Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.

Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.

Quote:


Quote:


Spoiler for Sinopsis:


Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
pulaukapokAvatar border
genji32Avatar border
andybtgAvatar border
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#512
PART 43

“Dependant personality disorder?” gumam gue dengan layar hape yang masih menyala. “Kayaknya lo bercanda, deh.”

Melly menatap gue tajam. Meski dari nafasnya terdengar dengusan malas, dia tetap memaksakan matanya buat tetap mengintimidasi eksistensi gue.

“Lo enggak bercanda,” lanjut gue ketika sadar kalo Melly lagi serius. “Tapi masih kedengeran kayak lagi bercanda.”
“Semisal lo tuh kertas HVS,” kata Melly tiba-tiba. “Udah gue remes-remes seluruh tubuh lo sampai enggak tersisa!”
“Ya… itu bisa aja kejadian,” tanggap gue atas penggambarannya. “Kalo lo ahli daur ulang.”

Melly berjalan cepat ke arah gue dengan muka kesal dan tangan yang siap meremas gue kapan aja. Meski sepenuhnya gue yakin kalo dia sadar gue bukan sebuah ketas HVS, tapi gue yakin itu sebuah gestur gerakan meremas kertas sampai enggak tersisa.

“Tunggu, Mell,” kata gue menahan kedua tangannya tetap di atas. “Kalo lo remes gue sampai enggak bersisa, Cassie bakalan bingung nyariin gue.”
Melly menarik lepas tangannya, “Lo tuh ngeselin, ya!”
“Gue cuma enggak mau kebawa masalah kalian lebih jauh lagi, jadi lebih baik cepet diselesaiin.”
Dia menghela nafas pelan lalu kembali menatap gue tajam, “Setuju!”

Selain gue cari tau sendiri apa makna DPD atau dependant personality disorder dari blog lewat internet, Melly juga menjelaskan apa itu DPD semampu dia. Gue paham? Kayaknya iya. Sejauh yang gue tangkep dari keterangin Melly, si Cassie ini punya semacam masalah kelainan mental dalam ketergantungan terhadap sesama manusia. Semacam kesadaran yang pada nalurinya dia itu butuh banget kehadiran orang atau bantuan orang lain dalam menjalani hidup. Singkatnya, Cassie gila.

“Dia gila?!” Dengan muka kesal Melly menendang kaki gue, “Bukan kelainan kayak gitu!”

Ketergantungan yang dia maksud bukan dalam artian yang sama kayak kebanyakan anak-anak jaman sekarang yang ketergantungan micin. Cassie enggak kayak gitu, Cassie enggak semenyedihkan itu. Ketergantungan yang dia maksud adalah Cassie yang enggak bisa membuat keputusan buat dirinya sendiri. Secara jelasnya dia masih memerlukan orang lain untuk membuat keputusan untuk dirinya. Secara periodik, dalam hal-hal kecil sekalipun.

“Lo inget waktu pertama kali gue ketemu sama Cassie, kan?” tanya gue pada Melly. “Bukannya waktu itu dia bikin keputusan sendiri? Nyela omongan gue? Ngomelin gue?”

Melly yang sempat membuang muka kembali menatap gue tajam. Dengan kedua matanya, seribu makna tersirat dengan jelas. Semisal tatapan matanya ini termasuk dalam kategori sebuah kode unik dari seorang cewek, kayaknya gue telah resmi menjadi cowok sejati yang paham kode dari seorang cewek.

“Lo yang suruh juga, ya?” ucap gue memahami.

Seperti yang barusan Melly tatap, ah, maksud gue seperti apa yang barusan gue bilang, selama ini keputusan yang diambil Cassie delapan puluh persen ditentukan oleh Melly. Begitu juga saat menghadapi orang lain, Melly telah mewanti-wanti dia biar enggak terlalu ramah dan selalu menjaga jarak. Enggak cuma sampai di situ, Melly juga menyuruh Cassie buat jadi pribadi yang tertutup. Yah... enggak heran kalo dia sekilas juteknya minta ampun. Bener-bener kayak komputer core 2 duo, dengan senang hati dia melakukan apa yang Melly suruh.

“Terus sekarang gimana?” tanya Melly tiba-tiba.
“T-terus gimana?” tanya gue balik. “Emang apanya yang gimana?”
“Lo kalo masih nyebelin gini gue remes beneran!”
“Si Cassie?” tanya gue menghindari tangan Melly. “Ya biasa aja kayak biasanya.”
“Biasa aja gimana?!” protesnya setengah teriak.
“Ya kayak biasanya aja.” Gue tahan tangan Melly, “Jujur aja ya Mell, gue enggak ada maksud tertentu waktu deketin Cassie. Ya kayak yang gue jelasin sebelumnya, Cassie tiba-tiba mendadak jadi aneh sewaktu enggak sengaja gue temuin. Dan sewaktu hati gue terketuk buat nenangin dia, ternyata itu adalah saat yang salah buat masuk ke kehidupan dia. Secara garis besar kan gue cuma berusaha ngebantu, masa iya gue yang salah? Kalo dia jadi nyaman sama gue, ya berarti emang sialnya di gue kalo ternyata dia itu DPD.
“Kalo saat ini gue diminta buat ngurusin dia ya gue oke-oke aja. Tapi kalo seterusnya dia sama gue ya mana bisa. Di Jogja gue udah ada harimau yang siap nerkam gue kapan aja, masa iya gue harus ngurusin harimau lain lagi? Lo mau maksain hubungan gue biar amburadul?”
“Terus sekarang? Lo mau biarin dia gitu aja? Enggak mau ngurusin dia?”
“Karena sekarang lo udah terbebas dari rapat di kelurahan, ya gue berharapnya mulai sekarang lo bisa balik buat jagain dia lagi. Jadi… lo tetep di kehidupan lo, gue tetep di kehidupan gue. Mulai detik ini gue bakal bener-bener jaga jarak sama Cassie. Bahkan, kalo perlu gue bakalan ngilang dulu kayak lo kemarin. Dan sewaktu dia nangis lagi, baru deh lo dateng buat nenangin dia.”

Tanpa memberikan tanggapan atas penjelasan gue, detik itu juga Melly menarik lepas tangannya dari genggaman gue. Dia memutar sedikit badannya dengan tiba-tiba, dan dengan satu gerakan yang cepat, dia kembali menampar gue keras-keras.

“Lo pikir si Cassie itu apaan?!” bentak Melly. “Dia itu bukan komputer yang otaknya bisa lo bohongin gitu aja! Penderita DPD itu emang butuh orang lain yang dia percaya buat ngurusin hidupnya, tapi bukan berarti lo bisa seenak jidat ganti-ganti siapa orang yang bisa dia percaya–”
“Oke! Yaudah!” kata gue membungkam mulut Melly dengan tangan gue. “Kalo lo masalahin gue yang keluar masuk seenaknya dari kehidupan dia, oke. Gue bakalan tanggung jawab kayak yang lo minta, lo enggak perlu teriak-teriak lagi.”

Melly masih menatap gue dengan muka merah dan mata yang menajam. Meski hanya diam di tempat, nafasnya kini terdengar berat.

“Gue mau nemenin dia karena ini semua dari awal emang gue yang salah. Gue bakalan tanggung jawab karena udah ikut campur di kehidupan kalian yang serba ribet ini,” lanjut gue terang-terangan. “Tapi inget, gue cuma mau nemenin dia sampai KKN selesai yang artinya dua minggu lagi. Selebihnya, itu urusan lo gimana caranya bikin dia balik lagi sama lo.”
Melly menepis tangan gue dari mulutnya, “Deal!”
oxta7877
pulaukapok
JabLai cOY
JabLai cOY dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.