Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.

Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.

Quote:


Quote:


Spoiler for Sinopsis:


Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
pulaukapokAvatar border
genji32Avatar border
andybtgAvatar border
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#513
PART 44

“Tadi sore gue lihat lo dimarahin sama mbak Melly,” ucap Luther memecah keheningan malam. “Lo pacaran ya sama dia ya, Bang?”
“Luth, kita udah pernah bicarain ini,” jawab gue. “Lesbian itu pasangannya lesbian, kenapa sih lo masih nanya kayak gini?”
“Nah terus?” tanya Luther lagi. “Ngomongin apa? Kan enggak mungkin kalo enggak lagi ngomong sesuatu yang penting sampai kena tampar dua kali?”
“Kena tampar dua kali?” tanya gue.
“Iya.”
“Lo lihat?”
“Enggak cuma Luther kali, Bang.” Bull menurunkan kartunya mengalahkan kartu gue, “Satu rumah juga tau semua.”
“Gara-gara lo ngerebut si Cassie dari mbak Melly ya, Bang?” tanya Luther tiba-tiba. “Pasangan lesbian emang kayak gitu kalo pasangannya direbut.”
“Apaan sih lo, Luth!” keluh Yansa. “Bukan urusan lo juga ngurusin hidup abang. Kalo pun dia lagi ada masalah sama mbak Melly, bukan hak lo juga bikin kesimpulan kalo Cassie terlibat.”
“Kalo emang lo enggak setuju sama pemikiran gue,” kata Luther membara. “Sekarang coba jelasin ke gue gimana ceritanya si Cassie bisa tidur di belakang bang Dawi, Yan!”

Kita berempat melirik ke arah belakang gue, Cassie tertidur di pos ronda dengan pulasnya. Udah bener-bener kayak penjahat nyulik anak semata wayang konglomerat, keadaan kita kontras banget.

“Ya mungkin dia pengin cari suasana baru,” kata Bull membantu.
“Suasana baru macam apa yang bisa dia dapet dari pindah tidur di kamar jadi ke pos ronda?” tanya Luther makin membara. “Suasana macam apa?”
“Norak lo, Luth,” timpal Yansa. “Yang namanya orang yang pengin sukses itu ya harus berani meninggalkan zona nyaman. Kalo enggak berani ninggalin zona nyaman, ya mana bisa sukses.”
“Kesuksesan macam apa yang bisa lo dapetin dari pindah tempat tidur, sih?”
“Ssst! Udah,” kata gue menengahi. “Ntar dia bangun.”
“Habisnya cuma gue doang yang tetep berpikir dengan jernih di unit ini,” keluh Luther. “Enggak cuma kalian yang tutup mata, mbak Melly, Sasha, Dinda, Echa, sama Maya mereka juga. Wajar dong kalo gue nanya macem-macem soal Cassandra.”

Kutu kupret emang si Luther nih. Bisa bahaya kalo anak-anak pada ikut-ikutan curiga soal Cassie. Apa gue kasih tau aja? Tapi kalo gue kasih tau soal Cassie, kalo dipikir-pikir malah bahaya juga. Bukannya pada ngelindungin bisa-bisa malah pada mainin dia nanti yang ada.
Apa mending gue tutupin aja kayak apa yang Melly lakuin sebelumnya? Kalo mau gue tutupin, harus gue tutupin pake apaan? Kebohongan macam apa yang bisa nutupin hubungan cewek dengan cowok yang dia ikutin ke mana-mana?

“Berpikir jernih muka lo butek,” ejek Yansa.
“Udah…,” kata gue kembali mengocok kartu. “Gue tadi tuh lagi debat sama Melly soal proker unit. Gue sama Cassie minta buat ngadain dangdutan sama lomba-lomba gitu buat desa ini biar ada hiburan. Eh... ternyata si Melly enggak setuju sampai nampar gue dua kali. Yaudah deh, gue ngalah.”

Untuk sepersekian detik, jantung gue berhenti. Luther, Bull, dan Yansa menatap gue bersamaan. Pandangan penuh kecurigaan yang tidak terima karena telah dibohongin.

“Oh…!” seru mereka manggut berjamaah.

Ternyata masih jago juga gue soal ngebohong.

“Ya iya, kan?” kata gue penuh percaya diri. “Masalah apalagi kalo bukan soal itu? Kalian tau sendiri kalo masalah asmara kan enggak mungkin kalo gue ribut sama dia.”
“Iya juga sih,” gumam Bull percaya mentah-mentah.
“Tadinya gue rasa dangdutan satu desa pasti bakalan seru. Gue yakin unit lain enggak bakalan ada yang kepikiran sampai sana,” kata gue menebar kebohongan. “Tapi begitu gue ngobrol sama Melly, kalo dipikir-pikir enggak baik juga kalo ngadain dangdutan padahal tema kita ke sini dateng buat mengabdi.”
“Abang sama mbak Melly salah!” seru Luther tiba-tiba. “Dangdutan itu salah satu bentuk pengabdian! Bikin seneng warga, itu salah satu bentuk pengabdian kita!”

Kresek! Dangdutan itu gue cuma ngeles! Jangan ditanggepin sengklek! Lagipula KKN macam apaan sampai bawa-bawa acara dangdutan?! Berpikir jernih Luth! Berpikir jernih!

“Ah… gini, Lut,” tanggap gue. “Jadi ide tentang dangutan itu sebenernya masih mentah banget. Keuangan kita juga enggak sampai kalo dibawa ke sana, jadi kayaknya mustahil, deh.”
“Tapi kalo dipikir-pikir ide abang sama Cassie bagus juga,” komentar Yansa. “Warga desa ini pasti jarang banget dapet hiburan, kan? Dikasih dangdutan pasti seneng banget.”
“Tapi ide dangdutan ini udah ditolak sama Melly,” kata gue mencoba melenyapkan harapan mahasiswa-mahasiswa penggemar dangdut de depan gue. “Demi kemaslahatan bersama, jangan singgung ide dangdutan di depan dia lagi.”
“Abang nih gimana, sih? Kita dukung seratus persen, kok!” protes Yansa. “Jangan takut sama hater musik dangdut kayak mbak Melly, Bang! Abang enggak kasian sama warga sini yang kalo ada hiburan nikahan cuma pake iringan musik nikah akapela? Hati abang harusnya terketuk!”
“Bener juga sih kata Luther sama Yansa, Bang,” ucap Bull. “Harusnya kita bikin warga seneng. Bikin acara yang meriah buat perpisahan kita sama warga, bikin sesuatu yang berkesan! Jangan cuma gara-gara seorang hater musik dangdut warga menderita!”

Mampus! Ini kalo sampai Melly tau gue fitnah dia jadi hater dangdut bisa-bisa gue beneran diremesin. Demi menjaga nyawa gue tetap utuh di dalam tubuh, gue harus segera melakukan sesuatu.

“Dengerin gue baik-baik,” ucap gue berwibawa. “Banyak kegiatan lain yang lebih mendatangkan manfaat selain dangdut. Kalo masalah budaya, wayang kulit juga budaya kita. Gimana kalo kita usul ngundang wayang–”
“DANGDUTAN!” seru Luther liar. “Sekali dangdutan tetep dangdutan!”
“Lengserkan pembenci dangdut!” seru Yansa enggak kalah kompor. “Lengserkan ketua unit!”

Gue telah bergabung dengan unit KKN yang salah.
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.