Kaskus

Story

AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
Bunga Bangkai di Sudut Pelaminan

Bunga Bangkai di Sudut Pelaminan

Quote:


INDEX NOVELET:

Part 2 Part 3 Part 4 Part 5

Part 6 Part 7 Part 8 Part 9

Part 10 Part 11 Part 12 Part 13

Part 14 Part 15 Part 16 Part 17

Part 18 Part 19 (Tamat)

********

PART #1:
Jalan Berliku Menuju Hatimu



Suatu malam di tempat kerjaku.

“Seven up!” perempuan itu mengacungkan dua jari di depan loket.

“Habis! Tinggal Merlot,” sahutku. Ia menggeleng dan terus lenyap dari kerumuman pengunjung yang antre.

Di sini minuman keras golongan B yang berkadar alkohol 5-20% seperti merek Merlot dijual bebas dengan izin resmi. Syaratnya asal minuman itu barang legal dan orisinil. Untuk golongan C yang mengandung etanol lebih dari 20% seperti Vodka, hanya dijual terbatas secara rahasia kepada tamu yang sudah dikenal. Untuk mengelabui aparat, biasanya cairan itu dimasukkan ke dalam botol bekas minuman yang legal.

Aku mengenal hampir semua ladies yang biasa menghibur tamu di tempat ini. Tiga tahun kerja, membuatku hafal nama-nama dan wajah mereka. Bagaimana tidak, mereka adalah pengunjung tetap dan gratis masuk ke sini. Kehadiran mereka membuat tempat ini menjadi ramai. Pesona wajah dan tubuh mereka adalah magnet yang mengundang para lelaki yang haus sentuhan wanita untuk datang.

Hampir setiap malam mereka bertemu denganku. Dari balik kaca, di bawah cahaya temaram lampu, dapat kulihat gaya make up dan dandanan mereka yang terkesan monoton itu. Hanya warna dan bentuknya yang berganti-ganti. Modelnya tetap sama. Bawahan setengah paha. Atasan kaos ketat yang terbuka pundak dan sebagian dada, terkadang tanpa lengan, dengan warna lipstik agak menyolok memoles bibir. Namun kesibukan kerja membuatku tak sempat mengenal mereka lebih dekat. Tak seorang yang menjadi teman akrabku. Kami hanya saling kenal sebatas nama.

Wanita itu, dialah yang lebih menarik perhatianku. Seorang gadis berkulit putih bersih, berambut pirang sebahu, berwajah oval, dan berperawakan agak mungil. Sifatnya agak pendiam. Tak pernah kulihat ia mendekati tamu. Ia terkesan menunggu untuk dirayu. Jaim alias jaga image, itulah istilah yang populer di kalangan mereka.

Dia bukanlah yang tercantik. Dibanding teman-temannya, rasanya tiada yang lebih pada lady itu. Hanya saja, dialah satu-satunya yang kuketahui tak pernah memesan minuman beralkohol. Biasanya ia cuma membeli pelepas dahaga yang berkarbonasi.
Setiap pria yang bersamanya, umumnya terlihat dari kalangan orang yang berkantong tebal dan berwajah ganteng. Barangkali ia memasang tarif tinggi untuk satu jam bersamanya, atau sangat selektif memilih pasangan. Dugaan itu membuatku ragu untuk mendekatinya. Namun aku tetap berharap suatu saat langit membukakan jalan bagiku untuk mengenalnya lebih akrab.
****
Langit terlihat gelap. Hanya dua-tiga buah bintang saja yang tampak. Awan hitam yang menggumpal menutupi cahayanya. Pengunjung agak sepi. Yah, mungkin hanya sekitar tiga perempat dari biasanya.

Hiburan baru saja dimulai. Dari tirai jendela kaca kulihat gerimis mulai turun. Dalam kondisi seperti ini, biasanya minuman yang menghangatkan tubuh seperti Shiraz dan Merlot lebih banyak terjual.

Disco lamp terus berjoget mengiringi irama lagu, dan menghipnotis para pengunjung yang mulai ekstase untuk mengikutinya. Mereka hanyut dalam hentakan musik dangdut koplo yang semakin menggila. Tiba-tiba sound system dimatikan. Lampu-lampu utama dinyalakan. Spontan gerakan tubuh mereka terhenti. Wajah-wajah yang semula hanya kulihat samar di bawah temaram kilat cahaya warna-warni, tampak terlihat kaget.

Bunga Bangkai di Sudut Pelaminan

“Perhatian, perhatian! Semua pengunjung harap tenang dan tetap di tempat. Kami dari kepolisian akan mengadakan pemeriksaan,” terdengar pengumuman dari pengeras suara yang dipegang oleh seorang yang berpakaian dinas.

Sebagian tamu tetap diam. Namun beberapa orang mulai panik saat petugas mulai menyebar dan memeriksa kartu tanda pengenal diri. Saku baju dan celana, isi dompet dan sepatu tak luput dari razia itu. Kecemasan membuat mereka berusaha menghindar. Ada yang bersembunyi di belakang sofa, di dalam WC, bahkan ada yang mencoba keluar ruangan, namun segera dicegat oleh aparat yang berjaga di depan pintu. Temanku sendiri tergesa-gesa mengamankan minuman kelas C yang belum sempat dikamuflase.
Bersambung>>>

Spoiler for Ref:
Diubah oleh Aboeyy 15-09-2019 02:55
mainidaAvatar border
anasabilaAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
11.2K
36
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread1Anggota
Tampilkan semua post
AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
#9
PART #8


Kami tiba di rumah ketika semilir angin berhembus pelan. Di ufuk Barat, sinar matahari berwarna merah tembaga. Bella langsung mandi. Tiba-tiba terdengar suara seperti orang muntah dari kamar mandi.

“Kenapa, Bel?” Mama menghentikan pekerjaan dapurnya, lalu mendekati sumber suara.
“Tak apa, Mah! Mungkin masuk angin.”
“Cepat mandinya! Nanti tambah sakit.”
“Iya, Mah!”

“Masak apa, Mah?” tanya Bella selesai mandi. Mama terlihat sedang mengiris bawang. Mungkin karena aromanya yang menusuk hidung, tiba-tiba Bella kembali muntah-muntah.
“Tolong Fen! Ambilkan minyak kayu putih di lemari Mama!”
“Ya!” sahutku santai karena tak punya firasat apa-apa.

“Makanya kalau naik motor itu pakai jaket. Biar tak masuk angin begini,” komentar Mama sambil mengusap perut Bella.
“Bella lupa, Mah.”
“Tapi, ini tidak seperti masuk angin,” komentar Mama ragu.
“Kenapa Mah?” Bella agak kaget.
“Kalau masuk angin, biasanya bunyi perut seperti buah nangka masak saat diketuk. Tapi ini tidak. Jangan-jangan...!”

“Jangan-jangan apa, Mah?” Bela kaget bercampur cemas. Aku semakin gelisah karena khawatir Mama menduga Bella sedang hamil.
“Jangan-jangan ini tumor. Nih ada benjolan kecil agak keras di bawah pusarmu.”
“Tak mungkin, Mah!” tukas Bella semakin cemas sambil merapikan bajunya. Ia bergegas ke kamar. Mama menatapnya dengan was-was.

“Mungkin cuma sakit perut. Tadi Bella minum es kelapa,” timpalku.
“Tapi ia harus diperiksa ke dokter,” sahut Mama.
“Kenapa Bella, Mah?” tanya Shanty sambil menggosok-gosok mata. Mungkin ia terbangun karena mendengar percakapan kami.

“Besok temani Bella ke rumah sakit. Mama khawatir ia mengidap tumor di perutnya.”
“Kebetulan aku juga mau berobat. Sudah dua hari ini kepalaku terasa pusing,” sahut Shanty.
“Ya, barengan aja!” sambung Mama. Hatiku bertambah kecut.

Malam itu, hanya beberapa jam mataku bisa terpejam.

“Cepat, Bel! Sudah pukul sembilan nih,” desak Shanty yang sudah berpakaian rapi di depan pintu kamar Bella yang masih terkunci. Lama tak terdengar sahutan. Shanty terus mengetuk-ngetuk pintu.
“Siapa yang mau ke rumah sakit? Bella tidak sakit,” terdengar sahutan dari dalam kamar.
“Tapi kata Mama kamu harus diperiksa ke dokter.”
“Iya, Sayang! Kamu harus check up kesehatan,” timpal Mama.
“Bella sehat kok!”
“Tapi tak salahnya diperiksa. Tak disuntik kok,” bujuk Mama yang mengetahui fobia Bella terhadap jarum.
“Tidak mau!”

Suasana hening sesaat.

“Sudah, Mas! Antar aku saja ke Puskesmas,” pinta Shanty sambil menarik tanganku. Aku sedikit terhibur, karena Bella enggan diajak ke dokter.

Kupikir sepulang dari sini, aku langsung mengajak Bella ke klinik aborsi. Aku akan bicara dengan Mama bahwa aku membawanya ke klinik pengobatan tradisional. Aku yakin Mama setuju.

Kekagetan langsung menyergapku begitu tiba di beranda rumah. Suara Bella muntah-muntah kembali terdengar. Shanty bergegas masuk. Aku terpaku cemas di atas motor.

“Cepat bawa Bella ke Puskesmas, Mas!” suara Shanty membuyarkan lamunanku. Aku senang. Berarti tak perlu alasan, aku bisa langsung membawa Bella ke klinik itu.
“Kita ke rumah sakit!” ajakku sambil mengedipkan mata.
“Tidak mau!” sahutnya ketus sambil memegang perut. Mungkin ia tidak memahami isyarat yang kusampaikan.
“Kalau ke klinik?” tanyaku agak keras, agar ia ingat janjiku kemarin.

Bella terdiam sesaat, lalu mengangguk. Mama terlihat lega.
Bella berkumur-kumur untuk membersihkan sisa kotoran di mulut dan bibirnya. Tiba-tiba ia kembali mual-mual.
“Kalau begini, panggil dokter saja ke sini. Eh, tapi rasanya di ujung gang ini ada bidan.
Siapa tahu dia ada di rumah,” tutur Mama, lalu bergegas pergi.
Diubah oleh Aboeyy 08-01-2018 02:18
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.