Kuasai Ragaku, Bayu Ambar...

Gw bisa dengan jelas melihat Viny mengedipkan sebelah mata kanan nya ke arah gw meski terpaut jarak puluhan tombak.. Sama sekali gw tidak menduga sebelumnya jika gadis itu benar-benar akan berada dalam kelompok musuh kami...

“HAHAHA.. Ternyata sambutan kalian sangat istimewa terhadap kami, sampai-sampai Senopati Laut Utara dan Penguasa Pulau Tidung ada disini” Ucap Raja Tungga sambil memindahkan trisula pelangi nya ke tangan kanan..

Nyi Durga Daksa yang melayang di sebelah Sekar nampak maju dua tombak ke depan, dengan menghunus tongkat ber kepala naga miliknya..

“Jangan banyak bicara kalian, Jin Busuk.. Kami tahu kalian akan merebut paksa Kitab Langit hari ini” Bentak Nyi Durga Daksa dengan kedua mata hijau nya yang nampak berkilat..

Nyi Kembang Wengi yang tidak terima akan hinaan Nyi Durga Daksa barusan terlihat hendak melayang maju dengan dua tusuk konde emas yang terhunus dalam genggamannya, namun segera di cegah oleh Raja Tungga.. Sesaat, Jin berbentuk setengah ular dengan sisik berwarna pelangi itu mendesis kencang..

“Durga, isteri ku.. Kuberi kau satu kesempatan untuk bergabung dengan kami dan mengulang lagi masa-masa indah kita.. Aaah.. Aku jadi ingat suara desahan mu saat kita bercinta di masa silam” Kata Raja Tungga yang langsung membuat Nyi Durga Daksa semakin memerah mukanya..

Amarah Jin Penjaga Gerbang Selatan tersebut nampak semakin menjadi.. Melihat hal tersebut, Nyo Roro Ranggas segera mendekat dan membisikkan sesuatu yang mampu meredam amarahnya..

“Ciih.. Aku akui bahwa aku telah membuat satu kesalahan terbesar dalam hidup.. Yaitu menjadikan mu suami ku, Tungga.. Aku sama sekali tidak sudi bersanding dengan mu bersama Jin pramuria setengah botak itu” Balas Nyi Durga Daksa..

Tak ayal, Nyi Kembang Wengi yang sudah terbakar emosi langsung melesat, namun secepat kilat tangan kiri Raja Tungga mencekik leher Jin wanita yang sejumput rambutnya berhasil di cabut paksa oleh Bayu Ambar saat pertempuran dengan menggunakan raga gw, beberapa waktu lalu.. Nyi Kembang Wengi nampak meronta untuk sesaat, lalu kembali mundur setelah menatap sorot mata tajam Raja Tungga..

“Ki Purwagalih, aku minta baik-baik kepada mu.. Berikan Kitab Langit sebelum pasukan ku membasmi seluruh mahluk yang mencoba melindungi Kitab itu.. Aku berjanji akan mengampuni semua, termasuk empat anak manusia lemah seperti mereka”Ucap Raja Tungga yang membuat gw mengepalkan kedua telapak tangan begitu mendengar hinaannya..

Sejenak, Ki Purwagalih melayang maju dan berdiri di sebelah Nyi Durga Daksa.. Lalu menoleh ke arah semua pasukan di belakang yang sudah memasang wajah siap untuk bertempur..

“Percaya akan kalimat licik yang keluar dari mulut busuk mu, adalah suatu kesalahan besar, Raja Tungga.. Aku bukan Jin kemarin sore yang dapat kau akali dengan mudah.. Aku lebih baik mati demi melindungi Kitab Langit, daripada harus melihat angkara murka meraja lela di dua alam” Jawab Ki Purwagalih dengan suara lembut namun mengandung hawa sakti yang mampu menggetarkan tiap sanubari..

Mendengar jawaban sosok pelindung Kitab Sakti, Raja Tungga kembali mendesis lalu tersenyum dingin dan melirik Jin berwujud nenek tua cebol dengan wajah penuh bisul.. Si nenek cebol nampak membalas senyuman Raja Tungga dengan sumringah.. Deretan gigi hitam yang berlumuran darah nampak terlihat dari mulutnya..

“Baiklah, rupanya kau lebih memilih untuk mengorbankan ratusan pasukan mu demi melindungi sebuah Kitab usang, Ki Purwagalih.. Malang tak dapat di tolak, untung tak dapat diraih.. Hari ini aku bersumpah tidak akan membiarkan satu pun dari kalian keluar hidup-hidup” Kata Raja Tungga yang disusul dengan menaikkan trisula pelangi nya yang sudah memendarkan sinar merah, kuning dan hijau..

Tiga larik sinar berbeda melesat ke atas langit, disusul suara riuh dari semua pasukan Raja Tungga yang mulai melesat maju.. Gw dan ketiga saudara segera mengeluarkan senjata kami masing-masing.. Lalu melesat ke depan bersamaan dengan semua pasukan dari pihak kami..

Ki Purwagalih langsung mencegat Raja Tungga, sementara Nyi Durga Daksa bersama Sekar, nampak melayang ke arah Nyi Kembang Wengi.. Jin dengan tampilan seorang nenek tua cebol berwajah penuh bisul berhadapan dengan Nyi Roro Ranggas dan Dewi Arum Kesuma.. Di lain pihak, Suluh mengejar Viny yang melesat ke arah selatan, dimana gw sedang bersiap melawan Buto Ireng bersama Raden Dwipa dan Raden Jaka Wastra..

Bimo dan Ridho yang sudah dirasuki Jin Penjaga nya masing-masing terlihat bersama Bayu Barata sedang memporak porandakan pasukan musuh.. Sementara, Ki Suta nampak masih memperhatikan keadaan, lalu memukulkan telapak tangannya ke atas tanah padas pegunungan, saat melihat puluhan pasukan musuh sedang berlari ke arahnya..

Seketika tanah yang dihantam oleh telapak tangan beliau bergetar.. Puluhan Jin pasukan Raja Tungga untuk sesaat berhenti berlari dengan wajah masing-masing penuh waspada, menunggu sesuatu terjadi..

Tiba-tiba, tanah tempat mereka berpijak terbelah.. Puluhan Jin berbentuk manusia setengah ular pasukan Raja Tungga, langsung terperosok jatuh ke dalam tanah.. Ajaib, tanah yang rongkah terbelah itu kembali merapat dengan sendiri nya, sesudah menelan tubuh puluhan manusia ular bersisik pelangi, begitu Ki Suta mengangkat telapak tangannya kembali dari atas tanah..

Sebagian manusia ular bersisik pelangi yang berhasil menyelamatkan diri, langsung di terkam oleh Pasukan harimau milik Bayu Barata dan pasukan manusia buaya putih anak buah Nyai Lingga.. Suara teriakan dan jeritan manusia ular, seketika bercampur menjadi satu dengan auman puluhan harimau..

Gw yang sudah mengeluarkan Pedang Jagat Samudera langsung melompat dan berniat mengayunkan Pedang itu ke arah Buto Ireng, namun mendadak Raden Jaka Wastra dan Raden Dwipa menghalangi..

“Biar kami yang menghadapi Buto Ireng, anak muda.. Sudah lama aku tidak mengeluarkan kesaktian bersama Tuan Senopati Kerajaan Laut Utara” Pinta Raden Dwipa sambil tersenyum ke arah Raden Jaka Wastra..

“Sebuah kehormatan bisa bertempur bersama Penguasa Pulau Tidung” Jawab Raden Jaka Wastra yang sudah menghunus Pedang Perak miliknya..

Dari atas, gw melihat Buto Ireng melayang berputar lalu mengepakkan dua sayapnya ke arah kami.. Dua rangkuman gelombang angin dahsyat dengan sangat cepat menerjang menuju tempat kami berada.. Sebuah senyuman dari Raden Dwipa langsung dibalas anggukan kepala oleh sahabat baiknya, Raden Jaka Wastra..

Secepat kilat, kedua tokoh yang bukan sosok sembarangan itu melesat sambil mengibaskan
jubah emas milik Raden Dwipa dan ayunan Pedang Perak dari Raden Jaka Wastra..

WEEERRRR.. SEETTT...

Suara gemuruh serangkuman angin maha dahsyat yang tercipta dari kibasan Jubah emas Penguasa Pulau Tidung, terdengar menderu disusul selarik sinar perak berkekuatan sama dari Jaka Wastra dan terus melesat ke arah dua rangkum angin hasil kepakan dua sayap Buto Ireng..

DUARRR!!!

Sebuah ledakan hebat tercipta dan membuat suasana gelapnya malam, terang benderang untuk beberapa saat.. Kedua tokoh yang sama-sama hidup di lautan tersebut, tersurut satu langkah ke belakang.. Lain halnya dengan sosok Buto Ireng yang terpental jauh dan jatuh menghantam tanah padas nan keras.. Sesaat, Jin manusia kelelawar itu bercicit kesaktian sambil mengibaskan kedua sayap nya yang nampak bolong hangus di beberapa bagian..

Gw sempat menoleh ke arah Ki Purwagalih yang nampak sedikit kewalahan menghadapi Raja Tungga, sementara kedua telinga gw mendengar suara jeritan Suluh..

“Lekas tolong saudara perempuan mu, Ngger.. Gadis yang menjadi lawannya akan mengeluarkan Ajian Bedhaya Jiwo.. Biar aku yang membantu Ki Purwagalih” Ucap Ki Suta yang terdengar dalam batin..

Gw mengangguk dan langsung melompat ke arah Suluh yang sedang bersandar di sebuah batu pipih, bersama Nyi Laras Abang di sebelahnya, sepuluh tombak dari Viny.. Kedua wajah sosok perempuan berlainan alam itu, nampak pucat dan masing-masing sela bibirnya mengeluarkan jejak darah hitam serta merah..

Ridho yang sepertinya mendengar juga jeritan Suluh, tiba terlebih dahulu dan segera membantu Suluh berdiri.. Sementara, gw langsung mendarat tepat dua tombak di hadapan Viny..

“Imam...” Ucap Viny lirih sambil berjalan mendekat, namun seketika langkah kaki gadis itu terhenti sesaat dan kembali dengan posisi bersiap, tatkala melihat Ridho bangkit dari dekat Suluh dan berjalan mendekati gw sambil mengayunkan Cambuk Langit Selatan..

Wajah Ridho terlihat memerah pertanda sudah termakan emosi, karena melihat pacarnya terluka.. Lalu mulai melecutkan Cambuk Langit Selatan ke udara, dan siap menyerang Viny..

TARR.. TARR.. TARR!!

Suara lecutan Cambuk Sakti milik Ridho terdengar keras, disusul letupan api merah yang terpercik di tiap ujung lecutan Cambuk.. Viny sendiri nampak santai melihat reaksi Ridho dan menatap wajah gw lekat-lekat..

“Lu minggir, bree.. Gw bakal hajar tuh perek sekarang juga” Bentak Ridho dari belakang, dan seketika membuat kedua mata Viny terbelalak..

“Sabar, bree.. Lu mendingan obatin Suluh dan Nyi Laras Abang.. Biar gw coba ngomong ke Viny.. Biar gimana juga, dia cuma cewe biasa yang gw yakin masih dipengaruhi Raja Tungga.. Dan dia juga temen gw, bree” Bujuk gw ke Ridho yang masih dirasuki Naga Saksana serta Nyai Lingga..

“Kurang ajar, biar gw sobek mulut lu” Bentak Viny yang segera merapatkan kedua kakinya, pertanda gadis itu mulai mengeluarkan Ajian Bedhaya Jiwo..

Gw yang sudah pernah melihat kesaktian Ilmu Langka tersebut, langsung menyuruh Ridho untuk menjauh dan berniat mencoba membujuk Viny.. Tapi terlambat, gadis itu benar-benar sudah menyatu dengan kesaktiannya.. Hal tersebut dibuktikan dengan kedua bola mata Viny yang berubah hitam semua.. Berbeda saat gadis itu melawan Ayahnya Arya bersama Buto Ireng..

Kedua mata gw terpaku melihat Viny mulai merentangkan kedua tangan, lalu bergerak ke kiri dan ke kanan dengan lemah gemulai.. Kemudian, tubuh gadis itu nampak meliuk-liuk dan berputar seperti orang yang sedang menari.. Kedua indera penglihatan gw seakan tak mau lepas dari memandangi sosok Viny, seolah-olah gw sedang tersirap hawa mistis yang keluar dari tiap gerakan tarian gadis itu yang indah..

Pendaran dua sinar merah mulai terlihat muncul di telapak tangan Viny, yang sesekali terbuka dan terkepal.. Kedua mata hitamnya yang terpejam sesaat, kembali terbuka seiring pendaran sinar merah yang menyelimuti kedua telapak tangan Viny semakin terang..

Pedang Jagat Samudera yang masih tergenggam di tangan kanan gw terasa bergetar, bersamaan dengan makin cepatnya gerakan tarian Viny..

“Minggir dari sana, Kang Mas” Teriak Sekar setelah berhasil menyabetkan selendang emas nya ke arah Nyi Kembang Wengi..

Dewi Arum Kesuma yang masih menyerang sosok Jin berupa nenek tua cebol bersama Nyi Roro Ranggas, juga terdengar memperingatkan gw untuk segera pergi dari tempat itu.. Gw seketika sadar akan pengaruh hawa mistis dari Ajian Bedhaya Jiwo yang sudah siap di hantamkan ke arah gw dan Ridho..

“Imaa..m.. Miing..gir” Tiba-tiba suara Viny terdengar lirih sambil terus bergerak dinamis, dengan kedua mata yang untuk sejenak terlihat normal, tak lagi hitam..

Namun kejadian itu tak berlangsung lama, karena selang beberapa detik kemudian kedua mata gadis itu kembali menghitam seiring gerakannya yang semakin cepat.. Tatapan mata gw membesar begitu melihat sosok Viny mulai melayang di udara, masih dengan gerakan-gerakan tari yang aneh namun indah..

Sontak gw teringat akan kilasan peristiwa masa depan yang di tunjukkan oleh Raden Dwipa.. Mungkin kah Viny yang akan membunuh gw? Jika benar maka gw harus segera menyelamatkan Ridho, dia berdiri cukup dekat dari gw soalnya.. Cukup gw saja yang menjadi korban Ajian Bedhaya Jiwo..

“Dho, lu cepet mundur ke belakang dan lindungi Suluh sama Nyi Laras Abang pake Cambuk Langit Selatan.. Gw nyoba make Pedang Jagat Samudera buat nahan Ajian dari Viny” Ucap gw berbohong lewat batin ke Ridho dan langsung di jawab dengan anggukan kepala..

Gw tahu persis Ridho tidak akan mau menuruti permintaan gw, tanpa gw sendiri melakukan hal sama sepertinya.. Terpaksa gw berbohong demi keselamatan kedua saudara gw itu..

Tiba-tiba, Viny terdengar menjerit kencang dengan dua telapak tangan terarah ke gw dan Ridho..

SETT... SETTT...

Dua larik sinar merah melesat keluar dari kedua telapak tangan gadis itu.. Ridho sendiri sebelumnya sudah melompat mundur ke arah Suluh dan Nyi laras Abang, sambil mengayunkan Cambuk Langit Selatan dengan posisi berputar ke depan, untuk menangkal Ajian Bedhaya Jiwo..

Sementara, gw masih tetap berdiri di tempat semula.. Bersiap menyambut ajal dengan kedua mata tertutup.. Suara teriakan beberapa sosok terdengar di telinga, untuk menyuruh gw segera menyelamatkan diri..

“Kamu janji ga bakal ninggalin aku kan, Beb?” Tiba-tiba bayangan Anggie muncul dalam benak gw sambil menatap wajah gw dalam-dalam..

Seketika gw membuka mata dan tersadar bahwa tindakan yang gw lakukan adalah keliru.. Gw tidak seharusnya menyerah tanpa memberi perlawanan.. Urusan mati, biar lah tetap menjadi rahasia Illahi.. Bila pun gw memang harus meregang nyawa disini, tapi setidaknya gw sudah berusaha berjuang untuk hidup, bagi orang-orang yang masih sangat membutuhkan keberadaan gw di samping mereka..

Pandangan gw menatap nanar ke arah dua larik sinar merah, yang beberapa saat lagi akan menghantam raga dan mengeluarkan jiwa gw tanpa melukai fisik luar sama sekali.. Mengetahui hanya memiliki peluang yang sangat kecil untuk selamat, akhirnya gw memutuskan untuk meminta bantuan Bayu Ambar..

“Bayu Ambar, kuasai lah raga ku” Ucap gw dalam batin meminta bantuan sosok yang selama ini bersemayam dalam relung jiwa yang paling dalam..