belum sempat gw menjawab panggilan ibu yang sepertinya mencari keberadaan gw dan daru, suara gagang pintu kamar yang berputar mengantarkan seberkas cahaya yang masuk dan menyibak kegelapan di dalam kamar, kini diantara sorotan cahaya yang terarah ke wajah gw, bisa gw lihat kehadiran ibu dan kak dira yang berdiri mematung di depan pintu kamar, setelah tampak terdiam beberapa saat...kini tatapan mata ibu yang terarah ke dalam kamar seperti bergerak selaras dengan gerakan tangannya yang mengarahkan cahaya dari sebuah senter ke seluruh sudut ruangan kamar
“ ya tuhannn...apa yang telah kalian lakukan.....?” tanya ibu begitu telah mengarahkan cahaya senternya ke seluruh sudut ruangan kamar, sorotan cahaya senter yang terarah ke wajah gw kini seperti menempatkan gw dalam posisi sebagai terdakwa atas apa yang telah terjadi di kamar ini
“ danang....” jawab gw ragu, belum sempat gw melanjutkan kembali penjelasan yang masih tertahan di mulut ini, gerakan tangan ibu yang menarik pergelangan tangan kak dira...mengantarkan ibu dan kak dira pergi meninggalkan kamar
“ gw benar benar begoo...begooo...apa yang harus gw jelaskan kepada ibu....” maki gw dalam hati, rasa penyesalan yang timbul di hati ini atas ritual yang telah gw lakukan, kini telah membuat lidah ini terasa kaku untuk memberikan alasan
setelah beberapa saat gw kembali terkurung dalam kegelapan ruangan kamar, sinar terang dari cahaya lampu kamar yang telah menyala mulai menyibak kabut hitam di dalam ruangan kamar, sosok bidin dan daru yang semula seperti hilang tertelan oleh kegelapan kamar kini telah terlihat, wajah mereka yang terlihat tegang seperti mengantarkan keterpakuan mereka menatap gw dan aki
“ din...ru...kalian enggak kenapa napa...?” tanya gw dengan rasa khawatir, kini bukannya mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang telah gw ajukan, terlihat bidin menundukan wajahnya...gerakan tangannya yang menutupi wajah seakan akan berusaha menyembunyikan suara isak tangisnya yang mulai terdengar
“ lu enggak kenapa napa din....?” tanya gw sekali lagi dan berbalas isak tangis bidin yang terdengar semakin keras
“ apa yang telah kita lakukan bang....kita telah membunuh aki....” raut penyesalan yang terpancar di wajah daru seperti mempertegas ucapan yang terlontar dari mulutnya, kini kehadiran ibu dan kak dira yang berjalan memasuki kamar telah membuat ekspresi wajah daru semakin menegang, melihat kondisi aki yang terbaring tanpa mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya, terlihat kak dira mengalihkan pandangannya
“ aki.....” ucap ibu begitu merasakan sentuhan tangannya pada tubuh aki tidak menemui tanda tanda kehidupan, sisa sisa daun kelor yang masih berada di tubuh aki kini disingkirkannya
“ cepat kamu ambil kain sarung di lemari itu ru....” pinta ibu kepada daru, seiring dengan dua buah kain sarung yang telah berada di tangan ibu, terlihat ibu mulai menutupi tubuh aki
“ nang....apa yang telah kalian lakukan....?” tanya ibu seraya memandang ke arah gw, daru dan bidin, mendapati pertanyaan tersebut, bidin yang terlihat masih menundukan wajahnya kini menghentikan isak tangisnya...tatapan mata daru yang terarah kepada gw seperti mempertegas keinginan daru agar gw bisa menjelaskan secara jujur tentang apa yang telah terjadi
“ maafkan danang bu....semua ini memang ide danang dan terpaksa danang lakukan, tapi sungguh.....danang enggak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini.....”
“ terpaksa kamu lakukan.....?, apa maksud perkataan kamu itu nang.....” pertanyaan yang terlontar dari mulut ibu kini berbalaskan kebisuan dari gw, daru dan bidin
“ dananggg.....!!” bentak ibu dengan nada meninggi, sorot matanya kini terlihat begitu tajam menatap ke arah gw
“ maaf bu....danang udah enggak tahan lagi dengan omongan warga kampung yang mengatakan aki telah mengamalkan ilmu hitam dalam mendapatkan kekayaannya, dan apa yang telah danang lakukan sekarang ini adalah tidak lain untuk membuktikannya....sumpah bu....danang enggak menyangka akan seperti ini....” seiring dengan penjelasan yang gw berikan kepada ibu, genangan air mata yang sedari tadi telah tertahan di kelopak mata ini kini mulai menetes
“ danang sama sekali enggak bermaksud mencelakakan aki....danang menyesal....” ucapan yang terucap dari mulut gw kini berbalas perubahan ekspresi wajah ibu, wajah ibu yang semula terlihat tegang dan penuh dengan kemarahan kini terlihat mulai melunak, sepertinya ibu bisa merasakan kesungguhan dari setiap kata yang gw ucapkan
“ nang....seharusnya kamu sudah dapat berpikir matang atas setiap tindakan yang kamu lakukan, apakah dengan kamu melakukan ini semua akan dengan serta membuktikan bahwa aki kamu itu mempelajari ilmu hitam....dan andai memang benar kalau benar aki kamu mempelajari ilmu hitam..apakah semuanya akan berakhir sampai disini...ataukah akan ada kejadian lain yang akan terjadi sebagai efek dari tindakan yang telah kamu lakukan....” perkataan ibu yang terkesan sederhana tapi penuh makna itu kini telah menyindir pola pikir gw yang selama ini terkesan jauh dari kata dewasa
“ danang menyesal bu...danang benar benar minta maaf....”
“ sudahlah nang, sebaiknya sekarang kamu dan bidin memberitahukan apa yang telah terjadi ini kepada pak ujang, agar pak ujang dapat memberitahukan berita kematian ini kepada warga kampung.....dan kamu daru...tolong bantu kak dira dan ibu membersihkan kamar ini....” ucap ibu yang berbalas kesigapan dari gw dan bidin, belum sempat gw beranjak pergi meninggalkan kamar, kembali ibu berpesan agar sebisa mungkin gw mengabarkan berita kematian aki ini kepada bapak
gerak langkah gw dan bidin yang berpacu cepat menembus kegelapan malam seperti berjalan seiring dengan kebisuan yang membelenggu mulut kami, rintik air hujan yang masih turun membasahi bumi telah membuat bidin sesekali terlihat melindungi kepalanya dari air hujan....hingga akhirnya ketika langkah kaki kami tinggal menyisakan beberapa langkah lagi menuju ke kediaman pak ujang, rasa bimbang yang terlintas tiba tiba dalam pikiran gw kini menghentikan laju langkah ini
“ kenapa nang....?” tanya bidin begitu melihat gw menghentikan langkah
“ entahlah din....gw bingung.....”
“ bingung kenapa....?” tanya bidin sekali lagi sambil menepiskan butiran air hujan yang kini telah membasahi rambutnya
“ apa yang harus gw jelaskan kepada pak ujang mengenai kematian aki ini....apakah gw harus jujur ataukah....”
“ jangan..!!, lu jangan terlalu polos nang....kalau sampai kejadian yang menimpa aki kamu ini terdengar oleh orang lain, gw yakin....kejadian itu akan menjadi aib bagi keluarga lu...” ucap bidin memotong perkataan gw
“ lu yakin din....?” tanya gw dengan rasa ragu, walaupun perkataan yang terlontar dari mulut bidin itu terdengar sangat bijaksana, tapi hal tersebut tidak dengan serta merta menghilangkan rasa kecurigaan gw terhadap bidin, biar bagaimanapun...bidin pernah terlibat dalam pembicaraan yang menyebabkan pecahnya perkelahian antara gw dengan idang dan asep
“ lu enggak usah khawatir nang....gw enggak akan pernah menceritakan kejadian yang terjadi malam ini kepada orang lain....” jawab bidin sambil memberikan isyarat mata agar gw kembali meneruskan berjalan...hingga akhirnya ketika langkah kami terhenti di teras rumah pak ujang, terlihat keadaan rumahnya yang sepi, penerangan cahaya lampu di dalam rumah yang terlihat padam seperti mempertegas bahwa malam ini pak ujang dan keluarga tengah tertidur lelap, kini melihat gw yang masih berdiri terpaku di teras depan tanpa melakukan apapun, bidin terlihat berjalan menghampiri pintu...kalimat salam yang terlontar dari mulutnya kini mengantarkan gerakan tangannya yang mengetuk daun pintu
“ sepertinya tidur mereka lelap banget din....” ucap gw setelah beberapa saat menunggu dan tidak mendapatkan jawaban dari dalam rumah, belum sempat bidin merespon perkataan yang terlontar dari mulut ini terdengar suara jawaban salam dari dalam rumah, dan sepertinya suara yang terdengar itu adalah suara pak ujang, kini seiring dengan pintu rumah yang telah terbuka, tampak kehadiran pak ujang yang berdiri terpaku dengan ekspresi wajah terkejut
“ bidin...danang....ada apa....?” tanya pak ujang masih dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, tatapan matanya yang terlihat silih berganti menatap gw dan bidin seperti memberikan isyarat agar gw dan bidin dapat memberikan penjelasan akan maksud kedatangan di malam yang sudah selarut ini
“ pak ujang....aki...aki sudah meninggal dunia....” jawab gw dengan gugup yang berbalas dengan ekspresi rasa tidak percaya di wajah pak ujang
“ inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.....” ucap pak ujang setelah beberap saat terdiam karena rasa terkejut
“ bagaimana kejadiannya nang....pak ujang benar benar enggak menyangka....” tanya pak ujang sambil mengarahkan pandangannya ke wajah gw
“ danang juga enggak menyangka pak...tadinya itu saya berpikir aki hanya tidur, tapi saat saya mencoba memastikannya dengan cara memegang tangan serta dada aki, saya sama sekali tidak menemukan tanda tanda kehidupan aki....” mendengar penjelasan gw, terlihat pak ujang mengangguk anggukan kepalanya, tampak bidin yang sedari tadi hanya bisa terdiam kini menunjukan rasa lega atas penjelasan yang telah gw berikan
“ loh...lantas kamu bertemu dengan bidin dimana nang....?” pertanyaan yang terlontar tiba tiba dari mulut pak ujang kini dengan serta merta merubah ekspresi rasa lega di wajah bidin
“ ohh kebetulan tadi saya bertemu dengan bidin di jalan......” jawab gw yang berbalas rasa tidak puas di wajah pak ujang atas jawaban gw yang terkesan singkat
“ ya udah....sebaiknya sekarang kalian pulang....biar nanti saya menyusul ke rumah sekaligus memberitahukan warga kampung tentang kematian aki ini....” ucap pak ujang yang berbalas anggukan kepala gw dan bidin, kini disaat gw dan bidin hendak melangkah pergi meninggalkan rumah pak ujang, ingatan gw akan pesan ibu yang menginginkan agar gw memberitahukan berita kematian aki ini kepada bapak telah menghentikan langkah kaki ini
“ pak ujang....!” panggil gw kepada pak ujang yang baru saja hendak menutup pintu rumah, terlihat kini pak ujang menahan gerakan tangannya menutup pintu rumah
“ ada apa nang....?”
“ pak ujang...kalau boleh, saya hendak meminjam sepeda motor pak ujang....saya hendak memberitahukan berita kematian aki ini kepada bapak....” tanpa memberikan jawaban apa apa, terlihat pak ujang berjalan memasuki rumah....hingga akhirnya terlihat kembali kehadiran pak ujang yang berjalan keluar dari dalam rumah dengan mendorong sebuah sepeda motor, melihat hal tersebut...gw dan bidin segera menggantikan posisi pak ujang untuk mendorong motor menuruni teras rumah
“ hati hati dijalan nang...” ucap pak ujang begitu melihat gw mulai menyalakan mesin motor, kini seiring dengan laju motor yang mulai berjalan, terlihat pak ujang berjalan memasuki rumah
“ sepertinya pak ujang curiga ya nang....” ujar bidin diantara bunyi suara motor yang memecah keheningan malam
“ entahlah din...” perkataan yang terlontar dari mulut gw kini mengantarkan gerakan tangan gw yang mencoba memacu motor agak lebih cepat, kondisi tanah jalan kampung yang terlihat basah oleh air hujan telah membuat gw beberapa kali menahan laju motor , hingga akhirnya ketika sepeda motor yang gw kendarai telah mencapai jalan raya...gw pun mulai kembali memacu laju sepeda motor menuju ke sebuah tempat yang menyediakan fasilitas telepon umum
suasana malam yang telah larut, ditambah lagi dengan rintik air hujan yang belum berhenti, membuat kondisi jalan raya terlihat lengang, kini seiring dengan nomor teman bapak yang telah gw hubungi, terlihat bidin berusaha mengusir rasa dingin yang dirasakannya dengan menyulutkan sebatang rokok
“ lu yakin benar no yang lu hubungin itu benar nang...?” tanya bidin begitu melihat tidak ada tanda tanda percakapan antara gw dengan orang yang tengah gw hubungi, tanpa menjawab pertanyaan bidin, kini gw kembali mencoba mengubungi no telepon tersebut...dan kembali hanya nada sambung panjang yang terdengar di telinga ini
“ gw yakin benar din...ini memang no pak bramanto, bapak yang menyerahkannya ke gw sebelum berangkat pergi ke lampung....” ucap gw sambil menyerahkan lembaran kertas yang berisikan tulisan tangan bapak kepada bidin
“ mungkin pak bram udah tidur dan tidak mendengar suara telepon ini....” gumam gw berasumsi kecil
“ bisa jadi nang....ya udah sebaiknya sekarang kita kembali ke rumah lu....biar besok pagi pagi kita coba hubungin kembali teman bapak lu itu....” usul bidin sambil hendak melemparkan batangan rokok yang masih terlihat panjang dari tangannya
“ nanti dulu din....sumpahh...gw masih shock atas kejadian malam ini....” mendengar perkataan gw, kini terlihat bidin mengurungkan niatnya untuk membuat batangan rokok tersebut
“ gw juga sebenarnya shock nang...sekaligus gw enggak enak sama ibu lu....pasti saat ini ibu lu menyangka kalau apa yang telah lu lakukan malam ini adalah saran dari gw...” ucap bidin sambil menyerahkan bungkusan rokok serta kotak korek api yang ada ditangannya
“ bisa jadi din....soalnya bisa dikatakan lu itu kan enggak pernah main ke rumah gw...dan sekalinya lu main ke rumah gw..kejadian buruk yang menimpa aki terjadi...”
“ ahh dasar brengsek lu nang....” gerutu bidin begitu mendengar perkataan gw yang terkesan mendukung apa yang tengah dipikirannya, ekspresi wajah bidin yang menunjukan rasa bersalahnya kini telah mengembangkan senyum kecil di wajah gw...ya inilah senyum kecil yang untuk pertama kalinya bisa kembali mengembang di wajah gw malam ini, setelah sebelumnya gw terbelenggu dalam rasa takut dan rasa bersalah atas kejadian yang telah menimpa aki
setelah hampir tiga puluh menit lamanya gw dan bidin mencoba menenangkan kekacauan pikiran ini, akhirnya gw memutuskan untuk segera kembali ke rumah, bayangan gw akan suasana rumah yang telah ramai oleh warga kampung yang telah mengetahui berita kematian aki, kini akan segera terbukti seiring dengan laju sepeda motor yang gw kendarai memasuki jalan kampung
“ pak itong....?” tanya gw dalam hati begitu melihat seorang laki laki paruh baya yang tengah berlari berlawanan arah dengan laju sepeda motor yang gw kendarai
“ kang danangg...!!” tegur gw pak itong begitu langkah kakinya berpapasan dengan sepeda motor yang gw kendarai, dari irama nafas pak itong yang terlihat naik turun, sepertinya pak itong telah berlari kecil sedari tadi...tapi entah dari mana dan hendak kemana...kini belum sempat gw membalas teguran yang terucap dari mulut pak itong, kembali pak itong meminta gw agar segera kembali kerumah saat ini juga
“ lohhh...memangnya ada apa pak...?” tanya gw menaruh kecurigaan atas permintaan pak itong yang terkesan menyembunyikan sesuatu, tanpa mengeluarkan sepatah katapun untuk menjawab pertanyaan gw, terlihat pak itong kembali berlari kecil meninggalkan gw dan bidin yang masih terdiam dalam kebingungan
“ sebaiknya kita segera ke rumah lu nang....firasat gw enggak enak nih...” ajak bidin yang berbalas pergerakan sepeda motor yang mulai melaju menembus licinnya jalan kampung