I’m Back!!!

Dengan rasa penasaran yang teramat sangat akan maksud ucapan Raja Jin barusan, gw terpaksa menuruti perintah Jagat Tirta dan langsung memegang lengan kanannya.. Kedua mata gw terpejam dan merasakan tubuh tersedot oleh suatu kekuatan cukup besar.. Saat gw membuka mata, gw sudah ada di pintu gerbang rumah yang sudah di penuhi tetangga..

“Aku tidak bisa mengantarkan mu lebih jauh lagi, anak muda.. Ada yang harus segera ku lakukan di kerajaan kakek ku.. Kau tinggal menyebut nama lengkap dan nama ayah mu sebelum hendak kembali masuk ke dalam raga” Ucap Jagat Tirta yang membuat gw harus menelan ludah..

Tanpa pikir panjang, gw melesat melayang menembus raga tiap-tiap orang yang berkerumun, lalu berhenti di ruang tamu.. Disana, gw menatap nanar ke arah jasad gw yang sudah terbujur kaku, ditutupi kain batik panjang pada tubuh dan selendang putih pada wajah..

Ibu yang nampak sedang memangku Ayu dan ditenangkan oleh Tante Septi, masih terus mengucurkan airmata.. Ada juga Rio dan ketiga sahabat baik gw yang sedang mengaji, meski terlihat sesekali menyeka airmata mereka.. Sementara, Binar yang kedua mata nya nampak sembab, sedang menyandarkan kepalanya di bahu Bimo..

Semua benar-benar sama seperti kilasan kejadian masa depan yang ditunjukkan Raden Dwipa sebelumnya.. Dengan perasaan was was, gw mulai melayang mendekati raga sendiri.. Sesaat, gw tersenyum melihat Rio yang sudah menjadi seorang tentara, menyeka airmata nya berkali-kali sambil mengaji..

Sementara, gw sangat iba melihat Ibu dan Ayu yang terus menangis di sebelah raga gw.. Karena tak tega melihat semua orang yang gw sayangi dan yang menyayangi gw, larut dalam duka cita, gw segera merebahkan sukma di atas raga kosong, lalu memusatkan konsentrasi untuk mencoba menyatu kembali dengan jasad, sambil menyebut nama gw sendiri bin nama Almarhum Ayah..

Beberapa lamanya gw mencoba berkonsentrasi, namun sukma gw tidak mau juga masuk atau diterima kembali ke dalam raga.. Yang ada malah ada suatu kekuatan terasa mendorong tubuh gw untuk keluar dari raga gw sendiri..

Sejenak, gw mencoba melihat dengan kekuatan mata batin, untuk memastikan apakah ada sosok jin jahil yang saat ini sedang menguasai raga gw.. Tapi kosong, raga gw masih tidak berisikan sukma siapapun.. Namun mengapa sukma gw sendiri berasa seperti ditolak raga, oleh sesuatu yang gw tidak tahu apa..

Tiba-tiba, gw teringat sosok Anggie yang seharusnya sedang bersama Suluh dan Ridho di dalam kamar gw.. Tanpa pikir panjang, sukma gw langsung melesat menembus dinding kamar.. Disana, gw melihat Anggie sedang menciumi sweater hitam kumal yang pernah gw jadikan sebagai tanda janji cinta suci gw ke gadis itu..

Gw tertegun melihat airmata Anggie yang terus mengalir dari kedua mata sembab nya, sambil di elus-elus punggung oleh Suluh.. Sementara, Ridho nampak menatap kosong ke arah foto kami berempat (Gw, Ridho, suluh dan Bimo) yang terpajang di sebelah foto gw dan Anggie (gw lupa we-fie bareng mereka dimana dan kapan)..

“Udah, Gie.. Ikhlasin yah.. Kasihan Imam disana, nanti ga tenang karena lihat lo kek gini” Bujuk Suluh yang masih sesekali menyeka airmata nya..

Sesaat, Anggie melepas wajahnya yang sempat terbenam di sweater hitam gw, lalu menatap nanar ke arah Suluh dan Ridho..

“Lu bisa ngomong kek gitu ke gw.. Karena yang mati bukan Ridho.. Yang mati Imam, Suluh.. Yang mati Imam...” Jawab Anggie dengan histeris, dan langsung dipeluk oleh Suluh..

“Ssshhh.. Gie.. Lo ga boleh kek gini, Gie.. “ Kata Suluh diselingi isak tangisnya..

“Lu ga ngerasain gimana sakitnya ditinggal orang yang kita sayang, Suluh.. Gw sama Imam baru tunangan lagi.. Cobaan demi cobaan udah gw lewatin sama Imam.. Tapi Ujian yang sekarang ga sanggup gw hadapi.. Gw ga sanggup..” Ucap Anggie dalam pelukan Suluh..

Gw tertegun melihat sosok gadis yang gw sayangi itu sedang larut dalam luka begitu dalam.. Wajah Anggie yang biasa terlihat cantik dengan rambut hitam nan panjang tergerai, saat ini nampak pucat dan kusut, dibalik selendang hitam yang sudah terkalung di lehernya..

Dengan perasaan yang juga hancur, gw melayang mendekat dan berdiri melayang di sebelah Anggie, lalu mengecup lembut kepalanya..

“Aku akan segera kembali, Yank.. Tunggu aku untuk menyeka air mata kamu” Bisik gw lirih di telinga kanan Anggie..

Setelah membisiki Anggie, gw segera melesat meninggalkan kamar dan mencoba mencari keberadaan Sekar juga Bayu Barata.. Mungkin mereka bisa mengetahui mengapa sukma gw tidak bisa masuk ke dalam raga sendiri.. Beberapa kali sukma gw melayang menelusuri tiap ruangan dalam rumah, namun tak jua menemukan kedua sosok Jin Penjaga..

Bahkan gw sempat memanggil nama mereka, tapi tetap tak membuahkan hasil.. Apa mungkin pengaruh kekuatan Raja Siluman, masih terikat di sukma gw, hingga semua orang yang seharusnya bisa melihat keberadaan gw, tidak memberikan reaksi apapun?

Tiba-tiba, gw merasakan ada aura Pedang Jagat Samudera yang muncul tidak jauh dari tempat gw berdiri.. Tanpa pikir panjang, sukma gw segera melayang beredar ke sekeliling tempat, berusaha mencari tahu dari mana aura Pedang Jagat Samudera itu berasal.. Tapi hasilnya juga sama nihil, seperti saat gw mencoba mencari keberadaan Sekar dan Bayu Barata.. Tinggal satu tempat yakni di atas rumah, yang belum sempat gw lihat..

“Apa mungkin Pedang Jagat Samudera ada di atas rumah?” Tanya gw pada diri sendiri, lalu melesat langsung menembus atap..

Disana, di atas ujung genting keramik rumah gw yang berwarna biru, terlihat Sekar sedang duduk termenung sambil memegangi Pedang Jagat Samudera, sementara Bayu Barata nampak menatap kosong ke bawah, ke arah beberapa orang tetangga gw, yang sedang membawa tempat pemandian Jenazah.. Ada perasaan sedikit takut saat melihat tempat pemandian jenazah itu, sebagai pertanda sebentar lagi jasad gw akan segera dimandikan.. Gw tidak boleh mengulur waktu lebih lama lagi.. Secepat mungkin gw harus mencari cara untuk bisa kembali ke dalam raga..

Pedang Jagat Samudera yang ada dalam genggaman tangan Sekar terlihat bergetar, seperti bereaksi atas kemunculan sukma gw.. Sekar yang nampak bingung, menoleh ke arah Bayu Barata untuk beberapa saat..

“Mungkin Pedang Jagat Samudera ingin pergi, Sekar.. Lepaskan saja Pedang itu, biarkan ia pergi sesuka hati nya” Ucap Bayu Barata, dan dibalas oleh anggukan kepalanya Sekar..

Perlahan, Jin wanita penjaga gw itu melepaskan genggaman kelima jari tangan kanannya, dari Pedang yang gw minta untuk menusuk jantung ini beberapa saat lalu.. Tiba-tiba, Pedang Jagat Samudera langsung melesat secepat kilat ke arah gw, dan seketika berdiri tepat di depan wajah sambil terus bergetar..

Sekar yang melihat kelakuan aneh Pedang sakti tersebut, mulai berdiri dan memperhatikan secara seksama apa yang akan dilakukan pedang itu selanjutnya.. Sementara, Bayu Barata pun nampak melompat dan berdiri satu tombak di belakang jin wanita yang masih dicintainya itu..

Dilain pihak, pandangan mata gw bertumpu ke sosok Pedang Jagat Samudera yang masih bergetar persis di depan wajah gw, dengan jarak hanya sejengkal.. Kemudian, Pedang itu melayang-layang mengitari sukma gw sebanyak tiga kali, lalu kembali berhenti satu jengkal dari wajah gw..

Sepertinya, Pedang itu sedang mencoba berkomunikasi dengan sukma gw.. Karena tidak mengerti akan maksud Pedang Jagat Samudera, gw hanya menaikkan tangan kanan berusaha memegang gagangnya.. Tapi tidak berhasil.. Sukma gw hanya bisa menggenggam udara kosong, bukan gagang pedang tersebut..

Mendadak, Pedang Jagat Samudera melesat secepat kilat ke atas langit.. Ketiga pasang pandangan gw, Sekar dan Bayu Barata, secara bersamaan mendongak ke atas, ke arah sosok Pedang sakti pemberian Ki Suta yang sudah lenyap dalam tebalnya awan..

Suatu keanehan mulai terjadi.. Langit siang yang semula terang benderang, perlahan-lahan berubah mendung, disusul tetesan rintik hujan dan petir yang mulai menyambar sesekali.. Beberapa orang pelayat nampak berusaha memindahkan kendaraannya dari pekarangan rumah gw.. Ada juga yang memasukkan dua baskom bertutup kain, yang berisi kumpulan uang pelayat ke dalam rumah..

“Pertanda apakah ini, Bayu?” Tanya Sekar dengan wajah kebingungan..

Bayu Barata yang sudah berdiri di sebelah Sekar hanya bisa menganggukan kepala, pertanda dirinya tidak mempunyai jawaban atas perubahan cuaca yang begitu cepat.. Disisi lain, gw kembali menatap ke arah langit gelap, dimana Pedang Jagat Samudera lenyap di dalamnya..

Mendadak, sebuah benda berselimut sinar putih nan terang, terlihat muncul dari atas langit dan meluncur turun bersamaan dengan menggelegarnya suara petir yang menyambar ke arah sinar itu..

JEGGEERR!!!

Beberapa orang wanita yang berteduh di bagian depan rumah gw, terdengar menjerit ketakutan, saat petir menyambar sebuah benda asing yang meluncur dari angkasa tadi.. Sekar yang mungkin merasa penasaran, segera melesat ke atas dan mengambil benda tersebut, lalu membawa nya turun..

Kedua mata sukma gw langsung terbelalak, begitu melihat benda yang ada di dalam genggaman kedua tangan Sekar saat ini, adalah Pedang Jagat Samudera.. Pedang sakti yang selama ini terbenam dalam bahu gw, nampak hangus menghitam dengan kondisi patah menjadi dua bagian, persis di tengah bilahannya..

“Pedang Jagat Samudera telah patah, Bayu.. Aku sungguh tidak mengerti mengapa Pedang sakti ini sampai bisa tersambar dan patah oleh petir tadi?” Tanya Sekar sambil menatap kedua bagian Pedang Jagat Samudera yang ada di kedua tangannya..

“Mungkin kah, Pedang Jagat Samudera sengaja menghancurkan dirinya karena anak yang kau jaga telah tiada, Sekar?” Kata Bayu Barata balik bertanya..

Belum sedetik Jin Penjaga gw yang kedua itu menghentikan ucapannya, tiba-tiba dua bilah patahan Pedang Jagat Samudera melesat secepat kilat ke arah sukma gw.. Rasa terkejut membuat gw tidak bisa menghindari sambaran Pedang sakti itu, yang tiba-tiba menyerang dan membuat sukma gw terdorong ke bawah, dan terus menembus atap rumah, hingga akhirnya jatuh tepat di jasad gw sendiri..

Alhamdulillah, akhirnya sukma gw bisa diterima oleh raga, tanpa merasa ada daya tolak lagi seperti sebelumnya.. Ternyata, Pedang Jagat Samudera bukan berniat menyerang, tapi malah menolong sukma gw untuk bisa kembali bersemayam dalam jasad..

Untuk beberapa lama, sukma gw mencoba menyelaraskan kembali tiap-tiap bagiannya dengan raga sendiri.. Perlahan-lahan, keenam panca indera gw berfungsi kembali.. Dimulai dari indera pendengaran yang samar-samar mendengar suara isak tangis beberapa orang, sampai mata batin gw yang merasakan aura Sekar dan Bayu Barata dari jarak jauh..

Sedikit demi sedikit, gw mencoba membuka indera penglihatan.. Aaah!! Silau sekali cahaya yang terbias di kornea kedua mata, yang langsung membuat gw kembali terpejam.. Sekali lagi gw mencoba membuka mata, dan mulai mampu melihat jalinan benang jahit dari selendang putih yang menutupi wajah..

“Maaf, Bu Sumi.. Hari semakin siang, sebaiknya jasad Imam segera dimandikan sekarang.. Hujan di luar pun sudah reda, Bu” Ucap seseorang yang terdengar dari jarak cukup dekat dengan raga gw..

“Terserah, Pak Amin saja.. Saya hanya bisa mengikuti yang terbaik untuk almarhum anak saya, Pak” Jawaban Ibu terdengar di selingi isak tangis Ayu..

Gw yang merasa sangat-sangat tidak bertenaga, bersusah payah untuk menggerakkan leher agar bisa menoleh ke arah Ibu, yang seingat gw berada di sebelah kiri.. Tapi sulit sekali, bahkan menggerakkan satu jari tangan pun tidak mampu.. Semua persendian gw terasa sangat kaku.. Terutama di kedua telapak tangan yang sudah saling menumpuk diatas perut..

Merasa tidak sanggup untuk menggerakkan tubuh, akhirnya gw memutuskan untuk melisankan suara dari mulut.. Namun, sesuatu terasa mengikat wajah gw dari dagu hingga atas kepala.. Dan ikatan itu cukup menyulitkan gw untuk melisankan sebuah kata..

“I...bu...” Ucap gw dengan suara sangat lirih nan parau, yang teredam oleh suara orang mengaji dan menangis..

Gw terdiam kembali, berusaha mengumpulkan tenaga untuk menghasilkan suara yang cukup, agar bisa terdengar oleh Ibu.. Baru saja gw mau berucap, tiba-tiba sebuah tangan terasa membuka selendang putih yang menutupi wajah.. Seketika, kedua mata gw langsung bergerak menoleh ke arah orang tersebut..

“ASTAGHFIRULLAH!!!” Teriak sosok yang tak lain adalah Pak Amin, sambil melompat kebelakang dengan kedua mata terbelalak, disusul suara jeritan beberapa orang yang menyebut ‘SETAN’ dan langsung membuat suasana riuh seketika..

Untuk beberapa saat, seisi rumah gw menjadi hiruk pikuk dipenuhi suara jerit ketakutan para pelayat.. Kedua mata gw sempat melihat beberapa orang berhamburan keluar, bahkan ada yang sempat jatuh dan menindih sesama pelayat, sampai sosok Bimo terlihat mendekat dengan kedua mata menatap nanar ke arah gw..

“Mam?” Tanya Bimo persis disamping kepala gw, masih dengan tatapan nanar ke arah wajah gw..

“Bi..m” Jawab gw dengan suara terbata-bata sekaligus parau, yang disusul dengan senyuman sangat-sangat gw paksakan..

“ALHAMDULILLAH, YAA ALLAH.. BU! IMAM MASIH HIDUP!!!” Pekik Bimo ke arah Ibu, sambil menarik sesuatu yang mengikat wajah gw hingga kepala..

“DHO!!! SULUH!!! Teriak Bimo memanggil kedua orang saudara gw, yang mungkin masih berada di dalam kamar guna menemani Anggie..