Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.

Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.

Quote:


Quote:


Spoiler for Sinopsis:


Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
pulaukapokAvatar border
genji32Avatar border
andybtgAvatar border
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#213
PART 28

“Kenapa lo, Bang? Kok lo kelihatan syok gitu?” tanya Luther. “Jangan-jangan lo udah terlanjur ada rasa sama si Cassie?”
“Yaelah, Lut…!” seru Yansa menepuk punggung Luther. “Orang dibilang cewek dia tuh lebih cakep dari Cassandra, mana mungkin sih dia ada rasa sama Cassie.”

Gue ada rasa sama Cassie? Gue rasa enggak. Ya… setidaknya untuk saat ini kayaknya enggak.

Sejujurnya gue cuma syok. Ya, syok mendengar kenyataan itu. Gue lihat Cassandra itu kayak ada sesuatu yang berbeda. Emang sih gue belum tau pasti apanya yang bikin dia kelihatan berbeda. Tapi gue yakin banget kalo yang bikin dia kelihatan beda itu bukan soal lesbiannya ini, sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih penting.

“Bang?” panggil Luther menggoyang-goyangkan bahu hingga gue berkedip. “Kesambet lo?”
“Udah kayak semacam uji nyali gitu, ya?” komentar Bull. “Malem-malem, enggak ngapa-ngapain tapi tiba-tiba diem terus kesambet–”
“Bull…,” potong gue. “Jangan jadi Dinda versi cowok, deh.”
“Giliran abang, nih. Kalo abang melamun terus gimana bisa jalan,” keluh Luther.

Gue kocok kartu deck gue secara tertutup lalu membagikannya ke deck yang lain.

“Kenapa lo, Bang?” tanya Yansa. “Segitu kepikirannya, ya?”
“Kalian lanjutin duluan ajalah, gue mual bayanginnya.”

Cassandra lesbian, cuma itu yang ada di kepala gue. Ya tapi kalo dia lesbian emangnya kenapa? Apa hubungan sama gue? Kenapa gue bisa kepikiran sampai segininya?

“Gue kira lo expert juga soal dunia pergebetan, Bang,” kata Yansa di tengah permainan. “Eh…, ternyata yang beginian aja enggak paham.”
“Maksud lo?” tanya gue berbaring di samping Yansa. “Emang apanya yang gue enggak paham, Yan?”
“Menurut pendapat abang nih, ya,” kata Yansa seolah gue lagi konsultasi. “Tatapan mata si Cassie tuh gimana?”
“Tatapan mata Cassie?” tanya gue. “Kalo gue lihatnya sih kayaknya tajam banget. Kayak enggak ada percaya-percayanya gitu sama orang.”

Sejujurnya tatapan mata Cassie tuh tajam banget. Bahkan, mungkin tatapan mata gue yang menurut sebagian temen termasuk tajam ini aja kalah sama dia. Tapi masa iya yang kayak gitu bisa dijadiin dasar pembeda antara lesbian sama yang enggak? Bukannya mata cewek tulen pun juga penuh kecurigaan gitu kalo lihat cowok?

“Bukannya itu normal ya, Yan?”
“Nah! Dari situ aja lo udah salah duluan, Bang. Harusnya lo tau kalo pandangan mata dia itu pura-pura dan cuma nutupin kedoknya.”
“Segitunya?” gumam gue kurang yakin. “Tapi di luar itu kan dandanan dia enggak neko-neko, dandanan dia itu sama kayak cewek seperti pada umumnya.”
“Cewek … ah…, enggak cuma cewek, sih,” ucap Yansa menjelaskan. “Orang yang menyimpang tuh biasanya dandanannya emang menunjukkan jati diri mereka, Bang.”
“Nah… tuh, kan–”
“Tapi cuma di awal, doang,” potong Yansa melanjutkan. “Kalo mereka udah nemuin pasangan mereka nih, ya. Biasanya mereka udah enggak peduli sama penampilan mereka lagi.”
“Masa, sih? Kok menurut gue pengamatan lo udah enggak valid, ya? Lebih ke sok asal ngomong, gitu.”
“Sekarang gue tanya, Bang,” kata Yansa kembali menjatuhkan kartu ketika tiba giliranya. “Penampilan Cassie, di unit kita, paling mirip sama siapa?”
“Ya sama Melly lah, Yan,” jawab gue enteng. “Dari kepala sampai kaki aja enggak ada bedanya, cuma muka doang yang beda. Masa iya kayak gini aja lo tanyain, orang katarak aja juga bakalan notice kalo lihat mereka berdua.”
“Mereka berdua dari fakultas mana?” tanya Yansa lagi tanpa menanggapi jawaban gue.
“Kedok … teran,” jawab gue terhenti karena menyadari sesuatu yang ganjil. “Jangan bilang kalo lo curiga mereka berdua tuh….”
“Ya,” kata Yansa manggut-manggut.
“Serius lo, Yan?”

Gue tatap mata Yansa, begitu juga mata Bull dan Luther. Terlihat sedikit raut muka kecewa, tapi enggak menunjukkan mimik muka terkejut.

“Lo berdua juga udah tau?” tanya gue dengan nada menyelidik.
“Sedih enggak sih, Bang?” tanya si Bull. “Dua cewek cakep di unit kita ternyata menyimpang. Sisa empat, eh… yang satu naksir abang, yang satu lagi ditaksirin orang banyak. Tinggal dua tapi kelakuannya aneh.”
“Heh, Dinda tuh enggak aneh, ya,” protes Luther.
“Ya sekalinya kalo bener dia enggak aneh juga udah jadi incaran lo, Lut,” keluh si Bull.
“Gue ditaksir?” tanya gue. “Sama siapa? Echa?”
“Kok Echa sih, Bang?” tanggap Yansa keheranan. “Abang ini enggak pekanya kebangetan.”
“Yaudah, iya, gue enggak peka,” setuju gue memutar badan. “Jadi siapa?”
“Sasha lah,” kata Yansa enteng. “Siapa lagi?”
pulaukapok
JabLai cOY
JabLai cOY dan pulaukapok memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.