosotan sambil membaca buku komik doraemon yang dibelikan orang tuaku, aku awalnya cuek saja, hingga dia kemudian berkata "hi hi hi, aku suka sama kamu bisa liat aku, aku punya teman bermain sekarang", kaget aku mendengarnya, membuatku sedikit mencari- cari dia, aku menolehkan kepalaku, kanan kiri, tapi tak ku jumpai dia, hingga aku keluar dari prosotan, dan tiba- tiba dia muncul tepat di sebelahku, tertawa- tawa menarikku untuk mengikutinya. Kuikuti saja langkahnya hingga sampai di sebuah pematang sawah dibelaakng sekolahku, dia kemudian beridir terdiam menatap rumah salah satu warga dekat sekolahku, yang dimana juga menjadi seorang penjaga di pondok yang berada di sekolahku. "itu dulu rumahku, aku, ibuku, ayahku, dan adikku, dulu kami tinggal disana", ratapnya sedih, membuatku sedikit sedih mendengar cerita anak tersebut.
Kala itu tahun 2006, aku sudah mencapai kelas 6 SD, si anak kemudian melihatku, menyentuhkan tangannya ke keningku, membuatku mundur menjelajahi waktu, bukan menjelajahi tepatnya, tapi aku melihat lagi gambaran masa lalu yang ditampilkan anak ini melalui diriku, gedung sekolahku tiba- tiba hilang, rumah yang lumayan bagus punya anak itu kini berubah cat sedikit kusam, aku lihat kala itu aku melihat merapi meletus cukup besar, kulihat lelehan lava pijar menuruni gunung malam itu, wedhus gembel yang menggunung bergumul dengan pasir menyerang pemukiman- pemukiman penduduk di daerah atas sana, lahar diingin hanyut melalui sungai- sungai membawa batu- batu besar, aku lihat anak itu bersama orang tuanya meringkuk ketakutan, berdoa semoga semua hal ini dapat dilalui tanpa harus mereka mati.
Ledakan yang hampir tak kunjung usai itu membuatku merasa cukup mengerikan melihatnya. bunyi gemuruh besar batu- batu membuat kesan malam itu menjadi makin kelam. Aku melihat keluarga itu tidur berpelukan, membuatku meneteskan air mata merindukan ibuku, kala itu ibuku cukup galak dan kurang memberikan kehangatan kasih sayang orang tua padaku, banyak KDRT yang dilakukannya, membuatku merindukan ibu yang seperti anak itu miliki. Aku melihat anak itu, tiba- tiba berdiri, dalam bentuk astral, kemudian menarikku berjalan keluar, aku hanya mengikutinya, mengikut jalannya yang santai, tapi terasa memilukan, melintasi perubahan waktu yang sangat drastis, hingga aku sudah mencapai pagi dimana aku melihat kejadian yang lebih mengerikan terjadi pada anak itu.
Kali Boyong kala itu tidak terlalu banyak air, tapi ada material batu- batu raksasa yang membuat anak- anak sering bermain disana, mengoleksi batu- batu gunung yang panas dan berbentuk unik, kulihat ada sekitar 8 anak disana, beberapa main air di sisa air yang dangkal, beberapa beridri di pinggit sungai sambil mencari batu- batu unik, aku hanya tersenyum melihat mereka bermain gembira, membangkitkan semangat diriku untuk bermain juga bersama mereka, tapi anehnya, semua benda disana tidak bisa kusentuh, bahkan berat bagiku untuk menggerakkan badan. membuatku malas dan lebih banyak menghabiskan waktu duduk melihat mereka bermain. Bahagia layaknya anak- anak kecil seumurannya, mereka semua tidak sekolah, karena memang mereka bukanlah berasal dari keluarga yang mampu, dan sekolah cukup jauh dari sana, bahkan untuk berjalan kaki buat merka pasti sangat melelahkan.
Tak berselang lama, terjadi gempa besar, membuat lapisan kerak bumi daerah sana bergetar, membuatku ketakutan, dengan cepat aku melihat ke arah gunung Merapi, yang saat itu meledak lagi, dengan letusan yang cukup besar, beberapa anak berhasil kabur, hingga tersisa 3 anak yang berada disana, dan satu anak, si anak kali boyong yang ku kenal. kulihat si anak kali boyong (sebut saja Budi (nama samaran)) bermain lebih jauh dari teman- temannya, hingga akhirnya aku mendengar gemuruh besar, dan membuat ke 4 anak ini bergeming dan berlari kencang, menuju aku, aku yang panik juga ikut berlari meninggalkan tempat itu, tapi teralmbat, lahar dingin bak ombak menaybet habis mereka berempat, hilang bak ditelan bumi.
Kulihat Budi mengangkat tangannya berharap untuk minta tolong, panik! aku berteriak- teriak minta tolong, tapi aku hanyalah makhluk fana saat kejadian itu, tidak ada satupun orang disana yang mampu mendengarku, membuatku makin iba melihat Budi dan teman- temannya mulai tenggelam dalam lahar dingin, yang tak kunjung berhenti. Aku lihat tubuh astral budi kini berada di sampingku, meringkuk seakan ngeri untuk membayangkan kejadian tersebut. Aku memeluknya erat, ikut menangis sambil menenangkan dirinya, aku meraskaan luapan kesedihan disana, memori- memori mengerikan yang dia rasakan, aku merasakan sakitnya kala itu, sakit bagaiman badanku hancur dihantam bebatuan lahar dingin, aku menjerit saat itu, merasakan sedih, pedih, dan kesakitan yang dirasakan Budi, membuatku melepas pelukanku, kesakitan yang amat, benar- benar pengalaman yang mengerikan.
Aku lihat Budi mengajak aku pergi ke arah rumahnya, dan membuatku yang masih terpuruk sedih kaget karena ditarik mendadak olehnya, Aku melihat betapa sedihnya orang tua dia menangis mendengar kabar dari teman- temannya. Aku tak mampu berkata lebih melihat sedihnya orang tua Budi. Kulihat teman- temannya juga ikut menangis, hingga beberapa orang tua yang lain datang kulihat 3 pasang orang tua lain ikut menangis, ya mereka orang tua dari 3 anak yang hanyut juga. Mereka benar- benar membuat hati kecilku menangis, AKu yang turut sedih melihat itu kembali melihat Budi disana, menunduk dan juga mendekati kepada kedua orangtuanya dalam wujud fana, memeluknya dan menangis dalam pelukannya. Sebuah momen yang membuatku merindukan orang tuaku lebih dari apapun yang kualami, terima kasih atas pengalaman kecilmu ini kawan, Budi, seorang anak kali Boyong, seorang saksi betapa ganasnya ledakan merapi kala itu.
Aku memang masih kecil kala itu, tapi aku berusaha selalu memberanikan diriku agar tidak cengeng atau ketakutan melihat mereka yang tak kasat mata. Bahkan saking cengengnya saat kecil siang haripun aku tak berani ke kamar mandi, bahkan saat itu aku tidur selalu dengan adekku atau ayahku, tak berani aku tidur sendiri. Aku sang penakut kecil, selalu cengeng bahkan hingga mengompol ketika bertemu dengan mereka, tapi aku harus berhadapan dengan mereka sejak kelas kecil, dan membuatku harus berinteraksi dengan kisah seorang anak kecil yang meninggal kala itu, yang hingga sekarang masih mencari orang tuanya.
Aku bertemu dengannya pertama kali saat di kali Boyong, hingga saat dulu aku jurit malam dia masih menggangguku, bahkan sebenarnya saat di Sekolah diapun sering mengisengiku, membuatku ketakutan, panik, kehilangan barang, bahkan membuat beberapa kali emosiku tak terkontrol, emosi yang tidak hanya sekedara marah, bahkan sedih, hingga kenakalanku juga beberapa kulakukan karena anak kecil tersebut, aku yakin hingga sekarang dia masih disana, iseng, nakal, tapi dalam dirinya selalu penuh kesedihan, karena terpisah dari orang tuanya saat kecil, usianya kurang lebih sepantaran anak kelas 3 atau 4 SD, 8 atau 9 tahun.
hi hi hi hi hi, kudengar tawa khasnya siang itu saat aku duduk di kolong perosotan sambil membaca buku komik doraemon yang dibelikan orang tuaku, aku awalnya cuek saja, hingga dia kemudian berkata "hi hi hi, aku suka sama kamu bisa liat aku, aku punya teman bermain sekarang", kaget aku mendengarnya, membuatku sedikit mencari- cari dia, aku menolehkan kepalaku, kanan kiri, tapi tak ku jumpai dia, hingga aku keluar dari prosotan, dan tiba- tiba dia muncul tepat di sebelahku, tertawa- tawa menarikku untuk mengikutinya. Kuikuti saja langkahnya hingga sampai di sebuah pematang sawah dibelaakng sekolahku, dia kemudian beridir terdiam menatap rumah salah satu warga dekat sekolahku, yang dimana juga menjadi seorang penjaga di pondok yang berada di sekolahku. "itu dulu rumahku, aku, ibuku, ayahku, dan adikku, dulu kami tinggal disana", ratapnya sedih, membuatku sedikit sedih mendengar cerita anak tersebut.
Kala itu tahun 2006, aku sudah mencapai kelas 6 SD, si anak kemudian melihatku, menyentuhkan tangannya ke keningku, membuatku mundur menjelajahi waktu, bukan menjelajahi tepatnya, tapi aku melihat lagi gambaran masa lalu yang ditampilkan anak ini melalui diriku, gedung sekolahku tiba- tiba hilang, rumah yang lumayan bagus punya anak itu kini berubah cat sedikit kusam, aku lihat kala itu aku melihat merapi meletus cukup besar, kulihat lelehan lava pijar menuruni gunung malam itu, wedhus gembel yang menggunung bergumul dengan pasir menyerang pemukiman- pemukiman penduduk di daerah atas sana, lahar diingin hanyut melalui sungai- sungai membawa batu- batu besar, aku lihat anak itu bersama orang tuanya meringkuk ketakutan, berdoa semoga semua hal ini dapat dilalui tanpa harus mereka mati.
Ledakan yang hampir tak kunjung usai itu membuatku merasa cukup mengerikan melihatnya. bunyi gemuruh besar batu- batu membuat kesan malam itu menjadi makin kelam. Aku melihat keluarga itu tidur berpelukan, membuatku meneteskan air mata merindukan ibuku, kala itu ibuku cukup galak dan kurang memberikan kehangatan kasih sayang orang tua padaku, banyak KDRT yang dilakukannya, membuatku merindukan ibu yang seperti anak itu miliki. Aku melihat anak itu, tiba- tiba berdiri, dalam bentuk astral, kemudian menarikku berjalan keluar, aku hanya mengikutinya, mengikut jalannya yang santai, tapi terasa memilukan, melintasi perubahan waktu yang sangat drastis, hingga aku sudah mencapai pagi dimana aku melihat kejadian yang lebih mengerikan terjadi pada anak itu.
Kali Boyong kala itu tidak terlalu banyak air, tapi ada material batu- batu raksasa yang membuat anak- anak sering bermain disana, mengoleksi batu- batu gunung yang panas dan berbentuk unik, kulihat ada sekitar 8 anak disana, beberapa main air di sisa air yang dangkal, beberapa beridri di pinggit sungai sambil mencari batu- batu unik, aku hanya tersenyum melihat mereka bermain gembira, membangkitkan semangat diriku untuk bermain juga bersama mereka, tapi anehnya, semua benda disana tidak bisa kusentuh, bahkan berat bagiku untuk menggerakkan badan. membuatku malas dan lebih banyak menghabiskan waktu duduk melihat mereka bermain. Bahagia layaknya anak- anak kecil seumurannya, mereka semua tidak sekolah, karena memang mereka bukanlah berasal dari keluarga yang mampu, dan sekolah cukup jauh dari sana, bahkan untuk berjalan kaki buat merka pasti sangat melelahkan.
Tak berselang lama, terjadi gempa besar, membuat lapisan kerak bumi daerah sana bergetar, membuatku ketakutan, dengan cepat aku melihat ke arah gunung Merapi, yang saat itu meledak lagi, dengan letusan yang cukup besar, beberapa anak berhasil kabur, hingga tersisa 3 anak yang berada disana, dan satu anak, si anak kali boyong yang ku kenal. kulihat si anak kali boyong (sebut saja Budi (nama samaran)) bermain lebih jauh dari teman- temannya, hingga akhirnya aku mendengar gemuruh besar, dan membuat ke 4 anak ini bergeming dan berlari kencang, menuju aku, aku yang panik juga ikut berlari meninggalkan tempat itu, tapi teralmbat, lahar dingin bak ombak menaybet habis mereka berempat, hilang bak ditelan bumi.
Kulihat Budi mengangkat tangannya berharap untuk minta tolong, panik! aku berteriak- teriak minta tolong, tapi aku hanyalah makhluk fana saat kejadian itu, tidak ada satupun orang disana yang mampu mendengarku, membuatku makin iba melihat Budi dan teman- temannya mulai tenggelam dalam lahar dingin, yang tak kunjung berhenti. Aku lihat tubuh astral budi kini berada di sampingku, meringkuk seakan ngeri untuk membayangkan kejadian tersebut. Aku memeluknya erat, ikut menangis sambil menenangkan dirinya, aku meraskaan luapan kesedihan disana, memori- memori mengerikan yang dia rasakan, aku merasakan sakitnya kala itu, sakit bagaiman badanku hancur dihantam bebatuan lahar dingin, aku menjerit saat itu, merasakan sedih, pedih, dan kesakitan yang dirasakan Budi, membuatku melepas pelukanku, kesakitan yang amat, benar- benar pengalaman yang mengerikan.
Aku lihat Budi mengajak aku pergi ke arah rumahnya, dan membuatku yang masih terpuruk sedih kaget karena ditarik mendadak olehnya, Aku melihat betapa sedihnya orang tua dia menangis mendengar kabar dari teman- temannya. Aku tak mampu berkata lebih melihat sedihnya orang tua Budi. Kulihat teman- temannya juga ikut menangis, hingga beberapa orang tua yang lain datang kulihat 3 pasang orang tua lain ikut menangis, ya mereka orang tua dari 3 anak yang hanyut juga. Mereka benar- benar membuat hati kecilku menangis, AKu yang turut sedih melihat itu kembali melihat Budi disana, menunduk dan juga mendekati kepada kedua orangtuanya dalam wujud fana, memeluknya dan menangis dalam pelukannya. Sebuah momen yang membuatku merindukan orang tuaku lebih dari apapun yang kualami, terima kasih atas pengalaman kecilmu ini kawan, Budi, seorang anak kali Boyong, seorang saksi betapa ganasnya ledakan merapi kala itu.
johny251976 dan 2 lainnya memberi reputasi
3