Empat Bagian Kitab Langit...

“Pertempuran untuk melindungi Kitab Langit harus kalian hadapi dengan raga kasar, bukan lagi sukma seperti saat melawan Raja Siluman di masa lalu.. Kalian tidak perlu bertanya mengapa, hal ini karena kemauan Ki Purwagalih sebagai pelindung utama Kitab tersebut.. Aku tidak bisa berlama-lama disini, karena Ki Purwagalih sedang menunggu kadatangan musuh ” Ucap Ki Suta yang membuat kami semua saling padang untuk beberapa saat..

Dengan cepat, kami mengangguk lalu berjalan ke arah rumah Suluh setelah sosok Kakek Moyang kami lenyap.. Ridho segera menghampiri gw dan langsung merangkul bahu..

“Koq dadakan banget ya, bree?” Tanya Ridho sambil terus berjalan beriringan..

“Ga tau, bree.. Mungkin ada kaitannya sama Bayu Ambar yang udah bikin Nyi Kembang Wengi luka parah” Jawab gw yang memang tidak mengetahui tentang penyebab pertempuran nanti terkesan mendadak..

“Bisa jadi, Bree.. Kalo ga, nanti kita tanya ke Ki Purwagalih aja ya” Sahut Ridho..

“Ya elaah, kita mo tempur, bree.. Masa lu mo wawancarain Ki Purwagalih dulu.. Ga penting banget cuma pengen tau itu doank” Jawab gw sambil menoyor kepala Ridho..

“Ehh, kalian mau kemana?” Tanya Suluh dari belakang..

“Loh, mo ke kamar kamu lah, Yank” Jawab Ridho..

“Mo ngapain, kan kata Ki Suta kita bakal ngelawan musuh pake raga sendiri.. Ga usah ke kamar lah, disini aja kita panggil semua Jin Penjaga” Timpal Bimo, yang membuat gw menganggukan kepala dan berjalan kembali ke arah mereka..

Bimo dan Suluh memang benar.. Jika dalam pertempuran silam melawan Raja Siluman, di hadapi dengan sukma yang keluar dari raga kasar kami berempat di dalam kamar Suluh, maka kali ini kami hanya cukup memanggil Jin Penjaga di luar rumah Suluh.. Toh situasi nya memang sudah malam, jadi tak perlu khawatir akan dilihat oleh orang lain..

Tanpa banyak basa basi, kami semua memanggil Sekar, Bayu Barata, Naga Saksana, Nyai Lingga, Nyi Laras Abang dan yang terakhir Rampak Tantra.. Semua Jin Penjaga sudah muncul dan saling sapa untuk beberapa saat..

Sejenak gw tertegun melihat penampilan Nyai Lingga yang jauh berubah.. Pakaian yang dikenakan Jin Penjaga nya Ridho itu nampak jauh berbeda.. Biasanya Jin perempuan yang menjelma Buaya Putih tersebut, hanya menggunakan sehelai kain dari kulit buaya yang menutupi organ intim dan buah dadanya.. Tapi kali ini sosoknya nampak semakin anggun dan cantik dengan balutan gaun putih berenda emas.. Benar kata pepatah, semakin wanita menjaga auratnya, maka akan semakin cantik dipandang.. Hal itu rupanya berlaku juga di alam Jin..

Ridho yang menyadari kedua mata gw terfokus ke Jin Penjaga nya, langsung menginjak sebelah kaki kiri gw..

“Biasa aja, Bree.. Jin Penjaga gw udah insyaf dan jadi jin solehah sekarang, pangling kan lu lietnya?” Kata Ridho yang membuat gw terkekeh dalam hati..

“Mohon maaf sebelumnya untuk memanggil kalian semua.. Seperti yang kalian tahu, kami berempat mendapat tugas untuk melindungi Kitab Langit dari rebutan Raja Tungga.. Dan baru saja Kakek Moyang kami memberitahukan bahwa Raja Tungga sudah bergerak untuk merebut Kitab tersebut.. Jadi kami harap kalian rela membantu kami berempat untuk melindungi Kitab Langit” Ucap gw sambil memandangi wajah tiap-tiap Jin Penjaga..

“Dengan memutuskan untuk menjadi Jin Penjaga kalian, maka kami pun sudah terikat dengan sumpah kami untuk menjaga kalian.. Kami akan bertempur sampai titik darah penghabisan membela tugas yang kalian emban” Jawab Sekar Kencana yang disusul oleh anggukan kepala tiap rekannya..

Gw tersenyum mendengar jawaban Sekar barusan, lalu megucapkan terima kasih atas kesetiaan yang sudah mereka semua tunjukkan atas kami..

“Baiklah, sekarang tolong bawa kami semua ke tempat Ki Purwagalih”

“Tunggu, Raden.. Bukan kah kalian harus menggunakan Ilmu Meraga Sukma terlebih dahulu?” Tanya Bayu Barata dengan wajah heran..

“Tidak Bayu, kami akan menghadapi Raja Tungga dan kawanannya dengan raga kasar” Jawab gw dengan diselingi senyuman..

Kelima Jin Penjaga kami terlihat terkejut mendengar kalimat gw barusan, dan saling memandang satu sama lain..

“Hal itu bisa sangat berbahaya sekali Cah Ayu” Timpal Nyi Laras Abang ke arah Suluh..

“Itu yang dipesan kan Kakek Moyang kami, Nyi.. Aku yakin ada alasan kuat di belakang pesan beliau” Jawab Suluh..

“Itu artinya kita harus bersiap untuk lebih ketat lagi melindungi tiap anak yang kita jaga” Sahut Naga Saksana yang di balas dengan anggukan kepala Rampak Tantra..

Sejenak, gw bisa melihat raut keraguan dari wajah Nyai Lingga dan Nyi Laras Abang.. Sekar yang juga merasakan hal sama dengan gw, segera melayang mendekati kedua rekannya, lalu membisikkan sesuatu ke mereka..

“Baiklah, aku siap mengorbankan nyawa untuk keselamatan anak yang ku jaga..” Ucap Nyi Laras Abang dengan suara mantap, dan di ikuti dengan tatapan penuh keyakinan dari kedua mata Nyai Lingga..

Gw bisa bernafas lega mendengar kalimat Nyi Laras Abang melihat ketetapan hati Nyai Lingga..

“Kau sudah siap, Kang Mas?” Tanya Sekar sambil tersenyum ke arah gw..

Pandangan mata gw langsung menoleh ke wajahnya yang cantik..

“Inshaa Allah, aku siap Sekar” Jawab gw cukup singkat, lalu Sekar mulai memegang bahu kanan seiring kedua mata gw yang terpejam..

Suasana angin khas pegunungan yang dingin terasa semakin menusuk kulit, manakala gw membuka mata dan mengetahui kami sudah berada di puncak sebuah gunung.. Hamparan tanah padas nan luas ada di hadapan kami, lengkap dengan rimbunan pohon-pohon pinus dan cemara yang ada di tiap sisi nya.. Semua nampak berbeda dengan yang selama ini gw lihat saat di bawa Ki Purwagalih ke tempatnya..

Beberapa tokoh yang dahulu membantu saat melawan Raja Siluman, nampak berbaris memanjang di depan kami.. Keempat Jin Penjaga Gerbang Barat, Timur dan Selatan nampak berdiri disebelah Ki Suta yang menggantikan posisi Ki Sabdo.. Sementara, di belakang kami sudah berbaris rapi ratusan Jin dengan wujud manusia setengah ular, pengikut Nyi Durga Daksa.. Ki Purwagalih yang menjadi pemegang Kitab Langit nampak berdiri paling depan..

Tanpa disuruh, Nyai Lingga dan Rampak Tantra memanggil ratusan pasukan anak buahnya yang langsung muncul di samping pasukan Nyi Durga Daksa.. Bimo yang sudah siap dengan batu mustika dari gunung Merapi, langsung memanggil bala bantuan dari salah satu tempat paling wingit itu..

Sementara, Bayu Barata sudah mengundang puluhan kawanan harimaunya yang berukuran sebesar kerbau dewasa.. Gw tidak mau kalah, dalam hati mulai memanggil Raden Jaka Wastra dan Dewi Arum Kesuma serta Raden Dwipa.. Ketiga jin sahabat baik gw itu, nampak saling menyapa satu sama lain.. Terlebih Raden Dwipa dan Raden Jaka Wastra, mereka bahkan sempat saling berpelukan, layaknya dua sahabat yang tak pernah bersua dalam waktu lama..

“Sebentar lagi kita akan tahu penyebab kematian mu, Anak Muda” Ucap Raden Dwipa lirih sambil menepuk bahu gw..

Gw hanya tersenyum getir mendengar ucapan Raden Dwipa, yang menurut gw terlalu jujur tanpa memikirkan perasaan gw sebelumnya..

Tiba-tiba, Ki Purwagalih terdengar memanggil gw dan ketiga saudara agar segera berdiri di depan bersama dirinya.. Tanpa banyak bicara, kami berempat langsung menghampiri pemegang Kitab Langit tersebut..

“Alhamdulillah, kalian berempat sudah tiba” Ucap Ki Purwagalih sambil mengulurkan tangan kanannya..

Gw yang berada persis di samping Kakek Tua tersebut, langsung membalas uluran tangan beliau.. Seketika gw terpekik karena merasakan hawa sangat panas keluar dari telapak tangan Ki Purwagalih.. Dengan kedua mata berair akibat menahan rasa terbakar, gw mencoba melepas jabatan tangan kakek tua tersebut, namun cengkraman tangannya terasa sangat kuat, hingga akhirnya beliau tersenyum lalu melepas kan jabatan tangannya..

Seketika gw meniup-niup telapak tangan kanan yang nampak mengeluarkan cahaya merah menyala, seperti bara api yang terbakar.. Tapi, sinar merah tersebut perlahan meredup dan berganti menjadi sebuah luka bakar dengan pola melingkar seperti matahari, tepat di tengah-tengah telapak tangan kanan gw..

Sesaat, gw melihat sinar kuning dan hangat layaknya sinar matahari pagi membias dari luka bakar yang ada di tengah telapak tangan kanan gw.. Sementara, Ki Purwagalih terlihat mengulurkan tangannya secara bergantian ke arah Bimo dan Ridho.. Seperti yang terjadi dengan gw sebelumnya, kedua saudara gw itu pun terpekik kesakitan untuk beberapa saat, lalu menatap telapak tangannya masing-masing..

Suluh yang nampak sedikit ragu melihat uluran tangan Ki Purwagalih, terlihat melirik Ridho dan mulai menjabat tangan Kakek Tua pemegang Kitab Langit, setelah Ridho menganggukan kepala ke arahnya.. Aneh, Suluh sama sekali tidak menjerit seperti kami.. Gadis itu malah tersenyum manis saat melihat telapak tangannya yang mengeluarkan sinar beraneka warna..

“Empat bagian Kitab Langit sudah ku berikan kepada kalian berempat.. Titisan Jagat Tirta mendapat bagian Matahari, lengkap dengan segala sinar panasnya.. Anak yang dijaga Pangeran Jin dari kerajaan Rampak, mendapat bagian Bintang dengan sinarnya yang gemerlap, dan si Konyol yang sedikit ceroboh mendapat Bulan, dengan sinar teduh.. Sementara kau, Cah Ayu.. Kau mendapat Bagian Pelangi dengan segala warna yang mewakili semua keindahan dimuka bumi” Ucap Ki Purwagalih ke dalam batin kami berempat sekaligus..

Untuk beberapa saat, kami semua saling memandangi telapak tangan kanan masing-masing yang terjejak pola Matahari, Bintang, Bulan Sabit, lalu menatap wajah satu sama lain dan terakhir menatap wajah Ki Purwagalih dengan tatapan tak mengerti.. Suluh nampak tersenyum melihat telapak tangannya yang diselimuti sinar berbeda bak sinar pelangi..

“Aku harus membagi Kitab Langit karena takut tak mampu melindungi nya.. Lagipula, selama Kitab tersebut masih berada di tangan ku, aku tetap terperangkap dalam sumpah untuk tidak membunuh satu mahluk pun, yang rasa nya tidak mungkin bisa ku hindari saat pertempuran nanti.. Sekarang empat bagian Kitab Langit sudah berada pada kalian, tanpa ada satu mahluk pun yang tahu, dan aku sudah terbebas dari sumpah sendiri.. ” Kata Ki Purwagalih dalam batin kami sambil menatap ke depan..

Gw, Ridho, Bimo dan Suluh nampak saling memandang satu sama lain untuk yang kedua kali.. Lalu menatap ke arah yang sama dengan Ki Purwagalih, dimana ratusan tombak dihadapan kami terlihat awan hitam mulai mendekat dengan cepat..

“Mereka sudah tiba.. Pesan ku, kalian akan bertempur menggunakan raga kasar, jadi berhati-hati lah.. Satu lagi, kekuatan Kitab Langit yang ada di tubuh kalian masing-masing, belum dapat kalian pergunakan saat ini, karena belum menyatu seluruhnya dengan hawa murni di tubuh kalian” Pesan Ki Purwagalih yang membuat kami serentak menganggukan kepala..

Dari arah depan, kumpulan awan hitam semakin mendekat dengan cepat, seiring kekuatan dahsyat yang menyertainya.. Gw sendiri mulai merasa sedikit sesak saat merasakan aura hitam nan kuat sedang menuju ke tempat kami.. Bimo, Ridho dan Suluh nampak memegang dada masing-masing, pertanda mereka juga merasakan hal serupa..

Keempat Jin Penjaga Ridho, Suluh dan Bimo langsung mendekat ke arah mereka masing-masing dan terlihat mulai berbicara serius dengan ketiga saudara gw..

“Jin Penjaga mereka sedang meminta izin untuk merasuki raga saudara mu, Kang Mas” Ucap Sekar yang tahu-tahu sudah berada di sebelah gw bersama Bayu Barata..

“Mereka akan melebur kekuatan menjadi satu dengan ketiga saudara mu, Raden.. Sekaligus melindungi ketiga saudara mu secara langsung” Tambah Bayu Barata..

Gw cukup tertegun mendengar kalimat Bayu Barata dan Sekar, lalu menoleh ke arah kedua Jin Penjaga gw tersebut..

“Kalian akan melakukan hal sama kepada ku?” Tanya gw ke Sekar dan Bayu Barata..

Sesaat, mereka berdua saling pandang.. Sementara gw mulai melihat sosok Rampak Tantra, Naga Saksana, Nyai Lingga dan Nyi Laras Abang mulai menyatu dengan Bimo, Ridho dan Suluh.. Seketika ketiga sudara gw tersebut melayang setengah tombak dari atas tanah, pertanda kekuatan mereka telah bersatu dengan masing-masing Jin Penjaga..

“Kami tidak sepadan dengan cucu langsung dari Raja Jin yang ada dalam tubuh mu, Kang Mas.. Tapi aku dan Bayu Barata akan tetap berusaha semampu kami untuk melindungi mu” Ucap Sekar di susul senyuman Bayu Barata..

Mendadak, Ki Purwagalih melayang ke atas dan membuka kedua tangannya ke langit.. Tiba-tiba, dari telapak tangan Kakek Tua tersebut melesat satu sinar putih ke atas dan langsung menyebar ke segala penjuru gunung tempat kediamannya.. Seketika tempat kami berpijak di kelilingi lapisan sinar putih laksana suatu pagar gaib..

“Pagar Semesta” Ucap Sekar lirih sambil mengedarkan pendangan nya ke semua penjuru..

Gw yang baru mendengar nama kesaktian yang dikeluarkan Ki Purwagalih barusan hanya bisa tertegun, lalu mengikuti Sekar untuk melihat ke sekeliling.. Sebuah sinar putih memang terlihat menyelimuti semua tempat hingga jarak ratusan tombak di belakang, depan, samping kiri dan kanan..

Niatnya gw ingin bertanya ke Sekar perihal Ilmu Pagar Semesta, namun terpaksa gw urungkan karena melihat musuh sudah mulai muncul, seiring awan hitam yang mulai menyebar ke segala penjuru.. Angin segar khas alam pegunungan, mendadak berubah lembab bersamaan dengan terlihatnya musuh-musuh kami semua..

Dari jarak kurang lebih lima puluh meter di depan, gw bisa melihat Raja Tungga, Nyi Kembang Wengi, Buto Ireng dan satu sosok Jin lain yang berwujud seorang nenek tua cebol dengan wajah dipenuhi bisul melayang berbaris..

Nyi Durga Daksa yang memang merupakan mantan isterinya musuh utama kami, langsung melesat dan melayang di sebelah Sekar.. Sejenak, gw bisa melihat raut kebencian dari wajah Jin Penjaga Gerbang Selatan itu, saat melihat sosok Raja Tungga dan Nyi Kembang Wengi..

Tiba-tiba, pandangan mata gw melihat sesosok gadis bersweater Pink dan celana hot pants hitam, muncul diantara ratusan Jin pasukan Raja Tungga.. Kedua mata gw langsung terbelalak begitu mengetahui siapa sosok gadis yang sudah berdiri di samping Raja Tungga itu, yang saat ini sedang mengulum senyuman manis ke arah gw..

“Viny...” Ucap gw dengan suara bergetar...