- Beranda
- Stories from the Heart
Err Dan Bless
...
TS
nitaninitk
Err Dan Bless
Quote:
Sebelumnya beberapa seri ini udah pernah diposting di forum B-Log Personal. Ada yang nyaranin untuk pindah ke forum ini. Makanya ane pindahin ke sini, Gan.
Err Dan Bless ini tentang sepasang hantu berbaju hitam yang tinggal di pantai, Gan. Hantu perempuan namanya Err, hantu lelaki bernama Bless. Mereka hantu, tapi baik dan saling mengasihi.
Banyak hal dilakukan berdua oleh Err dan Bless. Sharing perjalanan hidup mereka, atau malah pergi berdua ke tempat-tempat menarik.
Walau pun bercerita tentang hantu, cerita ini ada sedihnya, ada romantisnya, juga ada lucunya. Bukan kayak cerita hantu-hantu yang isinya horor.
Err dan Bless ini fiksi ya, Gan. Cerita rekaan ane.
Dibaca aja langsung ceritanya, Gan. Kelamaan kalau kebanyakan baca pekenalan ane.
Err Dan Bless ini tentang sepasang hantu berbaju hitam yang tinggal di pantai, Gan. Hantu perempuan namanya Err, hantu lelaki bernama Bless. Mereka hantu, tapi baik dan saling mengasihi.
Banyak hal dilakukan berdua oleh Err dan Bless. Sharing perjalanan hidup mereka, atau malah pergi berdua ke tempat-tempat menarik.
Walau pun bercerita tentang hantu, cerita ini ada sedihnya, ada romantisnya, juga ada lucunya. Bukan kayak cerita hantu-hantu yang isinya horor.
Err dan Bless ini fiksi ya, Gan. Cerita rekaan ane.
Dibaca aja langsung ceritanya, Gan. Kelamaan kalau kebanyakan baca pekenalan ane.
Quote:
(1) Err Dan Bless, Lelaki Bermata Kosong Itu Bernama Bless
Beberapa tahun yang lalu, di sini, di tempat ini, aku bertemu dengannya. Lelaki tinggi besar yang ramah. Siapa pun bisa terkecoh jika menilainya dari sosok yang terlihat. Beberapa anak kecil, bahkan orang tua, berlari saat melihatnya sedang berdiri memandang laut dengan mata kosong. Dia Bless, yang selalu ada bersamaku, berbagi pandang.
"Hai, Bless." Diulurkannya tangan untuk menyalami.
Bless?
"Hai, aku Bless." Diulanginya sekali lagi.
"Oh ya, Err."
Menyalami tangan besar yang kokoh, tenggelam dalam telapak tangan yang erat menggenggam, seharusnya terasa nyaman sekaligus hangat. Tapi tangannya dingin sedingin es.
"Err? Apakah kita pernah bertemu?"
Matanya seakan menyelidik.
"Entahlah. Mungkin. Aku sulit untuk mengingat sesuatu di masa lalu."
"Hahaha, berarti kita sama. Ingatanku hanya bertahan sebentar."
Bless. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Bless. Tapi biarlah, yang kuhadapi adalah Bless di hari ini.
"Err."
"Ya."
"Sudah lama di sini?"
"Baru beberapa tahun aku ada di sini."
"Kamu memilih berada di sini?"
"Tidak. Tapi aku menyukai debur ombak, desir angin, pasir pantai. Dulu aku menghadang sengatan matahari yang melegamkan kulit. Berjalan membiarkan pasir mengelus telapak kaki."
"Lalu kamu memutuskan berada di sini?"
Aku mengangguk.
"Kamu baru di sini? Aku belum pernah melihatmu."
Bless diam. Mata kosongnya menatap laut yang menghampar. Aku tak ingin mengganggu. Biarkan saja dia dalam hening yag diciptanya sendiri. Lalu sama-sama diam menikmati hening yang kami miliki. Ombak berlari kecil saling kejar. Angin membelai rambut yang hanya sebatas leher. Matahari menyengat, tapi tak lagi bisa melegamkan. Hai, mana mungkin sinar matahari bisa menghitamkan kami?
"Pantai, sawah, gunung, punya daya panggil yang kuat." Tiba-tiba suaranya memecah sunyi.
"Ya, tapi aku lebih memilih pantai, danau, hujan. Air, aku menyukai air. Mungkin aku jelmaan putri duyung," terkekeh menimpali.
"Haah, mermaid! Mermaid in love!"
Itu pertemuan pertamaku dengan Bless, saat matahari bersinar terik. Setelah itu kami sering bertemu. Berbincang dengannya amat menyenangkan. Lebih tepatnya bukan berbincang, karena aku lebih banyak bicara. Dengan sabar didengarkannya kecerewetanku saat bercerita ini dan itu. Suaranya jauh lebih lembut dibanding suaraku yang terkadang Cumiik parau.
Hingga di satu saat Bless bertanya padaku.
"Err, seperti apa laut yang ada di depan kita?"
"Luas! Dan hanya air. Penuh dengan air!"
"Eeeeerr, ya jelas penuh air! Laut!"
Kami terbahak bersama.
"Adakah karang besar?"
"Ya. Karang besar dan bebatuan berjajar di pinggir pantai. Ayo kita ke sana!"
Kugandeng tangannya. Pasir-pasir yang dulu melekat di kaki saat berjalan tanpa sendal, sekarang tak melekat lagi. Pasir-pasir adalah bagian kenangan masa lalu. Bless menggenggam erat tanganku.
"Bless! Karang! Ayo naik!"
Tawanya terdengar riang. Dielusnya karang yang kini ada di hadapannya.
"Oh! Karang ini tajam, Err!"
"Bless, yang lembut itu kamu. Karang ya tajam."
Lagi-lagi kami tertawa. Suara menggema saat kami berteriak di dalam karang yang besar.
"Karang tak bisakah menjadi lembut?"
"Entah, Err. Aku juga tidak tahu. Mungkin karang memang sejatinya keras dan kasar. Karang bisa hancur, tapi tidak melembut."
Aku diam. Lagi-lagi tercipta hening di antara kami.
Matahari mulai menyurut, tak lagi menyorot garang. Tapi kami tetap hening.
"Sudah malam, Err."
"Ya. Biar saja. Malam tak akan pernah bisa menakutiku. Malam tak mengubahku jadi pengecut seperti dulu. Hahaha, dulu aku takut kegelapan, takut malam. Sekarang? Aku adalah gelap, dan aku adalah malam."
Bless menoleh ke arahku. Matanya menatap kosong. Kugenggam erat-erat tangannya seakan takut kehilangan sosok yang selalu ada menemani.
"Boleh aku memegang tanganmu, Bless?"
Tak ada jawaban. Hanya saja tanganku terasa digenggam amat kuat.
Malam makin menggelap. Laut terlihat menghitam. Angin deras menerpa.
Aku melihat Bless. Lelaki dengan mata kosong yang sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Siapakah Bless? Dari mana dia berasal? Entah, aku tak pernah ingin bertanya tentangnya Biar saja dia sendiri yang bercerita tentangnya dan masa lalu. Yang kutahu Bless hari ini. Ya, Bless yang ada di hari ini. Siapa pun dia di masa lalu, biarkan saja. Bukankah semua punya masa lalu? Sebagaimana juga aku.
"Ceritakan padaku tentang laut dan seluruh isinya yang bisa kamu lihat, Err. Ceritakan padaku tentang karang yang banyak berada di sana. Ceritakan juga tentang bebatuan berjajar yang kita lewati."
Bless! Aku bukan pencerita yang baik. Bagaimana caraku menceritakan tentang laut yang tak bisa kuduga dalamnya? Bagaimana cara menerjemahkan bentuk karang yang dulu sering menyayatku? Juga bagaimana merumuskan bebatuan yang kita lewati bersama saat perjalanan?
Bless! Tangisku perlahan turun.
"Jangan menangis."
"Bagaimana kubisa menceritakan padamu tentang itu semua, Bless?"
"Ceritakan padaku. Ayo, ceritakan tentang semuanya."
Perlahan kuusap lembut mata kosongnya.
"Bless, kamu bisa melihatnya sendiri."
"Tidak, Err. Aku butuh kamu sebagai penglihatanku."
Kuusap matanya sekali lagi dengan penuh kasih. Blessku yang selalu ingin tahu seperti apakah laut, karang, batu, dan semuanya.
Perlahan kuambil satu dari sepasang mataku. Kumasukkan ke dalam rongga matanya yang kosong.
"Bless, kita bisa melihat laut bersama. Kita bisa melihat karang dan melihat bebatuan. Tidak hanya itu. Kita juga bisa melihat apa pun yang kita mau. Kita bisa melihat bersama, Bless."
Bless, lelaki dengan mata kosong, yang memang kosong, sekarang menatap laut bersamaku. Sebiji mata ada di mata kirinya, dan sebiji mata ada di mata kananku. Cukuplah kami masing-masing melihat dengan sebiji mata.
"Bless, menyenangkan sekali bisa bersamamu memandang semua yang ada!"
Aku Err dan dia Bless, sosok tanpa raga yang selalu bersama di pantai ini. Jangan tanya tentang masa lalu kami saat masih menjalani hidup. Kami ada di sini, itu saja.
Maukah kamu berbagi mata dengan terkasihmu?
Nitaninit Kasapink
Err Dan Bless (SERIES)
PART 1: Err Dan Bless, Lelaki Bermata Kosong Itu Bernama Bless
PART 2: Err Dan Bless, Kasih Di Dunia Berbeda
PART 3: Err Dan Bless, Pelukan Dingin Yang Hangat
PART 4: Err Dan Bless, Tetap Bersama
PART 5: Err Dan Bless, Kami Saling Mengisi
PART 6: Err Dan Bless, Ada Cinta Dalam Bajaj
PART 7: Err Dan Bless, Jangan Pergi!
PART 8: Err Dan Bless, Menyambangi Masa Lalu
PART 9: Err Dan Bless, Sepasir Surat
PART 10: Err Dan Bless, Mengenangmu Dengan Rindu
PART 11: Err Dan Bless, Daun Bersuara menyurat
PART 12: Err Dan Bless, Tawa Hari Ini
PART 13: Err Dan Bless, Berdua Menguatkan
PART 14: Err Dan Bless, Mimpi Yang Dibunuh
PART 15: Err Dan Bless, Ketika Diperbolehkan Memilih
PART 16: Err Dan Bless, Jangan Tepis Pelukanku
PART 17: err Dan Bless, Apakah Cinta Itu Ada?
PART 18: Err Dan Bless, Semua Sesuai Prasangkamu Saja
PART 19: Err Dan Bless, Panggil Namaku
PART 20: Err Dan Bless, Masa Lalu Sudah Usai
PART 21: Err Dan Bless, Aku Ada Karena Keberadaanmu
PART 22: Err Dan Bless, Bersamamu Dalam Hitam
PART 23: Err Dan Bless, Pantai Dan Laut Yang Berdarah
PART 24: Err Dan Bless, Dendang Kita
PART 26: Err Dan Bless, Hujan Masa Lalu
PART 27: Err Dan Bless, Kasih Itu Istimewa
PART 28: Err Dan Bless, Menikah
PART 29: Err Dan Bless, Err Dan Kematian
PART 30: Err Dan Bless, Mata Kiri Err
PART 31: Err Dan Bless, Tanpa Bless
Diubah oleh nitaninitk 02-02-2018 11:24
anasabila memberi reputasi
1
4.4K
Kutip
43
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•42.2KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nitaninitk
#17
Quote:
(10) Err Dan Bless, Mengenangmu Dengan Rindu
Tidak melupakanku, kan? Aku, Err. Perempuan pecinta pantai, laut, pasir, sinar matahari, dan anginnya. Jangan melupakanku. Kurasa tak ada yang ingin menjadi yang terlupakan dan dilupakan. Karena aku tak ingin dilupakan, atau terlupakan.
Sendiri di sini mengenangmu adalah hal yang menyakitkan. Tak terbayang semua ini terjadi lagi padaku. Lagi! Berulang kali menghela napas panjang ternyata tak mengurangi rasa sakit yang terasa menyayat dalam dada. Lagi!
Lagi dan lagi kesakitan ini menyerang. Lagi dan lagi harus mengenang. Lagi dan lagi menyusut air mata.
Dalam hati bertanya, apakah kamu mengenangku seperti aku mengenangmu? Apakah kamu mengingatku seperti kumengingatmu? Rasanya tidak.
Dalam pikiran pun ada tanya, apakah kamu memikirkanku seperti kumemikirkanmu? Apakah dalam pikiranmu ada namaku seperti kusimpan sekali lagi namamu dalam otak yang sudah terisi penuh dengan namamu!
Terlupakan, dilupakan, terbuang, dibuang. Huh, menyakitkan. Kamu memilih itu untukku.
Dear, ini menyakitkan untukku. Tapi aku berusaha mengerti apa yang menjadi pilihanmu. Aku takkan pernah menghalangimu melangkah di jalan yang ingin kamu jalani. Tapi dear, apakah kamu mengerti apa yang kurasa?
Air laut berdebur dahsyat seiring dengan gemuruh rindu yang menghantam dinding logika.
"Aku benci rasa rindu!"
Ombak membesar berlari susul menyusul, lalu menghempas ke karang besar pinggir pantai.
"Aku membenci rindu! Bunuh saja seluruh rindu yang kupunya!"
Angin berteriak melebihi suaraku yang memecah udara.
"Aku benci rindu! Aku benci rindu! Aku benci rindu!"
Aku, Err, yang memiliki banyak rindu tapi tak menyukai rindu.
Langit ikut menggelegar Cumiakkan telinga.
Aku, Err, tanpa kamu, bergelut dengan cerita yang tak kutahu kenapa terjadi dan sampai kapan akan berlanjut. Ini sekusut benang yang tak bisa terurai!
Aku, Err, perempuan sebiji mata kanan dan serongga mata kosong, tanpa teman, tanpa sahabat, tanpa siapa pun, karena Bless, lelaki tinggi besar yang selalu menemaniku pergi menemui masa lalunya. Aku menunggu di sini, dengan rasa yang sama. Kasih.
Aku merindukannya dengan segenap rindu yang selalu saja membuatku takut. Terkadang kuberharap tak pernah mengenalnya. Tapi jika memang dia tak pernah ada, mungkin aku pun hanya hantu perempuan biasa. Hantu perempuan yang tak pernah merasakan cinta dan rindu.
Bless, lelaki yang kukasihi entah ada di mana. Dia pergi membawa sejumlah kenang yang disimpannya sendiri.
Bless, kamu di mana? Apakah kamu juga merindukanku?
Segunung rasa bersalah timbul seketika. Jika saja aku tak pernah mencintainya, mungkin dia tak akan meninggalkanku! Sebuah kebodohan menyebabkan kesakitan yang tak pernah terbayangkan olehku. Ternyata cinta mencipta jarak antara aku dan Bless. Lalu kenapa cinta diciptakan jika hanya membuat luka makin menganga? Mengapa rindu bertumbuh dan berkembang, padahal hanya menjadi bibit kepiluan.
Aku, Err, yang tersenyum dalam tangis tak pernah berhenti.
Bless, kamu di mana? Akankah kamu kembali? Jika saja pelukanmu tak pernah ada untukku, mungkin hari yang kulalui hanya hari yag dingin dan beku. Tapi pelukanmu melukaiku. Aku rindu Bless lengkap dengan dinginnya pelukannya.
Aku pernah merasakan berada dalam dekapan erat yang menghangatkan. Ya, pernah! Aku tak berbohong! Semalam kurasakan dekap itu. Dalam mimpi. Hanya dalam mimpi, tapi mampu mengubah malamku menjadi indah luar biasa. Dan itu karena Bless.
Aku, Err, hantu perempuan yang punya sejumlah rindu dan kasih, tapi tak pernah bisa memiliki. Entah kenapa, garis yag kumiliki hanya segaris angan dan ingin. Yang terkasih hanya ada dalam mimpi, yang tercinta cuma jadi impian. Kasihku hanya menjadi kasih. Sebuku cerita hidup yang tak akan pernah kulupa.
Tak ingin kuingat cerita lama. Hanya saja terkadang cerita itu kembali dan kembali lagi. Apalagi saat ini aku benar-benar sendiri. Tanpamu, Bless.
"Bleeess!"
Hanya gema suaraku sendiri yang terdengar.
"Bless!"
Tetap tak ada jawaban. Suaraku menggaung sendiri.
"Aku akan memelukmu dari belakang, hingga kita bisa bersama menatap ke depan."
Kalimat indah Bless yang kusimpan baik-baik dalam ingatan.
Aku percaya Bless sedang menjalani apa yang harus dia jalani saat ini. Sedang menyelesaikan perkara yag dihadapinya.
Bless dan kerinduan, adalah dua hal yang melekat erat dalam debarku.
Selamat menempuh jalanmu sendiri, Bless. Selalu ada ruang untukmu kembali.
Aku, Err. Pernahkah melepas yang terkasih pergi meninggalkanmu dengan legawa? Mengumpulkan seluruh daya untuk bisa tersenyum dan mengucap,"Aku mengerti keputusanmu."
Aku, Err. Pernah hidup dalam duniamu. Berharap punya kisah indah bersama terkasih. Tapi lebih memilih menjadi yang selalu tersenyum saat kisah indah itu menjauh. Bagaimana denganmu?
Bless, ada rindu untukmu dariku, Err.
Nitaninit Kasapink
0
Kutip
Balas