Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabuiseAvatar border
TS
mabuise
REBORN: Karma Will Always Find Its Way [TAMAT]

Cover By: angchimo

Quote:

Quote:


NB: Kalau berkenan silahkan dikasih Rate 5emoticon-Rate 5 Star
Polling
0 suara
Siapa Tokoh Wanita Favorit Kalian Dalam Cerita Ini.?
Diubah oleh mabuise 27-12-2017 19:10
imamarbai
efti108
ugalugalih
ugalugalih dan 43 lainnya memberi reputasi
38
1.1M
4K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.7KAnggota
Tampilkan semua post
uclnAvatar border
ucln 
#2086
Bagian 79
“Bags, Lagi dimana Lo?”

Rendi langsung menyambar sesaat setelah panggilan teleponnya gue jawab.

“Dikantor. Tumben nelpon, ada apaan?”

“Yakali Bags, temen nelpon dibilang tumben, ga nelpon dibilang sombong.”

“Ah, kemaren-kemaren gue ga pernah bilang lo sombong kayanya. Ngomong-ngomong apa kabar Lo?”

“Alhamdulillah baik Bags. Lo balik kerja jam berapa? Ngopi lah yuk.”

Singkatnya, gue dan Rendi akhirnya menentukan akan bertemu di sebuah warung kopi pinggir jalan daerah Jakarta Selatan, yang lumayan sering gue datengin juga bareng temen-temen yang lain. Dan sepulang kerja pun gue langsung menuju kesana.

Gue sampai di warung kopi bertepatan dengan berkumandangnya adzan maghrib. Gue pun memarkirkan motor di depan warung kopi lalu bergegas jalan kaki beberapa meter menuju masjid yang ga jauh dari warung kopi.

Selesai sholat, gue justru melihat Rendi keluar dari barisan dan menuju pintu luar masjid. Gue mempercepat langkah mengejarnya.

“Lah, gue pikir lo belom dateng Bags, gue ga liat motor lo di warung.” Ucap Rendi sambil menanggapi tangan gue yang terjulur untuk menjabatnya.

Kami keluar dari masjjd dan menuju warung kopi. Rendi memesan kopi susu seperti biasa sedangkan gue masih dengan kopi mocca.

“Ini nih disini bedanya kita.” Ucap Rendi saat Ibu pemilik warung kopi meletakkan dua gelas kopi di hadapan kami.

“Lo selalu mocca, sedangkan gue yang kopi susunya. Padahal sama-sama merk A**.”

“Yoi, kan jelas emang dari dulu gue Kopaska, sedangkan Lo Kopasus.” Saut gue.

“Kopi A**moKa jadi Kopaska, Kopi A** Susu jadi Kopasus? Hahaha geblek juga lo kalo maen singkatan.”

Lama kami tenggelam dalam obrolan yang seringkali menimbulkan tawa yang membuat orang disekitar kami melirik, mungkin karna terganggu tawa kami. Kemudian gue memotong obrolan karna berniat memesan makanan yang kemudian di ikuti Rendi.

“Oh iya, gue mau ngasih ini Bags.” Ucap Rendi saat selesai makan, sambil merogoh kedalam tasnya.

Rendi meletakkan selembar undangan bertuliskan namanya dan Fitri di cover depan. Gue mengambil undangan tersebut kemudian membaca bagian depan dan belakang tanpa membuka sampul plastiknya.

“Lo ga kaget kan Bags?” Tanya Rendi.

“Kaget lah. Kok ada yang mau sama aki-aki kaya lo.”

“Anjir, gue Cuma lebih tua dua taun dari lo setan.”

Gue hanya cengengesan sambil kemudian memasukkan undangan tersebut kedalam tas gue.

“Soal Felicia gimana Ren? Lo belom ceritain apa-apa nih ke gue.” Tanya gue ke Rendi.

Rendi ga langsung menjawab. Dia tersenyum sambil mengalihkan pandangannya ke gelas kopi dihadapannya yang kemudian dia ambil dan diminum sedikit isinya. Senyum getir yang ia pasang membuat gue langsung menebak ia sulit untuk menceritakannya ke gue.

“Gue ngelewatin banyak banget cerita nih kayanya ya?” Tanya gue lagi.

“Tapi Felicia harusnya udah cerita kan ke Lo?” Rendi malah bertanya balik.

“Ya kan gue pengen tau juga gimana ceritanya dari sudut pandang lo.”

“Nanti lo bukannya jadi bingung kalo ceritanya malah beda? Terus ntar lo malah bingung siapa yang bener ceritanya.”

Gue melihat sikap Rendi yang sedikit mengisyaratkan ragu untuk memulai bercerita. Tapi gue tetap berusaha tanpa terlihat memaksanya bercerita. Sesekali gue alihkan bahan pembicaraan, hingga kemudian Rendi mau memulai membicarakan soal alasan kenapa pertunangannya dengan Felicia bisa berakhir.

“Gue gamau ada omongan tentang ini lagi kedepannya ya Bags, entah dengan becanda atau serius. Gue gamau Fitri nanti jadi ngebahas lebih jauh soal gue sama Felicia. Apalagi saat Fitri nanti udah jadi istri gue.”

Gue mengangguk mengiyakan pesan yang ditekankan oleh Rendi di awal sebelum ia memulai menceritakan soal dia dan Felicia.

“Gue yakin Felicia cerita yang sebenernya soal siapa yang batalin pertunangan kami. Felicia bilang kan dia yang milih batalin?” tanya Rendi lagi, dan gue jawab anggukan lagi.

Rendi membakar sebatang rokok kemudian menghembuskan asapnya. Memberi jedah sambil sepertinya memilih kata untuk menyampaikannya ke gue.

“Gue bukan selalu curiga sama dia karna Lo Bags. Bukan. Emang tiap kali gue berantem sama dia yang kadang Cuma karna hal sepele kaya gue mainin hapenya, dia langsung nuduh gue ngecek hape dia karna ga percaya sama dia. Dan emang selalu ujung-ujungnya ngebahas soal Lo..”

“Gue ga pernah kontakan sama Felicia lagi setelah lo bedua tunangan Ren.”

“Iya gue tau Bags. Gue juga buka hapenya sama sekali bukan karna curiga lo masih hubungin dia kok. Cuma kalo menurut gue ya harusnya wajar aja dong gue mau tau sama siapa aja sih dia komunikasi? Dia kan tunangan gue, dan sejak dia balik ke Ausie, jarang banget gue ketemu dia. Masa salah kalo gue mau tau isi hapenya?”

Kali ini Rendi terdengar sedikit ngotot. Gue hanya menganggukkan kepala mendengar ceritanya.

“Tapi Felicia selalu aja nyangkanya gue curiga dia ada kontakkan sama lo. Terus ujung-ujungnya jadi ribut. Sampe puncaknya pas dia lagi pulang ke Jakarta, gue ajak ketemu dia gamau. Gue samper kerumahnya dia malah diem aja di kamar.”

“...” gue memilih diam dan menyimak.

“Akhirnya pas gue maksa masuk kamarnya, terus jadi makin ribut. Dia nangis lah katanya gue bentak dia. Dan pas gue liat ada gelas di meja samping kasurnya, dia bilang itu dari lo dulu waktu masih sekantor. Gatau kenapa gue makin emosi dan ngebanting gelas itu depan dia. Terus gue tinggal pulang.”

“...”

“Malemnya dia kerumah gue dan ngomong sama gue buat batalin tunangan itu. Besoknya dia balik ke Ausie. Segampang itu Bags..”

Rendi menahan ucapannya. Seperti ada yang mencekat tenggorokannya untuk melanjutkan apa yang sedang dia bicarakan. Wajahnya memerah, mungkin menahan kesal yang terbawa dari ceritanya yang sudah berlalu.

“...Segampang itu dia akhirin semuanya. Ga ngeliat semua yang udah gue perjuangin buat dia.”

Gue kali ini bener-bener gatau harus menanggapi apa. Maka gue ga punya pilihan lain selain diam dan membiarkan Rendi menumpahkan segalanya.

“Setelah itu, dia bilang segalanya karna gue yang terlalu gampang emosi, terlau sering berpikir jelek tentang dia dan lo Bags. Gue sama sekali ga pernah mau melibatkan nama lo. Tapi Felicia selalu menganggap gue berpikir kaya gitu. Sampe akhirnya yaudah gue ikhlas lepas dia.”

“...”

“Gue ga nyari pacar Bags diusia gue yang sekarang. Itu alasan kenapa gue ga mempertahankan orang yang milih ngancurin semuanya. Sampe gue ketemu Fitri, dan gue yakin sama dia. Akhirnya gue jalanin sama Fitri dan yaa kaya yang lo tau sekarang, InsyaAllah minggu depan gue nikah sama dia.”

Rendi menghela napasnya. Seperti merasa lega atas semua yang sudah dia ceritakan ke gue. Sedangkan gue masih terdiam. Ada kecamuk dalam hati gue yang turut merasakan sakit yang Rendi rasakan. Gue tau, dia sangat mencintai Felicia. Dia dengan jantannya mendatangi Felicia ke Ausie dan memintanya jadi istrinya. Namun sayang sekali semua harus berakhir Cuma karna dugaan-dugaan yang diakibatkan belum kuatnya kepercayaan dalam hati mereka satu sama lain.

“Yang nyakitin buat gue bukan soal keputusan Felicia buat bubarin pertunangan kita Bags. Tapi soal omongan dia ke Tya dan temen-temen yang lain dengan bilang 'toh Rendi juga ga merasa bersalah. Gue minta batalin semuanya, dia terima aja. Dulu dia bisa kejar gue sampe kesini (ausie) buat minta gue jadi istrinya. Sekarang dia ga bisa buat dateng lagi dan minta maaf?' sakit hati gue Bags. Dia pikir tunangan kaya orang pacaran yang seenak jidatnya bilang putus dan masih berharap dikejar-kejar? Sakit hati gue Bags.. sakit...”

“Iya Ren, iya gue ngerti.” Gue menotong ucapan Rendi yang semakin menggebu dan berangsur naik nadanya.

“Whats gone is gone. Gue turut kesel, sedih, dan kecewa atas apa yang lo alamin. Tapi yaa balik lagi, yang udah berlau ya biarin aja berlalu. Toh sekarang lo ngerti ternyata Allah punya rencana lain buat mempertemukan lo sama jodoh lo yang sebenernya, Fitri.” Lanjut gue berusaha menenangkan Rendi.

Rendi kembali menghela napasnya. Dia mematikan puntung rokok di asbak dan meneguk sisa kopinya.

“Sorry Ren kalo gara-gara gue semuanya jadi kaya gini. Padahal gue juga...”

“Yailah, kagak Bags. Bukan salah lo.” Potong Rendi.
“Mungkin bener yang lo bilang, ini cara Allah mempertemukan gue sama Fitri, dengan kehilangan Felicia. Dan gue sama sekali ga nyesel kok. Buat jadi sosok istri yang baik, gue yakin Fitri jauh lebih tepat ketimbang...”

Rendi kembali menahan ucapannya dan menatap gue. Lalu seakan dia ingin menarik ulang kata yang terlanjur dia ucapkan.

“Maksud gue, Fitri lebih tepat buat gue ketimbang maksain jalan gue sama Felicia. Mungkin memang Felicia jalannya sama Lo. Perjuangin Bags. Ga usah ngerasa ga enak sama gue. Jangan kalahin perasaan lo lagi, belajar dari yang udah terjadi.” Lanjut Rendi.

Gue hanya tersenyum sambil menatap kosong ke gelas kopi di hadapan gue.

“Tapi inget Bags, kali ini moment nya udah beda. Kalo lo mau perjuangin orang, pastiin orang itu adalah orang yang tepat buat lo jadiin istri. Kalo emang Felicia orangnya, kejar dia dan perjuangin dia.” Lanjut Rendi.

Gue masih memilih diam karna belum tau harus menanggapi apa lagi. Karna sejujurnya, kegagalan Rendi 'menaklukkan' sikap Felicia malah kembali membuat gue ragu. Dan lagi-lagi, sikap pengecut gue yang dibalut pemikiran sok realistis kini menyangkal bahwa gue akan mampu menjalani segala sesuatu di depan sana bersana Felicia. Padahal baru saja gue merasa keputusan gue meninggalkan Diana demi mengejar Felicia adalah keputusan yang tepat. Dan rasa ragu ini, membuat gue merasa akan menuntun badan gue kembali menuju sebuah samudera bernama kesedihan, di hadapan gue nanti, yang akan kembali menenggelamkan gue tanpa belas kasihan.
Diubah oleh ucln 31-12-2017 06:06
khuman
vertroop
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.