Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah 3: Kuliah Kerja Nyata?
Selamat datang di thread ketiga yang merupakan lanjutan dari Yaudah Gue Mati Ajadan Yaudah 2: Challenge Accepted.

Sebelumnya, ijinkan gue buat memperkenalkan diri. Bagi pembaca setia kisah gue, pastinya kalian udah enggak asing dengan nama Muhdawi. Tapi bagi pembaca yang baru masuk ke thread ini, pastinya kalian asing dengan nama yang enggak biasa itu. Perkenalkan, nama lengkap gue Muhammad Danang Wijaya. Biasanya orang-orang manggil gue Dawi yang diambil dari singkatan nama gue Muhdawi. Kalian bisa panggil gue Dawi, atau kalo mau ikut-ikutan manggil gue Sawi juga enggak masalah. Gue orangnya idem, apa yang lo mau, kalo gue bisa, pasti gue usahakan. Anyway, langsung aja masuk lebih dalam ke thread ini. Sekali lagi gue ucapkan, selamat datang di thread ini.

Quote:


Quote:


Spoiler for Sinopsis:


Spoiler for Index:
Diubah oleh dasadharma10 16-10-2018 23:34
pulaukapokAvatar border
genji32Avatar border
andybtgAvatar border
andybtg dan 14 lainnya memberi reputasi
11
359.2K
1.3K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#195
PART 26

Hari ke-tiga, unit KKN gue mulai bergantian keluar masuk rumah unit untuk mencari bahan program kerja individu dan sebagian lainnya mulai menjalankan program kerja masing-masing. Melly sama Cassandra, meski judulnya program kerja individu, mereka berdua kerja sama. Cek kesehatan gratis, tensi dan semacamnya. Yah… gue kurang tau soal kegiatan program kerja mereka, tapi yang jelas, warga cukup antusias.

Sementara Maya dan Luther membantu program kerja kesehatan, Dinda dan Yansa ngerusuhin si Bull yang kebetulan lagi sosialisasi tentang budaya hemat energi. Gue bilang mereka berdua ngerusuhin bukan karena gue enggak suka sama mereka, tapi emang pada dasarnya si Bull enggak berdiskusi masalah program kerja individu dia sama mereka berdua dan juga enggak minta dibantu. Nah, kalo Dinda sama Yansa enggak ngerti apa yang mereka lakuin, apa dong kalo bukan ngerusuh?

“Abang dulu ketua BEM, ya?” tanya Echa tiba-tiba duduk di sebelah gue.
“K-ketua BEM?” tanya gue menggeser duduk gue. “Lo tau darimana?”
“Sasha,” jawab Echa entang.
Gue perhatikan sekeliling gue, “Nah, mana orangnya?”
Echa memposisikan duduknya berusaha memeluk kaki. “Dia di dapur lagi nyemilin sop.”
“Makasih lho, Sha,” seru gue dari pintu depan. “Atas gosip yang telah lo ciptakan.”
“Gosip gimana?” ucap Sasha berlari dari dapur dengan wajah enggak terima.
“Ya gosiplah.”
“Kan abang emang ketua BEM, ya bukan gosip dong.”
“Lo kuliahnya kerajinan kali, ya?” sindir gue. “Sampai berita-berita kurang berfaedah kayak gini lo punya.”
“Nih lihat!” ucap Sasha menunjukkan foto di hapenya atas poster gue ketika daftar ketua BEM. “Muhammad Danang Wijaya, siapa lagi kalo bukan abang?”
“Ya itu emang gue,” jelas gue mencoba merebut hapenya. “Tapi pada akhirnya kan bukan gue yang kepilih jadi ketua BEM.”
“Abang gagal?” tebak Echa seenak jidat.
“Bukan gagal ya..., gue mengundurkan diri.”
“Takut kalah makanya mundur?” tebaknya lagi seolah gue enggak punya perasaan.
“Ini kenapa gue ngerasa diremehkan, ya?”

Gara-gara gue diremehkan, dipojokkan, dan diinjak-injak harga diri gue. Enggak, enggak sampai separah itu. Setidaknya sebelum Sasha dan Echa bertindak lebih jauh lagi, akhirnya gue cerita.

Pada semester lima, kira-kira dua tahun yang lalu, gue gagal jadi ketua BEM. Bukan karena gue ragu bakal menang, atau terintimidasi pihak lawan, tapi karena pada kenyataannya gue lebih memilih Emil.

Apa hubungannya Emil sama gue gagal jadi ketua BEM? Hubungannya adalah karena Emil memberikan gue dua pilihan. Jadi ketua BEM dan ninggalin dia, atau jadian sama dia dan ninggalin dunia kampus.

Tepat sebelum penutupan kandidat koalisi, gue jatuh sakit. Karena sakit gue bukan sekedar sakit yang diminumin paracetamol sembuh, gue terpaksa harus istirahat di rumah sakit. Awalnya gue pengin banget maksain badan gue dan tetep maju jadi ketua BEM, tapi berhubung pada saat itu Emil jauh-jauh keluar dari tempat persembunyiannya cuma gara-gara dengar kabar kalo gue masuk rumah sakit, jadinya gue mengundurkan diri.

Pada dasarnya konflik gue sama Emil pada saat itu adalah karena udah keseringan enggak ada waktu buat sama-sama lagi. Ya mungkin menurut kebanyakan orang itu normal. Hubungan yang renggang sementara karena dua orang yang sama-sama sibuk sebentar itu normal. Tapi yang membedakan hubungan kita sama yang lain, yang membuat hubungan ini enggak normal, adalah keberadaan gue di posisi salah satu pihaknya. Gue, gue adalah orang yang entah kenapa, di luar kesadaran selalu membukakan jalan untuk masuknya orang ketiga. Ya, gue akui itu. Buruknya lagi, begitu orang ketiga itu masuk, hubungan kita luluh lantah. Serapuh itu hubungan gue dengan Emil.

Tapi karena sebenarnya gue cuma pengin bareng-bareng sama Emil lagi. Dan Emil pun juga menginginkan hal yang sama. Kita berdua berusaha buat sama-sama lagi. Ya meski gue sempat ragu karena banyak harapan yang pupus. Pada akhirnya, gue berani minggalkan dunia kampus. Menjauh, ke tempat yang dia suka.

“Oh… iya,” seru Sasha tiba-tiba. “Yang jadi ketua BEM waktu itu kan mas Arya.”
“Mas Arya?” gumam Echa.
“Iya,” kata Sasha bersemangat. “Gue inget banget pasangan dia tuh mbak Arin! Cocok banget deh pokoknya mereka berdua! Yang satu cool abis, dan yang satunya galak banget.”
“Udah inget sekarang?”
“Iya, gue udah inget, Bang!” jawab Sasha mendorong-dorong gue. “Maaf deh kalo salah terus enggak sengaja nyebar gosip, hehe.”

Arya yang pada dasarnya enggak bisa ngomong cewek, enggak pedulian, dan tertutup begitu aja dibilang cool abis, apalagi gue, yak? Yah..., gue sih enggak membantah soal Arya sama Arin sebagai pasangan ketua dan wakil yang serasi. Toh, pada akhirnya mereka berdua juga jadian.
pulaukapok
JabLai cOY
JabLai cOY dan pulaukapok memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.