- Beranda
- Stories from the Heart
Gadis Bingung dan Pengembara
...
TS
hujan.soresore
Gadis Bingung dan Pengembara

Quote:
INDEX
Its freezing outside ...
Merindukanmu juga, sangat merindukanmu
Dan semua itu karena mereka pandir!
Gue Fahrezi
The Barbietch
Sore hari yang dijanjikan
Cerah...?
Rapat Rakyat Indonesia
Seuntai Awan Kecil
Day by day pass away
Well, I Should Say Thanks or Terima Kasih?
Janji sama gue..
Seperti beruang gendut kuning dengan baju merah kekecilan
Penghuni The Gloomy
Ada Rindu di Sepotong Ubi Cilembu
Itu milik Ezra
Gadis Bingung dengan rantai kacamata menjuntai
Ingin Bertemu Cerah
Pelangi di Senja Hari Bulan November
Candu
Hari-hari Bertualang Tanpa Akhir
Hari Hitam Legam
Semesta Bertautan
Dia Hanya Berhenti Bermain
Di Bawah Hujan
Abhipraya
Diubah oleh hujan.soresore 17-02-2018 05:20
anasabila memberi reputasi
1
8.9K
66
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
hujan.soresore
#58
Candu
Fahrezi memarkir mobil di sudut terjauh kampus siang itu. Lalu melesat ke gerbang depan Universitas, lebih satu kilometer jarak dilaluinya fakultas demi fakultas dengan senang hati sambil berlari. Hari ini dia akan menemui Cerah.
Dua minggu sudah dari pertemuan keduanya di selasar fakultas sore hari itu. Buku yang dipinjamkan Cerah ditelusurinya dengan tekun setiap ada waktu. Bukan untuk dibaca kata perkata, hanya ditelusurinya saja jejak-jejak si gadis bingung yang terangkum dalam lembaran.
Fahrezi sampai hapal, beberapa kata yang dihighlight rapi dengan stabilo warna-warni, lekuk tulisan tangannya, bahkan halaman mana tempat gadis ceroboh itu menumpahkan susu coklat sampai meninggalkan noda amat spesifik.
Hampir dua minggu buku lusuh itu jadi semacam candu bagi Fahrezi, candu yang mesti dikembalikannya pada sumber ketergantungan itu sendiri sore ini juga.
***
Seumur hidupnya belum pernah Fahrezi merasa sangat berbahagia duduk di atas kopaja pontang-panting jurusan lebak bulus-senen. Secara random Cerah duduk di sebelahnya, satu-satunya tempat duduk kosong yang tersedia sementara anggota rombongan lainnya sudah lebih dulu menyebar secara acak berburu bangku di atas minibus yang melaju cepat itu.
Di bangku terdepan Fahrezi dan Cerah duduk bersisian, diam. Semestinya tidak begitu menurut Fahrezi, banyak sekali yang ingin ditanyakannya pada si gadis bingung, tidak bisa terlontar satu katapun. Dari spion besar di luar jendela tampak pantulan Cerah mengenggam mantap roman jaman penjajahan "Burung-burung Manyar". Rambutnya tidak diikat ekor kuda hari ini, dibiarkan tergerai dan disisihkan sebagian ke belakang telinga.
Fahrezi menyimak dalam-dalam gemrisik lembaran kertas yang disibak Cerah. Jentik jari mungil itu seperti rintik hujan bisik Fahrezi dalam hati.
“Kamu pernah denger tentang Subcomandante Marcos,” ujar Fahrezi pendek memecah keheningan. Fahrezi saja kaget dengan pertanyaanya. Sekejap mengutuki diri sendiri. Dari sekian banyak pertanyaan tentang si gadis bingung yang dia kehendaki jawabanya, malahan dia bertanya soal pemimpin gerakan subversive dari seberang benua. Astaga bodohnya teriak Fahrezi dalam hati.
“Ehm, Milisi Zapatista kah?” jawab Cerah menggantung.
Fahrezi terdiam menautkan kedua alis mata keheranan. Segala macam hal tentang Cerah melesat berkelindaan menyesaki kepalanya. Mestilah di negeri para Unicorn ada siaran berita soal gerilya pemberontak Yang merebak di Selatan Amerika. Fahrezi mengangguk tertahan.
Sesak pikirannya melulu soal Cerah membuat Fahrezi mengambang dalam ruang rapat sore itu. Gadis itu duduk di sudut meja menatap lekat pada papan tulis putih besar di depannya. Sibuk mencatat apa saja seperti anak sekolah dasar. Sesekali bibir mungilnya mencetuskan ide-ide infantil. Menegaskan asalnya dari negeri para Unicorn, gelak Fahrezi dalam hati.
Usai rapat, Cerah berpamitan dengan manis pada seisi Kantor LSM itu. Fahrezi geli sendiri, sedikit terlambat saja portal ke negeri para unicorn akan tertutup, pikirnya. Diam-diam ia meraba candu dalam ranselnya sendiri. Candu yang lupa, atau sengaja ia lupa kembalikan pada pemilik ketergantungan itu.
Dua minggu sudah dari pertemuan keduanya di selasar fakultas sore hari itu. Buku yang dipinjamkan Cerah ditelusurinya dengan tekun setiap ada waktu. Bukan untuk dibaca kata perkata, hanya ditelusurinya saja jejak-jejak si gadis bingung yang terangkum dalam lembaran.
Fahrezi sampai hapal, beberapa kata yang dihighlight rapi dengan stabilo warna-warni, lekuk tulisan tangannya, bahkan halaman mana tempat gadis ceroboh itu menumpahkan susu coklat sampai meninggalkan noda amat spesifik.
Hampir dua minggu buku lusuh itu jadi semacam candu bagi Fahrezi, candu yang mesti dikembalikannya pada sumber ketergantungan itu sendiri sore ini juga.
***
Seumur hidupnya belum pernah Fahrezi merasa sangat berbahagia duduk di atas kopaja pontang-panting jurusan lebak bulus-senen. Secara random Cerah duduk di sebelahnya, satu-satunya tempat duduk kosong yang tersedia sementara anggota rombongan lainnya sudah lebih dulu menyebar secara acak berburu bangku di atas minibus yang melaju cepat itu.
Di bangku terdepan Fahrezi dan Cerah duduk bersisian, diam. Semestinya tidak begitu menurut Fahrezi, banyak sekali yang ingin ditanyakannya pada si gadis bingung, tidak bisa terlontar satu katapun. Dari spion besar di luar jendela tampak pantulan Cerah mengenggam mantap roman jaman penjajahan "Burung-burung Manyar". Rambutnya tidak diikat ekor kuda hari ini, dibiarkan tergerai dan disisihkan sebagian ke belakang telinga.
Fahrezi menyimak dalam-dalam gemrisik lembaran kertas yang disibak Cerah. Jentik jari mungil itu seperti rintik hujan bisik Fahrezi dalam hati.
“Kamu pernah denger tentang Subcomandante Marcos,” ujar Fahrezi pendek memecah keheningan. Fahrezi saja kaget dengan pertanyaanya. Sekejap mengutuki diri sendiri. Dari sekian banyak pertanyaan tentang si gadis bingung yang dia kehendaki jawabanya, malahan dia bertanya soal pemimpin gerakan subversive dari seberang benua. Astaga bodohnya teriak Fahrezi dalam hati.
“Ehm, Milisi Zapatista kah?” jawab Cerah menggantung.
Fahrezi terdiam menautkan kedua alis mata keheranan. Segala macam hal tentang Cerah melesat berkelindaan menyesaki kepalanya. Mestilah di negeri para Unicorn ada siaran berita soal gerilya pemberontak Yang merebak di Selatan Amerika. Fahrezi mengangguk tertahan.
Sesak pikirannya melulu soal Cerah membuat Fahrezi mengambang dalam ruang rapat sore itu. Gadis itu duduk di sudut meja menatap lekat pada papan tulis putih besar di depannya. Sibuk mencatat apa saja seperti anak sekolah dasar. Sesekali bibir mungilnya mencetuskan ide-ide infantil. Menegaskan asalnya dari negeri para Unicorn, gelak Fahrezi dalam hati.
Usai rapat, Cerah berpamitan dengan manis pada seisi Kantor LSM itu. Fahrezi geli sendiri, sedikit terlambat saja portal ke negeri para unicorn akan tertutup, pikirnya. Diam-diam ia meraba candu dalam ranselnya sendiri. Candu yang lupa, atau sengaja ia lupa kembalikan pada pemilik ketergantungan itu.
Diubah oleh hujan.soresore 17-02-2018 04:40
0