Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.

Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.

Quote:


Quote:


Spoiler for Sinopsis:


Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
pulaukapokAvatar border
genji32Avatar border
andybtgAvatar border
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.3K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#539
PART 48

“Terserah nanti kalian akhirnya mau gimana, tapi yang gue minta dari lo, sebisa mungkin tolong di unit kita enggak ada ribut-ribut soal cewek. Kesel boleh, tapi jangan berlebihan.”
“Iya ah!” gerutu Yansa. “Gue udah tau gimana yang namanya saingan sehat.”
“Yaudah.”
“Ya… udah.”
“Yaudah buruan turun, pejuang cinta,” ejek gue. “Ngapain masih di sini? Mesin mobil udah mati lho ini.
“Najis, Bang,” ucap Yansa turun dari mobil. “Masa iya pejuang cinta.”
“Nah lo kan mau perjuangin cinta lo, masa enggak terima disebut pejuang cinta.”
“Geli gue dengernya,” kata Yansa sewaktu menutup pintu.
“Tunggu, gue buka bagasi,” seru gue. “Bawain bantu barang belanjaan.”

Melly, di tengah curhatan Yansa, dia telepon minta tolong buat beliin snack sama alat tulis. Katanya buat keperluan program belajar anak-anak yang mau dateng belajar tiap malam. Satu anak totalnya sekitar empat puluh ribu, dikali lima belas, enam ratus ribu, boros gila. Baik hati sih baik hati, cuma enggak berlebihan juga.

“Heh, mau kamana lo?” panggil gue ke Yansa yang ngacir duluan bawa tas. “Bawain.”
Yansa menenteng tas kamera yang dibawanya, “Gue bawain tas kamera lo aja, Bang.”
“Terus barangnya?” seru gue. “Gue semua?”
“Kan ada Cassie,” sahut Yansa. “Berdualah.”

Gue keluarkan semua barang belanjaan, lalu meminta tolong Cassie yang entah dari kapan makan es cone buat tutupin pintu belakang.
Kalo diperhatiin, Cassie kayaknya cuek banget jalan di sebelah gue. Bahkan kalo dipikir-pikir, dia ini mirip kayak Inah. Begitu dapet es krim, cueknya minta ampun. Saking cueknya malah kadang dia bisa jadi bodo amat sama orang di sekitarnya. Mau mati ya mati aja, gue sibuk sama es krim gue.

“Kenapa?” tanyanya menatap gue.
“Eh?” gumam gue. “Kenapa apanya?”
“Abang kenapa?” Cassie kembali fokus ke es krimnya, “Kok lihatinnya gitu?”
“Oh… enggak, gue cuma keinget sama adek gue, Cass.”
“Abang punya adek?” tanyanya menghadap gue dengan kumis dari saus coklat. “Cewek juga–”

Gue turunkan barang belanjaan ke tanah, lalu gue usap saus coklat di bagian atas bibirnya, “Iya, adek cewek.”
Tanpa membalas jawaban gue, Cassie menarik tangan gue. Di bawah mata hitamnya, terlihat jelas pipinya yang merah merona. Gila, cantik banget cewek di depan gue ini! TUHAN! ENGGAK KUAT!

“ABANG!” seru suara akrab yang menjengkelkan.

Cassie membuang muka dan gue reflek menengok ke arah asal suara. Terlihat Dinda dan Luther yang sedang berjalan ke arah rumah pak Slamet. Mereka melambaikan tangan ke arah gue dan Cassie. Gue segera mengangkat kembali belanjaan yang sempat gue turunkan ke tanah lalu membalas seruannya.

“Pada mau ke rumah pak Slamet?” sahut gue.
“Iya, Bang!” balas Dinda. “Buruan nyusul aja, rumah kosong.”
“Emang ada apaan?” seru gue lagi.
“Pak RW ribut sama warga soal proker kelompok,” timpal Luther.
“Proker kelompok?” seru gue kesekian kalinya. “Emang ada masalah apa sama program kerja kelompok?”
“Buruan nyusul aja, ribet kalo dijelasin di jalan.” Luther mengangkat kamera di tangannya, “Kamera lo gue bawa, kamera punya Dinda batrenya dihabisin Yansa buat selfie.”

Program kerja kelompok? Program kerja yang mana? Perasaan kita belum sepakat mau ngadain program apaan, deh. Terus apanya yang mau dibahas? Lagipula kenapa juga pake di rumah pak Slamet? Mana kata Luther lagi ribut sama warga soal program kerja kelompok, kan?

“Program kerja kelompok yang mana, Bang?” tanya Cassie mengupas cone es krimnya. “Kok gue enggak tau?”
“Sama, Cass,” jawab gue. “Gue juga enggak dikasih tau.”
“Terus apa yang mau diomongin?” tanya Cassie lagi.
“Enggak tau juga, sih.”
“Oh….”
“Gue sama sekali enggak punya bayangan apa-apa,” jelas gue. “Tapi enggak tau kenapa firasat gue buruk banget.”
Diubah oleh dasadharma10 02-02-2018 21:48
pulaukapok
JabLai cOY
JabLai cOY dan pulaukapok memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.