- Beranda
- Stories from the Heart
[HORROR] Cerita Dari Selatan
...
TS
phaltyfalty
[HORROR] Cerita Dari Selatan
Quote:
Para pembaca kaskus yang budiman, silahkan duduk santai di depan layar komputer agan. Kisah kisah daerah pantai selatan Pulau Jawa akan tersaji di bawah ini. Mohon bijak agan-agan untuk menikmati cerita ini. Pendapat terserah pada pembaca, dan mohon bijak menanggapi. Cerita ini bumbu bumbu, antara real dan fiksi(tentunya membuat lebih sedapp). Silahkan enjoy cerita dari selatan.
Sruput kopinya sambil mbaca
Sruput kopinya sambil mbaca
![[HORROR] Cerita Dari Selatan](https://s.kaskus.id/images/2017/12/11/6904283_20171211071219.jpg)
Index cerita
Prologue
1st
2nd
3rd
4th
______
Part 5.1(camping dimulai)
Part 5.2
Part 5.3
Part 5.4
Part 5.5(camping berakhir)
Part 6.1 update 31/01/2018
Part 6.2 (wait for a moment...)
Quote:
Prologue
Ahh... Pansel Jawa. Nggak ramai seperti Pantura. Disini lebih adem dan tenang suasananya dibanding di utara sana. Kota kecematanku juga gak dilewatin jalan nasional. Aku lahir di sebuah kota kecamatan kecil, Asli wong Kxxxxx. Baru aja lulus kuliah di salah satu universitas ternama di Jabodetabek, aku kembali ke tanah ini buat mulai usaha ternak lobster, skalian bantuin keuangan keluarga. Aku sekarang tinggal sama ibu, bapak sudah meninggal. Tinggal adik namatin SMA di tahun terakhir ini. Kembalinya aku ke X (sebut saja kecamatannya itu) tak membuat lupa akan tanah ini. Kenangan kenangan indah sewaktu kecil sampai SMA, dan juga kenangan yang tak enak.
Keanehan keanehan sepanjang hidup tak akan selesai berurusan dengaku. Dari ketjil sampe zaman now masih aja... gak pernah selese!
Yup itu sekian dariku... sisanya lanjot gan
Diubah oleh phaltyfalty 31-01-2018 17:54
anasabila memberi reputasi
1
23.2K
Kutip
80
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
phaltyfalty
#25
WARKOP (Laila Bagian 2)
Pukul 3 pagi...
Segeralah duduk Mamad(Nama samaran) di warung kopi. "Es teh tawar, bu. Siji(satu)." Pagi buta dingin begitu sang pemilik warkop tentu saja masih sedia es batu."Eh, Ndoro dateng, kowe punya ceritera opo?(Jadi, tuanku yang sudah datang... apa yang kau ingin ceritakan?)" Kopi hitam pekat pun ditambahkan gula oleh temannya. Uap kopi memenuhi wajahnya. "Kowe tinggalin aku(Kamu tinggalin aku)." "Lah kowe kan balane demit(Lah kamu kan temennya setan)." Kata temannya sambil niup kopi dengan santainya. "*su kowe tinggalin aku, Dit(Sialan kau ninggalin aku, Dit)," katanya sambil melotot. Tubuhnya keringatan bercucuran makanya dia pesan es teh.
15 menit yang lalu...
"Oi, tungguin aku" kata Mamad teriakin Adit. Adit sudah keburu ngibrit. Sementara jarak beberapa meter sesuatu yang gak normal dialami mereka berdua. Si Adit malah ngibrit duluan liat anak kecil doank, anak kecil saja!Kaki Mamad yang penuh luka berusaha berdiri meninggalkan padang rumput gelap dilengkapi lampu petromaks saja. Pancingannya sudah entah kemana. Sementara anak itu masih aja berdiri di situ. "*su kowe Dit" kata Mamad dalam hati. Ia buru-buru mencari tempat tadi ia memarkirkan sepeda ontelnya. Ia segera ambil langkah seribu tanpa memedulikan 2 makhluk itu, yang satu gede, gandulan di pohon, nyengir pula. Yang satu anak kecil, cuma berdiri saja di pohon pinggiran kali S, tatapannya horor. Sepedanya yang dikunci buru buru dilepas kuncinya sama Mamad. Langsung digenjot sepeda itu menerobos rumput, lalu ke jalan aspal. Namun, tatapan "mereka" masih menuju ke Mamad. Mamad menggenjot sepedanya menerobos gelapnya malam dengan keringat bercucuran. Sampailah ia melihat remang-remang warkop Bu Yanti(samaran). Ia berharap tak ada yang ikut mbonceng dia.
Jam 10 malam
Adit mengayuh sepeda ontelnya. Malam ini ternyata X masih cukup sepi sejak kejadian itu. Adit ke rumah Mamad, sudah lengkap bawa alat pancing. Niatnya mereka mau cari ikan sekalian cari lobster malam itu. Kira kira percakapannya begini:
A: "Oi Mad, dah siap belum?"
M: "Kamu yakin hari gini mau mancing? Apalagi di kali S."
A: "Yakinlah, bro. Masa gak jadi. Santai aja kali, tetap tenang."
M: "Yaudah, tunggu aku bentar lagi ya."
Mamad ke dalam ngepakin senjata tempur buat mancing mania. Dia pun kembali setelah beberapa menit ditunggu Adit. "Yok Mad," kata Adit. Mereka berdua menuju tempat pemancingan.
45 menit yang lalu...
Mamad pun memindahkan peralatan pancingnya ke deket Adit. "Dit, ini rokokku pada habis. Ada yang ngambil kayaknya. Perasaanku makin ga enak, tau! Udah gitu ikan sedikit banget malam ini," kata Mamad. "Ini aku dah dapet ikan lagi, udah banyak." Kata Adit. "Kakek-kakek tadi Dit di deketmu... Kamu yakin itu manusia?" kata Mamad. "Kau daritadi bicarain yang aneh melulu, kamu lagian terlalu kebawa suasana kampung aja.." Balas Adit. "Eh, liat tuh rokokmu, habis." Kata Mamad. Adit pun ragu akan dirinya bahwa daritadi memang tiada siapapun di dekatnya. Mamad mancing lebih ke selatan. "Mad, kamu jangan iseng deh" kata Adit. "Dit, udahan yok?" ajak Mamad. "Bentar lagi nih tunggu umpan habis" kata Adit. Mereka saat itu tegang, berkeringat. Banyak keganjilan-keganjilan terjadi saat mereka memancing. Coba bertanya pada rembulan sebagai saksi, apa ada orang lain setelah tengah malam selain mereka berdua?
Tengah Malam...
Malam ini apes buat Mamad. Ikan baru sedikit. Padahal sudah 2 kali pindah spot mancing. Ia hanya ditemani rembulan purnama, dan pak Oemar udah pulang duluan. Dia tadi mancing bersebelahan dengan Mamad. Adit sementara asik mancing, sesekali ada lobster yang dia tangkap. Boro-boro lobster, Mamad dapet ikan mungil melulu dari tadi. Spot pohon Mahoni Adit sepertinya spot yang mujur. Lampu petromaks tidak dinyalakan karena rembulan terang malam itu.
"creettt" kail menggoyangkan pancingan Mamad. Akhirnya Mamad dapat ikan kali lumayan gede. Setelah sekian lama. Di kejauhan ia melihat Kakek-kakek sudah tua datang ke sebelah Adit, sepertinya ingin memancing. Rambutnya putih beruban.
Udara malam itu memang agak dingin, tapi sudah biasa bagi mereka.
Jam 01.00
Sepertinya Adit melihat Mamad mulai mendapat kemujuran. Ia pun merogoh kantong biskuitnya. Telah hilang sebagian. Adit saat itu belum berfikiran yang tidak tidak.
25 menit yang lalu...
"Udah, gak ada yang ketinggalan?" tanya Mamad. "Tadi, lampu petromaks, mana ya?" kata Adit sambil mencari-cari. "Udah, besok aja dicari," kata Mamad. Adit pun terpaksa mengikhlaskan hilangnya barang ketiga. Keganjilan-keganjilan banyak yang tak bisa dijelaskan. Pertama biskuit. Kedua pancingan berat, tapi tak ada apa-apa. Ketiga, semua rokok Adit hilang, serta sebagian rokok Mamad. Sekarang, lampu Petromaks? Aih, kini Adit sudah merelakannya. Mereka berdua pun berjalan menuju Tempat parkir sepedanya. Mereka memarkirkan di utara jalan Provinsi. Perjalanan mereka terasa lama sekali saat itu. Bulu kuduk pun ikut merinding disko. Mereka hanya bisa diam.
'Wrengg' motor berkecepatan tinggi tiba-tiba di depan mereka. "Ati-ati kamu Dit, kalau ketabrak gimana?" Kata Mamad memulai pembicaraan. Di sebelah kanan mereka Jembatan kali, jadi yang sudah pasti jalan provinsi. Tapi malam-malam saat itu belum ada penerangan. "Tadi kamu dapet berapa biji Mad?" "Apes, Cuma itungan jari... Lobster Cuma 1, kecil pula. Kalau kamu?" Kata Mamad membalasnya. "Aku sih mayan banyak malam ini, tapi malam ini gak kayak biasanya aja..." Kata Adit. Mamad pun tak melanjutkannya.
Tercium bau bunga melati menyengat. Mamad berjalan agak menunduk kali ini, dan rasa takut mulai menguasai dirinya. Ia berusaha tetap tenang dan diam. Mereka pun berjalan menuju tempat mereka memarkir sepeda. Sepeda mereka di kunci. Adit pun merogoh sambil jalan ke arah sepeda. Gelap memang, di depan pepohonan tinggi. "Dit, kamu cium bau melati gak?" Kata Mamad memulai. Werr, bulu kuduk Adit makin berdiri, dia pun juga sudah tahu. "Iya, nih. Udah yuk langsung cabut aja." Kata Adit. Mamad pun merogoh merogoh kunci sepeda juga di kantongnya.
Tiba-tiba, "Pleekk". Kerikil terlontar ke kepala Mamad. Sontak saja ia langsung melihat. Bangke, Genderuwo! Trus ada setan anak kecil yang baru meninggal, Laila. "Si*lan setan Dit, kaboorr!" kata Mamad. Adit pun segera dengan cepat menaruh barang dan dengan cepat ngacir. Mamad terpeleset. Arahan pandangnya tertuju pada 2 makhluk dari dunia lain. Yang satu Genderuwo, jelek, seram. Bulu kuduk pasti merinding disko. Matanya merah menatap Mamad sambil senyum mengejek. Dia iseng sekali seperti kurang kerjaan, kayak gak ada kerjaan selain ngisengin dan nakutin orang. Yang satu Laila, tatapannya kosong memandang Mamad. Jiwanya bagai ditusuk rasa takut. Buru-buru dengan takut sekali Mamad menaruh peralatannya tanpa memedulikan timbulnya luka-luka. Mamad Cuma bisa berdoa sebisanya, di dalam hati. Berharap hal ini cepat berlalu. Tetapi, waktu berjalan sangat sangat lambat sekali, kental dan beku. Ada hal jahat di belakang Mamad dan tatapannya membuat ngeri. Ia buru-buru menaiki sepedanya, sendirian di jalan tanpa ada temannya. Temannya malah ngacir duluan.
Kembali ke Warkop...
"Jadi, Laila,yo?" kata Adit. "Belum tenang rohnya, masih gentayangan. Apalagi kemarin di situ juga orang kampung sebelah mboncengin dia." Kata Mamad. "Jangan jangan bisa mboncengin kamu" kata Adit dengan senyum jahat. Mamad hanya bisa tersenyum muak, berusaha melupakan hal tadi. Ia menikmati es teh dengan gula di depannya. Dan Adit, kopi hitamnya sudah mulai habis. Mereka tak banyak bicara saat di situ. "Lain kali aku gak mau parkir situ lagi kalau hari-hari gini. Ngeri." Kata Mamad. Adit sepertinya puas akan tangkapan hari ini.
Esok paginya...
"Ceritera yang menarik, mas Mamad. Saya pergi ke pasar dulu ya."
"Iya Bu Karin, ati-ati"
Ibu bertemu mas Mamad saat ia dalam perjalanan ke pasar. Sepertinya mas Mamad memberikan kisah yang menarik bagi dirinya.
Quote:
Pukul 3 pagi...
Segeralah duduk Mamad(Nama samaran) di warung kopi. "Es teh tawar, bu. Siji(satu)." Pagi buta dingin begitu sang pemilik warkop tentu saja masih sedia es batu."Eh, Ndoro dateng, kowe punya ceritera opo?(Jadi, tuanku yang sudah datang... apa yang kau ingin ceritakan?)" Kopi hitam pekat pun ditambahkan gula oleh temannya. Uap kopi memenuhi wajahnya. "Kowe tinggalin aku(Kamu tinggalin aku)." "Lah kowe kan balane demit(Lah kamu kan temennya setan)." Kata temannya sambil niup kopi dengan santainya. "*su kowe tinggalin aku, Dit(Sialan kau ninggalin aku, Dit)," katanya sambil melotot. Tubuhnya keringatan bercucuran makanya dia pesan es teh.
15 menit yang lalu...
"Oi, tungguin aku" kata Mamad teriakin Adit. Adit sudah keburu ngibrit. Sementara jarak beberapa meter sesuatu yang gak normal dialami mereka berdua. Si Adit malah ngibrit duluan liat anak kecil doank, anak kecil saja!Kaki Mamad yang penuh luka berusaha berdiri meninggalkan padang rumput gelap dilengkapi lampu petromaks saja. Pancingannya sudah entah kemana. Sementara anak itu masih aja berdiri di situ. "*su kowe Dit" kata Mamad dalam hati. Ia buru-buru mencari tempat tadi ia memarkirkan sepeda ontelnya. Ia segera ambil langkah seribu tanpa memedulikan 2 makhluk itu, yang satu gede, gandulan di pohon, nyengir pula. Yang satu anak kecil, cuma berdiri saja di pohon pinggiran kali S, tatapannya horor. Sepedanya yang dikunci buru buru dilepas kuncinya sama Mamad. Langsung digenjot sepeda itu menerobos rumput, lalu ke jalan aspal. Namun, tatapan "mereka" masih menuju ke Mamad. Mamad menggenjot sepedanya menerobos gelapnya malam dengan keringat bercucuran. Sampailah ia melihat remang-remang warkop Bu Yanti(samaran). Ia berharap tak ada yang ikut mbonceng dia.
Jam 10 malam
Adit mengayuh sepeda ontelnya. Malam ini ternyata X masih cukup sepi sejak kejadian itu. Adit ke rumah Mamad, sudah lengkap bawa alat pancing. Niatnya mereka mau cari ikan sekalian cari lobster malam itu. Kira kira percakapannya begini:
A: "Oi Mad, dah siap belum?"
M: "Kamu yakin hari gini mau mancing? Apalagi di kali S."
A: "Yakinlah, bro. Masa gak jadi. Santai aja kali, tetap tenang."
M: "Yaudah, tunggu aku bentar lagi ya."
Mamad ke dalam ngepakin senjata tempur buat mancing mania. Dia pun kembali setelah beberapa menit ditunggu Adit. "Yok Mad," kata Adit. Mereka berdua menuju tempat pemancingan.
45 menit yang lalu...
Mamad pun memindahkan peralatan pancingnya ke deket Adit. "Dit, ini rokokku pada habis. Ada yang ngambil kayaknya. Perasaanku makin ga enak, tau! Udah gitu ikan sedikit banget malam ini," kata Mamad. "Ini aku dah dapet ikan lagi, udah banyak." Kata Adit. "Kakek-kakek tadi Dit di deketmu... Kamu yakin itu manusia?" kata Mamad. "Kau daritadi bicarain yang aneh melulu, kamu lagian terlalu kebawa suasana kampung aja.." Balas Adit. "Eh, liat tuh rokokmu, habis." Kata Mamad. Adit pun ragu akan dirinya bahwa daritadi memang tiada siapapun di dekatnya. Mamad mancing lebih ke selatan. "Mad, kamu jangan iseng deh" kata Adit. "Dit, udahan yok?" ajak Mamad. "Bentar lagi nih tunggu umpan habis" kata Adit. Mereka saat itu tegang, berkeringat. Banyak keganjilan-keganjilan terjadi saat mereka memancing. Coba bertanya pada rembulan sebagai saksi, apa ada orang lain setelah tengah malam selain mereka berdua?
Tengah Malam...
Malam ini apes buat Mamad. Ikan baru sedikit. Padahal sudah 2 kali pindah spot mancing. Ia hanya ditemani rembulan purnama, dan pak Oemar udah pulang duluan. Dia tadi mancing bersebelahan dengan Mamad. Adit sementara asik mancing, sesekali ada lobster yang dia tangkap. Boro-boro lobster, Mamad dapet ikan mungil melulu dari tadi. Spot pohon Mahoni Adit sepertinya spot yang mujur. Lampu petromaks tidak dinyalakan karena rembulan terang malam itu.
"creettt" kail menggoyangkan pancingan Mamad. Akhirnya Mamad dapat ikan kali lumayan gede. Setelah sekian lama. Di kejauhan ia melihat Kakek-kakek sudah tua datang ke sebelah Adit, sepertinya ingin memancing. Rambutnya putih beruban.
Udara malam itu memang agak dingin, tapi sudah biasa bagi mereka.
Jam 01.00
Sepertinya Adit melihat Mamad mulai mendapat kemujuran. Ia pun merogoh kantong biskuitnya. Telah hilang sebagian. Adit saat itu belum berfikiran yang tidak tidak.
25 menit yang lalu...
"Udah, gak ada yang ketinggalan?" tanya Mamad. "Tadi, lampu petromaks, mana ya?" kata Adit sambil mencari-cari. "Udah, besok aja dicari," kata Mamad. Adit pun terpaksa mengikhlaskan hilangnya barang ketiga. Keganjilan-keganjilan banyak yang tak bisa dijelaskan. Pertama biskuit. Kedua pancingan berat, tapi tak ada apa-apa. Ketiga, semua rokok Adit hilang, serta sebagian rokok Mamad. Sekarang, lampu Petromaks? Aih, kini Adit sudah merelakannya. Mereka berdua pun berjalan menuju Tempat parkir sepedanya. Mereka memarkirkan di utara jalan Provinsi. Perjalanan mereka terasa lama sekali saat itu. Bulu kuduk pun ikut merinding disko. Mereka hanya bisa diam.
'Wrengg' motor berkecepatan tinggi tiba-tiba di depan mereka. "Ati-ati kamu Dit, kalau ketabrak gimana?" Kata Mamad memulai pembicaraan. Di sebelah kanan mereka Jembatan kali, jadi yang sudah pasti jalan provinsi. Tapi malam-malam saat itu belum ada penerangan. "Tadi kamu dapet berapa biji Mad?" "Apes, Cuma itungan jari... Lobster Cuma 1, kecil pula. Kalau kamu?" Kata Mamad membalasnya. "Aku sih mayan banyak malam ini, tapi malam ini gak kayak biasanya aja..." Kata Adit. Mamad pun tak melanjutkannya.
Tercium bau bunga melati menyengat. Mamad berjalan agak menunduk kali ini, dan rasa takut mulai menguasai dirinya. Ia berusaha tetap tenang dan diam. Mereka pun berjalan menuju tempat mereka memarkir sepeda. Sepeda mereka di kunci. Adit pun merogoh sambil jalan ke arah sepeda. Gelap memang, di depan pepohonan tinggi. "Dit, kamu cium bau melati gak?" Kata Mamad memulai. Werr, bulu kuduk Adit makin berdiri, dia pun juga sudah tahu. "Iya, nih. Udah yuk langsung cabut aja." Kata Adit. Mamad pun merogoh merogoh kunci sepeda juga di kantongnya.
Tiba-tiba, "Pleekk". Kerikil terlontar ke kepala Mamad. Sontak saja ia langsung melihat. Bangke, Genderuwo! Trus ada setan anak kecil yang baru meninggal, Laila. "Si*lan setan Dit, kaboorr!" kata Mamad. Adit pun segera dengan cepat menaruh barang dan dengan cepat ngacir. Mamad terpeleset. Arahan pandangnya tertuju pada 2 makhluk dari dunia lain. Yang satu Genderuwo, jelek, seram. Bulu kuduk pasti merinding disko. Matanya merah menatap Mamad sambil senyum mengejek. Dia iseng sekali seperti kurang kerjaan, kayak gak ada kerjaan selain ngisengin dan nakutin orang. Yang satu Laila, tatapannya kosong memandang Mamad. Jiwanya bagai ditusuk rasa takut. Buru-buru dengan takut sekali Mamad menaruh peralatannya tanpa memedulikan timbulnya luka-luka. Mamad Cuma bisa berdoa sebisanya, di dalam hati. Berharap hal ini cepat berlalu. Tetapi, waktu berjalan sangat sangat lambat sekali, kental dan beku. Ada hal jahat di belakang Mamad dan tatapannya membuat ngeri. Ia buru-buru menaiki sepedanya, sendirian di jalan tanpa ada temannya. Temannya malah ngacir duluan.
Kembali ke Warkop...
"Jadi, Laila,yo?" kata Adit. "Belum tenang rohnya, masih gentayangan. Apalagi kemarin di situ juga orang kampung sebelah mboncengin dia." Kata Mamad. "Jangan jangan bisa mboncengin kamu" kata Adit dengan senyum jahat. Mamad hanya bisa tersenyum muak, berusaha melupakan hal tadi. Ia menikmati es teh dengan gula di depannya. Dan Adit, kopi hitamnya sudah mulai habis. Mereka tak banyak bicara saat di situ. "Lain kali aku gak mau parkir situ lagi kalau hari-hari gini. Ngeri." Kata Mamad. Adit sepertinya puas akan tangkapan hari ini.
Esok paginya...
"Ceritera yang menarik, mas Mamad. Saya pergi ke pasar dulu ya."
"Iya Bu Karin, ati-ati"
Ibu bertemu mas Mamad saat ia dalam perjalanan ke pasar. Sepertinya mas Mamad memberikan kisah yang menarik bagi dirinya.
0
Kutip
Balas