Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.

Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.

Quote:


Quote:


Spoiler for Sinopsis:


Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
pulaukapokAvatar border
genji32Avatar border
andybtgAvatar border
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#214
PART 29

“Mbaknya kan lagi hamil, nih,” kata gue menjelaskan dengan pelan. “Buat sekarang, jangan mikir soal akta kelahiran dulu. Akta dipikirinnya kalo udah habis lahiran, aja. Jangka waktunya sampai enam puluh hari kok, Mbak.”
“Udah?” tanya Melly menunggu aba-aba dari gue.
“Iya…, udah,” jawab gue tetap bersabar. “Buruan terjemahin sebelum dia nanya lagi. Kalo bisa sama persis kayak penjelasan gue, pake kata ‘mbak’ nya juga.”

Melly menjelaskan dengan bahasa jawa, meski kayaknya ada yang kurang tepat dari penerjemahan dia, tapi gue rasa asal informasi penting enggak terlewatkan kayaknya enggak masalah.

Seperti yang gue dan Sasha harapkan, hari ini warga yang dateng banyak dan kelihatan antusias. Warga desa ini sebenarnya sudah tau apa fungsi akta kelahiran, tapi masalahnya mereka masih kurang peduli aja. Karena melalui pendekatan benefit masih kurang tertarik, gue terpaksa melakukan pendekatan ancaman. Meski terdengar sedikit berlebihan, tapi layak dicoba
.
“Ibu! Kalo anak ibu masih belum punya akta kelahiran!” seru gue menggebu-gebu. “Besok polisi enggak bisa bantu identifikasi sewaktu anak ibu diculik wewe gombel!”

Mereka percaya? Iya. Sulit dipercaya, pendekatan ancaman gue berhasil dan efektif.

“ABANG!” seru Sasha di tengah proses penerjemahan Melly. “PROYEKTORNYA!”

Bener-bener di luar dugaan gue. Anak-anak desa ini mendadak jadi aktif banget sewaktu gue perkenalkan dengan proyektor. Ya salah gue juga
karena kurang antisipasi dengan kedatangan anak-anak yang pada dasarnya waktu proker Melly sama Bull mereka enggak muncul.

“Adek!” seru gue. “Jangan dipencet-pencet!”

Mereka paham? Enggak. Ya apa sih yang lo harapin dari anak usia tujuh tahun dan belum bisa bahasa Indonesia dengan lancar sewaktu mendengar peringatan dari lo?

Berkali-kali gue dibikin kerepotan sama anak-anak ini. Ada yang mencet-mencet proyektor, ada yang main di belakang layar, bahkan ada juga yang karena bete sama gue seenak jidat motong kabel sambungan listrik. Ya untungnya bukan kabel proyektor yang di potong. Kalo sampai kabel proyektor yang dipotong, bisa-bisa gue harus ganti baru ke rentalnya.

“Keren juga muka serius lo, Wi,” kata Melly mengarahkan kamera hapenya ke gue.
“Lo foto gue?” Gue tarik Melly ke arah depan gue pas di dada, lalu gue tempelkan kepala gue ke kepala bagian atasnya, “Buruan ulang, selfie.”

Setelah beres-beres proyektor dan segala macamnya, gue sama Melly duduk-duduk di lincak bawah pohon dekat rumah pak Slamet. Ya emang niatnya mau ngadem cari udara segar dulu, sih. Di rumah unit yang keadaannya sekarang udah amburadul gara-gara pada naruh barang sekenanya. Paling di dalem rumah cuma kita pake buat tidur, makan, sama briefing doang. Buat ngobrol sama santai-santai, ya paling enak di luar gini.

“Gila, gue capek banget,” kata gue merenggangkan badan. “Jarang ada anak KKN kali ya di sini sampai begini respon warganya.”
“Ya kan malah bagus,” tanggap Melly memijit kakinya. “Kita enggak perlu susah-susah ngumpulin warga, eh… mereka dateng sendiri.”
“Si Yansa sama Sasha mana?” tanya gue melihat sekeliling. “Balik duluan?”
“Iyalah, orang udah beres semua.”
“Pinter banget itu orang,” kata gue menyenderkan tubuh ke tembok rumah pak Slamet. “Giliran beres-beres pada cabut.”

Tanpa menjawab keluhan gue, Melly menundukkan badannya dan menggapai kakinya. Terlihat muka bete sewaktu dia meremas-remas kakinya sendiri.

“Pegel lo, Mell?
“Iya, nih,” jawab Melly dengan muka capek. “Diri mulu capek.”
“Mau gue pijitin?” tawar gue. “Pijitan gue enak, lhoh.”
“Ada apa, nih?” tanya Melly sambil nyengir. “Kok tiba-tiba baik?”
“Yaelah…, gue mah emang dasarnya baik kali,” kata gue ikutan nyengir. “Tapi nanti bantu bawain laptop, yak?”
“Sudah ku duga,” ejek Melly menaruh tangan di dagunya. “Oke, deh! Pijitin, tapi awas aja kalo kejadian yang enggak-enggak.”
“Enggak….” Gue tarik naik kaki Melly ke arah paha gue, “Sepuluh menitnya dua puluh ribu, yak.”
“Matrealistis abis!” ejek Melly menggetok kepala gue dengan gulungan kertas yang ada di tangannya.

Enggak ada canggung-canggungnya sama sekali. Apa beneran si Melly lesbian? Sayang banget kalo cewek secakep ini enggak suka cowok. Ini nih kalo dia coba jalan ke mall sendirian aja, gue yakin bakalan banyak cowok yang ngajakin buat kenalan. Ya gue enggak tau juga sih nanti ke depannya kayak gimana hubungan dia sama cowok itu, tapi kan bukan berarti masa depan dia kalo berpasangan sama cowok pasti jelek.

Tunggu dulu, kalo bukan masalah masa depan, apa jangan-jangan gara-gara masalah masa lalu? Ah… gila, cowok macam apa sih yang tega nyakitin cewek kayak Melly. Katarak kali ya itu cowok sampai bikin Melly trauma enggak mau sama cowok lagi kayak gini.

“EH!” pekik Melly mengagetkan gue.
“Kenapa, Mel?”
“DAWI!” seru Melly menarik kakinya kembali mengagetkan gue.
“Kenapa sih, Mel?”
“Lo mijitnya gimana, sih?!” keluh Melly.
“Mijitnya gimana? Maksudnya gimana, sih?"
Melly memperhatikan tangan gue yang masih berada di pergelangan kakinya, “Lo mijit apaan coba barusan?”
“Mijit apaan?” tanya gue meyakinkan. “Ya gue mijit kaki lo lah, kayak yang lo pijit sendiri tadi. Ada yang salah gitu?”
“Kerasanya sampai atas tau,” kata Melly manyun
“S-sampai atas?” tanya gue membayangkan yang enggak-enggak. “S-sampai atas gimana, ya?”
“Udah ah!” serunya beranjak dari lincak meninggalkan gue.
“Mel!” panggil gue. “Ini gue bawa proyektor, laptop, sama file-filenya gimana? Lo enggak jadi bantuin?!”
pulaukapok
JabLai cOY
JabLai cOY dan pulaukapok memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.