- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Yang Belum Berakhir
...
TS
drupadi5
Cerita Yang Belum Berakhir
Kisah kita berbeda kawan, suka duka kita tidak pernah sama, meski kita hidup berpuluh-puluh tahun jalan hidup kita pun tidak pernah melengkung ke arah yang sama, memainkan suatu cerita dengan peran yang berbeda-beda, yang nanti, entah kapan, hanya akan berujung pada suatu akhir dimana waktu bukan lagi milik kita....
tapi bagaimana jika akhir itu pun tidak berarti sebuah penyelesain dari cerita kita?
*****
02.30 am
Subuh ini, sepulang kerja, seperti biasa suami dan anakku udah pada pulas tertidur. Kulepaskan dulu helm, jaket, dan semua atribut pengaman dan pelindung, sebelum sedikit membasuh diri.
Menenangkan diri sejenak sebelum bertemu kasur, kubuka hape BB jadulku, ada satu notif kalau ada yg mengirim pesan lewat FB messenger. Langsung kubuka,
dah pake BB ya, boleh minta PIN mu?
Sebuah pesan singkat, tp cukup membuat jantungku berdesir aneh. Setelah berpikir sejenak, kubalas pesan itu...
Bole, ini PIN ku %^&$#@
Bukan tanpa alasan kuberikan contactku, hanya karena rasa penasaran yang telah terpendam bertahun-tahun dan... sebuah penyelesaian
*****
prologue
part 1 jadi mahasiswa
part 2 baksos
part 3 mas kayon
part 4 karena matras
part 4.2 obrolan pertama
part 5 karena pertanyaan dan jawaban konyol
part 6 kesurupan???
part 7 sopir dan assisten sopir
part 8 around me
part 9 mabuk
part 10 pasar loak
part 11 pelukis malam
part 12 baksos in action
part 13 yunita
2014
part 14 would you be
part 15 would you be (2)
part 16 would you be mine?
part 17 hilang
part 18 second chance...1
part 19 second chance...2
part 20 second chance...3
part 21 SMS
part 22 blind love
part 23 blind love 2
part 24 blind love 3
part 24 blind love 4 (17+)
part 25 blind love 5
part 26 blind love 6
part 27 siksaan 1
part 28 Mr. Lee
part 29 siksaan 2
part 30 following the flow (cinta tanpa logika)
part 31 following the flow (cinta tanpa logika 2)
part 32 heart breaker
part 33 kehilangan
part 34 solo fighter
part 35 kejutan
part 36 perbedaan itu (ngga) indah
2008
part 37 the next steps
part 38 dewa bisma
part 39 anak rantau
part 40 penantian
part 41 akhir dari penantian
2009
all i want
part 42 and story goes on...
part 43 nelangsa
part 44 a gift
part 45 trouble maker
part 46 trouble maker 2
part 47 tentang dewa
part 48 tentang dewa 2
part 49 is it real?
part 50 is it real? 2
part 51 rasa itu
part 52 jealouse
part 53 Jakerdah
part 54 drama queens
part 55 i feel you
part 56 ikatan
part 57 September 2006
part 58 july 2009
part 59 ujian pertama
part 60 ujian kedua
part 61 ujian yg sebenarnya
Part 62 Dewa Rasya
part 63 kembali
part 64 Namy
part 65 batas benci dan cinta
part 66 trouble maker
part 67 trouble maker 2
part 68 trouble maker 3
tapi bagaimana jika akhir itu pun tidak berarti sebuah penyelesain dari cerita kita?
*****
02.30 am
Subuh ini, sepulang kerja, seperti biasa suami dan anakku udah pada pulas tertidur. Kulepaskan dulu helm, jaket, dan semua atribut pengaman dan pelindung, sebelum sedikit membasuh diri.
Menenangkan diri sejenak sebelum bertemu kasur, kubuka hape BB jadulku, ada satu notif kalau ada yg mengirim pesan lewat FB messenger. Langsung kubuka,
dah pake BB ya, boleh minta PIN mu?
Sebuah pesan singkat, tp cukup membuat jantungku berdesir aneh. Setelah berpikir sejenak, kubalas pesan itu...
Bole, ini PIN ku %^&$#@
Bukan tanpa alasan kuberikan contactku, hanya karena rasa penasaran yang telah terpendam bertahun-tahun dan... sebuah penyelesaian
*****
prologue
part 1 jadi mahasiswa
part 2 baksos
part 3 mas kayon
part 4 karena matras
part 4.2 obrolan pertama
part 5 karena pertanyaan dan jawaban konyol
part 6 kesurupan???
part 7 sopir dan assisten sopir
part 8 around me
part 9 mabuk
part 10 pasar loak
part 11 pelukis malam
part 12 baksos in action
part 13 yunita
2014
part 14 would you be
part 15 would you be (2)
part 16 would you be mine?
part 17 hilang
part 18 second chance...1
part 19 second chance...2
part 20 second chance...3
part 21 SMS
part 22 blind love
part 23 blind love 2
part 24 blind love 3
part 24 blind love 4 (17+)
part 25 blind love 5
part 26 blind love 6
part 27 siksaan 1
part 28 Mr. Lee
part 29 siksaan 2
part 30 following the flow (cinta tanpa logika)
part 31 following the flow (cinta tanpa logika 2)
part 32 heart breaker
part 33 kehilangan
part 34 solo fighter
part 35 kejutan
part 36 perbedaan itu (ngga) indah
2008
part 37 the next steps
part 38 dewa bisma
part 39 anak rantau
part 40 penantian
part 41 akhir dari penantian
2009
all i want
part 42 and story goes on...
part 43 nelangsa
part 44 a gift
part 45 trouble maker
part 46 trouble maker 2
part 47 tentang dewa
part 48 tentang dewa 2
part 49 is it real?
part 50 is it real? 2
part 51 rasa itu
part 52 jealouse
part 53 Jakerdah
part 54 drama queens
part 55 i feel you
part 56 ikatan
part 57 September 2006
part 58 july 2009
part 59 ujian pertama
part 60 ujian kedua
part 61 ujian yg sebenarnya
Part 62 Dewa Rasya
part 63 kembali
part 64 Namy
part 65 batas benci dan cinta
part 66 trouble maker
part 67 trouble maker 2
part 68 trouble maker 3
Diubah oleh drupadi5 23-11-2019 23:42
pulaukapok dan 10 lainnya memberi reputasi
11
37.5K
329
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
drupadi5
#162
Part 45 Trouble Maker
Hidup berdampingan dalam satu rumah dengan berbagai macam karekter dan ego anak2 ababil itu sungguh menantang.
Bagaimana ngga hampir tiap hari ada saja yg buat masalah. Si A yg bertengkar dengan si B, ujung2nya diem2an. Si B yg salah paham dengan omongan si C. Si C yg ngga suka sama si D, mending dia tidak sukanya di simpan sendiri tapi ini malah di umbar kejelekan orang menurut versinya sendiri dan seperti menjadi juru kampanye agar orang lain ikutan ngga suka.
Seperti hari itu ketika aku hendak mandi, kulihat Nadya duduk termangu sendiri di ruang tengah dengan wajah ditekuk. Kupikir dia lagi bad mood jadi tidak terlalu kuhiraukan.
Tapi sekembalinya dari kamar mandi dia sudah terisak2 berurai air mata tanpa ada satu pun anak2 yg lain yg sekedar menanyakan ada apa gerangan.
Aku yg ngga tegaan ngeliat dia kayak gitu, akhirnya mencoba bicara dengannya.
“ada apa Nad kok kamu nangis gini di sini?”
“Mbak Dy….aku tahu aku salah…. aku udah minta maaf… tapi kok mereka ttp ngga mau ngomong sama aku…nyuekin aku…. hiks hiks hiks….” Dengan terbata dia mencoba menjelaskan kenapa dia menangis.
“mereka itu siapa Nad?” tanyaku memperjelas jadi nanti aku bisa mendengar cerita dari kedua pihak
“Pretty sama May, Rara juga jadi ikut2an nyuekin aku mba….” Masih dengan terisak2 dia bicara
“emangnya kamu ada ngapain sampai bikin mereka marah?”
“aku cuma becanda mba…ngata2in Pretty sama May. May lgs tersinggung dia, Pretty jadi ikut2an.”
“ya udah, kamu masuk kamar aja ya, jangan di sini, coba ntar aku ngomong sama mereka,” kataku lalu menggandengnya masuk ke kamarnya yg ada di area ruang tengah.
Lalu aku naik ke atas, ke kamar Pretty, di sana aku dapati Pretty dan Rara lagi berdua ngobrol canda2an. Begitu melihatku, mereka agak kaget
“eh, Mba Dy, masuk mbak…” sapa Pretty
“Ada apa lagi kamu sama Nadya?” tanyaku to the point ke Pretty
Wajahnya langsung berubah manyun, “itu gini mba…..” ok, skip.. cerita ala anak2 sma yg maunya guyonan tapi ngga terkontrol malah jadi menyinggung perasaan yg lainnya dan jadi lah pertengkaran.
“trus katanya Nadya, dia udah minta maaf.”
“iya udah,”
“kenapa masih dicuekin?”
“siapa yg nyuekin mba dia nya aja yg berlebihan,” malah Rara yg nyolot kali ini. Ini sih asli masih blom ikhlas maaf memaafkannya.
“kalau emang kamu sudah maafin, bersikapnya yg wajar yg biasa aja, jangan malah menyudutkan. Kalian di sini bukan hanya temen lho, kalian itu udah kaya jadi saudara, susah seneng sama2, kalau kalian perlu bantuan siapa yg kalian cari? Pastinya kan temen2 disini juga kan?! Ikhlas ngga maafinnya?”
“iya, mbak…” sahut mereka barengan.
“udah sana yakinkan Nadyanya kalau kamu sudah bener2 maafin dia,” suruhku ke Pretty.
Sekarang misi selanjutnya ke May. Agak lebih gampang kalau sama May, tinggal lapor Ce Meilan aja, biar Ce Meilan yg bergerak selanjutnya menangani May, karena hanya dia yg bisa handle May.
Akhirnya ketiganya plus Rara ngumpul di kamar Nadya, memperjernih masalah.
“ada2 aja mereka,” sungut Ce Meilan ketika kami balik ke kamar.
Aku hanya mengulum senyum, mendengarnya, dan tiba2 terlintas di pikiranku, giliranku kapan ya bermasalah. Apa bisa aku selesaikan sendiri?
Bener2 bukan maksud menantang, tapi terlanjur terucap meski hanya dalam hati. Padahal, seperti kata Mr. Lee, suara hati adalah suara yg paling jujur dan suara hatimu adalah bisikan kecil dari penciptamu.
****
Dan Dia mengabulkan apa kata suara hatiku.
Semuanya berawal dari keinginan dan kerinduanku untuk bermain basket. Hanya saja karena ketiadaan sarana dan fasilitas, jadilah aku cukup jogging aja keliling kompleks.
Hari pertama aku pergi sendiri, awalnya memutar mengelilingi kompleks perumahan, masih belum puas aku keluar dan berada di jalan utama, kali ini hanya jalan2 santai aja, memuaskan rasa ingin tahuku akan lingkungan di sekitar tempat tinggalku saja.
Kulihat di seberang jalan sebuah taman yg lumayan besar dan asri sekali. Pengennya ke sana tapi berhubung hari semakin siang aku mengurungkan niatku menyambanginya, dan berjanji pada diriku sendiri akan datang ke sana esok hari, kebetulan besok sabtu, jadi bisa main sepuasnya, pikirku.
Besoknya pagi2, aku udah siap2 jogging lagi, di ufuk timur sinar mentari perlahan mulai membias mengusir gelap. Melewati ruang tengah aku kaget karena melihat Rara sudah bangun.
“Mba mau ke mana?” tanyanya begitu melihatku
“jogging,” sahutku
“eh, mba…ikutan ya?”
Aku berpikir sejenak, ngga apa2lah bagus lagi ada temen.
“iya, ayo cepetan. Aku tunggu di luar ya, ngga pake lama Ra!”
Aku segera turun dan memilih menunggu di halaman depan sambil melakukan stretching.
“Ayo mba…kita dah siap!”
Ternyata bukan hanya Rara yg muncul, ada Pretty juga. Jadilahh kita bertiga jogging pagi itu.
Selesai jogging, kami bertiga main ke taman yg aku lihat kemarin. Dari papan nama yg ada di pintu masuk taman itu, aku tahu kalau taman itu namanya Taman B***** tempatnya asik bgt, asri, luas, dan puas bisa jalan2 di dalamnya.
Di bagian dalam juga ada playground buat anak2 kecil. Rara dan Pretty ngga menyia2kan kesempatan itu mereka main bareng anak2 kecil yg ada di sana.
Aku mengingatkan agar mereka tidak memakai wahana mainan yg ada karena takut nanti malah rusak karena bobot badan mereka ngga sesuai dengan kapasitas yg seharusnya. Puas bermain2 di sana, kami pun balik ke kost.
Siang itu aku lagi tiduran di kamar ketika ponselku bordering. Dewa yg menelpon, tumben siang2 telpon. Aku menjawab panggilannya
“hallo,” sapaku
“hai Dy… lg ngapain?” sahutnya
“ngga lagi ngapa2in, Wa.”
“aku mau latihan sama anak2,” ujarnya, suaranya terdengar sedikit terburu2.
“latihan apa?”
“band, dengerin ya…” jadi selama beberapa menit dia biarkan telpon tetap tersambung sehingga aku bisa mendengar latihan mereka.
“Dy?”panggilnya kemudian
“iya…keren tuh suara vokalisnya. Kamu pegang apa Wa?”
“aku di gitar Dy, oya Kamis rencana aku ke S** ntar aku samperin ya.”
“oh ok, boleh.”
“ya udah, gitu dulu ya, dah..”
Belum sempat aku menjawabnya, telpon sudah diputuskan olehnya.
Kaget aja sih, sebegitu terburu2nya sampai ngga nunggu balasanku lagi. Ntah kenapa aku ngerasa seperti ngadepin 2 orang yg berbeda, kalau malam suara Dewa itu lembut dan nenangin bgt, tp kalau siang berubah jadi rush bgt dan sedikit keras nadanya.
Atau hanya perasaanku saja kali ya?!
Minggu…. Aku berjanji sama Rara dan Pretty buat main ke Taman B****** lagi. Pagi2 mereka sudah mendatangiku ke kamar, dan dengan tambahan satu personil, yaitu Nadya.
Rupanya Pretty dan Rara cerita sama Nadya tentang pengalaman mereka kemarin yg membuat Nadya tertarik ikutan kami kali ini.
Sebenernya aku agak2 ngga terlalu nyaman sama kelakuan Nadya di sana. Hampir di semua tempat dia berselfie, atau foto2 bareng Rara dan Pretty. Aku tentu saja menolak karena aku paling ngga suka berfoto.
Menurutku tingkahnya berlebihan, entahlah, atau mungkin aku aja yg terlalu flat. Ada di satu spot dia memetik sebuah bunga, yg bentuknya mirip seperti kupu2 dan berwarna ungu (meski aku ngga tau namanya, tapi aku ngga akan melupakan bunga ini) dan menyematkannya di kepalanya. Lalu dia dan Pretty berwefie ria.
Setelah lelah muter2 kami duduk2 di sebuah tempat duduk dari beton yg dibentuk sedemikian rupa sehingga nyaman untuk dibuat duduk, selain itu ada juga meja yg berbentuk melingkar. Tempatnya rindang karena di buatkan seperti atap yg di jalari oleh tanaman merambat.
Aku tertarik dengan tanaman merambatnya karena ternyata ada buahnya juga yg bergelantungan, banyak, buahnya bulat kira2 sebesar buah rambutan tapi ngga berbulu. Berwarna hijau pupus. Kupetik satu dan kucoba membukanya ternyata sangat keras. Karena penasaran isi dalamnya kaya gimana jadi aku taruh di bawah dan kuinjak, terbelahlah itu buah, ternyata dalamnya juga agak keras, aku membauinya, tidak berbau. Karena rasa penasaranku sudah terpuaskan, kubuang saja buah itu.
Lagi2 ketiga anak2 itu berfoto2 di sana. Setelah dari sana kami menuju playground, tapi rupanya si Nadya tidak terlalu tertarik, hanya sebentar di sana. Setelahh puas berkeliling dan merasa matahari mulai terasa terik, aku mengajak ketiganya balik ke kost.
Sampai di kost, ketiga anak itu bukannya balik ke kamar mereka masing2 buat bersihin badan dan istirahat. Mereka malah ngobrol2 di balkon kamarku sambil bercanda2, karena matahari mulai panas, jadinya mereka pindah ke kamarku, lesehan di lantai sambil mendnegarkan lagu2 dari ponselnya Rara.
Nadya yg awalnya juga melihat2 pondelnya sambil tiduran di lantai, tiba2 duduk dan menatap serius ke layar ponselnya.
“eh, Ra, Pet, Mba, sini deh, ini apa ya?tangan ya?tangan siapa?”
Kami lalu mengerubunginya dan menatap serius ke satu benda, layar ponselnya. Di sana terlihat foto yg dia ambil tadi pagi di taman.
Di foto itu Nadya tampak sedang berdiri sisi2an dengan Pretty, keduanya tersenyum, dan yg menjadi keanehan adalah sebuah tangan dengan 4 jari yg ada di pundak Pretty yg seolah2 tangannya memeluk dari belakang.
“tangan kamu itu Nad!” semprot Pretty dengan wajah tegang.
“bukan tangan aku itu,” bantah Nadya, “aku inget banget tangan kanan aku pegang hp trus tangan kiriku di depan kok, bukan meluk kamu Pet.”
Sebenarnya tanpa ada bantahan dari Nadya pun aku sangat yakin itu bukan tangannya Nadya karena meski pun Nadya kulitnya putih, tapi kulit tangan yg di foto sama sekali berbeda dengan warna kulit Nadya. Jari2 tangan itu berwarna putih, sangat putih, seperti warna putih cat tembok.
“trus itu tangan siapa meluk2?” tanya Rara yg juga merupakan pertanyaan kami semua.
Nadya dengan terburu2 terus melihat foto2 yg td diambilnya di taman. Di satu foto dimana dia berpose sendirian, tampak di belakangnya sebuah wajah seperti seorang laki2 menyembul dari balik semak2, sama dengan penampakan jari2 tangan sebelumnya wajah ini pun memiliki warna kulit yg sama, putih seperti cat tembok. Wajahnya tidak terlalu jelas mirip siapa, hanya terlihat seeprti bayangan tapi berwarna putih dengan mata hidung, bahkan rambut yg samar2 terlihat.
Dan di gambar yg lain di mana Nadya dan Rara berpose ada seperti seseorang dengan ciri2 yg sama pula, mengintip dari balik pohon dengan memperlihatkan hanya setengah badannya saja.
Ada 3 foto yg menampilkan hal2 yg sedikit membuatku bertanya2. Itu apa ya? Apa hanya sebuah side effek dari cahaya yg tertangkap kamera,atau apa? Tapi yg membuatku paling merinding bahkan sampai saat ini pun adalah foto dengan jari2 tangan di pundak Pretty.
Aku meminjam ponsel Nadya, ketika mereka bertiga ribut, entah meributkan apa, aku perhatikan foto itu. Ngga mungkin ini pembiasan cahaya atau sejenisnya. Sangat jelas ini jari2 tangan, meski gambarnya ngga terlalu jelas tp ya ini jari tangan bahkan gurat2 kukunya keliatan samar.
Tiba2 bulu kudukku merinding. Sial. Kenapa ini pikirku? Liat foto ginian aja merinding. Seumur2 aku hidup di Bali yg katanya penuh dengan kemistisannya, aku sama sekali belum pernah ngerasain merinding seperti ini.
Aku mengembalikan ponsel Nadya.
“Nad, hapus aja sekarang itu foto2nya,” ujar Pretty sedikit merajuk
“ngga ah, enak aja, langka ini tau. Hebat dong aku bisa foto penampakan, mau aku liatin key g lain ah….,” dengan semangat Nadya lalu keluar dari kamarku
“Nad…oi mau ke mana?ng…” suara Rara terpotong karena yg diajak bicara sudah menghilang dibalik tembok kamarku.
“Mbak gimana ini, aku kok jadi ngga enak gini ya perasaanku,” ujar Pretty dengan wajah yg kuatir.
“Ra, tadi kamu kan sempet foto2 juga kan, coba deh kamu liatin,” kataku ke Rara yg seingatku ada juga ambil foto di sana.
Rara terburu2 memeriksa ponselnya. Pretty juga ikutan nimbrung dengannya.
“Ngga ada Mba, foto2ku biasa2 aja,” sahutnya kemudian.
Aku berpikir sejenak, entah aku merasa agak aneh, ada sesuatu yg aneh di sini, tadi di foto itu…
“Ra, td foto yg ada jari2 tangannya, yg difoto Nadya sama Pretty kan, trus yg ada wajah orgnya yg difoto si Nadya sendiri, trus yg ada orang keliatan setengah badan, ada foto kamu sama Nadya. Di setiap foto yg ada penampakan gitu pasti ada Nadya nya….” Aku ngga melanjutkan omonganku. Ngga boleh ah berprasangka buruk, pikirku tiba2 yg membuatku tidak melanjutkan omonganku.
“iya ya Mba…,” sahut Pretty
“tapi di foto2 yg lain juga ada Nadya, tp ngga ada penampakan Cuma 3 foto itu aja..” kataku lagi meragukan asumsiku sebelumnya.
“udah ah, ngga usah dipikir, positif thinking aja, mungkin hanya kebetulan saja…” ujarku lagi.
Ini kukatakan bukan hanya untuk menenangkan Rara dan Pretty yg tampak kuatir tapi juga untuk diriku sendiri, yg juga mulai merasa tidak nyaman.
Mereka akhirnya balik ke kamar masing2.
Lalu aku, siang itu menghabiskan waktu dengan membaca novel sekalian untuk mengalihkan pikiranku dari memikirkan sebab adanya bayangan2 aneh di foto2 Nadya. Sampai akhirnya tertidur.
Sore harinya, aku naik ke kamar Pretty, dan ternyata ada Rara juga di sana. Dua anak ini memang keliatannya cocok dan akrab, mungkin karena mereka seiman juga.
Ketika aku melongok di pintu kamar, tampak Pretty duduk di lantai bersandar ditembok memeluk lututnya, sedang Rara duduk di atas kasur Pretty bersandar di tembok yg berlawanan sehingga mereka berhadap2an.
“hei, kalian pada ngapain ini, bengong berdua sore2,” ujarku masuk ke kamar dan duduk di tepi ranjang.
“perasaanku ngga enak bgt dr tadi siang,” ujar Pretty dengan wajah manyun.
“yah…masih mikirin yg td siang aja,”
“Nadya Mba, seisi kost di pamer2in fotonya, harusnya jgn gitu, aku ngerasa mereka bakalan ke sini deh, kayak ngga suka sama kita,” sahut Rara kali ini.
Aku menangkap ada yg aneh dr kata2nya barusan. Dia tadi bilang ‘mereka’, ‘mereka’ siapa?
“mksd kamu apa Ra? ‘mereka’ itu mksd kamu siapa?” tanyaku memastikan.
“yg difoto mba,” sahut Rara pelan.
Aku tercengang
“jangan ngawur ah, kamu tahu darimana?”sentakku. Aku kurang suka kalau ada yg bicara ngawur kayak gitu apalagi tanpa bukti
“Rara itu bisa ngerasain Mba, tapi ngga bisa liat, cuma ngerasain aja,” sahut Pretty karena Rara hanya diam saja
“bener Ra?” tanyaku ke Rara yg di tanggapinya dengan anggukan.
Aku menghela nafas. Berusaha berpikir positif saja, mudah2an ngga kenapa2. Lagian kalau emang bener dugaan Rara, ngapain juga mereka marah, kan taman itu fasilitas umum siapa aja boleh dtg ke sana, lagian siapa yg tahu kalau mereka ada di sana juga wong ngga keliatan, ya salah siapa dong!!
Tiba2 Nadya muncul di pintu. Sudah dengan tampilannya yg rapi, seperti mau keluar dia.
“Mau ke mana Nad?” tanyaku
“Mau ke tukang jahit Mba, mau jahit baju, kemarin Mama bawain kain,” sahutnya
nyelonong masuk ke kamar lalu lgs tiduran di kasurnya Pretty.
Rara yg masih duduk jadi beringsut mundur memberi tempat ke Nadya yg seperti ngga peduli kalau Rara ada belakangnya.
“katanya mau keluar kok malah tiduran,” ujar Pretty yg ngga dipedulikan oleh Nadya.
“Nad, kamu ngga apa2?” tanya Rara, matanya ngga lepas dr Nadya
“ngga tau nih, kok tiba2 badanku kerasa ngga enak ya, bentar ya numpang rebahan Pet,” sahutnya acuh lalu memejamkan matanya.
Tak seberapa lama kemudian datang Aisyah ke kamar Pretty
“Nad, kok lo tiduran, jadi keluar ngga, mumpung belum maghrib nih, “ Aisyah sudah berdiri di pintu kamar Pretty.
“mau keluar sama kamu, Ai?”
“Iya mba.”
Nadya masih diam saja. Dia seperti tertidur. Matanya terpejam rapat, sepertinya tertidur pules bgt. Aisyah tampak kaget, buru2 dia masuk dan menyentuh pundak Nadya yg masih tertidur.
“Astaghfirullah…,Nad, Nad…bangun Nad…” Aisyah mulai menguncang2kan badan Nadya. Tapi Nadya tidak merespon. Kusentuh badannya, tegang dan seperti kaku.
“Ai, ini kenapa?” tanyaku ngga ngerti
“Ngga tau mba, aku ngga ngerti ada yg aneh aja aku liat td di sekitaran badan Nadya,” sahut Aisyah.
Aisyah ngga berhenti2nya menguncang badan Nadya, sampai akhirnya terdengar gumaman dari mulut Nadya, lama kelamaan gumamannya yg ngga jelas terdengar seperti menggeram. Terus tanpa berhenti, Nadya terus menggeram tapi matanya masih tetap terpejam rapat.
“Nad, istighfar Nad, istighfar…” teriak Aisyah berkali2 sambil memegang tangan Nadya yg bergerak ngga beraturan.
Iya sekarang dia meronta2, seperti hendak memukul, aku sibuk memegangi kakinya yg menendang2 ngga karuan.
Pretty berteriak keluar kamar memanggil anak2 yg lain buat bantuan. Rara sudah sejak tadi meloncati badan Nadya dan mengobrak abrik tas Nadya, aku melihatnya sekilas mengambil ponsel Nadya.
Anak2 yg lain berdatangan ke kamar Pretty dan membantu menenangkan Nadya.
Nadya tambah menjadi2, dia dipegangi oleh beberapa orang, padahal badan Nadya termasuk mungil, tapi kali ini tubuh mungilnya sulit dikendalikan seperti memiliki tenaga yg besar.
Aisyah memegang kepala Nadya yg terus mendongak ke atas, matanya membuka dan melotot, dia masih saja mengeram2 seperti tadi.
Sedangkan anak2 yg lain berusaha memegang tangan dan kakinya yg terus berontak. Dari raut wajahnya kulihat kepanikan dan ketakutan di sana, beberapa bahkan menangis, sambil ngga lepas mulut mereka komat kamit melafalkan doa.
Lalu aku? Aku berdiri termangu. Schock. Iya sepertinya. Ini kali pertama dalam sejarah hidupku melihat kesurupan yg beringas seperti ini. Aku biarkan saja karena aku juga ngga bisa bantu apa2, dan kurasa Aisyah bisa menanganinya.
Aku mencari Pretty dan Rara yg ternyata ada di luar kamar, mengerubungi sesuatu yg ternyata ponselnya Nadya.kudekati mereka.
“Ra…” panggilku ke Rara, yg tampak pucat wajahnya. Keringat mengucur di kening dan pelipisnya yg mulus.
“Mba…susah bgt hapusnya, udah dihapus tp muncul terus, lama2 aku ngga kuat ini.” Ujarnya masih sibuk pencat pencet ponselnya Nadya.
Kulihat layar ponsel Nadya, tampak menampilkan gambar bahwa mesinnya sedang loading.
“ini mau hapus aja nunggu lama,” ujar Pretty
“Akhhhh…”tiba2 Rara terpekik dan terjungkal ke belakang untung ada Pretty di belakang yg menangkap tubuhnya. Ponsel Nadya pun terlempar. Aku mengambilnya dan melanjutkan menghapus semua foto yg diambil di Taman B****** dalam waktu kurang dari 1 menit semua foto2nya permanently deleted.
Aku melongok ke dalam kamar. Nadya sudah tenang dia terbaring dengan wajah pucat tanpa ekspresi. Tatapan matanya kosong. Aku menoleh ke arah Aisyah.
“Ai, Nadya gpp kan?”tanyaku
“gpp mba hanya saja sepertinya dia belum sadar sepenuhnya.”
Belum sadar?pikirku
“berarti bisa jadi dia ngamuk lagi ntar?”
“tergantung dianya, kalau dia kuat dia ngga akan dimasuki tp klo kondisinya kaya gini pesimis aku mbak.”
“bisa jalan ngga dia?kita bawa ke kamarnya aja” tanyaku. Aisyah memberiku kode buat nunggu.
Dia membisikkan sesuatu di telinga Nadya yg membuat anak itu bangun kemudian berjalan keluar dari kamar Pretty dan masuk ke kamarnya sendiri.
Baru beberapa menit dia merebahkan badannya di atas kasur. Dia mulai mengeram2 lagi. Aisyah member kode ke yg lain untuk memegangi Nadya seperti tadi.
Malah yg sekarang tampak lebih beringas dia. Aku hendak membantu yg lain memegangi Nadya, tapi Aisyah berteriak keras kepadaku
“jangan Mba!!! Mbak di luar aja, yg mereka cari kalian berempat, yg ke taman tadi pagi. Pagari diri kalian masing2 biar ngga di masuki. “
Deg. Gimana ini? Pagari diri kata Aisyah td, pagari diri gimana mksdnya, pikirku bingung.
Kulihat di ruang tengah Rara dan Pretty duduk berhadap2an sambil berpegangan tangan, melafalkan sesuatu, seperti berdoa.
Fix, aku sendiri sekarang dan ngga tau harus ngapain.
“Rara, awas Ra…!!!” Aisyah tiba2 berteriak keras sambil tetap memegangi kepala Nadya. Lafalan doa2 Rara dan Pretty pun semakin keras.
Bagaimana ngga hampir tiap hari ada saja yg buat masalah. Si A yg bertengkar dengan si B, ujung2nya diem2an. Si B yg salah paham dengan omongan si C. Si C yg ngga suka sama si D, mending dia tidak sukanya di simpan sendiri tapi ini malah di umbar kejelekan orang menurut versinya sendiri dan seperti menjadi juru kampanye agar orang lain ikutan ngga suka.
Seperti hari itu ketika aku hendak mandi, kulihat Nadya duduk termangu sendiri di ruang tengah dengan wajah ditekuk. Kupikir dia lagi bad mood jadi tidak terlalu kuhiraukan.
Tapi sekembalinya dari kamar mandi dia sudah terisak2 berurai air mata tanpa ada satu pun anak2 yg lain yg sekedar menanyakan ada apa gerangan.
Aku yg ngga tegaan ngeliat dia kayak gitu, akhirnya mencoba bicara dengannya.
“ada apa Nad kok kamu nangis gini di sini?”
“Mbak Dy….aku tahu aku salah…. aku udah minta maaf… tapi kok mereka ttp ngga mau ngomong sama aku…nyuekin aku…. hiks hiks hiks….” Dengan terbata dia mencoba menjelaskan kenapa dia menangis.
“mereka itu siapa Nad?” tanyaku memperjelas jadi nanti aku bisa mendengar cerita dari kedua pihak
“Pretty sama May, Rara juga jadi ikut2an nyuekin aku mba….” Masih dengan terisak2 dia bicara
“emangnya kamu ada ngapain sampai bikin mereka marah?”
“aku cuma becanda mba…ngata2in Pretty sama May. May lgs tersinggung dia, Pretty jadi ikut2an.”
“ya udah, kamu masuk kamar aja ya, jangan di sini, coba ntar aku ngomong sama mereka,” kataku lalu menggandengnya masuk ke kamarnya yg ada di area ruang tengah.
Lalu aku naik ke atas, ke kamar Pretty, di sana aku dapati Pretty dan Rara lagi berdua ngobrol canda2an. Begitu melihatku, mereka agak kaget
“eh, Mba Dy, masuk mbak…” sapa Pretty
“Ada apa lagi kamu sama Nadya?” tanyaku to the point ke Pretty
Wajahnya langsung berubah manyun, “itu gini mba…..” ok, skip.. cerita ala anak2 sma yg maunya guyonan tapi ngga terkontrol malah jadi menyinggung perasaan yg lainnya dan jadi lah pertengkaran.
“trus katanya Nadya, dia udah minta maaf.”
“iya udah,”
“kenapa masih dicuekin?”
“siapa yg nyuekin mba dia nya aja yg berlebihan,” malah Rara yg nyolot kali ini. Ini sih asli masih blom ikhlas maaf memaafkannya.
“kalau emang kamu sudah maafin, bersikapnya yg wajar yg biasa aja, jangan malah menyudutkan. Kalian di sini bukan hanya temen lho, kalian itu udah kaya jadi saudara, susah seneng sama2, kalau kalian perlu bantuan siapa yg kalian cari? Pastinya kan temen2 disini juga kan?! Ikhlas ngga maafinnya?”
“iya, mbak…” sahut mereka barengan.
“udah sana yakinkan Nadyanya kalau kamu sudah bener2 maafin dia,” suruhku ke Pretty.
Sekarang misi selanjutnya ke May. Agak lebih gampang kalau sama May, tinggal lapor Ce Meilan aja, biar Ce Meilan yg bergerak selanjutnya menangani May, karena hanya dia yg bisa handle May.
Akhirnya ketiganya plus Rara ngumpul di kamar Nadya, memperjernih masalah.
“ada2 aja mereka,” sungut Ce Meilan ketika kami balik ke kamar.
Aku hanya mengulum senyum, mendengarnya, dan tiba2 terlintas di pikiranku, giliranku kapan ya bermasalah. Apa bisa aku selesaikan sendiri?
Bener2 bukan maksud menantang, tapi terlanjur terucap meski hanya dalam hati. Padahal, seperti kata Mr. Lee, suara hati adalah suara yg paling jujur dan suara hatimu adalah bisikan kecil dari penciptamu.
****
Dan Dia mengabulkan apa kata suara hatiku.
Semuanya berawal dari keinginan dan kerinduanku untuk bermain basket. Hanya saja karena ketiadaan sarana dan fasilitas, jadilah aku cukup jogging aja keliling kompleks.
Hari pertama aku pergi sendiri, awalnya memutar mengelilingi kompleks perumahan, masih belum puas aku keluar dan berada di jalan utama, kali ini hanya jalan2 santai aja, memuaskan rasa ingin tahuku akan lingkungan di sekitar tempat tinggalku saja.
Kulihat di seberang jalan sebuah taman yg lumayan besar dan asri sekali. Pengennya ke sana tapi berhubung hari semakin siang aku mengurungkan niatku menyambanginya, dan berjanji pada diriku sendiri akan datang ke sana esok hari, kebetulan besok sabtu, jadi bisa main sepuasnya, pikirku.
Besoknya pagi2, aku udah siap2 jogging lagi, di ufuk timur sinar mentari perlahan mulai membias mengusir gelap. Melewati ruang tengah aku kaget karena melihat Rara sudah bangun.
“Mba mau ke mana?” tanyanya begitu melihatku
“jogging,” sahutku
“eh, mba…ikutan ya?”
Aku berpikir sejenak, ngga apa2lah bagus lagi ada temen.
“iya, ayo cepetan. Aku tunggu di luar ya, ngga pake lama Ra!”
Aku segera turun dan memilih menunggu di halaman depan sambil melakukan stretching.
“Ayo mba…kita dah siap!”
Ternyata bukan hanya Rara yg muncul, ada Pretty juga. Jadilahh kita bertiga jogging pagi itu.
Selesai jogging, kami bertiga main ke taman yg aku lihat kemarin. Dari papan nama yg ada di pintu masuk taman itu, aku tahu kalau taman itu namanya Taman B***** tempatnya asik bgt, asri, luas, dan puas bisa jalan2 di dalamnya.
Di bagian dalam juga ada playground buat anak2 kecil. Rara dan Pretty ngga menyia2kan kesempatan itu mereka main bareng anak2 kecil yg ada di sana.
Aku mengingatkan agar mereka tidak memakai wahana mainan yg ada karena takut nanti malah rusak karena bobot badan mereka ngga sesuai dengan kapasitas yg seharusnya. Puas bermain2 di sana, kami pun balik ke kost.
Siang itu aku lagi tiduran di kamar ketika ponselku bordering. Dewa yg menelpon, tumben siang2 telpon. Aku menjawab panggilannya
“hallo,” sapaku
“hai Dy… lg ngapain?” sahutnya
“ngga lagi ngapa2in, Wa.”
“aku mau latihan sama anak2,” ujarnya, suaranya terdengar sedikit terburu2.
“latihan apa?”
“band, dengerin ya…” jadi selama beberapa menit dia biarkan telpon tetap tersambung sehingga aku bisa mendengar latihan mereka.
“Dy?”panggilnya kemudian
“iya…keren tuh suara vokalisnya. Kamu pegang apa Wa?”
“aku di gitar Dy, oya Kamis rencana aku ke S** ntar aku samperin ya.”
“oh ok, boleh.”
“ya udah, gitu dulu ya, dah..”
Belum sempat aku menjawabnya, telpon sudah diputuskan olehnya.
Kaget aja sih, sebegitu terburu2nya sampai ngga nunggu balasanku lagi. Ntah kenapa aku ngerasa seperti ngadepin 2 orang yg berbeda, kalau malam suara Dewa itu lembut dan nenangin bgt, tp kalau siang berubah jadi rush bgt dan sedikit keras nadanya.
Atau hanya perasaanku saja kali ya?!
Minggu…. Aku berjanji sama Rara dan Pretty buat main ke Taman B****** lagi. Pagi2 mereka sudah mendatangiku ke kamar, dan dengan tambahan satu personil, yaitu Nadya.
Rupanya Pretty dan Rara cerita sama Nadya tentang pengalaman mereka kemarin yg membuat Nadya tertarik ikutan kami kali ini.
Sebenernya aku agak2 ngga terlalu nyaman sama kelakuan Nadya di sana. Hampir di semua tempat dia berselfie, atau foto2 bareng Rara dan Pretty. Aku tentu saja menolak karena aku paling ngga suka berfoto.
Menurutku tingkahnya berlebihan, entahlah, atau mungkin aku aja yg terlalu flat. Ada di satu spot dia memetik sebuah bunga, yg bentuknya mirip seperti kupu2 dan berwarna ungu (meski aku ngga tau namanya, tapi aku ngga akan melupakan bunga ini) dan menyematkannya di kepalanya. Lalu dia dan Pretty berwefie ria.
Setelah lelah muter2 kami duduk2 di sebuah tempat duduk dari beton yg dibentuk sedemikian rupa sehingga nyaman untuk dibuat duduk, selain itu ada juga meja yg berbentuk melingkar. Tempatnya rindang karena di buatkan seperti atap yg di jalari oleh tanaman merambat.
Aku tertarik dengan tanaman merambatnya karena ternyata ada buahnya juga yg bergelantungan, banyak, buahnya bulat kira2 sebesar buah rambutan tapi ngga berbulu. Berwarna hijau pupus. Kupetik satu dan kucoba membukanya ternyata sangat keras. Karena penasaran isi dalamnya kaya gimana jadi aku taruh di bawah dan kuinjak, terbelahlah itu buah, ternyata dalamnya juga agak keras, aku membauinya, tidak berbau. Karena rasa penasaranku sudah terpuaskan, kubuang saja buah itu.
Lagi2 ketiga anak2 itu berfoto2 di sana. Setelah dari sana kami menuju playground, tapi rupanya si Nadya tidak terlalu tertarik, hanya sebentar di sana. Setelahh puas berkeliling dan merasa matahari mulai terasa terik, aku mengajak ketiganya balik ke kost.
Sampai di kost, ketiga anak itu bukannya balik ke kamar mereka masing2 buat bersihin badan dan istirahat. Mereka malah ngobrol2 di balkon kamarku sambil bercanda2, karena matahari mulai panas, jadinya mereka pindah ke kamarku, lesehan di lantai sambil mendnegarkan lagu2 dari ponselnya Rara.
Nadya yg awalnya juga melihat2 pondelnya sambil tiduran di lantai, tiba2 duduk dan menatap serius ke layar ponselnya.
“eh, Ra, Pet, Mba, sini deh, ini apa ya?tangan ya?tangan siapa?”
Kami lalu mengerubunginya dan menatap serius ke satu benda, layar ponselnya. Di sana terlihat foto yg dia ambil tadi pagi di taman.
Di foto itu Nadya tampak sedang berdiri sisi2an dengan Pretty, keduanya tersenyum, dan yg menjadi keanehan adalah sebuah tangan dengan 4 jari yg ada di pundak Pretty yg seolah2 tangannya memeluk dari belakang.
“tangan kamu itu Nad!” semprot Pretty dengan wajah tegang.
“bukan tangan aku itu,” bantah Nadya, “aku inget banget tangan kanan aku pegang hp trus tangan kiriku di depan kok, bukan meluk kamu Pet.”
Sebenarnya tanpa ada bantahan dari Nadya pun aku sangat yakin itu bukan tangannya Nadya karena meski pun Nadya kulitnya putih, tapi kulit tangan yg di foto sama sekali berbeda dengan warna kulit Nadya. Jari2 tangan itu berwarna putih, sangat putih, seperti warna putih cat tembok.
“trus itu tangan siapa meluk2?” tanya Rara yg juga merupakan pertanyaan kami semua.
Nadya dengan terburu2 terus melihat foto2 yg td diambilnya di taman. Di satu foto dimana dia berpose sendirian, tampak di belakangnya sebuah wajah seperti seorang laki2 menyembul dari balik semak2, sama dengan penampakan jari2 tangan sebelumnya wajah ini pun memiliki warna kulit yg sama, putih seperti cat tembok. Wajahnya tidak terlalu jelas mirip siapa, hanya terlihat seeprti bayangan tapi berwarna putih dengan mata hidung, bahkan rambut yg samar2 terlihat.
Dan di gambar yg lain di mana Nadya dan Rara berpose ada seperti seseorang dengan ciri2 yg sama pula, mengintip dari balik pohon dengan memperlihatkan hanya setengah badannya saja.
Ada 3 foto yg menampilkan hal2 yg sedikit membuatku bertanya2. Itu apa ya? Apa hanya sebuah side effek dari cahaya yg tertangkap kamera,atau apa? Tapi yg membuatku paling merinding bahkan sampai saat ini pun adalah foto dengan jari2 tangan di pundak Pretty.
Aku meminjam ponsel Nadya, ketika mereka bertiga ribut, entah meributkan apa, aku perhatikan foto itu. Ngga mungkin ini pembiasan cahaya atau sejenisnya. Sangat jelas ini jari2 tangan, meski gambarnya ngga terlalu jelas tp ya ini jari tangan bahkan gurat2 kukunya keliatan samar.
Tiba2 bulu kudukku merinding. Sial. Kenapa ini pikirku? Liat foto ginian aja merinding. Seumur2 aku hidup di Bali yg katanya penuh dengan kemistisannya, aku sama sekali belum pernah ngerasain merinding seperti ini.
Aku mengembalikan ponsel Nadya.
“Nad, hapus aja sekarang itu foto2nya,” ujar Pretty sedikit merajuk
“ngga ah, enak aja, langka ini tau. Hebat dong aku bisa foto penampakan, mau aku liatin key g lain ah….,” dengan semangat Nadya lalu keluar dari kamarku
“Nad…oi mau ke mana?ng…” suara Rara terpotong karena yg diajak bicara sudah menghilang dibalik tembok kamarku.
“Mbak gimana ini, aku kok jadi ngga enak gini ya perasaanku,” ujar Pretty dengan wajah yg kuatir.
“Ra, tadi kamu kan sempet foto2 juga kan, coba deh kamu liatin,” kataku ke Rara yg seingatku ada juga ambil foto di sana.
Rara terburu2 memeriksa ponselnya. Pretty juga ikutan nimbrung dengannya.
“Ngga ada Mba, foto2ku biasa2 aja,” sahutnya kemudian.
Aku berpikir sejenak, entah aku merasa agak aneh, ada sesuatu yg aneh di sini, tadi di foto itu…
“Ra, td foto yg ada jari2 tangannya, yg difoto Nadya sama Pretty kan, trus yg ada wajah orgnya yg difoto si Nadya sendiri, trus yg ada orang keliatan setengah badan, ada foto kamu sama Nadya. Di setiap foto yg ada penampakan gitu pasti ada Nadya nya….” Aku ngga melanjutkan omonganku. Ngga boleh ah berprasangka buruk, pikirku tiba2 yg membuatku tidak melanjutkan omonganku.
“iya ya Mba…,” sahut Pretty
“tapi di foto2 yg lain juga ada Nadya, tp ngga ada penampakan Cuma 3 foto itu aja..” kataku lagi meragukan asumsiku sebelumnya.
“udah ah, ngga usah dipikir, positif thinking aja, mungkin hanya kebetulan saja…” ujarku lagi.
Ini kukatakan bukan hanya untuk menenangkan Rara dan Pretty yg tampak kuatir tapi juga untuk diriku sendiri, yg juga mulai merasa tidak nyaman.
Mereka akhirnya balik ke kamar masing2.
Lalu aku, siang itu menghabiskan waktu dengan membaca novel sekalian untuk mengalihkan pikiranku dari memikirkan sebab adanya bayangan2 aneh di foto2 Nadya. Sampai akhirnya tertidur.
Sore harinya, aku naik ke kamar Pretty, dan ternyata ada Rara juga di sana. Dua anak ini memang keliatannya cocok dan akrab, mungkin karena mereka seiman juga.
Ketika aku melongok di pintu kamar, tampak Pretty duduk di lantai bersandar ditembok memeluk lututnya, sedang Rara duduk di atas kasur Pretty bersandar di tembok yg berlawanan sehingga mereka berhadap2an.
“hei, kalian pada ngapain ini, bengong berdua sore2,” ujarku masuk ke kamar dan duduk di tepi ranjang.
“perasaanku ngga enak bgt dr tadi siang,” ujar Pretty dengan wajah manyun.
“yah…masih mikirin yg td siang aja,”
“Nadya Mba, seisi kost di pamer2in fotonya, harusnya jgn gitu, aku ngerasa mereka bakalan ke sini deh, kayak ngga suka sama kita,” sahut Rara kali ini.
Aku menangkap ada yg aneh dr kata2nya barusan. Dia tadi bilang ‘mereka’, ‘mereka’ siapa?
“mksd kamu apa Ra? ‘mereka’ itu mksd kamu siapa?” tanyaku memastikan.
“yg difoto mba,” sahut Rara pelan.
Aku tercengang
“jangan ngawur ah, kamu tahu darimana?”sentakku. Aku kurang suka kalau ada yg bicara ngawur kayak gitu apalagi tanpa bukti
“Rara itu bisa ngerasain Mba, tapi ngga bisa liat, cuma ngerasain aja,” sahut Pretty karena Rara hanya diam saja
“bener Ra?” tanyaku ke Rara yg di tanggapinya dengan anggukan.
Aku menghela nafas. Berusaha berpikir positif saja, mudah2an ngga kenapa2. Lagian kalau emang bener dugaan Rara, ngapain juga mereka marah, kan taman itu fasilitas umum siapa aja boleh dtg ke sana, lagian siapa yg tahu kalau mereka ada di sana juga wong ngga keliatan, ya salah siapa dong!!
Tiba2 Nadya muncul di pintu. Sudah dengan tampilannya yg rapi, seperti mau keluar dia.
“Mau ke mana Nad?” tanyaku
“Mau ke tukang jahit Mba, mau jahit baju, kemarin Mama bawain kain,” sahutnya
nyelonong masuk ke kamar lalu lgs tiduran di kasurnya Pretty.
Rara yg masih duduk jadi beringsut mundur memberi tempat ke Nadya yg seperti ngga peduli kalau Rara ada belakangnya.
“katanya mau keluar kok malah tiduran,” ujar Pretty yg ngga dipedulikan oleh Nadya.
“Nad, kamu ngga apa2?” tanya Rara, matanya ngga lepas dr Nadya
“ngga tau nih, kok tiba2 badanku kerasa ngga enak ya, bentar ya numpang rebahan Pet,” sahutnya acuh lalu memejamkan matanya.
Tak seberapa lama kemudian datang Aisyah ke kamar Pretty
“Nad, kok lo tiduran, jadi keluar ngga, mumpung belum maghrib nih, “ Aisyah sudah berdiri di pintu kamar Pretty.
“mau keluar sama kamu, Ai?”
“Iya mba.”
Nadya masih diam saja. Dia seperti tertidur. Matanya terpejam rapat, sepertinya tertidur pules bgt. Aisyah tampak kaget, buru2 dia masuk dan menyentuh pundak Nadya yg masih tertidur.
“Astaghfirullah…,Nad, Nad…bangun Nad…” Aisyah mulai menguncang2kan badan Nadya. Tapi Nadya tidak merespon. Kusentuh badannya, tegang dan seperti kaku.
“Ai, ini kenapa?” tanyaku ngga ngerti
“Ngga tau mba, aku ngga ngerti ada yg aneh aja aku liat td di sekitaran badan Nadya,” sahut Aisyah.
Aisyah ngga berhenti2nya menguncang badan Nadya, sampai akhirnya terdengar gumaman dari mulut Nadya, lama kelamaan gumamannya yg ngga jelas terdengar seperti menggeram. Terus tanpa berhenti, Nadya terus menggeram tapi matanya masih tetap terpejam rapat.
“Nad, istighfar Nad, istighfar…” teriak Aisyah berkali2 sambil memegang tangan Nadya yg bergerak ngga beraturan.
Iya sekarang dia meronta2, seperti hendak memukul, aku sibuk memegangi kakinya yg menendang2 ngga karuan.
Pretty berteriak keluar kamar memanggil anak2 yg lain buat bantuan. Rara sudah sejak tadi meloncati badan Nadya dan mengobrak abrik tas Nadya, aku melihatnya sekilas mengambil ponsel Nadya.
Anak2 yg lain berdatangan ke kamar Pretty dan membantu menenangkan Nadya.
Nadya tambah menjadi2, dia dipegangi oleh beberapa orang, padahal badan Nadya termasuk mungil, tapi kali ini tubuh mungilnya sulit dikendalikan seperti memiliki tenaga yg besar.
Aisyah memegang kepala Nadya yg terus mendongak ke atas, matanya membuka dan melotot, dia masih saja mengeram2 seperti tadi.
Sedangkan anak2 yg lain berusaha memegang tangan dan kakinya yg terus berontak. Dari raut wajahnya kulihat kepanikan dan ketakutan di sana, beberapa bahkan menangis, sambil ngga lepas mulut mereka komat kamit melafalkan doa.
Lalu aku? Aku berdiri termangu. Schock. Iya sepertinya. Ini kali pertama dalam sejarah hidupku melihat kesurupan yg beringas seperti ini. Aku biarkan saja karena aku juga ngga bisa bantu apa2, dan kurasa Aisyah bisa menanganinya.
Aku mencari Pretty dan Rara yg ternyata ada di luar kamar, mengerubungi sesuatu yg ternyata ponselnya Nadya.kudekati mereka.
“Ra…” panggilku ke Rara, yg tampak pucat wajahnya. Keringat mengucur di kening dan pelipisnya yg mulus.
“Mba…susah bgt hapusnya, udah dihapus tp muncul terus, lama2 aku ngga kuat ini.” Ujarnya masih sibuk pencat pencet ponselnya Nadya.
Kulihat layar ponsel Nadya, tampak menampilkan gambar bahwa mesinnya sedang loading.
“ini mau hapus aja nunggu lama,” ujar Pretty
“Akhhhh…”tiba2 Rara terpekik dan terjungkal ke belakang untung ada Pretty di belakang yg menangkap tubuhnya. Ponsel Nadya pun terlempar. Aku mengambilnya dan melanjutkan menghapus semua foto yg diambil di Taman B****** dalam waktu kurang dari 1 menit semua foto2nya permanently deleted.
Aku melongok ke dalam kamar. Nadya sudah tenang dia terbaring dengan wajah pucat tanpa ekspresi. Tatapan matanya kosong. Aku menoleh ke arah Aisyah.
“Ai, Nadya gpp kan?”tanyaku
“gpp mba hanya saja sepertinya dia belum sadar sepenuhnya.”
Belum sadar?pikirku
“berarti bisa jadi dia ngamuk lagi ntar?”
“tergantung dianya, kalau dia kuat dia ngga akan dimasuki tp klo kondisinya kaya gini pesimis aku mbak.”
“bisa jalan ngga dia?kita bawa ke kamarnya aja” tanyaku. Aisyah memberiku kode buat nunggu.
Dia membisikkan sesuatu di telinga Nadya yg membuat anak itu bangun kemudian berjalan keluar dari kamar Pretty dan masuk ke kamarnya sendiri.
Baru beberapa menit dia merebahkan badannya di atas kasur. Dia mulai mengeram2 lagi. Aisyah member kode ke yg lain untuk memegangi Nadya seperti tadi.
Malah yg sekarang tampak lebih beringas dia. Aku hendak membantu yg lain memegangi Nadya, tapi Aisyah berteriak keras kepadaku
“jangan Mba!!! Mbak di luar aja, yg mereka cari kalian berempat, yg ke taman tadi pagi. Pagari diri kalian masing2 biar ngga di masuki. “
Deg. Gimana ini? Pagari diri kata Aisyah td, pagari diri gimana mksdnya, pikirku bingung.
Kulihat di ruang tengah Rara dan Pretty duduk berhadap2an sambil berpegangan tangan, melafalkan sesuatu, seperti berdoa.
Fix, aku sendiri sekarang dan ngga tau harus ngapain.
“Rara, awas Ra…!!!” Aisyah tiba2 berteriak keras sambil tetap memegangi kepala Nadya. Lafalan doa2 Rara dan Pretty pun semakin keras.
0