Kaskus

Story

nasihiberAvatar border
TS
nasihiber
Dia Untukku
Dia Untukku


Dia Untukku




Hidup itu keras. Hidup itu penuh dengan ketenangan. Hidup itu penuh dengan kegelisahan. Hidup itu penuh dengan tawa. Hidup itu penuh dengan air mata. Hidup adalah sebuah jalan yang kita tempuh. Dan kita harus siap menghadapi semua itu dengan lapang dada. Perjalanan hidup tidak hanya sekedar bangun tidur, melaksanakan kegiatan, dan tidur kembali. Setiap harinya, pasti ada sesuatu yang bisa kita ambil sebagai pelajaran. Terkadang kita dihadapkan dalam sebuah keadaan dimana kita harus memilih salah satu dari beberapa pilihan. Namun disitulah kita akan belajar menjadi dewasa.

Kita tak akan pernah benar-benar tahu apakah keputusan yang kita ambil berada pada posisi benar atau salah, sampai kita benar-benar telah memutuskan. Yang perlu kita yakini, saat kita memutuskan sesuatu, terlepas keputusan itu benar atau salah, berarti kita telah sukses melewati satu tahap kehidupan.

Aku bukanlah lelaki yang berasal dari keluarga berada. Aku juga tidak berasal dari keluarga yang mengenal agama. Bahkan ilmu agamakupun mungkin tergolong kategori rendah. Disini aku hanya ingin bercerita. Bukan berarti aku orang pintar, bukan. Melainkan aku orang yang penuh dengan kegelisahan. Aku bukanlah manusia yang hebat, yang dikagumi oleh banyak orang. Aku hanyalah seorang lelaki yang terlalu menikmati dosa-dosa. Aku hanya lelaki yang sedang berusaha untuk berubah ke arah yang lebih baik lagi. Jadikan kisah ini sebagai pengisi waktu kekosongan saja. Aku tidak memaksakan kalian untuk membaca kisah ini. Namun yang pasti, buang negatifnya, ambil positifnya.

Spoiler for F.A.Q:



Index

SEASON 1
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47


SEASON 2
Part 2.1 - Kehidupan
Part 2.2 - Camping
(Behind the Scene)Isi Hatiku - Istrimu
Part 2.3 - Fernita Widyaningsih
Part 2.4 - Teman Lama
Part 2.5 - Fernita Dilamar?
Part 2.6 - Dapat Restu
Part 2.7 - Keputusan
Part 2.8 - Menjelang Pernikahan
Part 2.9 - Masa Lalu
Part 2.10 - Hati yang Hilang
Part 2.11 - Persiapan
Part 2.12 - Hijrah
Part 2.13 - Cahaya Cinta
Part 2.14 - Mblenjani Janji
Part 2.15 - Serendipity
Part 2.16 - Pertemuan
Part 2.17 - Kesempatan Kedua
Part 2.18 - Harapan dan Cinta
Part 2.19 - Cahaya Cinta 2
Part 2.20 - Liburan
Part 2.21 - Mekarnya sang Melati
Part 2.22 - Cinta dan Sahabat
Part 2.23 - Mella Agustina
Part 2.24 - Penenang Hati
Part 2.25 - Ikatan Suci
Ending 1 - Cinta Suci
Ending 2 - Dia Untukku



Dibalik Hati


NB: Terima kasih buat yang sudah memberi komentar.
Yang berkomentar, page terakhir dan 2-3 page kebelakang mungkin akan ada pemberitahuan update melalui "Quote" emoticon-Smilie
Polling
0 suara
Siapakah yang menikah dengan Fatir?
Diubah oleh dipretelin 27-06-2018 10:21
kadalbuntingzzzAvatar border
User telah dihapus
junti27Avatar border
junti27 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
247.8K
1.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
nasihiberAvatar border
TS
nasihiber
#568
BAB 45 - Persiapan
Aku bangun dengan segera dan mencari keberadaan Nada.

“Jangan lagi . . . please, jangan . . . “ ucapku dalam hati sambil terus berjalan tanpa arah

Semua sia-sia. Aku hanya menghabiskan waktuku untuk mencari hal yang sudah pergi. Nada. Aku akan mencarinya. Aku tak ingin sesuatu terjadi padanya. Ia mengorbankan dirinya untuk melindungiku. Lelaki macam apa aku ini? Seharusnya aku yang melindunginya, bukan sebaliknya. Aku duduk di sebuah kursi taman didekat situ. Aku menyesal pada diriku sendiri. Aku marah pada diriku sendiri, dan aku benci pada diriku sendiri. Aku terus memukuli bangku ini hingga tanganku merah semua. Ku dengar dari belakangku ada yang berteriak memanggilku. Dea.

“Fatiir . . . . “ teriak Dea

Aku tak menghiraukannya dan tetap dalam kondisi amarah menguasai pikiran dan hatiku.

“Fatir, lo tenang” *sambil memegang pundakku

Aku tak mendengarkannya. Tetapi Dea terus berusaha menenangkanku. Ia duduk disampingku. Tanganku gemetaran karena terus memukuli bangku taman yang terbuat dari besi ini. Dea memegang tanganku sambil membasuh tanganku dengan air. Aku hanya terus menatap ke arah tanah dengan diselimuti rasa kecewa pada diriku sendiri. Aku menatap Dea dengan tajam, tetapi ia tetap menatapku dengan sayu. Ia menggerakan tangannya dan menghapus air mataku.

“Jangan cengeng, lo itu kuat. Ga kaya gini” katanya

“Lo tau apa?”

“Gue tau. Lo orangnya kuat ga pernah menyerah. Apalagi setelah Fernita cerita tentang hidup kalian”

“Lo ga tau apa yang gue rasain” ucapku

“Gue tau . . . “

“Apa? Apa yang lo tau?” ucapku sedikit membentak

“Gue tau, karena gue pernah merasakannya. Saat gue ada, tetapi lo pergi untuk Nada. Dan gue berusaha buat ikhlasin lo sama dia, meski lo tau gue baik-baik aja, tapi hati gue hancur”

Aku tak kaget mendengar ucapannya. Saat ia cerita di malam itu, aku sudah menyadari bahwa Dea pun pernah berkorban untukku. Tapi aku tak pernah membalas kebaikannya. Hati tak bisa dipaksakan, aku masih mencintai Nada. Dan aku tak bisa mencintai orang lain ketika ada hati yang aku jaga. Aku mencintai Nada, aku takkan pernah membiarkannya pergi. Aku belum siap untuk menyerah. Aku tak ingin hal serupa seperti Mella terjadi lagi.

“Lo udah tenang?” tanya Dea

Aku mengangguk kecil menjawab pertanyaannya.

“Sekarang apa yang akan lo lakukan?” tanyanya lagi

Aku merogoh saku jaketku dan aku mengambil sebuah kertas yang dititipkan oleh dokter tadi. Aku membuka kertas itu.

“Kembalilah ke kehidupanmu yang semula, jangan bertahan disini dengan semua masalah yang ada. Aku tidak ingin melihatmu tersiksa, ku harap kamu bisa mengerti kalau semua yang aku lakukan ini demi kebaikanmu

Maafkan aku, mungkin caraku ini salah. Tapi aku tidak tau harus berbuat apa lagi. Semoga memang ini yang terbaik untuk semuanya, terima kasih sudah pernah berjuang bersamaku.

Harus kamu tau bahwa sesungguhnya aku tidak pernah meragukan kesetianmu. Jika hubungan kita harus berakhir, itu bukan karena adanya orang ketiga. Keadaan yang memaksaku untuk pergi dari kehidupanmu. Kini aku harus merelakanmu, namun bukan berarti aku akan berhenti mencintaimu. Ijinkan aku memelukmu dalam doa, semoga hidupmu selalu bahagia”

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku kembali melipat kertas itu dan kumasukkan kembali kedalam saku jaketku.

“Fatir, sekarang kita pulang ya” bujuk Dea

“Iya” aku menurut saja

Dea membantuku berdiri dan berjalan pulang. Setibanya aku dikosan, Fernita sedang menungguku didepan pintu kamar. Ia langsung menghampiriku dengan wajah penuh kekhawatiran.

“Kakak kenapa?” tanya Ferni

“Gapapa de, aku gapapa, yuk masuk. Dea, makasih ya, lo udah bantuin gue”

“Iya sama-sama, yaudah lo masuk, istirahat, besok kan harus kerja” katanya

Aku dan Fernita masuk kedalam. Aku menatap mata Ferni yang penuh dengan kekhawatiran padaku. Air matanya jatuh dibalik cadarnya. Aku memeluknya dan berusaha menenangkannya meski hatiku sendiri hancur atas kepergian Nada”

“Kakak kenapa? Ferni khawatir”

“Nada . . “

“Kak Nada kenapa?” tanya Ferni

“Nada memilih untuk pergi” ucapku

“Lalu apa yang akan kakak lakukan sekarang?” tanyanya

“Aku akan mencarinya”

“Tapi kakak tau kalau itu tidak akan mudah kak” katanya

“Ya aku tahu, tapi aku tak bisa membiarkan Nada menahan rasa sakit dalam hatinya karena harus menjalani apa yang tidak ia inginkan”

“Bagaimana jika kakak gagal? Kakak harus punya rencana kedua jika rencana pertama gagal” katanya

“Entahlah, mungkin aku akan . . . melupakannya”

“Kakaaak”

“Iya de”

“Kakak harus kuat” kata Ferni

“InsyaAllah”

Aku kembali menjalani hidupku tanpa kehadiran Nada lagi. Aku membereskan kembali kamarku, dan masih ada barang-barang Nada yang tersimpan disini. Aku merapikan barang demi barang. Dan semua barang Nada aku simpan di sebuah laci kecil yang menyatu dengan lemari. Satu minggu setelah kepergian Nada, aku tak mendengar kabarnya lagi. Entah bagaimana ia sekarang. Apakah ia baik-baik saja? Dia sedang apa sekarang? Aku berusaha membuang pikiran burukku padanya. Suatu siang aku sedang duduk didepan kamar kos karena sedang libur kerja

“Fatir” panggil Dea

“Iya Dea” jawabku

“Lo lagi apa?”

“Ga lagi apa-apa” jawabku singkat

“Gue boleh duduk?” tanyanya

“Sini” ucapku sambil menepuk lantai disampingku

“Lo masih kepikiran Nada?”

“Tentu, gue ga akan melepaskannya begitu saja”

“Gue . . “

“Ya?”

“Katakan apa yang bisa gue bantu” ucap Dea

“Lo mau bantu?”

“Iya, gue mau bantuin lo cari Nada” katanya

Aku tak percaya. Aku tahu bahwa Dea pernah menyatakan perasaannya padaku, tetapi ia masih saja mau membantuku untuk mencari Nada. Aku tahu dalam hatinya merasakan sakit yang teramat sangat ketika ia mencintai seseorang yang “belum bisa” mencintainya.

“Minggu depan, kita ambil cuti ya, kita ke Jakarta untuk cari Nada. Siapa tau kalian bisa bertemu lagi”

“Lo yakin De?”

“Iya, gue yakin” katanya tersenyum

Spontan aku memeluknya. Tapi aku sadar apa yang aku lakukan. Setelah kulepaskan ia seolah tak percaya dengan apa yang aku lakukan. Ia hanya tertunduk malu. Jika kalian melihatnya secara langsung, Dea terlihat lebih manis ketika ia menunjukkan sisi kewanitaannya. Beberapa hari sebelum keberangkatan kami, aku agak sedikit khawatir meninggalkan Fernita sendirian. Aku menyarankan agar ia membawa salah satu teman akhwatnya untuk menemaninya selama aku pergi. Suatu malam, kami membahas tentang hal ini antara aku dan Ferni.

“Kakak bener mau cari kak Nada?” tanyanya

“Iya bener de, kamu gapapa kakak tinggal?”

“Gapapa kak, aku kan bisa ajak Fitria buat nginep disini”

“Oh iya, tapi kamu tetep kabarin kakak nanti”

“Iya pasti kak, oh iya kak”

“Kenapa de?”

“Emm gapapa kak, nanti saja” katanya

“Kita belum ziarah ke makam ya de”

“Iya kak, liburan nanti kita pulang yah” katanya

“Iya de, kakak usahakan ya”

“Oh iya, ngomong-ngomong, gimana kabar Fitria, udah jarang kesini lagi” tanyaku

“Iya hehe, katanya lagi banyak-banyaknya tugas kak”

“Iya sih, terakhir ketemu dia juga gitu hehe” ucapku

Malam itu, aku kembali membuka surat terakhir dari Nada sebelum akhirnya ia pergi. Aku melihat tulisannya yang begitu bagus dan rapi. Ketika aku membalikkan kertas itu, tidak ada apapun, tapi dibagian bawah sebelah kiri, terdapat sebuah tulisan kecil yang bertuliskan

“Aku akan pulang”

Apa? Apa Nada akan kembali? Aku tak bisa hanya diam menunggu. Aku akan mencarinya. Mencari petunjuk tentang dia, dimana ia tinggal, rumah orang tuanya, dan lainnya. Kulihat kembali barang Nada yang tertinggal disini. Sampai aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku. Buku diarinya. Aku buka halaman pertama, dan kalian pasti tahu di halaman pertama adalah isi dari profil pemilik tersebut. Dan EUREKA ! ! disitu terdapat alamat Nada dimana ia menuliskannya dengan alamatnya di Jakarta. Aku bisa menyusulnya.

2 hari sebelum keberangkatanku ke Jakarta, aku mempersiapkan apa yang bisa aku persiapkan. Mulai dari pakaian, uang, alamat yang tertera, tempat aku menginap jika diperlukan, hingga perkiraan pengeluaran sudah kucatat dalam handphoneku. Aku juga tak lupa untuk tetap berkomunikasi dengan Dea. Apapun yang terjadi nanti, aku harus siap menerimanya. Setidaknya aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
ashrose
delet3
khodzimzz
khodzimzz dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.