- Beranda
- Stories from the Heart
Dunia Para Monster [Zombie Apocalypse Story]
...
TS
irazz1234
Dunia Para Monster [Zombie Apocalypse Story]
Hello kaskuser dan momod tercintah 
Gw mau coba share cerita yang bertema horor.
Tapi horor bukan sembarang horor.
Horor kali ini temanya Zombie Apocalypse.
Mirip kyk resident evil, the last of us, the walking dead, dll.
Tema yg cukup jarang diulas ato dibuat threadnya di SFTH.
Apdet dirilis sesuka hati, tergantung moodnya TS
Kentang sih pasti ada, tapi gw usahain gak sampe busuk tuh kentang
Ga perlu lama-lama dah intronya, semoga semua pada suka
Selamat membaca

Gw mau coba share cerita yang bertema horor.
Tapi horor bukan sembarang horor.

Horor kali ini temanya Zombie Apocalypse.
Mirip kyk resident evil, the last of us, the walking dead, dll.
Tema yg cukup jarang diulas ato dibuat threadnya di SFTH.
Apdet dirilis sesuka hati, tergantung moodnya TS

Kentang sih pasti ada, tapi gw usahain gak sampe busuk tuh kentang

Ga perlu lama-lama dah intronya, semoga semua pada suka

Selamat membaca

Quote:
Diubah oleh irazz1234 06-03-2019 20:55
Karimake.akuna dan 12 lainnya memberi reputasi
13
36.3K
264
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irazz1234
#41
Chapter 5
Pertama kali terbang bersama Gabriel, Alyssa sedang dalam keadaan pingsan. Perjalanan pulang merupakan pengalaman yang unik. Meskipun diluar sana gelap gulita, Gabriel mampu memandu perjalanan dan melakukan beberapa maneuver udara jika dibutuhkan. Meskipun lokasi kotanya berada ratusan kilometer dari Colombus, namun Gabriel mampu membawanya pulang hanya dalam waktu kurang dari setengah jam. Hanya butuh waktu sedikit bagi Gabriel untuk mengambil darah Alyssa sebagai tenaga untuk membawanya pulang ke kota.
Alyssa menunjuk ke sebuah lokasi yang sepi pada saat malam seperti ini. Lokasi tersebut berada setelah tikungan yang membuat mereka tidak dapat terlihat. Setelah mendarat, Gabriel menyerahkan tas yang ia bawa di pundak kepada Alyssa. Ia juga menggendong tas yang membuatnya memiliki bahan makanan yang sangat banyak jika dihitung. Ia juga menjarah lemari kamar mandi milik Gabriel karena ia yakin vampire tidak membutuhkan kosmetik maupun obat-obatan. Jika digabungkan dengan makanan kaleng an dan barang-barang lainnya, Alyssa tidak hanya pulang dengan selamat tapi juga dengan tugas yang berhasil ia jalankan. Gabriel berharap jika barang-barang ini cukup untuk menghindari kecurigaan.
"Terima kasih sekali lagi." Ucap Alyssa sambil mencium pipi Gabriel. Dia bisa merasakan betapa dinginnya kulit pria itu, hampir sama seperti mayat hidup.
"Terima Kasih." Balas Gabriel kepadanya. Sebelum dia bisa berkata lebih lanjut, sebuah suara seseorang memanggil. Sebelum orang itu mengarahkan senter ke arah Alyssa, Gabriel telah melompat ke udara dan menghilang seketika.
"Siapa yang ada disana?" Suara itu memanggil.
"David, ini aku." Sahut Alyssa.
"Alyssa!" Seru David terkejut. "Ini mustahil!"
"Ini aku." Ucapnya sambil menggendong tas. "Dan aku tidak pulang dengan tangan kosong."
"Dasar cewek sinting!" Seru David galak. "Barang-barang itu gak penting! Kami pikir kamu udah mati!"
Tanpa berkata apapun, David mengambil tas dari Alyssa lalu menggenggam tangannya, menggiringnya keluar dari taman kecil itu. Alyssa tau kemana David akan membawanya; Untuk bertemu dengan Major. Orang yang telah menyuruhnya melakukan tugas yang brutal pada hari pertamanya. David mengetuk pintu rumah Major meskipun ini sudah larut malam. Segera setelah lampu menyala dan pintu terbuka, Major keluar dari dalam mengenakan piyama dan sendal jepit.
"Apa-apaan in..." Ia berhenti bicara karena tidak percaya apa yang ia lihat. "Alyssa?"
"Alyssa yang sama." Ujarnya sambil tersenyum. "Maaf telat."
"Gimana bisa kamu masih hidup?" Major bertanya, masih terkejut.
"Aku berhasil nemuin jalan keluar dari toko, terus ngumpet sampai keadaan aman." Ucap Alyssa berbohong, ia tidak ingin berkata jujur untuk sekarang. Mengingat tugasnya yang pertama harusnya tidak sesulit itu, ia masih tidak percaya kepada orang yang sedang berdiri dihadapannya sampai saat ini. "Apa yang lain berhasil selamat?"
"Tidak." Balas Major. "Sekelompok zombie berusaha menerobos tembok kemarin, dan dua diantaranya merupakan anggota grupmu. Kami pikir kamu juga ikut terbunuh."
"Aku masih disini, hidup dan sehat." Alyssa berkata lalu melepas tas dari pundaknya dan melemparnya ke kaki Major. "Aku juga nemuin beberapa barang yang kita bisa gunakan."
Major tidak percaya apa yang ia lihat. "Aku percaya kamu memang hebat." Ucapnya sambil tersenyum. "Senang bisa melihatmu lagi, sungguh."
"Aku mau ketemu adikku." Alyssa lalu berkata. "Aku mau bilang kalau aku baik-baik saja."
"Tunggu lah sampai besok pagi." Major menyarankan. "Kita gak ingin ada keributan setelah jam malam. Kami akan kabarkan besok pagi saat sarapan."
Major membiarkan Alyssa masuk dan mengijinkannya untuk tidur di sofa. Ketika cahaya pagi muncul keesokan harinya, Alyssa sudah bangun dan tidak sabar untuk bisa bertemu adiknya lagi. Untuk menyajikan dan menghindari makanan terbuang percuma, seluruh warga sarapan di Balai utama kota. Waktu yang tepat bagi Major untuk menyampaikan berita, mengecek keadaan tembok, dan informasi tentang jumlah bahan makanan yang tersisa. Biasanya, Major akan langsung membahas soal bisnis saat ia masuk sewaktu sarapan. Tapi pagi ini ia memutuskan untuk mengabarkan kabar gembira ini lebih dulu.
"Lihatlah siapa yang kami temukan tadi malam!" Ujarnya memanggil Alyssa yang lalu muncul ke dalam ruangan, lalu berdiri disamping Major.
Banyak suara tertahan karena terkejut. Banyak yang menganggap dirinya telah tewas lalu bersorak-sorai gembira. Banyak pula yang menangis bahagia, namun semua itu tidak sebanding dengan apa yang terjadi sewaktu adiknya Alyssa melihatnya. Diane melompat dari tempatnya duduk lalu berlari kencang menuju kearah Alyssa dan memeluknya dengan erat. Kedua gadis itu berpelukan erat dan membayangkan hal terburuk jikalau mereka tidak dapat bertemu lagi.
"Maafin aku ya..." Ucap Alyssa disela-sela tangisnya. "Aku berusaha kembali secepat yang aku bisa."
"Gak apa-apa." Ucap Diane tanpa melepas pelukannya. "Kamu selamat! Itu yang paling penting! Gak usah pergi keluar lagi! Kita sudah kehilangan ayah! Aku gak mau kehilangan kamu juga!"
Major mendengar teriakan Diane lalu memutuskan untuk berjalan mendekat. "Diane, aku tau kamu senang karena kakak kamu telah kembali, tapi dia sungguh hebat dalam menyelesaikan tugas. Dia tidak hanya selamat tapi juga berhasil membawa banyak sekali bahan makanan yang kita butuhkan."
"Gak boleh! Pokoknya gak boleh!" Diane berteriak sampai hampir menangis.
"Alyssa adalah salah satu orang terbaik yang kita punya." Ujar Major mengulangi. "Kita butuh bantuannya."
Diane tidak sanggup menahannya lagi dan berteriak keluar dari Balai kota sambil menangis kencang. Ruangan itu dipenuhi oleh orang-orang yang terdiam marah. Major sudah sangat terbiasa dengan suasana seperti itu.
"Aku tidak suka menjadi orang jahat." Major menjelaskan lalu menghela nafas panjang. "Apa yang akan kalian lakukan jika berada di posisiku saat ini?"
Ruangan itu lalu mendadak sunyi, dan sebagian orang merenung sambil menundukkan kepala mereka. Sebagian lain hanya acuh sambil melanjutkan sarapannya.
"Gak apa-apa, pak." Ucap Alyssa lalu terdiam sejenak. "Aku akan pergi lagi kesana, dengan beberapa syarat tentunya."
"Sebutkan saja." Balas Major cepat hampir tanpa keraguan sedikitpun.
"Aku butuh rumah baru untukku dan adikku." Kata Alyssa. "Aku mau rumah dua lantai dengan atap diatasnya dan lokasinya harus dekat dengan tembok pembatas."
"Aku sanggup." Ujar Major mengiyakan. "Warga kota lebih memilih rumah yang jauh dari tembok, apalagi?"
"Aku harus bertugas sendirian." Alyssa lalu bertanya, ia tahu hal ini melanggar peraturan kota.
"Aku ngerti kenapa kamu mau melakukannya sendirian." Ucap Major menggaruk jenggotnya yang baru tiga hari tumbuh. "Tanpa dua orang lain yang melambatimu, akan lebih cepat bagi kamu untuk menghindari mayat-mayat hidup itu."
"Benar sekali." Jawab Alyssa, meskipun itu adalah kebohongan belaka. Tidak akan pernah sekalipun ia mau mengatakan hal yang sebenarnya kepada Major. Lagi pula dia tak mungkin percaya.
"Jika kamu sanggup kembali dengan membawa bahan persediaan seperti malam kemarin, aku tidak akan melarangmu, terlebih kita tidak akan membahayakan dua orang lainnya setiap kali kamu bertugas." Major menjawab, yang membuat Alyssa agak terkejut. "Memang melanggar peraturan, tapi kamu akan sendirian diluar sana tanpa ada yang dapat menolongmu."
"Ada dua hal lagi." Ucap Alyssa mencoba peruntungannya.
"Boleh saja." Jawab major lalu duduk di kursi. "Sebutkan."
"Aku akan bertugas dua minggu sekali, dan bukan seminggu." Alyssa memberitahunya.
"Asalkan kamu sanggup membawa barang-barang sebanyak kemarin, aku gak keberatan." Jawab Major sambil menyesap kopinya. "Apalagi yang lain?"
"Aku pergi kapanpun aku mau. Gak pakai jadwal." Jawab Alyssa lalu ikut duduk.
"Tapi kita punya aturan." Major mencoba untuk protes.
"Aku cuma butuh daftar barang yang harus kucari setiap dua minggu sekali." Alyssa menjelaskan kepadanya. "Aku akan berusaha sebisa mungkin, tapi harus pergi kapanpun aku mau. Tanpa ada lagi pertanyaan."
Alyssa sedang mencoba keberuntungannya tapi ia tak peduli. Ini adalah cara terbaik untuk melakukan tugas dengan tetap merasa aman, dengan Gabriel disisinya daripada dua orang manusia biasa.
"Baiklah, kuterima syarat darimu." Major berkata sambil menghabiskan kopinya. "Kita anggap ini percobaan, setiap dua minggu selama dua bulan. Kita lihat apa cara ini bisa berhasil."
"Setuju." Ucap Alyssa sambil menyodorkan tangan.
Major menjabatnya dengan tersenyum. Ia tidak percaya kalau Alyssa mau melakukan tugasnya dengan sukarela, dan mengira-ngira bantuan seperti apa yang dia dapat diluar sana. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, segalanya akan baik-baik saja.
Butuh waktu beberapa jam bagi Alyssa untuk menjelaskan kepada adiknya tentang kondisi saat ini. Ketika ia menjelaskan bagaimana cara ia bisa selamat, tanpa menyebut Gabriel, adiknya mulai bisa sedikit tenang.
Empat hari berikutnya Major mengatakan kalau mereka sudah bisa pindah ke rumah yang baru. Dia memindahkan mereka ke sebuah bangunan apartemen yang dekat dengan tembok pembatas. Seperti yang dijanjikan, mereka diberikan rumah dengan akses menuju atap. Dirinya tidak mengerti kenapa Alyssa menginginkan hal itu, tapi ia membiarkannya untuk sementara waktu.
Bagi Alyssa alasannya sudah cukup jelas, yaitu memberikan Gabriel tempat yang aman untuk mendarat. Ia juga memutuskan untuk berjemur diatap agar kulitnya agak gelap, cukup untuk meyakinkan orang-orang mengapa ia memilih tempat itu. Hari-hari berikutnya digunakan gadis-gadis itu untuk pindah kerumah yang baru.
Alyssa membutuhkan beberapa jam dalam sehari ketika Diane tertidur, lalu menggunakan alat medis yang diberikan Gabriel untuk mengambil darah kedalam kantong melalui lengannya. Gabriel telah menunjukkan caranya dan dengan hati-hati agar darah yang diambil tidak terlalu banyak. Setengah kantong dalam sehari, lalu berhenti melakukannya beberapa hari setelah satu kantong darah terisi penuh. Alyssa beristirahat beberapa hari sebelum melakukannya lagi. Dia menyimpan kantong-kantong darah itu didalam kulkas, yang merupakan salah satu alasan kenapa dirinya membutuhkan tempat pribadi.
Alyssa ingin menjelaskan kepada Diane soal kantong-kantong darah itu tanpa diketahui Major, dia tidak bisa percaya padanya dan mungkin tidak akan pernah, mengingat apa yang pernah dilakukannya sewaktu tugas pertamanya tempo hari. Mengenai Gabriel, ia mungkin saja tewas bersama anggota grupnya waktu itu. Terkadang Alyssa berpikir kalau itu merupakan hal yang sengaja dilakukan oleh Gabriel. Dua anggota grupnya yang lain bukanlah orang-orang yang populer di kota.
Seiring waktu berjalan, Alyssa harus menerima tuduhan yang diarahkan padanya mengenai kematian kedua anggota grupnya. Namun dia memilih untuk mengabaikannya. Yang ada dikepalanya saat ini adalah mengurus Diane sebaik-baiknya yang juga berarti ia harus mengurus Gabriel.
kudo.vicious memberi reputasi
3